Zeera lebih dulu membuka matanya. Melihat suaminya yang masih tidur dengan lelap disampingnya.
‘Saat tidur, wajahnya terlihat kalem dan polos, tapi kalau sudah bangun, selain mesum, dia juga bertingkah sangat mengesalkan.’
Memiringkan posisi dirinya menghadap Shean yang lebih dulu sudah berbaring miring menghadapnya. Mereka berdua masih sama-sama tidak berpakaian.
Tatapan mata Zeera, melihat wajah dan bagian da*a yang kekar berotot itu.
“Sampai kapan kau ‘menahanku’?”
“Saat kau bosan, apa kau akan membuangku?”
Hembusan napas Zeera menyentuh wajah Shean.
Shean perlahan-lahan membuka matanya, Zeera terkejut dan langsung berbalik menghindari Shean.
Sekarang, Zeera membelakangi Shean yang sudah menatap punggungnya.
Shean menggeser tubuhnya, mendekati Zeera dan memeluknya dari belakang.
“Siapa yang mau membuangmu?” tanyanya dengan bisikan dan hembusan napas yang mengenai telinga Zeera.
‘A
Kelompok wanita itu mandi bersama. Memakai celana pendek dan tank top. Bermain air dengan menyiram ke temannya. Sedangkan para pria juga menikmati waktu bersamanya, hanya Shean saja yang duduk diam sendiri meski sudah masuk kekolam. “Zeera, kau beruntung menikah dengan Pak Shean. Mau kemana, mau minta apa, semua pasti diberikan.” “Iya.” Jawaban singkat dari Zeera tanpa memikir panjang. “Zeera pasti bahagia.” “Iya!” sekali lagi Zeera menjawab asal. Zeera terus menjawab pertanyaan Ratna begitu saja. Sedangkan Izzati melihat wajah sahabatnya itu, dia tahu kalau sebenarnya Zeera sedang memikirkan sesuatu, walau Zeera tidak ingin memberitahukannya. Ratna berbalik badan, menghadap Izzati dan Zeera. “Zeera, kalau Pak Sheaaaaannnn…..” Ratna tidak melanjutkan ucapannya lagi, karena melihat Shean berada dibelakang mereka, menunjuk jari telunjuknya dibibir, memberi kode pada Ratna untuk tetap diam dan pura-pura tidak tahu dengan k
“Sebaiknya kita pulang, karena keadaan cuacanya juga sudah mendung, pasti sebentar lagi turun hujan,” ucap Alex menatap keatas. “Terus kalau hujan? Kalian takut? Apa kalian kambing yang takut air?” ledek Shean anggap enteng. Izzati tidak suka dengan pertanyaan Shean. “Pak Shean, kalau kita sampai kehujanan, nanti pasti sakit, seperti demam, flu. Apa anda mau isteri kesayangan anda sakit?” Ratna mengeluarkan jawabannya, melirik Zeera, Sheanpun ikut melihat isterinya. “Hm, benar juga ya. Kalau begitu, ayo kita pulang,” Shean menggandeng tangan Zeera, mereka menuju jalan dimana motor-motornya di parkirkan. Setelah mereka mengganti pakaian yang sudah basah, akhirnya mereka pergi meninggalkan lokasi pemandian. “Shean, lepaskan saja tanganku, aku kan masih bisa berjalan dengan kakiku. Aku ingin berjalan bersama teman-temanku,” Zeera berusaha melepas genggaman Shean. “Tapi Sayang, jalanannya jelek loh, tidak rata dan ada lubang-lubang
‘Zeera! Kau disini rupanya,’ “She… an…” dengan keadaan yang lemah dan kesakitan, Zeera merasa mendengar suara Shean, yang ternyata hanya halusinasinya saja. Hingga akhirnya dia pingsan tidak sadarkan diri. ******** Shean terus berjalan mencari Zeera, hingga dirinya terpisah dari teman kelompoknya yang lain. “Dimana Pak Shean?” “Tadi aku melihatnya masih disini, mencari disekitar sini,” jawab Anton menunjuk arah dimana Shean terakhir terlihat. “Ya ampun, kemana lagi sih orang itu?” Izzati ikut panik. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena Shean ikut hilang. “Pak Shean!” “Zeera!” Sekarang mereka memanggil Shean dan Zeera secara bergantian. Mereka lelah, tapi terus mencari walau sudah basah dengan hujan yang tak kunjung berhenti. ******** Shean yang berjalan terus, hanya dengan menggunakan cahaya dari ponselnya mencari Zeera. Menyibak semak berduri,
“Zeeraa!!” “Shean!!” “Zeera!!” “Shean!” Pagi itu Izzati dan yang lainnya melanjutkan pencarian untuk Zeera dan Shean. Mereka tetap semangat untuk cepat menemukan suami isteri itu. Alex mengajak teman-temannya mencari lebih dalam lagi ke hutan. Pluk… “Aduh, kamu kenapa berhenti sih Lex?” Izzati menyentuh hidungnya saat menabrak punggung Alex yang berhenti tiba-tiba. Plak… plak… Ratna menepuk bahu Izzati pelan, memberinya kode untuk melihat kedepan. “Apaan sih?” tanya Izzati saat melihat wajah Ratna yang melotot melihat kedepan dimana Zeera dan Shean sedang duduk berpelukan bersandar dipohon besar. Dan mereka sedang tertidur. “Akhirnya kita menemukan mereka,” ucap Alex bernapas lega. Semuanya melihat kearah Shean dan Zeera. “Ya ampun, ternyata mereka ada disini ya.” Mereka mendekati pasangan itu, yang masih terpejam. Hingga mereka sudah berdi
“Tuan Shean adalah ‘korban’ dari hubungan suami isteri yang egois dan serakah. Kedua orang tuanya bercerai, menikah lagi dengan pilihannya masing-masing, sedangkan Tuan Shean, tidak ada satupun dari mereka yang menginginkannya. Mereka malah menyalahkannya karena hadir diantara mereka, mengatakan dia adalah anak sial lah, tidak tahu diri lah, pokoknya banyak kata-kata kasar yang dilontarkan untuknya.” “Ya ampun, kasihan sekali,” ucap Izzati prihatin menutup mulutnya dengan tangan. “Lalu dimana sekarang orang tuanya?” “Sudah meninggal, aku tidak tahu pasti, tapi kata Pak Edo, mereka sudah meninggal,” “Siapa Pak Edo?” “Kepala pelayan yang bekerja pada keluarga Tuan Shean. Saat Tuan Shean ‘dibuang’, Pak Edo lah yang mengambil alih untuk merawat dan menjaga Tuan Shean. Lalu, dengan usaha sendiri dan bantuan dari teman-temannya, Tuan Shean mulai berbisnis, dan ternyata usahanya berjalan lancar dan sukses, lalu satu persatu membuka perusahaan lain la
“Selamat pagi Pak Presdir,”“Selamat pagi Pak,”Pegawai-pegawai dari perusahaan milik Shean Vikal Yandra satu-persatu memberi salam hormat saat atasannya datang melewati mereka. tentu saja dengan perasaan was-was dan gugup. Walau wajah Presdir mereka terlihat segar, semangat dan ramah, tetap saja mereka tidak bisa berjalan dengan santai.“Selamat pagi Pak Shean,” sapa Albert yang berjalan menemui atasannya. Shean membalas dengan senyuman dan anggukkan kepalanya saja.“Kamu sudah menyiapkan semuanya?” tanyanya pada pegawai, sekaligus anak buahnya.“Sudah Pak,” jawabnya sambil terus berjalan menyeimbangi Shean yang berjalan menuju ruang pribadinya.“Bagus, berikan padaku siapa saja yang bekerja tidak kompeten, dan siapkan juga surat pemecatan mereka.” perintah Shean.“Baik Pak.”***********
“Pak Albert, kenapa saya ikut dipecat juga? Apa kesalahan saya?” tanya Rizal kompleint. Dia dan beberapa pegawai lainnya tidak terima dipecat tanpa tahu kesalahan yang sudah mereka perbuat.“Pak Rizal, anda bekerja dengan memeras usaha tim anda, sedangkan anda sendiri hanya duduk santai tidak mengerjakan apapun, hanya memberikan mereka tugas-tugas yang seharusnya bagian anda.” Jawab Albert membuka laporan berkas lainnya.“Loh, tapi kan saya atasannya, sudah sewajarnya saya memberi tugas pada tim saya, dan tidak merugikan perusahaan kan?”“Iya, memang tidak merugikan perusahaan, tapi Pak Shean menolak jika atasan seperti anda yang hanya memerintah saja, melempar tugas berat pada bawahan anda. Dan-“Kan yang penting pekerjaannya sudah selesai, dan ada hasil menguntungkan.” Sela Rizal masih tidak mau menerima kesalahannya.Albert menatapnya dengan tajam.“Atau… atau anda sengaja
“Oh, tidak perlu!!” ucap seorang pria dengan suara keras.Semua melihat ke asal suara, “Shean?” ucap Zeera yang mengenal si pemilik suara.Shean, baru saja masuk dan mendengar ucapan terakhir dari Burhan, seketika langsung menyela. Shean tersenyum, sembari berjalan terus kearah Zeera.‘Wah, siapa pria tampan ini? Dia tinggi, da*anya lebar dan berotot, hm… apalagi bagian… bawahnya,’ ucap Lili dalam hati, dia terpesona dengan tampilan Shean yang hanya memakai kemeja putih, dengan dua kancing baju atasnya terbuka, hingga terlihat lehernya yang panjang.“Mami?!” panggil Burhan pada isterinya, karena mata isterinya yang terbuka lebar saat suami Zeera datang.“Hallo Sayang,” ucap Shean, mengecup pipi Zeera didepan mereka. Dia berdiri dibelakang Zeera, sambil sedikit membungkukkan badannya.“Ehem, Pak Shean, anda duduk saja disini,” Izzati berdiri, ingin
Beberapa bulan kemudian, sudah waktunya untuk Zeera melahirkan. Dua hari yang lalu, ditengah malam saat semuanya sudah tertidur dengan pulas, termasuk Shean. Karena seharian sibuk bekerja dan menjaga Zeera, malam itu dia sangat lelah dan cepat tertidurnya. Hanya Zeera yang masih gelisah menahan sakit. Sebenarnya siang itu sudah merasakan sakit dibagian perut hingga kebawahnya. Kasihan melihat suaminya yang belum pernah istirahat total, dia hanya bisa menahan dan tidak berpikir apa-apa. Namun malam ini rasanya tidak hilang malah semakin menjadi-jadi. Sebisa mungkin dia menahan suaranya agar tidak membangunkan Shean yang berbaring disampingnya ditempat tidur. ‘Apa aku mau melahirkan? Rasanya sakit sekali, aku juga tidak tahu tanda-tanda melahirkan.’ “Sshh..” ‘Apa aku bangunkan saja Shean? Rasanya- “Aaasshh…” “Sayang? Kamu kenapa?” Shean langsung terbangun setelah mendengar suara rintihan Zeera walau pela
“Keren gak?” Izzati menunjukkan sepatu imut nan kecil pada Saga. “Hm? Iya cakep, warnanya juga cocok untuk anak laki-laki.” Jawab Saga melihat sepatu yang ditunjukkan Izzati padanya. “Emang warnanya kenapa? aku sih suka karena modelnya yang begini, keren gitu.” Izzati melihat-lihat lagi sepatu yang masih ditangannya. “Warna itu kan cocok-cocokkan. Biasanya ada warna yang cocok untuk cowok, ada yang cocok untuk cewek, seperti warna pink dan kuning, aku pernah dengar kalau warna itu sangat cocok untuk perempuan.” “Ah… sama saja kalau menurutku. Cowok juga cocok kok pakai yang warna pink, cowok-cowok di Korea juga banyak kok pakai warna pink, apalagi untuk pakaian.” “Kan tidak semua cowok suka pink, aku nih misalnya, aku paling tidak suka memakai warna pink, mau itu pakaian, tas atau sepatu. Kayaknya gak cocok banget buat aku, tapi kalau ada cowok lain yang suka, ya itu terserahnya kan.” “Hm… jadi, warna biru ini cocok sama anak Zee
Zeera mengucek matanya. Terbangun. Dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk bersandar. Tubuhnya masih ditutupi selimut. Pandangannya langsung tertuju didekat jendela, suaminya yang sedang fokus pada gadgetnya.“Shean..?” panggil Zeera. Karena suaranya pelan, Shean tidak bisa mendengarnya.Zeera turun dari ranjang, berjalan menuju Shean.“Loh Zeera? Kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun dari ranjangnya Sayang?” Shean meletakkan tabletnya diatas meja, menyusul Zeera yang sedang berjalan kearahnya.“Iya aku sudah bangun, tadi aku memanggilmu tapi kamu nggak dengar.”Shean sekarang sudah menggenggam tangan Zeera.“Kamu lagi ngapain? Kayaknya serius banget.” Lirik Zeera pada gadget Shean yang masih ada diatas meja.“Tadinya aku lagi mengerjakan pekerjaan yang dikirim Albert, tapi sudah selesai kok. Lalu aku teringat dengan anak kita, makanya aku lagi lihat-lihat keperluannya,
Deg-deg an, mereka berdua sedang deg-deg an didalam ruang Dokter khusus ibu hamil.“Ibu Zeera, tolong kemari,” panggil Dokter berjenis kelamin laki-laki itu.Zeera berdiri berjalan menghampiri sang Dokter, dan Shean mengikuti dari belakang.“Silahkan berbaring dulu ya.” suruh si Dokter, menepuk pelan tempat tidur khusus pasien yang tidak terlalu besar dan lebar.“Untuk apa isteri saya berbaring Dokter?” tanya Shean sinis, dia khawatir kalau isterinya kenapa-kenapa.“Kan saya mau memeriksa kehamilan isteri anda, sekaligus mengecek jenis kelaminnya.”“Apa tidak bisa duduk atau berdiri saja?”Dokter menatap Shean. Dia menghela napas mendengar pertanyaan aneh dari suami pasien.“Tidak bisalah Pak Shean. Lagipula saya tidak akan menyakiti isteri dan anak anda, cara saya sama kok seperti Dokter kehamilan pada umumnya.”“Shean, biarkan saja, memang pr
“She… Shean, perutku,”“Maafkan aku… maafkan aku Zeera.”‘Kenapa dia menangis? Dan kenapa dia ada disini?’Setelah Shean puas memeluk Zeera, dia melepas pelukannya. Ditatapnya Zeera yang masih berdiri dihadapannya. Zeera mengernyitkan dahinya.‘Darah? Dia berdarah?’Shean panik melihat darah dipakaian Zeera, dibagian rok bawahnya.“Zeera, Zeera kamu terluka, kita harus-“Tunggu, sabar dulu Shean, ini bukan darah aku kok,” Zeera menahan tangan Shean dan menenangkannya.“Bukan… darah kamu?”“Iya. Ini darah dari wanita yang korban tabrak lari tadi.”“Kenapa bisa darahnya menempel padamu?”“Aku tadi membantunya sambil menunggu mobil Ambulance datang, jadi darahnya ikut menempel. Aku kasihan padanya, apalagi kami sama-sama sedang hamil kan.” Ucap Zeera menjelask
Sudah beberapa hari Zeera datang ke perusahaan untuk makan siang bersama Shean, dan Zeera yang memasak makanannya. Zeera terus berusaha agar Shean bisa menerimanya seperti dulu, bukan karena dia kasihan padanya. Shean masih belum yakin dengan perasaannya, tapi tidak mau menyakiti perasaan Zeera. Sekarang Shean hanya melakukan tugasnya seperti layaknya suami normal.“Shean, aku keluar sebentar dulu ya,”“Kamu mau kemana? Sebentar lagi meetingnya sudah mau selesai.”“Memangnya selesainya berapa lama lagi?”“Sekitar 2 jam lagi.”“Yah, kelamaan. Aku keluar saja dulu sebentar, aku mau beli ice cream, dekat kok tokonya, diseberang kantor.”“Suruh karyawan lain saja untuk membelinya.”“Mereka sedang sibuk, kalau aku yang beli langsung, aku bisa memilih rasa dan bentuknya. Boleh ya… boleh ya?” bujuk Zeera yang ingin keluar kantor untuk membeli ice cream
“Maafkan aku,” Shean melepas tangan Zeera. Dilihatnya pergelangan tangan Zeera sudah memerah. Sekarang mereka berdiri didepan lift khusus Presdir.Zeera mengusap pelan pergelangan tangannya yang luka.“Apa kamu menangis?” tanya Shean.“Ha? Apa?” Zeera terkejut dengan pertanyaan Shean. Dia mengangkat wajahnya melihat Shean yang menatapnya dengan perasaan bersalah.‘Darimana dia tahu aku sedang menangis?’“Apa… apa itu sakit?”Zeera mencoba berpikir apa maksud pertanyaan Shean, “Tanganku? Tidak, tidak apa-apa, kan nggak sampai putus,” jawab Zeera tersenyum kecil, agar Shean tidak merasa bersalah.Ting…Pintu lift terbuka, “Ayo kita masuk.” Ajak Shean, dia tidak menarik bagian tubuh Zeera untuk masuk kedalam lift.“Hm, Shean, kita mau kemana?” tanya Zeera, mereka berdua sudah berada didalam lift, turun lantai.
“Apa yang kau lakukan??” pertanyaan yang keluar dari mulut Shean dengan tatapan sinisnya.Zeera menghentikan tangannya saat ingin membuka kotak makanan. Dia melihat Shean yang marah padanya.“Kenapa? Aku… aku hanya membawa makan siang. Aku sengaja membawa untuk kita, karena kamu sibuk pasti…Karena melihat wajah Shean yang masih kesal padanya, membuatnya diam tidak bicara.‘Apa aku melakukan kesalahan?’ ucap Zeera dalam hati.Shean berdiri, keluar dari kursi kerjanya. Berjalan kearah Zeera.“Maafkan aku, tapi… kau tidak seharusnya datang kesini membawa makan siang.” Suara Shean memelan.“Aku bisa makan siang di kantin. Kau kan sedang hamil, aku khawatir dengan kehamilanmu.” Ucapnya duduk didepan Zeera.“Aku… ingin makan siang bersamamu, makanya aku datang membawa makan siangnya.” Jawabnya memelas. Zeera tahu, Shean pasti meras
Didalam ruangan Presdir Shean Vikal Yandra… “Albert, selain dirimu, siapa lagi yang aku percayai disini?” tanya Shean menatap serius pada Albert. “Tidak ada Tuan Shean.” “Berarti semua karyawan disini tidak bisa dipercaya dan harus diganti?” “Hm… beberapa bulan yang lalu Tuan Shean sudah mengeluarkan beberapa karyawan yang jadi benalu dan yang tidak bisa bekerja dengan baik dari perusahaan ini. Tapi Tuan Shean, setiap perusahaan besar pasti akan selalu ada saja ‘Hama’ yang nyelip di benih tanaman yang kita tanam. Dan tugas anda adalah mencabut hama terus dan terus lagi.” Ujung bibir Shean terangkat, seakan dia puas dengan jawaban Albert. “Jawabanmu pintar Albert, baiklah, apa semuanya sudah disiapkan untuk meeting?” “Sudah, Tuan.” “Oke, ayo kita bertemu dengan mereka,” Shean berdiri memakai jasnya. Dia berjalan keluar dari meja kerja, menuju pintu, sedangkan Albert mengikutinya dari belakang setelah membukakan pintu unt