"Sobatku Lelaki Berkumis Kucing..," panggilnya dengan suara perlahan.
"Tutup mulutmu, Elang Emas!"
Elang Emas tidak jadi melanjutkan kata-katanya, saat lelaki tua pendek itu seperti tak ingin diganggu. Malah Lelaki Berkumis Kucing kini mengangkat kepalanya, memandang tajam Elang Emas. Kedua bibirnya yang bergetar-getar dengan napas mendengus-dengus dari lubang hidung. Dan sebelum perhatian Lelaki Berkumis Kucing kembali ke lubang, mendadak....
"Aaakh...!"
Tiba-tiba saja dari dalam Lubang Kematian terdengar satu pekikan yang teramat menyayat hati. Buru-buru Lelaki Berkumis Kucing melongokkan kepalanya lagi ke dalam Lubang Kematian. Dan ia melihat satu bayangan hitam tengah berkelebat naik ke atas dengan susah payah. Lelaki tua pendek ini tahu kalau Kumbara sudah sampai di dasar, dan sedang berusaha naik.
"Elang Emas! Lihat! Kumbara sedang berusaha naik ke atas dengan membawa kotak daun Lontar Merahmu!" teriak Lelaki Berkumis Kucing kegirangan.
<Lelaki Berkumis Kucing mengeluh. Kekuatan gaib dari sepasang mata Elang Emas begitu kuatnya mempengaruhi batinnya. Dan tanpa sadar, dadanya makin bergetar-getar hebat. Wajahnya makin pias seperti mayat. Dan dari kedua bibirnya yang bergetar-getar..."Elang Emas! Kau... kau...!" Lelaki Berkumis Kucing tak dapat lagi meneruskan ucapannya. Kedua lututnya goyah pegangan pada sosok mayat yang dikepit dan kotak kecil berisi daun Lontar Merah itu melemah. Dan akhirnya, kedua benda itu kembali terjatuh ke dalam lubang Kematian. Sepasang mata Elang Emas begitu kuatnya mempengaruhi batinnya. Sehingga, membuat sukmanya seolah melayang entah ke mana.Namun biar bagaimanapun juga, Lelaki Berkumis Kucing bukanlah tokoh sembarangan. Meski dalam keadaan sangat berbahaya, kedua lututnya yang goyang masih dapat dikendalikan. Kemudian tanpa banyak pikir lagi segera kedua kakinya ditutulkan, lalu meloncat keluar dari Lubang Kematian.Sembari meloncat demikian, sebelah tangan Lelaki
"Hup!"Kedua kaki Gayatri mendarat manis di jalan setapak tanpa menimbulkan suara sama sekali. Sekali menutulkan kedua kakinya ke tanah, tahu-tahu tubuhnya melesat cepat menuju mulut gua yang tertutup. Begitu sampai, sejenak Gayatri memperhatikan tonjolan batu kecil yang tadi digunakan oleh keempat orang murid Perguruan Elang Putih.Tanpa ragu-ragu lagi segera diraih dan ditariknya tonjolan itu. Seketika itu juga, terdengar suara menggemuruh dari batu sebesar kerbau yang perlahan-lahan bergeser ke kiri, sehingga menampakkan mulut gua yang menganga lebar.Begitu mulut gua terbuka, mendadak hawa anyir yang bukan alang kepalang menyeruak keluar membuat perut si gadis terasa mual. Buru-buru Gayatri memencet hidungnya rapat-rapat.Hampir saja ia tidak kuat menahan gejolak dalam perutnya. Namun ia segera berkelebat masuk kedalam mulut gua. Begitu sampai, Gayatri kontan membelalakkan matanya. Dilihatnya di dalam gua itu banyak sekali dijumpai tumpukkan ten
"Siapa?""Aku memang belum mengetahui sepenuhnya. Tapi, aku tahu. Pembunuh keji itu pasti orang-orang sekitar Perguruan Elang Putih sendiri," jawab Gayatri berapi-api."Jangan sembarangan menuduh, Anakku!" desis wanita cantik berpakaian putih-putih itu."Tidak, Ibu. Tadi aku sudah memeriksa mayat Kakang Jalu, Kakang Permadi, Kakang Simo dan Kakang Suro yang dibuang di gua tersembunyi tak jauh dari Curug Kuripan di mana aku biasa berlatih!"Sampai di sini Gayatri menghentikan bicaranya sebentar. Matanya kembali memerah begitu teringat mayat orang yang dicintainya. Namun buru-buru perasaannya dikendalikan.Diam-diam wanita cantik berpakaian putih-putih itu mengeluh dalam hati. Entah mengapa tiba-tiba hatinya jadi berdebar tidak karuan. Ada satu perasaan cemas menghantui pikirannya."Tahukah Ibu" Me..., mereka semua mati karena terkena pukulan jurus-jurus sakti 'Cengkeraman Maut Elang Sakti' dan jurus-jurus sakti 'Cakar Maut Elang Emas'..."
"Maaf Ayah! Bukan maksudku mengganggu. Tapi..., tapi ketahuilah! Setelah memeriksa mayat Kakang Jalu, Kakang Suro, Kakang Simo, dan Kakang Permadi, aku dapat menyimpulkan kalau mereka terkena cakaran dan cengkeraman jurus-jurus sakti 'Cengkeraman Maut Elang Sakti' dan 'Cakar Maut Elang Emas' dari perguruan kita," tegas si gadis, berani Elang Emas mendengus sinis.Diam-diam hatinya gusar sekali, karena tidak menyangka kalau putrinya mengetahui jurus-jurus maut simpanannya yang tidak pernah diajarkannya kepada murid-muridnya. Kendati belum diturunkan, namun Gayatri tahu nama jurus-jurus itu dari ayahnya."Bagus kalau kau sudah mengetahui itu semua! Berarti, kau pun telah menemukan Gua Kematian di tepi barat lereng Gunung Sumbing. Dan kalau kau sudah mengetahui, lantas mau apa he!” desis Elang Emas,"Aku ingin tahu, siapa orang yang telah menebarkan maut di perguruan kita ini, Ayah.""Kau ingin bertanya padaku?" tanya Elang Emas dengan wajah dingin.
Bidadari Putih menggeram penuh kemarahan. Disadari, dalam tubuhnya memang mengeram Racun Elang Putih yang sulit sekali dicari obat penawarnya. Dan tentu saja ini membuat gerakannya lamban. Tenaga dalamnya pun berkurang. Terpaksa kedua tangannya yang sudah siap mengeluarkan tenaga dalam diurungkan. Namun tiba-tiba dadanya terasa nyeri sekali. Tanpa sadar perempuan berpakaian putih-putih itu meringis ngilu. Wajahnya pias. Bibirnya bergetar-getar. Dan ia hanya bisa memandangi suaminya dengan mata melotot. Elang Emas mendengus."Seranglah aku sepuasmu, Istriku! Mungkin kau ingin cepat modar!” Bidadari Putih mendelik gusar. Walau semarah apa pun, tak mungkin menyerang suaminya. Di samping belum tentu mampu menandingi, ia pun takut kalau racun yang mengeram dalam tubuhnya selama delapan belas tahun akan lebih cepat menggerogoti tubuhnya. Dan akhirnya, mati!"Sudahlah! Tak usah terlalu kau pikirkan! Pokoknya selama masih berada di sisiku, kau pasti masih dapat menghirup
"Kau heran dengan makianku tadi, ya. Memang kenyataannya begitu, kok. Habis aku harus bilang apa. Gigimu kuning, mancung lagi. Apa itu bukan Giman Kuning namanya. Hik hik hik...!" ejek Manggala, mengira kalau Lelaki Berkumis Kucing marah mendengarmakiannya tadi.Lelaki bertubuh pendek menggereng hebat. Kedua pelipisnya bergerak-gerak pertanda amarahnya sudah mencapai puncaknya. Lalu dengan kemarahan memuncak diserangnya Si Buta dari Sungai Ular. Namun baru saja tenaga dalamnya dikerahkan, tiba-tiba ia terbatuk-batuk hebat."Hoek!"Lelaki Berkumis Kucing memuntahkan darah segar akibat luka-lukanya yang belum sembuh sekeluarnya dari dalam lubang Kematian!Manggala terkesiap. Matanya terbelalak lebar seolah tidak percaya apa yang dilihatnya. Sebenarnya ia tadi sudah tahu kalau lelaki tua pendek di hadapannya sedang terluka dalam, tapi sungguh tidak disangka lukanya separah itu."Ah...! Ternyata lukamu cukup parah juga, Orang Tua. Tadi kukira kau
Tiba-tiba saja anak beranak itu dikejutkan bentakkan kasar dari seseorang."Celaka!" keluh perempuan berpakaian putih-putih gelisah, begitu mengenali siapa sosok yang kini telah tegak di hadapan mereka.Orang yang barusan membentak adalah seorang lelaki bertubuh tinggi besar dengan pakaian warna putih-putih. Rambutnya panjang. Di kepalanya tampak melingkar ikat kepala juga warna hitam. Kumisnya lebat. Demikian pula cambang dan jenggotnya. Sepasang matanya tajam seperti serigala. Dan kini sepasang mata itu berkilat-kilat penuh kemarahan.Dialah Elang Emas!"Mandra...!" desah Bidadari Putih ketakutan. Gayatri yang melihat perubahan sikap ibunya jadi gelisah sekali. Sejak peristiwa di bangunan besar dekat Pekarangan Terlarang kemarin siang, gadis ini jadi benci sekali kepada ayahnya. Apalagi ia hampir saja celaka di tangan orang yang bergelar Elang Emas itu. Maka begitu melihatayahnya berlaku kasar terhadap ibunya, perasaannya tidak dapat dikendalikan
Elang Emas tertawa bergelak-gelak. Kepalanya didongakkan ke langit-langit kamar."Jangan mimpi, Surtini! Tak ada seorang pun di dunia ini yang mampu mengusir Racun Elang Putihku dari dalam tubuhmu selain aku. Untung saja aku masih sedikit menaruh iba padamu. Kalau tidak, jangan harap dapat menghirup udara alam mayapada ini, he!”"Manusia laknat kau telah sesat, Mandra!" geram Bidadari Putih penuh kemarahan. Tubuhnya yang tinggi kurus itu cepat mencelat ke udara. Kedua tangannya terkembang seperti sayap Elang, siap menembus ubun-ubun Elang Emas. Mandra cepat memiringkan tubuhnya sedikit ke samping menghindari serangan. Dan begitu angin dingin berkesiur beberapa rambut di sisi tubuhnya, Elang Emas cepat menggerakkan tangan kanannya, menyamplok pinggang Bidadari Putih.Dukkk!Tubuh tinggi kurus Bidadari Putih kontan terlempar ke samping, membentur dinding dan jatuh ke tanah. Wajahnya semakin pucat pasi. Mulutnya meringis menahan nyeri pada pinggangnya
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana