“Apa masih sakit?” tanya Shean pada Zeera. Zeera menatapnya dengan mengernyitkan dahinya.
‘Pakai nanyak lagi,’ gerutunya dalam hati.
Dari raut wajah Zeera, Shean pasti tahu jawaban dari pertanyaannya, namun dia sengaja bertanya seperti itu untuk menggodanya.
“Sudah jangan marah lagi, kau kan juga menyukainya. Buktinya kau ikut mendesah juga kan?” bisiknya ditelinga Zeera, meniupkan udara didaun telinganya.
Zeera hanya diam saja menahan malu, tapi wajahnya sudah memerah.
“Sekarang ayo kita kesana, disana banyak jajanan makanan khas Jepang, kau pasti suka,” Shean menuntun Zeera, menggenggam tangannya berjalan bersama.
Mereka berdua sudah memakai pakaian tradisional Jepang, yaitu Kimono. Zeera sedikit susah berjalan karena terasa sangat sempit dibagian mata kakinya untuk melangkah.
Untungnya Shean tidak terburu-buru berjalan.
Zeera melihat banyak turis-turis yang juga datang, dan sama-sama memakai Kimono juga.
Hallo teman-teman, jangan lupa KLIK BINTANG 5 NYA YA. Terimakasih
“Ternyata kau disini. Kenapa kau pergi menjauh dariku? Apa kau tidak tahu kalau aku mencarimu dari tadi?” Zeera dan Shean sama-sama kesal. Tapi Zeera tidak ingin mengatakan alasannya pergi meninggalkan Shean ketika sedang mengobrol dengan wanita lain. “Siapa dia?” tunjuk Shean pada Sasaki. “Dia Sasaki, aku baru mengenalnya,” jawab Zeera ketus. Zeera semakin kesal, karena Naomi masih saja merangkul lengan Shean. ‘Apa wanita ini tidak tahu kalau Shean sudah menikah? Atau Shean sendiri tidak memberitahunya?’ “Hallo, my name Sasaki. Im just little talk with her,” Sasaki mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Shean. Shean tidak mengulurkan tangannya, wajahnya semakin kesal melihat pria yang baru berkenalan dengannya. “Shean-san, doshite? (Shean, ada apa?)” panggil Naomi. Sasaki melihat Naomi, akhrinya dia tahu kalau Naomi adalah orang Jepang, sama seperti dirinya. Shean
Malam itu pasangan suami isteri itu sedang melakukan hubungan in**m. Tentu saja yang memulai lebih dulu adalah Shean. Awalnya dia hanya mencumbu menciumi Zeera, tapi karena terbawa suasana dan hasrat, akhirnya Shean melanjutkan hingga akhir. “Aku… aku sudah capek… aahh….” rintih Zeera yang masih berada dibawah tubuh Shean. “Se… sebentar… lagi, Sayang… tang… tanggung….” jawab Shean sembari mendesah. “Sebentar lagi kapan? Ini… ini sudah.. 4… kali, aku… ngantuk dan… capek,” “Ini… ini yang… terakhir… lagipula… ini kon**m yang terakhir.” Zeera pasrah menunggu suaminya menyelesaikan penyalurannya. Sejujurnya, berangsur-angsur dia memang sudah mulai menyukai dan menikmati hubungan itu, hanya saja ketika ronde pertama sampai kedua saja, kalau lewat dari itu, dia akan kesakitan dan kelelahan. Shean sangat bisa membuat suasana nakal. Setiap sentuhannya yang sangat lembut, membuat siapapun ingin di sentuh lagi. Dia tidak bermain kasar dan t
Dua hari kemudian… “Shean… bagaimana kalau… kalau ada orang yang masuk..?” "Diamlah Sayang. Tidak akan ada yang masuk kesini.” “Ke… kenapa?” “Itu karena aku sudah menyewa satu tempat ini, khusus untuk kita berdua saja, jadi tidak akan ada yang berani masuk.” Sekarang mereka berdua sudah berada di kolam pemandian air hangat. Zeera hanya memakai cel**a da**m dan bra yang ditutupi dengan kemben berwarna putih, juga handuk kecil untuk bagian bawah Zeera. Saat ini Zeera duduk berada diantara kedua kaki Shean, membelakangi suaminya. Zeera risih, karena suaminya selalu mencumbunya disetiap ada waktu. Seperti sekarang, lehernya menjadi incaran Shean untuk dicium hingga bagian punggungnya. Sedangkan kedua tangannya mengusap, mengelus bagian perut Zeera, terkadang naik sampai keda*a, meremasnya pelan. Karena Shean semakin liar mencumbunya, Zeera panik, “Shean, kau tidak berniat melakukan ‘itu’ disini kan?” tanya Zeera men
Shean membantu Zeera memakai kimononya. “Sudah kencang belum?” tanya Shean yang sedang memasangkan Obi, atau sabuk pinggang untuk Kimono Zeera. “Sudah.” “Kamu terasa sesak tidak? apa aku perlu melonggarkannya sedikit?” “Jangan… jangan dilonggarkan lagi. Aku masih bisa bernapas kok,” jawab Zeera. “Pppfft..” Shean menahan tawa mendengar jawaban isterinya. ‘Kenapa dia tertawa?’ “Baiklah, semuanya sudah lengkap,” ucap Shean setelah memastikan Kimono Zeera sudah terpasang dengan rapi dan aman. “Kita mau kemana?” tanya Zeera, sembari menerima dompet kecil dari Shean yang terbuat dari bahan kain sutera yang sama warnanya dengan Kimononya. “Kita akan melihat kembang api,” jawab Shean. Sentuhan terakhir dari Shean adalah, memasangkan bunga disisi kanan telinga Zeera. “Fix. Ayo kita jalan,” ajaknya menggandeng tangan Zeera. Mereka sengaja memakai pakaian Kimono berwarna m
“Sayang, padahal aku masih memiliki 2 kond*m lagi, harusnya kita habiskan saja,” ucap Shean memakai pakaiannya lagi. “Kau mau aku mati? Mati karena nafsu s*x suaminya sendiri?” protes Zeera yang juga sedang memakai pakaiannya. “Hahaha… iya juga ya. Masuk akal. Aku juga pasti di cap sebagai suami yang menyiksa isterinya sendiri,” tawa Shean menggaruk kepalanya. “Sini biar aku bantu kamu memasang sabuknya,” Shean membantu Zeera berdiri, dan memasangkan sabuk. “Apa masih sakit?” tanya Shean merapikan Kimono Zeera terlebih dahulu sebelum dipasangkan sabuknya. “Tentu saja masih sakit. Kau pikir punyamu itu tidak besar,” jawab Zeera kesal. “Hahaha… ayolah, Sayang, kenapa masih sakit sih? Kan kita melakukannya sudah beberapa kali, aku kan jadi tidak tega sebagai suami,” ledeknya. ‘Apaan sih?’ ‘Apa dia tidak sadar dengan bentuk dan ukuran miliknya sendiri?’ “Nah, sudah selesai. Pakai sepatumu. Apa kau
“Shean….” Teriak Naomi menyambut kedatangan Shean, mengabaikan Zeera. Shean dan Zeera baru saja memasuki restaurant untuk makan malam dengan dua sahabatnya sewaktu mereka remaja. Naomi berdiri, keluar dari kursinya menyambut kedatangan Shean. Dia langsung memeluk lengan Shean, tidak perduli dengan tatapan Zeera yang tidak suka. “Naomi… lepaskan!” Shean melepaskan tangan Naomi dari tangannya. Naomi terlihat kecewa. “Wah, akhirnya kalian datang juga, aku pikir isterimu tidak mau datang kesini,” ucap Riyusake berdiri ingin menyapa mereka berdua. “Bukan isteriku yang tidak mau, tapi aku sendiri yang tidak mau!” jawab Shean. “Masa sih?” Riyu yang tidak percaya. Shean menarik satu kursi untuk Zeera, “Terima kasih Shean,” tiba-tiba Naomi langsung duduk dikursi yang disediakan Shean. ‘Ih, tidak tahu malu banget sih nih cewek!’ gerutu Zeera dalam hati. “Hm, Naomi-" “Sini duduk!” Naomi menarik Shean untuk duduk di
“Nah, itu mereka!” tunjuk Alpha pada Abert. “Bos!” teriak mereka berdua agar Shean dan Zeera melihat mereka disana yang sudah menunggu sedari tadi. Dengan 2 troli besi, mereka membawa ketiga kopernya. Mereka menyadari bahwa karyawannya sudah datang. “Bos, akhirnya anda sudah pulang,” ucap Aplha langsung mengambil alih troli besi milik Shean, dan Albert mengambil troli yang dipegang Zeera. “Apa kau pikir kami akan menetap disana? Mobilnya dimana?” tanya Shean menggenggam tangan Zeera. “Disana bos, mereka juga sudah menunggu diluar,” jawab Alpha menunjuk. “Bos, bukankah waktu kalian pergi hanya ada satu koper? Kenapa jadi ada tiga koper, bos?” tanya Alpha melihat dua koper yang cukup besar, hanya satu saja berukuran sedang. “Berisik! Terserah aku dong mau bawa berapa banyak koper, ada masalah?” jawab Shean ketus. “Maafkan saya Alpha, itu karena saya membawa beberapa hadiah kecil untuk teman-teman saya.” Sahut Zeera
Dokter sudah selesai memeriksa dan memberikan obat untuk Shean. Zeera juga sudah beberapa kali mengganti handuk basah untuk mengurangi demam suaminya. Semalaman Zeera tidak bisa tidur dengan lelap karena khawatir dengan Shean. “Cepatlah sembuh,” ucap Zeera mengusap kepala Shean. Ujung bibir Shean tersenyum sekilas, sangat cepat seperti mendengar dan bereaksi dengan ucapan Zeera. ‘Apa dia tadi tersenyum? Apa dia dengar apa yang aku katakan?’ Satu jam kemudian… 'Suami seperti apa dirimu ini?! Kau tidak pernah perduli dengan isteri dan anakmu! Kau hanya perduli dengan selingkuhanmu saja!’ ‘Apa? Apa kau bilang? Bagaimana dengan dirimu sendiri? Hah? Kau juga sibuk dengan arisanmu, kau juga punya ‘berondong’ kan? Dan kau hanya menyalahiku saja?’ Plak… ‘Bren***k! kau berani menamparku? Wanita sialan! Tidak tahu diri!’ ‘Mati saja kau! Suami tidak berguna!’ “Hmp…
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt