Manggala bergumam sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Jadi benar kan? Kalian memang gerombolan pemberontak yang tengah dikejar-kejar pasukan kadipaten. Kau telah mengakuinya sendiri. Dan mengenai tawaranmu tadi, sebenarnya memang sangat menggiurkan. Tapi sayang aku tidak mau. Aku takut Kanjeng Adipati akan murka lalu menggantungku. Mampuslah aku nantinya. Padahal aku masih doyan makan nasi. Tapi nggak tahu kalau dirimu. Mungkin kau sudah bosan makan nasi tempe sehingga nekat mau bunuh diri dengan jalan seperti ini!" kata Si Buta dari Sungai Ular asal bunyi.
Bukan main marahnya Pangeran Pemimpin mendengar ucapan Manggala. Kedua pelipisnya tampak bergerak-gerak. Ketua Partai Kawula Sejati itu agaknya tak dapat lagi mengendalikan amarah. Sementara, diam-diam Putri Sekartaji makin mendekati pemuda dari sungai ular itu.
"Tangkap kunyuk buta itu!" teriak Pangeran Pemimpin tiba-tiba didorong oleh rasa marahnya. Para anggota Partai Kawula Sejati yang dibantu tokoh-tokoh sakti
Pangeran Pemimpin menggembor penuh kemarahan. Dilanjutkan lagi serangannya yang tadi tertunda. Putri Sekartaji kembali dibuatnya kalang kabut. Untung saja lagi-lagi Si Buta dari Sungai Ular yang tengah sibuk menghadapi gempuran Pelajar Agung masih sempat memberi bantuan. Sayang, tindakan ini telah membahayakan keselamatan Si Buta dari Sungai Ular sendiri. Baru saja pukulan tenaga Inti ‘Geledek’ dilontarkan tiba-tiba Pelajar Agung mengirimkan pukulan 'Jalan Hitam Kematian' ke arah dirinya.Wesss! Wesss!Si Buta dari Sungai Ular meloncat tinggi ke udara. Namun dengan gerakan yang sangat tidak terduga, Pelajar Agung telah memapaki lesatan tubuh Manggala dengan telapak tangan terkembang.Bukkk! Bukkk!Telak sekali hantaman dua telapak tangan penuh pukulan 'Jalan Hitam Kematian' mengenai dada Manggala. Tubuh Si Buta dari Sungai Ular langsung terlempar jauh ke belakang lalu jatuh berdebum di tanah.Manggala mengerang kesakit
"Manggala! Lepaskan totokanku! Aku masih sanggup berlari sendiri!" teriak Putri Sekartaji dari pondongan pemuda dari sungai ular itu. Manggala tidak mempedulikan. Sambil terus berkelebat cepat dari dahan satu ke dahan pohon lain, Manggala hanya tersenyum-senyum menggoda. Putri Sekartaji jengkel sekali. Tak henti-henti ia terus berteriak hingga suaranya serak. Namun Manggala tetap membawanya pergi tanpa menghiraukan teriakan-teriakan itu."Manggala! Jangan gila! Kau mau bawa aku ke mana? Hayo, lekas lepaskan totokanku, Manggala!""Kenapa kau berteriak-teriak minta dilepaskan totokanmu, Putri? Bukankah enak di atas pondonganku? Kau ini bagaimana sih. Orang enak-enak digendong malah minta dituruni. Aku senang sekali kalau kau mau gantian menggendongku. Apa kau ingin menggendongku, Putri?" kata Manggala menggoda.Meski Manggala berkata demikian, namun sebenarnya dalam hati pemuda dari sungai ular itu berkata lain. Ia tidak ingin keselamatan Putri Sekartaji terancam
Si Buta dari Sungai Ular terkejut. Bukan karena merasakan berkesiurnya angin dingin sebelum serangan itu menerpa dirinya, jurus-jurus yang dikeluarkan Pendidik Ulung benar-benar sama seperti yang dimiliki Prameswara alias Pelajar Agung."Tunggu, Orang Tua! Menilik jurus-jurus yang tengah kau keluarkan, apakah kau guru Prameswara yang kini bergelar Pelajar Agung?" kata Manggala seraya menyurutkan langkahnya setindak ke belakang.Seketika Pendidik Ulung menghentikan serangan. Sepasang matanya yang tajam mencorong memperhatikan pemuda gondrong di hadapannya."Benar. Apakah kau pernah bersilang sengketa dengan muridku?" hardik Pendidik Ulung."Bukan hanya bersilang sengketa. Bahkan aku menginginkan nyawanya!""Kenapa?" Pendidik Ulung menautkan alis mata."Karena dia telah menebar angkara murka.""Kau... jangan bicara sembarangan!" Pendidik Ulung tak dapat menyembunyikan rasa terkejut- nya."Buat apa aku bicara sembarangan, Orang Tu
"Kalau mau mengigau sebaiknya jangan di sini, Orang Tua. Mana berani aku yang rendah ini bergelar Si Buta dari Sungai Ular.""Ya ya ya.... Sudah. Lupakan saja. Tapi sekali lagi kuperingatkan. Kalau terjadi sesuatu dengan gadis itu, akulah orang yang pertama akan meremukkan batok kepalamu!" ancam Pendidik Ulung serius.Si Buta dari Sungai Ular makin memperlebar tawa. Pendidik Ulung tidak menggubris. Sepasang matanya dipelototkan sebelum berkelebat meninggalkan tempat itu."Kau memang keterlaluan, Manggala. Pada orang tua saja berani bertindak seenak dengkulmu, apalagi terhadapku. Mungkin akan lebih kurang ajar!" kata Putri Sekartaji tiba-tiba.Manggala terperanjat kaget. Ia yang tengah memperhatikan kepergian Pendidik Ulung buru-buru memalingkan kepala. Putri Sekartaji tengah bersungut-sungut seraya memperhatikan dirinya."Eh...! Apa tadi kau bilang, Putri?""Kau memang menjengkelkan, Manggala. Sebenarnya aku ingin menamparmu. Tapi tadi aku s
"Ya! Dan kau harus berhati-hati dengan ilmu sihirnya," kata Pangeran Pemimpin mengingatkan."Tentu. Itu sudah aku perhitungkan.""Aku percaya denganmu, Sobat. Sekarang kita harus secepatnya mengetahui rahasia Lukisan Darah Perawan. Nah, itu Raja Maling sudah datang!"Di pintu ruang pendopo tampak Raja Maling tengah melangkah lebar mendekati Pangeran Pemimpin. Di belakangnya mengikuti anggota Partai Kawula Sejati yang diperintah tadi. Begitu berada di dekat Pangeran Pemimpin, Raja Maling segera membuka suara."Ha ha ha...! Tak kusangka sobatku Iblis Muka Merah dan Setan Mayat Merah berhasil secepat ini mendapatkan dua orang gadis kembar. Hebat. Aku salut pada kalian.""Raja Maling, duduklah. Aku ingin bicara denganmu!" kata Pangeran Pemimpin memerintah.Sejenak Raja Maling memperlebar suara tawanya. Lalu ia segera menghenyakkan pantat di samping Iblis Muka Merah."Nah, sekarang aku sudah duduk. Apa yang ingin kau tanyakan, Pangeran Pem
Di ruang pendopo markas Partai Kawula Sejati, Pangeran Pemimpin dan Pelajar Agung tidak sabar lagi menunggu hasil kerja Raja Maling. Iblis Muka Merah dan Setan Mayat Merah pun demikian. Kedua tokoh sesat itu berkali-kali memalingkan kepalanya ke belakang, namun Raja Maling belum juga muncul."Bagaimana pendapatmu, Pelajar Agung? Apakah Raja Maling dapat menyingkap rahasia yang tersembunyi dalam Lukisan Darah Perawan?" tanya Pangeran Pemimpin tak sabar."Hm...!" Pelajar Agung mengeretakkan gerahamnya seraya mengangguk-anggukkan kepala. "Menurut perkiraanku, Raja Maling dapat menyingkap rahasia itu. Percuma saja ia menjadi murid Maling Tanpa Bayangan kalau tak dapat menyingkap rahasia Lukisan Darah Perawan.""Kukira pendapat wakil ketua benar, Pangeran. Sebab hanya Raja Maling seorang yang tahu rahasia Lukisan Darah Perawan. Kenapa Pangeran segusar ini?" kata Iblis Muka Merah menyahuti."Aku memang gusar sekali, Iblis Muka Merah. Apalagi setelah kepergian N
MALAM masih menyelimuti bumi. Di belahan langit sebelah barat cahaya bulan purnama mulai meredup. Tiada kegairahan yang terpancar dari suasana malam itu. Sementara angin seolah malas berhembus, hingga membuat suasana malam bertambah lengang. Dalam kegelapan malam, sesosok tubuh berpakaian serba hitam berkelebat cepat di antara kerapatan pohon di luar Kadipaten Pleret. Entah kenapa mendadak sosok bayangan itu menghentikan langkahnya. Wajahnya yang tua tampak demikian gelisah. Kedua bibirnya pun berkemik-kemik."Keparat! Kalau begini caranya aku bisa mati penasaran. Aku harus memeriksa kebenaran itu. Kalau memang muridku yang bergelar Pelajar Agung telah berbuat kesalahan, maka akulah orang pertama yang akan memecahkan batok kepalanya," gumam sosok berjubah hitam yang tidak lain Pendidik Ulung."Aku harus menangguhkan urusanku untuk menemui Ki Rombeng. Aku tak mungkin membiarkan begitu saja sepak terjang muridku."Pendidik Ulung kembali menjejakkan kakinya ke tana
Melihat datangnya serangan, Pendidik Ulung tak segan-segan lagi segera bertindak. Sekali kakinya dihentakkan ke tanah, tubuh tinggi kurus itu bergerak cepat laksana kilat. Jari-jari tangannya terkembang untuk melontarkan totokan 'Jari-jari Putih Dewa Kayangan'. Tukkk! Tukkk! Totokan jari-jari Pendidik Ulung telak mengenai dada dua orang anak buah Pangeran Pemimpin. Seketika keduanya memekik setinggi langit. Tubuh mereka limbung ke kiri dengan dada berlobang. Dan bilamana kedua anak buah Pangeran Pemimpin itu jatuh bergedebukan di tanah maka dapat dipastikan keduanya meregang nyawa. "Setan alas! Berani kau membunuh dua orang anggota kami. Rasakan pembalasanku!" geram pimpinan anak buah Pangeran Pemimpin. Laki-laki berusia empat puluh tahunan itu kembali menerjang Pendidik Ulung. Pedang di tangan kanannya digerakkan sedemikian rupa seolah-olah ingin membelah tubuh Pendidik Ulung menjadi dua bagian. Sedang tangan kirinya siap pula melontarkan pukulan mau
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana