Setelah Shean menikah dengan Zeera, sudah hampir seminggu dia tidak masuk ke perusahaannya, membuat tiga asisten sekaligus anak buahnya kelabakan mengerjakan pekerjaannya, apalagi Albert. Dia sudah berusaha menghubungi Shean, tapi selalu diabaikan, bahkan ponselnya saja tidak aktif hampir seharian setiap harinya.
Sementara itu, Zeera yang selama Shean tidak berangkat kerja, membuatnya kelelahan karena harus melayani Shean, yang bisa terjadi 3 sampai 4 kali dalam satu hari. Benar-benar nafsu Shean yang besar dan kuat, tidak terlihat kelelahan, kalau dia berhenti karena masih sedikit kasihan dengan Zeera yang sering merasa kesakitan.
Seperti pagi ini, Zeera sudah bangun lebih dulu, tapi tidak bisa lepas dari Shean karena pelukannya yang sangat erat.
‘Kuat sekali dia, bagaimana caranya aku bisa lepas darinya?’
Zeera bisa merasakan hembusan napas dari suaminya itu, wajah dan kepalanya tepat berada dihadapan dadanya.
Karena adanya pergerakan
Shean berjalan mendekati Zeera, dan memeluknya dari belakang. Deg… ‘Apa lagi mau pria mesum ini?’ gumam Zeera pasrah. “Apa kau merindukan sahabatmu itu?” bisiknya ditelinga Zeera. Zeera merasa bulu kuduknya berdiri, bukan hanya karena suara bisikannya, tapi hembusan napas suaminya itu. “Te.. tentu saja… dia kan… sahabatku,” ‘Karena dia juga aku terjebak denganmu.’ “Hmm… apa kau mau bertemu dengannya?” tanyanya lagi, tapi tangannya mulai meraba-raba bagian perut isterinya, Zeera gelisah dan khawatir, tidak ingin melakukan itu lagi karena masih kesakitan. “Apa… apa aku bisa bertemu dengannya?” tanyanya tapi matanya melirik kebagian perutnya dimana tangan Shean sudah mulai naik keatas. “Tentu! Tentu saja kau bisa bertemu dengannya, undang saja dia kesini, kalau kau mau bawa semua teman-temanmu kesini,” ucap Shean. “Mengundang… kesini?” “Iya.” “Tapi kalau mereka tahu tentang per
“Kau yakin ini alamat yang diberikan Zeera?” Izzati melihat kembali ponselnya untuk memastikan alamat yang dikirim Zeera. “Benar kok, aku tidak salah, dan kata pak taksi nya juga sama,” jawab Izzati yang juga ragu. Ratna, Ayu, Izzati dan Anton segera turun dari taksi online yang berhenti didepan rumah besar berwarna putih itu. Meski mereka ragu-ragu, tapi masih terus ingin melanjutkan perjalanannya. “Coba kalian hubungi Zeera, katakan padanya kalau kita sudah berada didepan,” suruh Izzati. Mereka berdiri menunggu didepan pagar yang sangat tinggi. “Maaf, kalian siapa ya? dan ada perlu apa disini?” tanya satpam yang bertugas bekerja disana. Mereka saling melihat, menunggu siapa yang akan menjawab pertanyaan satpam tersebut. “Begini pak, kami ingin… bertemu dengan Zeera,” Anton yang menjawab sembari melirik teman-temannya. “Nyonya Zeera?” Mendengar kata ‘Nyonya’, mereka saling melihat lagi dengan ke
Semuanya langsung melihat arah tangga, tempat dimana tedengar suara pria yang sudah mereka kenal.Shean yang baru turun dari anak tangga dengan gagahnya terus berjalan kearah mereka, walau dia tersenyum, tapi entah kenapa mereka gugup dan takut. Zeera diam-diam menatap teman-temannya, ‘Kalian pasti merasakan apa yang aku rasakan sekarang kan?’Tap… tap… tap… tap…Semakin lama langkahnya semakin dekat pada mereka yang masih berdiri dan terdiam.“Kenapa kalian berdiri? Duduklah? Apa ada duri di sofa itu?” tanya Shean yang langsung duduk disamping Zeera yang sendirinya duduk. Dia merangkulkan tangannya di bahu Zeera, dan isterinya hanya diam pasrah.Izzati dan lainnya pun duduk serempak.“Aku mendengar kalau kalian sedang membicarakan tentang polisi. Ada apa dengan polisi?” tanya Shean setelah semuanya sudah duduk.Izzati gugup, terlihat panik. Setelah Sh
Shean menunggu Zeera yang masih berada didalam kamar mandi. Sembari menunggunya, dia asik sibuk memainkan ponselnya. Tawanya yang renyah dapat didengar Zeera dengan jelas dari kamar mandi. Dia bingung, kenapa suaminya tertawa sendiri.“Sayang, kenapa kau lama didalam kamar mandinya? Kau tidak berencana tidur disana kan?” teriak Shean yang masih duduk bersandar diranjang.Tidak ada jawaban dari Zeera, tentu saja dia bisa mendengar suara Shean, hanya saja dia tidak ingin menjawabnya.Karena tidak ada jawaban, Shean turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.Tok… tok… tok…“Sayangku, apa kau tertidur saat mandi?”Tok… tok… tok…“Sayang, kau mendengarku?”Tok… tok… tok...“Zeera ku, yuhu… zeera. Kau dengar suara suami tampanmu ini kah?”Berulang kali Shean memanggilnya, tak satupun balasan jawa
Melihat itu, Shean terdiam tanpa bicara. Seperti merasa kasihan mendengar keluhan dari isterinya. “Benar kah?” Zeera mengangguk. “Kasihan sekali dirimu. Lalu apa yang akan kau lakukan kalau sedang dalam masa itu?” “Aku hanya bisa berbaring, berjalan sebentar dan memijit perutku dengan pelan.” Shean merasa iba, dia tidak menyangka kalau ternyata wanita yang sedang datang bulan itu akan mengalami hal yang menyakitkan seperti itu. Beberapa kali dia melirik Zeera, lalu fokus lagi pada perjalanannya. “Berhenti disini saja.” Tunjuk Zeera pada minimarket yang ada didepannya. “Apa disini menjual yang kau butuhkan?” “Iya.” Shean memarkirkan mobilnya tepat didepan mini market tersebut. Yang turun duluan adalah Zeera, dia tidak menunggu Shean untuk membukakan pintu. Tapi Shean meraih tangan Zeera dan mereka bersama-sama masuk kedalam. “Selamat datang di ***mart.” Ucap si penjaga toko memberi salam pad
“Hm… kau mau keluar dari kamar ini?” tanyanya dengan wajah tegas dan serius, seperti ikut terpancing emosi juga.Tapi Zeera tidak merasa takut, dia justru semakin kesal.“Lepas!” dia menghempaskan tangan Shean, terus berjalan ingin membuka pintu kamarnya.Bbraagghh…Dengan cepat Shean mengejarnya, menutup kembali pintu yang hampir terbuka. Zeera melihat kebelakang, dimana Shean sudah berdiri dibelakangnya. Mereka berdua sama-sama dalam keadaan emosi, tidak ada yang mau mengalah.“Satu langkah saja kau keluar dari kamar ini, maka aku akan ‘memakanmu’ sekarang! Aku tidak perduli kau mengeluarkan darah sebanyak apapun itu. Aku akan membuatmu menjerit dan kehabisan darah.” Ucap Shean berbisik ditelinga Zeera.Zeera tahu kalau perkataan pria itu tidak bercanda atau hanya mengancamnya saja. Dia diam berusaha bersabar.Karena tidak ada perlawanan dari Zeera, Shean menarik tangan Z
Malam itu, mereka berdua tertidur sambil berpelukan. Biasanya Zeera susah tidur jika sedang datang bulan dihari pertama, dia akan bergerak kesana dan kemari untuk mengatasi perih diperutnya. Tapi, malam ini dia bisa tidur dengan nyenyak, bahkan saat Shean memeluknya. Dia hanya bergerak sedikit, untuk mengganti posisi tidurnya. Sang Dokter yang datang tidak memberikan obat apa-apa untuk Zeera, Dokter tersebut hanya memberikan penjelasan pada Shean, bahwa isterinya tidak perlu meminum obat, selain beristirahat saja. “Selama masa haidnya datang, kalian tidak boleh berhubungan suami isteri dulu, selain isteri anda akan merasa perih, itu juga tidak baik untuk kesehatan isteri Anda,” “Tapi, kalau hanya bermesraan dan menciuminya, tidak masalah kan? Asal tidak ‘menyodoknya’?” Dokter menahan tawa, tapi juga kesal dengan pertanyaan Shean yang serius dengan wajah polosnya. “Iya tuan, itu tidak masalah. Tapi, sebaiknya anda jangan memaksa isteri anda, se
Seorang wanita cantik dn seksi masuk kedalam rumah Shean, kebetulan pemilik rumah sedang berada dikantornya. Wanita itu langsung duduk sambil menunggu tea yang dipesan dari Ajeng. “Ini nona teanya,” Ajeng meletakkan teanya diatas meja. “Ajeng, aku dengar Shean sudah menikah, apa itu benar?” “Benar nonya,” “Dimana isterinya sekarang?” Saat bersamaan, Zeera baru turun dari tangga. Dia tidak tahu kalau ada wanita yang masuk. “Dia adalah isteri dari tuan Shean,” tunjuk Ajeng pada Zeera. Zeera merasa aneh saat ditunjuk. Wanita itu berdiri, dan langsung menghampiri Zeera yang kebingungan. “Oh, jadi kau adalah isterinya?” tanyanya dengan lagak sombongnya. Zeera hanya diam, wajahnya juga ketus karena tidak suka dengan pertanyaan wanita yang ketus itu. “Hey, aku sedang bertanya padamu. Apa kau isteri dari Shean?” tanyanya lagi, menyentuh bahu Zeera. “Lepas! Memangnya kenapa kalau aku adalah isterinya?” Ze
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt