Hari itu, Milly dan Ejaz menangis sepanjang malam. Menangisi kepergian perempuan yang telah melahirkan mereka, yang mungkin tak pernah bisa dilihatnya lagi. Dua anak yang tak tahu kesalahan apa yang dilakukan ibunya, yang hanya bisa diam dan menurut ketika sang ayah mengatakan untuk masuk kamar dan jangan ikut campur.Impian semua anak yang ingin keluarganya tetap utuh. Bisa memeluk ibu, bisa memeluk ayah, atau bisa memeluk keduanya sekaligus, kapan saja yang mereka inginkan. Impian setiap anak yang selalu ingin dimanjakan orangtuanya.Memanjakan setiap sebelum tidur, seperti yang dilakukan Naya pada Milly. Naya selalu mendongeng sebelum tidur. Namun, sejak Naya pergi, tak ada lagi orang yang melakukan itu untuknya. Hadi mencoba menggantikan peran Naya, tapi dongeng itu tak terlalu indah terdengar di telinga Milly. Bukan karena ceritanya berbeda, tapi karena suasana yang telah berbeda.Sejak kejadian itu, Hadi memilih undur diri dari pekerjaannya di perusahaan Aryan. Gosip miring yang
Andri dan Hera tiba di ujung gang setelah menempuh perjalanan panjang. Untuk pertama kali setelah sekian lama, mereka berjalan beriringan di kampung halaman. Masih teringat dalam ingatan Hera, saat ia pulang dari Jakarta menjemput Hermawan beberapa tahun lalu, tatapan orang-orang terlalu menghunjam ke arahnya. Saat itu ia tak mengerti kenapa, tapi saat ia tahu alasannya, ia merasa tatapan itu terlalu kecil untuk mendeskripsikan kesalahannya yang fatal.“Ya, Radit, ada apa?” tanya Andri begitu telepon tersambung.“Ibu sakit, Kak.” Seorang lelaki yang sudah dianggap layaknya adik sendiri oleh Andri, menjawab di seberang sana.“Dari kemarin nyebut-nyebut nama kakak terus. Kangen katanya.” Radit melanjutkan.Hati Andri bergejolak mendengar penuturan Radit, rasanya gadis itu ingin segera terbang dan menemui wanita tua itu. Andri menyarankan agar dibawa ke rumah sakit saja, tapi Bu Arum malah menolak, tidak sakit katanya. Padahal Radit sering mendengar wanita itu melenguh sembari memegang b
Andri baru saja memejamkan matanya saat terdengar ponselnya berdering. Gadis itu ingin beristirahat dalam mobil yang ia tumpangi bersama ibu untuk menuju ke Bandara APT Pranoto untuk kembali ke Jakarta. Perjalanan akan menyita waktu yang lama, sebab itu ia dan ibunya memilih tidur.Andri mengambil benda itu dari dalam tas, terlihat sebuah nomor pemanggil yang tak Andri simpan dalam kontak. Karena mendengar suara ponsel, Hera juga ikut terbangun seraya memperlihatkan raut wajah bertanya 'siapa?’ pada anak gadisnya.Nomor yang Andri tahu siapa pemiliknya, karena ada foto profil yang terpampang jelas di sana. Namun, gadis itu memang terlalu malas untuk menyimpan nomor itu. Biarlah mereka bersatu dalam sebuah grup WhatsApp, tanpa saling menyimpan kontak.Rangga. Andri sedikit terkejut karena tak biasanya Rangga menghubunginya. Gadis itu segera menggeser tombol hijau di ponsel, agar segera terbubung dengan Rangga.“Ndri, kamu di Samarinda kan?” Rangga langsung bertanya, karena kemarin ia
Uta sedang istirahat setelah mendapat pemeriksaan dari dokter. Lelaki paruh baya yang mengenakan pakaian putih itu mengatakan bahwa gadis itu baik-baik saja. Jika mungkin sedikit terlambat mendapat pertolongan, maka racun itu akan menyebar ke seluruh tubuhnya.Kesepian dan luka membuat hidup Uta tak tentu arah. Pulang dan pergi ia selalu melihat kehancuran dan keegoisan dari orang-orang di rumahnya. Gadis itu terlalu patah pada sosok yang dianggap paling mencintai, paling mengerti. Sang papa, yang sebagian darahnya mengalir dalam diri Uta. Namun, gadis itu tak lagi melihat cinta yang sama seiring waktu berjalan.Sejak mamanya meninggal, Uta merasa hidup sendirian. Ingin segera keluar dari rumah yang serupa neraka itu, tapi ia tak punya tempat lain untuk pulang. Pun saat ini masih sedang menyelesaikan semester akhir kuliah, ia tak punya biaya untuk membiayai kuliahnya.Hal yang menyakitkan ketika memberi kepercayaan pada orang yang telah menghancurkannya berkali-kali. Uta kembali ingi
Andri baru saja turun dari mobil yang menjemputnya di bandara. Gadis itu terlihat buru-buru mendekati beberapa orang yang berdiri di teras rumah. Plak!Andri berhenti sejenak, ia membekap mulutnya saat melihat Naya menampar seorang lelaki di depannya. Sementara Milly di sampingnya tampak tegang, tapi tetap berusaha menenangkan perempuan itu.Andri mendekat, lalu terlihat jelas olehnya wajah yang selama ini selalu ditemuinya. Ia memang sengaja mencari dan masuk ke kehidupannya untuk mencari sebuah keadilan.Andri menyimpulkan bahwa beberapa menit lalu telah terjadi kekacauan di sini. Sementara satpam, tukang kebun dan saisten rumah tangga hanya diam di tempat masing-masing, tak berani mencampuri urusan yang terkesan pribadi. Mereka hanya mengamati, tapi siap siaga jika sesuatu yang buruk terjadi pada majikannya.Aryan menemui Naya setelah sekian lama. Andri merasa langkahnya sedikit lebih dekat dengan kemenangan. Kemenangan hati Naya untuk mendapatkan kata maaf, seperti yang beberapa
“Jaz, kita jemput Milly ya.” Pagi. Hadi dan Ejaz sedang menyantap sarapan. Lelaki itu menatap papanya, sedikit ragu untuk mengiyakan. Pun, semalam ia bertanya pada adiknya tentang keadaannya di sana. Milly tampak baik-baik saja di sana, membuat Ejaz merasa kasihan jika harus dipaksa pulang.Sejak Milly di rumah mama, Ejaz sering datang menemui. Ia rindu cerewetnya sang adik, juga merindukan mama yang telah lama tak tinggal di sisinya.Dengan berat hati, akhirnya Ejaz mengiyakan ajakan papanya. Meskipun tak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi saat papa kembali bertemu dengan mama. *Hadi turun dari mobil bersama Ejaz setelah lelaki itu mematikan mesin mobilnya. Terlihat oleh mereka sebuah mobil berwarna silver diparkir di depannya. Hadi melangkah masuk ke halaman rumah yang lumayan luas itu. Berdiri di sana seorang satpam dan bebarapa asisiten rumah tangga, mereka tersenyum pada Hadi, tapi wajahnya terlihat tegang.Langkah itu berhenti sejenak. Hadi dan Ejaz berdiri tak jauh dari
“Finally, kita bertemu di sini, Tuan Aryan!” ucap Andri menyinggung ketenangan lelaki itu. Andri meletakkan satu dokumen yang harus ditandatangani founder perusahaan itu.Berkas dari atasan magang yang meminta pertolongannya untuk diantar ke ruang Aryan.Aryan sedang memeriksa beberapa berkas di mejanya, saat Andri masuk dan mengucapkan kalimat yang membuatnya mendongak. Lelaki itu melihat wajah yang terlalu lancang untuk masuk ke ruangannya. “Kau siapa?” Aryan bertanya. Lelaki itu tahu bahwa gadis di depannya merupakan salah satu karyawan baru, ia bisa melihat tanda pengenal yang tergantung di lehernya. Namun, kalimat tak sopan yang keluar dari mulut gadis itu barusan menyiratkan seolah mereka punya urusan sebelumnya.Seingat Aryan, ia masih punya sekretaris di ruang sebelum ruangannya. Ia bingung kenapa gadis itu lolos masuk tanpa pemberitahuan dari sang sekretaris. Ah, Aryan baru melihat gadis baru saja meletakkan sebuah map. Siapa saja bisa masuk untuk alasan tanda tangan.Aryan
Naya dan kedua putrinya berkumpul di meja makan. Pagi ini Naya memasak nasi uduk untuk sarapan. Ia menggantikan peran Mbok Nah yang izin pulang kampung karena anaknya sakit. Pun, sudah menjadi kebiasaan Naya saat sedang stres, ia akan melakukan aktivitas untuk mengalihkan perasaan itu. Sejak hari itu, Hadi dan Naya banyak berbincang tentang kehidupan mereka, juga dua anaknya yang akan diasuh. Hadi melepaskan Milly untuk diasuh dan tinggal bersama Naya, sedangkan Ejaz akan tetap tinggal bersama papanya. Dua anak itu tak lagi diperebutkan seperti dulu, atau tak lagi ada yang merasa tak rela karena sama sekali tak bisa merengkuhnya. Hadi dan Naya bisa kapan saja menjenguk buah hatinya, tanpa batasan. Itu perjanjian mereka.“Ma, apa nggak sebaiknya mama rujuk sama papa?” Di sela suapannya, Milly bertanya hati-hati. Sebagai seorang anak, ia pasti ingin orangtuanya bersatu dalam satu ikatan, dalam satu rumah.Naya yang sedang makan, menghela napas berat, sejenak menatap Milly dengan serius