Dua minggu kemudian, Shean kembali sibuk dengan urusan pekerjaannya. Semenjak pengakuan cinta mereka berdua, hubungan mereka semakin dekat, dan Shean juga sangat ‘rajin’ melakukan tugasnya untuk membuat isterinya Zeera hamil. Rasanya mereka berdua sudah tidak sabar untuk segera memiliki anak.
“Sayang, apa kamu sudah makan siang?” tanya Shean pada Zeera melalui telepon.
“Belum,” jawab Zeera, dia juga sibuk mengatur bisnis usaha kuenya bersama dengan Izzati.
“Aku juga belum makan siang, bagaimana kalau kita makan siang bersama? Aku akan menjemputmu.”
“Maafkan aku Sayang, tapi pekerjaanku sekarang sedang banyak-banyaknya, tapi kalau kau mau makan ditempatku, boleh.” Jawab Zeera merasa tidak enak hati.
“Baiklah, aku akan datang ketempatmu. Kau mau makan apa? Biar sekalian aku belikan.”
“Mmm… apa aja, yang penting ada nasi dan lauknya. Oh iya, jangan lupa minuman
“Sayang, aku sedang dalam perjalanan menjemputmu pulang, bersiaplah,” ucap Shean dalam panggilan telepon sambil mengemudikan mobilnya. “Iya, aku sudah bersiap-siap kok,” Zeera merapikan meja kerjanya. Zeera sedang menunggu kedatangan Shean yang masih dalam perjalanan. “Izzati, nanti tutupnya jangan lama-lama ya, pastikan semuanya terkunci. Kalian hati-hati dijalan saat hendak pulang,” pesan Zeera. Bbrrumm… bbruumm… Shean sudah datang, baru memarkirkan mobilnya. Dia duduk sambil menunggu Zeera keluar dari toko. “Aku pulang duluan ya, sampai jumpa besok,” Zeera melambaikan tangannya, keluar dari pintu toko. Dia berjalan menghampiri mobil dimana Shean sedang menunggu. Zeera melambaikan tangan kearah mobil Shean, dan dibalas lambaian tangan juga dari suaminya. “Hai,” sapa Zeera masuk kedalam mobil. “Sini cium dulu,” Shean menarik tangan Zeera pelan, lalu mencium bibir isterinya, hanya sekilas, takut kalau dirinya kete
Sementara itu, didepan toko roti Zeera, sudah banyak orang berkumpul, termasuk Izzati dan karyawan lainnya. Dari sisi Shean, Tristan, Alex juga sudah ada disana juga. Brum… brum… Izzati dan lainnya melihat kebelakang, dimana terdengar suara mobil yang baru saja berhenti. Zeera keluar lebih dulu, tanpa menunggu Shean turun untuk membuka pintunya. “Zati,” Zeera memeluk Izzati. “Zeera, aku tidak tahu ini kenapa. Saat aku dan yang lainnya datang, tokonya sudah seperti ini. Kata anak buah Pak Shean, ada yang berusaha masuk kedalam secara paksa,” ujar Izzati memeluk Zeera. Shean baru menyusul dari belakang, Tristan langsung berbisik dengannya. Shean lalu mengangguk, merespon bisikan Tristan. Zeera penasaran, apa yang sedang mereka bicarakan. Pintu toko yang sudah ambruk, dengan etalase rak makanan pecah, kursi-kursi berantakan terbalik, mejanya juga sudah pecah dan bengkok. Stok pembuatan kue, seperti tepung, gula dan lainnya juga tercecer d
Tristan yang menemani Zeera berjalan menjauh dari aksi Shean yang sedang menghajar si pembuat onar itu. Sepanjang perjalanan, tidak ada obrolan diantara mereka berdua, mungkin karena Zeera yang masih shock dengan kejadian itu. Dia tidak menyangka suaminya bisa melakukan itu, hal yang sadis apalagi didepan matanya, walau tidak diarahkan untuknya. ‘Kenapa Nyonya diam saja? Apa dia ketakutan ?’ gumam Tristan, melirik Zeera yang berdiri disampingnya. “Nyonya-" “Tristan,” “Iya, Nyonya,” “Apa Shean memang seperti itu?” tanya Zeera tanpa melihat Tristan, mereka masih berjalan berdua, hanya saja langkah kakinya pelan. “Maksud… anda Nyonya?” Zeera diam sejenak. Tap… Langkah Zeera berhenti, berputar dan melihat Tristan, “Kau tahu kan maksud pertanyaanku?” Bola mata Tristan melirik kekiri dan kekanan, seakan menghindar dari tatapan Zeera. “Apa Shean memang kejam seperti itu? kau lihat juga
“Eh, kenapa ada darah diwajah dan lehermu? Apa kau terluka?” Zeera khawatir. “Apa? Darah?” Shean mengusap wajahnya, ingin melihat darah yang dilihat Zeera. “Apa kau terluka tadi?” “Tidak, ini hanya darah mereka saja,” ucap Shean membersihkan wajahnya. “Darah mereka? sebanyak ini? Memangnya, apa yang kau lakukan pada mereka?” Zeera membantu Shean membersihkan darah dileher Shean. “Aku hanya memberi sedikit pelajaran pada mereka. Supaya mereka mengaku siapa yang menyuruh mereka. Sudah bersih kan?” Zeera tidak benar-benar percaya pada ucapan Shean. Tapi dia juga tidak ingin membahasnya. “Nyonya, apa kau sudah siap? Saya akan menjatuhkan buahnya lagi, tangkaplah!” teriak Tristan dari atas. Brugh… Zeera terkejut, hingga menutup matanya. Perlahan-lahan dia buka mata, dan sudah ada tangan Shean diatas kepalanya, dengan pepaya yang berhasil ditangkapnya. “Shean, kau berhasil menangkapnya ya,” Zeera
Saga mengambil salah satu tempat untuk duduk, sambil terus melihat Zeera yang sibuk melakukan pekerjaannya. “Tuan, apa yang akan anda lakukan sekarang?” tanya Dillo ikut duduk didepan Saga. “Hah? Apa? Kamu bicara apa tadi?” “Hm, Tuan kesini katanya mau melakukan sesuatu, tapi kenapa anda malah diam dan memperhatikan wanita itu?” “Oh, itu… karena dia cantik,” jawab Saga cepat. “Tapi-" “Dillo, kau pesankan kopi untukku. Aku mau disini untuk sementara,” perintah Saga agar tidak diganggu saat memperhatikan Zeera. “Baik Tuan,” Dillo berdiri, berjalan menuju kasir, setelah melirik Saga yang seperti terhipnotis. “Permisi, saya ingin pesan kopi latte dan Americano,” “Dingin atau panas?” Dillo berpikir sebentar, “Yang dingin saja.” “Baik, tunggu sebentar ya Pak,” Izzati menyiapkan pesanan Dillo, yang sedang memperhatikan bosnya dan Zeera secara bergantian. Saga tidak tahu, kalau Zeera adalah sipem
Beberapa jam kemudian, setelah Saga dan anak buahnya pergi keluar dari toko Zeera, Izzati datang mendekati mereka, “Zeer, siapa mereka? kenapa aku mendengar seperti kalian sedang membahas kerusakan. Siapa mereka?” tanya Izzati menarik kursi untuknya duduk. “Ah, itu… mmm… yang menghancurkan toko kita beberapa hari yang lalu adalah anak buahnya dan dia-" “Apa?? Jadi mereka yang menghancurkan-" “Bukan dia, tapi anak buahnya-" “Tetap saja sama kan. Berarti dia yang menyuruh anak buahnya untuk menghancurkan dan mencuri di toko kita. Harusnya-" Plak… Zeera menepuk bahu Izzati agar diam, dan sahabatnya itu terdiam sambil mengusap bahunya dan menggerutu. “Aku sudah bilang, kalau bukan dia yang menyuruh anak buahnya. Justru dia tidak tahu, dan datang kesini untuk ganti rugi dan minta maaf,” “Ah, masa sih dia sampai tidak tahu. Bisa saja kan dia berbohong-" “Ish, jadi orang jangan curigaan gitu ah. Aku yakin
Selama 2 hari Saga datang sendiri ke toko Zeera. Saga ingin memulai pertemanan dengan Zeera. Padahal dia sangat sibuk, tapi selalu menyempatkan untuk mampir ke Zeera Cake. Semuanya kecuali Izzati tidak curiga pada Saga. ‘Aku yakin pasti ada sesuatu yang membuatnya sering datang kesini.’ Hingga saat ini, dihari ketiga Saga datang lagi, dia datang sambil membawa aneka buah untuk Zeera dan teman-temannya. “Wah, Saga bawa apa itu?” tanya Ratna yang baru keluar dari ruang dapur, dibelakangnya sudah ikut Zeera yang juga ikut melihat. “Oh, ini buah tangan untuk kalian. Tadi aku lihat ada orang yang sudah sangat tua menjualnya dengan gerobak dorong, aku kasihan, jadi aku beli saja. Kalian makan ya, karena kalau hanya aku saja, pasti tidak habis.” Jawab Saga tersenyum, sebenarnya dia berbohong, dia memang sengaja membeli untuk Zeera, mengambil perasaannya. “Tapi anda kan punya banyak anak buah, anda berikan pada mereka, pasti mereka senang,” c
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif……” Beberapa kali Zeera melakukan panggilan tapi tetap nomor ponsel suaminya tidak aktif. Dia juga sudah menunggu beberapa jam di tokonya. Setiap mengirim pesan melalui W*, hanya ceklis satu. ‘Kenapa WAnya tidak aktif? Dia ada dimana sekarang? Harusnya kan sudah turun dari pesawat.’ Gumam Zeera gelisah. Harusnya, Shean sudah datang menjemputnya. “Zeera, apa kamu sudah berhasil menghubungi Shean?” tanya Izzati yang sudah bersiap-siap pulang. Zeera menggelengkan kepala, wajahnya terlihat murung dan khawatir. “Terus, kamu tidak pulang saja? Mungkin suamimu sudah menunggu dirumah.” “Enggak, kata Edo, Shean belum pulang. Kamu kalau mau pulang, pulang saja, aku masih menunggu disini, mungkin sebentar lagi dia datang.” Izzati tidak tega meninggalkan sahabatnya sendiri. Semuanya sudah pergi pulang kerumahnya masing-masing, hanya tinggal Izzati dan Zeera. “Aku disini saja dulu, sa
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt