“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif……”
Beberapa kali Zeera melakukan panggilan tapi tetap nomor ponsel suaminya tidak aktif. Dia juga sudah menunggu beberapa jam di tokonya. Setiap mengirim pesan melalui W*, hanya ceklis satu.
‘Kenapa WAnya tidak aktif? Dia ada dimana sekarang? Harusnya kan sudah turun dari pesawat.’ Gumam Zeera gelisah. Harusnya, Shean sudah datang menjemputnya.
“Zeera, apa kamu sudah berhasil menghubungi Shean?” tanya Izzati yang sudah bersiap-siap pulang.
Zeera menggelengkan kepala, wajahnya terlihat murung dan khawatir.
“Terus, kamu tidak pulang saja? Mungkin suamimu sudah menunggu dirumah.”
“Enggak, kata Edo, Shean belum pulang. Kamu kalau mau pulang, pulang saja, aku masih menunggu disini, mungkin sebentar lagi dia datang.”
Izzati tidak tega meninggalkan sahabatnya sendiri. Semuanya sudah pergi pulang kerumahnya masing-masing, hanya tinggal Izzati dan Zeera.
“Aku disini saja dulu, sa
Alpha masuk kedalam toko dengan wajah panik.“Hey Alpha, ada apa dengan wajahmu itu? apa kau baru melihat hantu?”Semua melihat Alpha, sama herannya dengan tatapannya.“Alpha, ada apa?” tanya Zeera yang penasaran karena Alpha sedari tadi melihatnya.“Nyonya Zeera, saya… saya… saya-“Apaan sih? Ngomongnya putus-putus gitu? Apa ada masalah?” sela Izzati yang kesal karena Alpha berbicara tidak jelas.Semua jadi ikutan kesal karena Alpha.“Nyonya, saya… saya tahu dimana Tuan Shean sekarang.”Deg… deg… deg…Terasa seperti angin yang berhembus didalam perasaan Zeera. Terus terang dia sangat bahagia mendengar kabar dari Alpha tentang keberadaan suaminya, yang sudah tidak pulang selama beberapa bulan.“Alpha, kamu tidak salah lihat kan? Dimana dia sekarang? Kenapa kau tidak membawanya kesini? Kenapa hanya kau sendiri saja
“Hhuuweekk… hhuek… hhuekk…” “Uhuk.. uhuk.. uhuk…” “Fehmeed, ada apa denganmu? Kenapa awak muntah?” Aishah mengusap-usap punggung Fehmeed yang sedari tadi muntah-muntah. “Tak tahulah,” Fehmeed mengusap bibirnya dari cairan muntahnya. Aisah masih terus mengusap-usap punggung suaminya yang sedang berada dikamar mandi. ‘Apa masalah suami saya? Kenapa dia muntah sejak beberapa hari lalu? Adakah dia sakit?’ Sudah beberapa hari memang Fehmeed memang muntah-muntah, dalam satu hari, bisa 2 hingga 3 hari. “Awak, Nak kami pergi hospital?” “Tak perlu risau, tak usah.” Fehmeed menolak dibawa kerumah sakit. Sementara itu ditempat lain, Zeera juga beberapa kali muntah-muntah, itu karena efek dari kandungannya. Beruntungnya, Zeera memiliki teman-teman yang perduli padanya, apalagi Izzati. Izzati selalu tahu dan peka, kapan dan kenapa Zeera mengalami perubahan. “Ini, kamu minum dulu,” Izzati memberikan segelas a
‘Seperti ada yang memperhatikanku, tapi tatapan dari mana ini?’ gumam Zeera dalam hati. Dia menoleh melihat kebelakang, tapi tidak menemukan dimana dia merasa di tatap. “Nyonya, ada apa?” “Tidak, aku tidak apa-apa,” jawab Zeera tersenyum sekilas, dia tidak ingin membuat Alpha khawatir dan gelisah. Fehmeed, yang kebetulan sedang berada disana, dialah yang sedang memperhatikan Zeera. Saat Zeera menoleh kebelakang, kearahnya, dia sengaja menutup wajahnya dengan koran yang ada ditangannya. Sehingga Zeera tidak bisa melihat dan tidak tahu dimana Fehmeed. ‘Kenapa aku merasa seperti pernah bertemu dengan wanita itu?’ Fehmeed terus memperhatikan Zeera. Saat wanita itu berbicara, tersenyum kecil, terus diperhatikannya. Dan tidak ada yang menyadari sosok Fehmeed disana. “Nah, makanannya sudah datang. Ayo dimakan, aku sudah sangat lapar sekali.” Izzati dan Saga datang dengan makanan yang ada di tangannya. Mereka lalu meletakkan
Aishah tidak suka melihat Fehmeed dan Zeera saling melihat, dan tatapan mereka terlihat sangat dekat. “Suami saya, awak kenal puan Zaheera?” tanya Aishah, Fehmeed diam tidak tahu harus menjawab apa. ‘Wanita ini, sama seperti didalam mimpiku.’ Tes... tes... tes... Zeera yang tak kuasa menahan airmatanya, akhirnya jatuh membasahi kedua pipinya. Orang yang ada didalam ruangan sempat terkejut dan heran, kenapa Zeera menangis. ‘Kenapa dia menangis?’ tanya Fehmeed dalam hatinya. Aishah mengepalkan kedua tangannya, geram melihat Zeera. Apalagi pandangan Fehmeed yang masih belum lepas darinya. “Ehem, Maaf, kata setiausaha saya, Tuan dan puan ini ingin berjumpa dengan saya kerana hendak berbincang tentang hubungan kerja. Boleh saya tahu?” tanya Aishah memecah keheningan. “Betul. Kami datang ke sini untuk menawarkan syarikat kami hubungan kerjasama. Saya sudah lama berminat dengan syarikat 'RufkaQa
“Sekarang saya dah okay Aishah, jangan risau lagi.” ucap Fehmeed menenangkan Aishah yang sedari tadi khawatir padanya. “Tapi Fehmeed-" “Tolong, tinggalkan saya sendiri dulu, saya mahu rehat.” Melihat keseriusan Fehmeed yang memintanya untuk pergi, Aishah tidak bisa berbuat apa-apa. Dia turun dari tempat tidurnya setelah memastikan keadaan Fehmeed. “Baiklah, saya akan keluar sekarang, jika awak perlukan apa-apa, beritahu saya terus,” ucapnya sebelum melangkah keluar kamar, dan Fehmeed membalasnya dengan anggukan kepala. Ceklek... Aishah menutup kembali pintunya. ‘Sebenarnya siapa wanita itu? Kenapa aku seperti sangat mengenalnya? Dan kenapa dia menangis melihatku?’ ‘Jepang? Apa aku pernah pergi ke Jepang? Ada apa disana? Haruskah aku pergi kesana?’ ‘Wanita itu memanggilku dengan nama ‘Shean’, dan aku merasa tidak asing dengan nama itu.’ ‘Zeera, Zaheera..... Mah
Tap… tap.. tap… Fehmeed berjalan mendekati Zeera dari belakang. Tidak ada yang tahu kalau itu Fehmeed, baik Saga maupun Zeera. Zeera juga sedang fokus merasakan angin dan melihat pemandangan. ‘Dulu, aku dan Shean sering ketaman. Dia selalu menggodaku dengan bicaranya yang nakal. Tapi sekarang… aku datang ketaman dengan orang lain.’ “Hah..” Zeera menghela napas. “Zeera..” “Iya?” Zeera menoleh kebelakang dengan cepat. Zeera terkejut melihat orang yang memanggilnya dari belakang. “Shean…?” panggilnya. Dia menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan tangannya. Pria yang dipanggil dengan Shean itu mengernyitkan dahinya. Nama yang tidak asing ditelinga. Fehmeed tidak melakukan apa-apa, tapi sepasang mata Zeera sudah berkaca-kaca seakan sebentar lagi akan menangis. “Kenapa anda menangis?” tanya Fehmeed merasa bersalah. “Hiks… hiks… Tidak… aku.. hhikss… tidak apa-apa,” Zeera akhirny
Fehmeed memberi waktu pada Zeera untuk menangis sampai dia puas. Jujur saja, didalam hatinya juga terasa perih mendengar wanita yang disampingnya menangis. Dia ingin melakukan sesuatu untuk menghentikannya, tapi masih ragu. Keraguan yang menimbulkan kesalahpahaman untuknya dan orang lain. Beberapa saat kemudian, tangisan Zeera mulai reda. Dia mengeluarkan tisu yang selalu dibawa dalam kemasan kecil didalam tasnya untuk mengusap wajahnya yang basah. “Haahhh… hhuufftthh…” Zeera menghela napas, menarik napas, dan menghela napas lagi. berusaha untuk tegar dan tenang. Tidak ada yang bisa dilakukan Fehmeed selain diam. “Maafkan saya,” ucap Zeera membuka obrolan. Fehmeed melihat Zeera, “Tidak, tidak apa-apa. Saya yang salah membuat anda menangis.” “Apa Anda sudah merasa baikkan?” tanya Fehmeed, Zeera mengangguk sambil mengusap hidungnya. Tidak ada obrolan untuk beberapa menit, mereka sama-sama diam. Fehmeed takut bertanya lagi, takut kalau wa
“Ada apa? Kenapa kamu menangis?” Fehmeed panik. “Fehmeed, saya… sakit, hiks… hiks… saya nak jumpa awak, cepat pulang,” ucap Aishah menangis. “Iya, saya nak balik, awak jangan nangis.” Fehmeed buru-buru memasukkan ponselnya kedalam saku celana setelah berbicara dengan Aishah. Baru beberapa langkah kaki Fehmeed, dia berhenti,menoleh kebelakang melihat Zeera, wajahnya kecewa tidak ingin Fehmeed pergi, karena dirinya masih banyak ingin ditanyakan dan berbicara dengan Fehmeed. “Maafkan saya, isteri saya sedang membutuhkan saya, dia sedang sakit, saya akan pergi dulu.” Tidak ada jawaban dari Zeera. Dia menunduk menatap kebawah. “Apa… apa boleh saya bertemu kembali dengan anda, Nyonya Zeera?” Merasa memiliki harapan untuk bertemu kembali, Zeera mengangkat kepalanya, melihat Fehmeed, “Iya, aku juga ingin bertemu lagi denganmu.” Jawab Zeera tersenyum. Mereka akhirnya bertukar nomor telepon ponselnya. Saga tidak bisa melakukan ap
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt