Dengan cilok yang terbungkus dalam tas plastik, Falisha berjalan bersisian bersama Matteo untuk kembali ke mobil mereka yang berada di area parkiran.Kedua orang yang akan segera menikah ini memutuskan untuk segera pulang walau harus melewatkan keindahan jingga senja yang memanjakan mata.Bukan tanpa alasan, keduanya sama-sama memikirkan keberadaan Ameera yang hanya ditemani oleh Bik Jum di apartemen. Meskipun Bik Jum bisa dipercaya dalam mengasuh Ameera tapi tetap saja kekhawatiran itu ada pada mereka.Di traktir lima puluh ribu untuk jajan cilok dan memeroleh apa yang ia inginkan sudah dikantongi, jadi Matteo sepakat saja dengan Falisha untuk pulang saja ketimbang menghabiskan waktu di luaran dengan meninggalkan Ameera.Suasana hati Falisha dan Matteo cukup bagus saat ini, semua berkat kebersamaan singkat dengan si Cilok yang berhasil meningkatkan mood.Namun, baru lima menit perjalanan mereka, Matteo yang sengaja buka suara untuk mencari topik pembicaraan malah mengacaukan segalany
“Ameera sudah tidur, Mat?” tanya Falisha dengan kepala yang menjulur di cela kecil pintu kamar, pintu kamar yang ditempati oleh Ameera selama ini memang tidak ia buka lebar-lebar karena takut sang buah hati belum tertidur pulas."Sudah … baru aja kok ini, Sha …," jawab Matteo tanpa menghentikan gerakan tangannya yang tengah menepuk ringan bokong Ameera, kebiasaan dari kecil anak itu saat menjelang tidur kini sudah ia hapal.Falisha menerbitkan senyum tipis, lantas membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam tanpa melepaskan pandangan matanya dari Ameera."Maaf ya, Mat … ngerepotin Kamu … Ameera tuh suka gini kalau tahu Kamu nginap, heran Aku!" ceplos Falisha sambil terus bergerak dan baru berhenti di tepian tempat tidur."Ya mungkin karena dia bisa merasakan kalau calon Papa sambungnya ini sayang sama dia!" balas Matteo ringan tapi sarat akan kesungguhan dalam nada bicaranya.Memang itulah yang Matteo rasakan pada Ameera, ia menyayangi gadis kecil itu dengan tulus terlepas dari keist
"Ya salah, Mat …," ucap Falisha dengan suara tercekat, "normalnya wanita itu pacaran mungkin terus menikah, baru hamil dan punya anak. Tapi untukku, urutannya salah."Sudah diputuskan Falisha untuk jujur terhadap Matteo jika pria itu memintanya untuk bercerita sejak ia mengungkit perihal kedua orang tuanya. Hanya saja Falisha tidak menyangka jika Matteo akan menodong meski secara halus dalam tempo secepat ini.Tidak punya pilihan dan tidak ingin menutupi apa yang terjadi padanya di masa lalu lebih lama lagi dari Matteo. Setelah sekian banyak yang dilakukan pria itu untuknya, Falisha yakin Matteo berhak menerima kejujuran darinya.Matteo yang tidak bersuara seakan menunggu membuat Falisha semakin yakin untuk membuka masa lalunya pada pria tampan ini.“Aku nggak sebersih itu, Mat … Aku juga nggak mengakui kalau Aku nakal … semuanya insiden … kecelakaan …,” tutur Falisha ragu-ragu dan terbata sambil mencoba membaca ekspresi Matteo tapi hanya nihil yang ia dapatkan karena tidak ada yang b
"Orang tua mana yang nggak marah kalau anaknya hamil di luar nikah … mana Aku anak perempuan satu-satunya, 'kan? Anak kesayangan mereka, bahkan lebih disayang daripada Kak Farhan. Dengan segala kebanggaan dan nama baik keluarga Tirta si pemilik beberapa perusahaan besar yang banyak koleganya, tentu Papa Mama marah besar dengan apa yang terjadi padaku," beber Falisha dengan hati nyeri, "malam itu … saat Aku memberitahukan mereka soal kehamilan ku … Aku diusir dari rumah, dicoret dari kartu keluarga … sakit tamparan murkanya Papa bahkan masih terasa … bukan di sini tapi di sini," sambungnya tanpa membuka mata dengan jari yang berpindah dari pipi ke bagian dada, merujuk ke hati terdalam yang menampung perih nestapa menahun.Matteo kontan bungkam menghadapi kenyataan yang baru saja dibabarkan oleh Falisha. Kini, pria itu telah paham mengapa bahasa tubuh Falisha begitu sendu dan lantang penolakan yang digaungkan olehnya.Di samping itu, Matteo sendiri tidak menyangka bahwa Falisha punya ki
“Ah, Sial!” ceplos Hera langsung saat memandangi nanar dua garis merah yang tertera pada alat tes kehamilan yang baru dibelinya kemarin secara diam-diam.Beruntung, saat ini Hera sendirian di kamar mandi dan umpatannya tadi tidak mungkin terdengar oleh Bramantyo yang di luar kamar.Hera memang sudah pulang berkat bujukan Bramantyo yang mengumbar janji-janji manis dengan mengatakan salah satunya bahwa dia tidak akan membagi sedikitpun harta pada Falisha. Akan tetapi, bukan berarti masalah berhenti datang padanya.Hera menggenggam batang test pack di tangannya dengan erat, dia tidak menyangka jika kecurigaannya beberapa hari terakhir ini terbukti benar.Saat Hera pergi dari kediaman Bramantyo ketika pertengkaran mereka tempo hari itu, Hera baru mengingat perihal jadwal menstruasinya dan ia tidak menyangka jika kehamilan ini akan terjadi.“Kenapa harus ada di saat seperti ini sih?” pungkas Hera sambil melempar tes pack yang dip
Alih-alih mengintip di door viewer terlebih dahulu, langsung saja Bramantyo membuka pintu rumahnya tanpa menaruh kecurigaan sama sekali dan keterkejutan langsung membuatnya membatu di tempat menyadari siapa yang datang berkunjung.Sumpah, mau demi apapun juga boleh sebab yang pasti Bramantyo sungguh malas sekali berjumpa dengan orang-orang yang ada di hadapannya ini. Yang mana, bukan hanya mengganggu akhir pekannya yang akan ia gunakan untuk beristirahat dan bermalas-malasan tapi juga ia yakin keributan bisa saja pecah di antara mereka.Siapa lagi yang bertandang pagi-pagi begini kalau bukan keluarga kandung Bramantyo sendiri. Tidak hanya Reni sang Ibunda saja yang menginjakkan kaki untuk kesekian kalinya di rumah ini, akan tapi dia tidak sendiri karena membawa serta anak dan menantunya yang lain yaitu Candrawati dan suaminya Bayu Dirgantara. Bramantyo dan Wati merupakan saudara kandung, memiliki perbedaan usia sekitar empat tahunan dengan Bramantyo sebagai seorang Kakak.Belum sempat
"Mama nggak akan berbelit-belit, Bram! Wati dan Bayu sudah sepakat menyumbang lima puluh juta untuk pembebasan bersyarat Papamu, berapa yang bisa Kamu berikan?"Bramantyo diam membatu mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh Reni.Bramantyo sudah menduga di awal bahwa kedatangan keluarganya ini punya maksud tertentu, topik ini pun telah melintasi pikirannya dalam tempo sepersekian detik.Hanya saja, Bramantyo tidak menyangka jika Reni akan segamblang ini meminta kepadanya bahkan menyebutkan nominal cukup besar yang akan digelontorkan oleh pihak Wati dan Bayu.Gundah gelisah jelas langsung menggerogoti hati Bramantyo sebab keuangannya berkemungkinan bisa terguncang hebat.Bayu Dirgantara merupakan seorang pengusaha yang cukup sukses di mata Bramantyo dan menurutnya lima puluh juta adalah angka yang kecil untuk pria itu.Sementara itu, masih menurut sudut pandang Bramantyo, dirinya sendiri adalah seorang pengangguran. Dia butuh biaya hidup selama beberapa minggu kedepannya atau s
"Kak … apa nggak bisa Kamu bujuk Falisha untuk mencabut tuntutannya?" ucap Wati buka suara menyela pembicaraan dengan mengemukakan salah satu solusi yang terpikirkan olehnya.Bramantyo tertegun seketika saat mendengarkan kalimat Wati. bramantyo tahu Chandrawati adalah benar saudara kandungnya dengan bukti bahwa mereka bisa setipe, sepaham dan sepemikiran entah bagaimana caranya jika menyangkut yang namanya uang, mereka berdua akan melindungi harta sebaik mereka menjaga nyawa.Ini merupakan sifat alami Bramantyo dan Chandrawati yang dibesarkan dengan pemahaman bahwa uang adalah segalanya.Bramantyo kontan memicingkan tatapan matanya kepada adik kandung satu-satunya itu, jelas ia tahu apa motif Wati mengatakan hal yang sangat memancing barusan.“Apa maksudmu, Wati?” tanya Bramantyo penuh kesengajaan, dia tidak mampu menyembunyikan dingin yang ada di nada suaranya.Walau tidak menghadap ke arah Reni, ekor mata Bramantyo menangkap jelas gestur tubuh ibunya itu. Reni mendadak menegakkan tu
“Bagaimana para saksi? Sah?”Pertanyaan sederhana tapi sarat makna ini terdengar sedikit keras dari seorang pria berkacamata di ruangan yang terisikan kurang lebih sekitar dua puluhan orang tersebut.Gema kata sah yang mengiyakan balik pertanyaan itu pun segera menggaung memenuhi ruangan berdekorasi putih, semua orang yang ada di sana sepakat seiya sekata dengan si Pria berkacamata yang berprofesi sebagai seorang penghulu ini dan puji-pujian terhadap Tuhan yang Maha Esa pun terlantun kemudian.Benar, apa yang tengah berlangsung adalah pernikahan antara Falisha dan Matteo. Disaksikan langsung oleh keluarga inti masing-masing dan kerabat dekat saja, akad nikah keduanya berlangsung lancar tanpa kendala apapun.Oleh Falisha, ada selaput bening yang menyelimuti netranya. Yang mana, setengah mati Falisha tahan agar tidak jatuh bersama gelombang gejolak rasa. Falisha sama sekali tidak pernah menyangka jika ia akan menikah sampai dua kali bahkan suaminya seorang Matteo Saguna Taslim, teman ma
Sungguh, sekian tahun malang melintang di dunia bisnis, Matteo hampir tidak pernah kehilangan ketenangannya seperti sekarang ini.Bukannya sombong, akan tetapi di bawah tempaan langsung sang Kakek yang merupakan raja bisnis, Matteo memang sepiawai itu. Matteo sedari kecil selalu bisa mengendalikan diri, terutama emosi dan raut wajah hingga tidak bisa terbaca lawan bicaranya.Namun, sekarang semua jerih payahnya menmbentangkan pengendalian terasa sia-sia sebab segalanya dengan mudah digoyahkan oleh Teddy.Memang, keterkejutan yang dialami Matteo hanya sepersekian detik sebelum kemudian pria itu mampu mengontrol kembali emosinya tapi tetap saja dia merasa kecolongan.Kembali, Matteo menelan lagi salivanya demi mengusir gersang yang melanda tenggorokannya walau tak seberapa berguna dan dengan satu tarikan napas panjang tidak kentara diiringi dengan turunnya tangan Teddy yang menunjuknya ia pun berkata.“Apapun yang Saya rencanakan dengan Sasha, kesepakatan apapun yang terjadi antara kami
“Jadi … apa yang ingin Kamu bicarakan? Sampai-sampai mengganggu waktu istirahat Saya seperti ini!”Kalimat langsung yang begitu to the point dan tanpa basa-basi sedikitpun dari Teddy itu membuat Matteo merasa punggungnya kian berkeringat meski berada di ruangan berpendingin ini. Setelah kedatangannya diterima keduanya bertemu dan duduk bersama berhadapan, tapi di lima menit pertama mereka hanya duduk diam saling memandang satu dengan yang lainnya.Keterdiaman yang ada nyata sangat bisa menyebabkan suasana menjadi tegang hingga Matteo tidak berani buka suara terlebih dahulu untuk memulai percakapan.Tersentak Matteo tidak kentara ditegur demikian oleh Teddy, dia sangat jelas jika ayah dari Falisha itu pasti memiliki penilaian tertentu mengenai kehadirannya.“Begini Om …,” ujar Matteo menjawab pelan setelah sebelumnya terlebih dahulu menelan Saliva guna menentramkan ketegangan diri. Sungguh, Matteo rasanya membutuhkan sedikit ruang untuk meredam rasa dan terbersit setitik penyesalan men
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 116 Jalur Keinginan Matteo“Kamu tahu, Mat … sudah Aku putuskan, percepat saja pernikahan kita. Biar semuanya jadi lebih terkendali aja. Aku nggak apa kok, nggak perlu resepsi atau akad atau apapun yang mewah-mewah, tinggal tanda tangan tanpa apapun juga Aku bersedia. Beneran, Aku bersedia dan Papa juga telah merestui ini!”Tidak bisa Matteo tidak tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar, terutama kalimat terakhir yang terlontar dari bibir wanita yang ia pilih sebagai istri itu nantinya.Memang, pernikahan yang ingin dilakukan itu hanyalah pernikahan sebatas di atas kertas pun berjangka waktu tertentu meski belum ada pembicaraan mendetail dengan Falisha mengenai hal ini. Akan tetapi, bukan berarti Matteo ingin melangsungkannya dengan cara yang salah sebab dasar untuk menikah itu sendiri saja sudah tidak benar.Matteo ingin melalui jalur yang baik meski melewatkan momen lamaran dan sekelumit cinta yang seharusnya ada. Walau, ada banyak faktor yang harus
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 115 Percepatan“Kamu nangis? Matamu bengkak gini! Katakan, siapa yang bikin Kamu nangis?”Sungguh, beberapa tahun terakhir ini Falisha jarang sekali menerima perhatian dari orang yang ada disekelilingnya termasuk dari suaminya sekalipun. Koreksi, mantan suami si Bramantyo Satya. Selalunya, Falisha yang menjadi pemberi bukan penerima. Kasus ini tentu dikecualikan untuk putri semata wayangnya Ameera.Kalau pun mendapatkan perhatian kecil, selalu ada embel-embel entah apapun itu juga penghinaan yang mengikuti di belakang. Contoh kecil, saat itu Falisha dalam keadaan sakit. Falisha dikira sengaja berpura-pura sakit karena malas atau manja serta tidak ingin membereskan pekerjaan rumah, tuduhan ini selalu disematkan kepada setiap kali wanita itu menderita flu atau demam. Ujung-ujungnya Falisha tidak dibawa ke dokter dan cuma diberikan obat murah yang beredar di pasaran.Oleh karena itu, apa yang baru saja dilakukan Matteo pada Falisha tak pelak membuat hati wani
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 114 Restu Orang Tua (2)Teddy membalas pelukan Falisha erat, hatinya jelas menghangat atas perlakuan buah hatinya saat ini. Sungguh, Teddy merindukan saat-saat seperti sekarang, saat Falisha bermanja pada dirinya.“Sudah jadi seorang Ibu dan akan menjadi seorang istri lagi … Sasha harus lebih dewasa dan lebih bertanggung jawab lagi ya.”Kalimat yang baru saja digaungkan Teddy disertai dengan usapan lembut di bagian punggung sukses membuat mata Falisha kian memanas.Falisha tidak mampu menjawab Teddy, sebagai gantinya ia menganggukkan kepala dan bening pun tumpah tanpa bisa dicegah.“Papa nggak tahu ada apa sebenarnya antara Kamu dan Matteo, Nak … tapi, Papa sangat berharap jika pernikahan ini akan menjadi pernikahan terakhir untukmu …,” ujar Teddy lagi tanpa menjeda usapannya dan kembali pria paruh baya itu menghela napas berat.Kalimat yang terlontar dari mulut Teddy
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 113 Restu Orang TuaDalam diamnya Falisha menilai ekspresi kedua orang tuanya. Mudah saja membaca raut wajah Miranda karena keterkejutan nyata tergurat serta tidak ada kemarahan atau keengganan sedikitpun di sana. Akan tetapi, tidak sedemikian mudah menilai ekspresi Teddy.Berbekal pengalaman Teddy di dunia bisnis selama puluhan tahun, pria paruh baya itu mampu mengontrol garis wajahnya sedatar mungkin, dia juga bisa mengendalikan emosi di balik topeng tanpa ekspresinya.Tidak ada yang bisa Falisha nilai pada Teddy kecuali wajah kaku seperti papan dan aura dingin kentara yang kian menciutkan nyalinya.Hanya Teddy sendiri dan Tuhan saja yang tahu keputusan apa yang telah diambil oleh Ayah kandung Falisha itu.Sampai pada akhirnya, Falisha tidak tahan lagi dan memecah kesunyian dengan berkata “Papa … Mama … maukah merestui pernikahan Sasha dengan Mamat?”Sungguh, menunggu jawaban seperti s
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 112 Meminta RestuBerbeda dari rasa yang dialami di awal memasuki ruangan ini, Falisha sedikit menemukan keyakinan di dalam nada bicaranya meski tetap diselimuti oleh keragu-raguan.Kalimat telah terlanjur menggaung, keinginan Falisha juga semakin meneguh sehingga ia memantapkan hati untuk tetap memberitahukan keputusannya kepada Miranda dan Teddy.Dengan mata memerah dan wajah yang masih dirubung haru, Teddy memandang Falisha penuh arti. Begitu pula dengan Miranda yang langsung memberikan perhatiannya untuk Falisha. Pasangan suami istri ini mengkode jika mereka siap mendengarkan sang Anak.Falisha menelan salivanya kasar, berusaha dia sekuat tenaga menekan kegugupan yang melanda lalu angkat bicara di detik berikutnya.“Sasha ingin minta restu Papa dan Mama untuk menikah dengan Mamat.”Lancar jaya sebaris kalimat itu meluncur dari bibir Falisha, seakan apa yang baru saja ia sampaikan adalah hal yang remeh.Terdiam Teddy tanpa ada sepatah katapun yang teruc
Si Gendut - Bab 111 Permintaan Maaf (2)Tertegun Teddy dan Miranda saat mendengarkan apa yang baru saja diucapkan oleh putri kesayangan mereka.Sungguh, tidak terlintas di kepala mereka jika Falisha akan melayangkan permintaan maaf juga sedikit menyinggung masa lalu di situasi seperti sekarang ini.Bukan pasangan paruh baya ini tidak mengerti dengan maksud Falisha, tapi bukankah jika mereka telah bertemu kembali setelah sekian lama itu artinya semua sudah dianggap berlalu.Oleh Falisha, wanita yang telah berstatus janda dengan satu anak itu hanya mampu menundukkan kepala dengan air mata yang terus menitik jatuh. Tidak berani sedikit pun ia mengangkat wajah karena dirundung penyesalan dan rasa bersalah yang begitu kental sebab karena kesalahan yang diperbuatnya berujung pada rentetan masalah berbuntut panjang yang hampir saja mengoyak segala kerja keras orang tuanya.“Sasha … minta maaf … Ma, Pa ….”Bergetar bahu Falisha saat mengucapkan kembali sebaris kalimat tersebut. Ketakutan mulai