Suara laki-laki buntung itu terdengar bergetar. Wajahnya kuyu. Sepasang matanya berair. Namun, buru-buru orang tua buntung itu mengeraskan hatinya.
"Sekali lagi maafkan Ayah, Anakku! Aku tidak bisa," ucap Bagaskara, bergetar.
Gayatri membelalakkan matanya lebar. Wajahnya yang cantik itu penuh air mata.
"Kenapa, Ayah?"
"Aku sudah bersumpah, tak mungkin menjilat ludah sendiri," jawab Bagaskara kelu.
"Jadi" Ayah tega membiarkan ibu pergi begitu saja?".
Bagaskara tak mampu menjawab pertanyaan putri tunggalnya. Ia hanya mampu menggeleng lemah. ...
"Bukannya aku tega, Anakku. Namun aku sudah terikat sumpah, Jangan paksa Ayah, Anakku! Sekarang sebaiknya duduklah di atas batu putih itu! Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu," ujar Bagaskara. Sehabis berkata begitu, dengan menggunakan ujung rambutnya yang mendadak menjadi kaku laksana puluhan batang-batang ijuk, sosok buntung Bagaskara pun melangkah mendekati dinding utara. Di sana, terdapat
"Kalau kau keberatan, ya sudah. Aku malah senang menemani ayahmu bersemadi.""Jadi... jadi, kau tidak mau menemaniku berlatih, Manggala?" tukas Gayatri gemas sekali. Entah mengapa hatinya jadi resah sekali."Habis kau tak menyukaiku sih!" jawab Manggala seenak dengkul."Kau... kau..," ujar Gayatri jengkel bukan main.Lagi-lagi Manggala tertawa bergelak."Baik-baik! Aku akan menemanimu berlatih. Tapi, kau jangan marahi aku, ya!" kata Manggala menggoda.Lalu kepalanya menoleh pada orang tua buntung di sampingnya."Nah, sekarang kau boleh melanjutkan semadi mu, Ki!"Bagaskara tersenyum. Dalam hati, ia merasa geli juga melihat tingkah laku pemuda buta di hadapannya."Ya ya ya...! Aku memang akan melanjutkan semadi ku. Kalau kalian ingin mencariku, carilah di lorong nomor tiga!" kata Bagaskara."Baik, Ayah."Bagaskara sempat memandangi pemuda buta di sampingnya, sebelum akhirnya 'melangkah' meninggalkan tempat i
"Kenapa, Sindu? Apa kau takut menghadapi kedua belas penjaga itu?" tukas sosok ramping berpakaian putih yang tak lain Bidadari Putih, berbisik. Memang, keempat sosok kekar berpakaian putih-putih di belakang Bidadari Putih adalah empat orang murid utama Bagaskara. Setelah berhasil mengusir Setan Cantik ketika sedang bertarung melawan Bidadari Putih, keempat orang murid utama Bagaskara itu lantas mengajak Bidadari Putih untuk menemui Bagaskara, suaminya."Bukannya aku takut menghadapi mereka, Bibi Guru. Terus terang aku khawatir kalau Elang Emas keburu datang kemari sebelum kita berhasil meringkus kedua belas orang murid penjaga itu. Ya, kalau Elang Emas datang sendirian. Tapi, kalau ia datang bersama Setan Cantik dan Cantrik Tudung Pandan. Bagaimana kita harus menghadapi mereka, Bibi," kilah laki-laki yang tak lain Sindu."Baiklah kalau begitu," sahut Bidadari Putih akhirnya. Namun mendadak kasak-kusuk kedua orang itu telah diketahui salah seorang murid penjaga. Maka se
Sesuai julukannya, sosok di belakang Elang Emas dan di samping Setan Cantik memang seorang perempuan bercaping lebar terbuat dari anyaman daun pandan. Rambutnya hitam panjang dibiarkan tergerai di bahu. Wajahnya cantik berbentuk lonjong. Sepasang matanya tajam, alis matanya tebal. Hidungnya mancung dengan kulit wajahnya kuning langsat. Sedang tubuhnya yang tinggi ramping dibalur pakaian warna kuning keemasan.Konon dulu sebelum diangkat menjadi murid perguruan Istana Ular Emas, wanita yang merupakan kakak seperguruan Setan Cantik adalah seorang cantrik di Kadipaten Kuripan. Berhubung waktu itu terjadi pemberontakan, Cantrik Tudung Pandan yang bernama asli Sumi ini mendapat tugas untuk menyelamatkan putra Adipati Kuripan. Cuma sayang, di tengah perjalanan ia dan putra Adipati Kuripan dihadang pasukan pemberontak. Untung saja pada saat pasukan pemberontak tengah memaksa putra Adipati Kuripan untuk dibawa ke kadipaten, mendadak muncul Bunda Kurawa pemilik Istana Ular Emas. Sehin
Gulungan-gulungan hitam yang tengah melayang-layang di udara mendadak berhenti. Namun sosok buntung itu terus menerabas ke depan, membuat rambut-rambut hitam itu kembali menancap kokoh di dinding-dinding Lubang Kematian."Siapa kau!" bentak sosok buntung yang tidak lain Bagaskara."Aku... Aku Surtini, istrimu, Kakang," sahut Bidadari Putih gemetar. Apa yang terlihat benar-benar membuat hati wanita itu nyeri. Ia tidak menyangka suaminya dalam keadaan mengenaskan Seperti itu. Meski dapat membayangkan penderitaan suaminya yang hidup di dalam Lubang Kematian, namun begitu menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tak urung air mata Bidadari Putih pun merembes membasahi pipi.Bagaskara membelalakkan matanya sungguh tidak diduga kalau istrinya akan muncul dalam Lubang Kematian. Pada saat yang sama, Manggala dan Bidadari Kecil tengah berkelebat cepat ke dasar Lubang Kematian. Sesampainya di sana, tampak beberapa orang yang tak dikenal tengah berdiri berhadapan dengan Bag
Manggala yang duduk tak jauh dari Bagaskara sempat berdecak kagum beberapa kali. Sepasang mata putihnya membelalak lebar."Pohon apa itu, Ki" Kok berwarna merah?" tanya Manggala, saking herannya."Mungkin kau baru kali ini mendengarnya, Anak Muda. Inilah yang dinamakan Daun Lontar Merah. Khasiatnya sungguh luar biasa. Tak hanya untuk menyembuhkan penyakit menahun, tapi juga bisa untuk menyembuhkan orang mati jika Tuhan memang menghendaki demikian."Bidadari Putih yang dari tadi memang sudah kagum melihat Daun Lontar Merah semakin membelalakkan matanya. Pohon itulah yang selama ini diidam-idamkannya."Suamiku! Kalau boleh izinkan. Aku memakan Daun Lontar Merah itu," pinta Bidadari Putih tak sabar."Tentu saja, Istriku. Dari cerita Gayatri, aku tahu kalau kau keracunan. Dan kalau melihat racun yang mengeram dalam tubuhmu pasti Elang Emaslah yang telah mencelakakanmu!" kata Bagaskara."Ya...! Siapa lagi... kalau bukan Manusia Jahanam Elang Emas
Demikian juga yang lainnya. Namun rupanya murid-murid pembawa busur itu telah mempersiapkan semuanya. Begitu serangan pertama gagal, yang lain segera menarik busur kembali.Twang! Twang!Selang beberapa saat, kembali berpuluh-puluh batang anak panah meluncur ke atas tubuh Manggala dan kawan-kawan. Tidak ada pilihan lain, terpaksa Si Buta dari Sungai Ular dan kawan kawan cepat menangkis dengan senjata di tangan sambil perlahan-lahan bergerakmendekati.Tak! Tak!"Edan...!" Manggala alias Si Buta dari Sungai Ular kesal juga dibuatnya. Sambil terus menangkis rontok puluhan batang anak panah, Si Buta dari Sungai Ular cepat berkelebat mendekati murid-murid pembawa busur. Gerakan kedua kakinya ringan sekali, laksana seekor capung yang bergerak lincah menangkap mangsa. Dan dalam waktu tidak lama, pemuda buta murid Raja Siluman Ular Putih pun berhasil mencapai tembok Pekarangan Terlarang. Beberapa orang murid bersenjata panah segera mengarahkan busur ke arah
Gayatri bukannya tidak tahu dirinya dalam keadaan bahaya. Melihat serangan yang datang demikian cepatnya, cepat tubuhnya dilempar ke samping. Sembari bergerak demikian, tiba-tiba rambutnya yang tergerai di bahu telah bergerak cepat, menangkis jari-jari tangan kanan Elang Emas yang siap meremukkan kepalanya.Wesss! Plakkk!Gulungan-gulungan rambut hitam Gayatri berhasil menangkis tangan kanan Elang Emas. Bahkan dengan menggunakan jurus 'Lubang Kematian' yang baru saja dipelajarinya, gulungan rambut gadis itu pun berhasil menghajar telak dada Elang Emas.Bukkk!"Aaakh...!"Elang Emas memekik kaget. Seketika itu juga, tubuhnya yang terkena hantaman terjajar ke belakang. Karena masih berada di atas tembok Pekarangan Terlarang, maka Elang Emas segera membuat salto beberapa kali di udara dan mendarat empuk di tanah."Jahanam! Rupanya kau telah mampu menguasai jurus 'Lubang Kematian', Bocah! Pantas saja kau berani menjual lagak di depanku. Tapi, ja
"Setan alas! Siapa suruh kalian menyerangku, he! Apa kalian sudah bosan hidup!" bentak Elang Emas, laksana suara dari dalam kubur. Suara Elang Emas terdengar begitu menyeramkan, Rupanya, diam-diam kekuatan sihirnya pun telah dikerahkan untuk menandingi kekuatan batin Si Buta dari Sungai Ular. Dan begitu mendengar teriakan Elang Emas, murid-murid Perguruan Elang Putih jadi celingukan. Mereka seperti terombang-ambing dua kekuatan batin yang sama-sama kuat. Dan kini murid-murid Perguruan Elang Putih pun mulai bersiap-siap menyerang Sindu kembali. Namun belum sempat mereka bertindak, Si Buta dari Sungai Ular kembali mengeluarkan satu bentakan nyaring. Sehingga, murid-murid Perguruan Elang Putih kembali terombang-ambing kekuatan sihir Si Buta dari Sungai Ular.Elang Emas geram bukan main. Kekuatan sihirnya kembali tersaingi oleh kekuatan sihir Si Buta dari Sungai Ular. Maka diiringi satu lengkingan setinggi langit, serangan-serangannya semakin dipercepat ke beberapa jalan darah ya
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana