Hari itu, Lovy menghabiskan waktu bersama Sean dari pagi hingga malam menjelang seperti sedang kencan. Mereka selalu bergandengan tangan sepanjang jalan. Senyum merekah di antara keduanya membuat orang-orang iri karena Sean dan Lovy terlihat sangat serasi. Hingga tiba-tiba, ponsel Sean berdering ketika ia dan Lovy sedang duduk berdua di teras balkon hotel, memandangi hiruk-pikuk kota Nebraska di malam berbintang. Sean segera menerima panggilan itu, yang ternyata dari Markus. Lelaki itu menunggunya di kantor kepolisian Wichita, Kansas. "Kau di mana? Ini sudah malam. Kau masih ingin melanjutkan penyelidikan tidak? Apa gadismu sudah ketemu?" tanya Marcus terdengar jengkel. Sean menoleh ke arah Lovy. Terlihat kekasihnya itu sedang menikmati milkshake vanilla yang mereka beli saat di pusat perbelanjaan. "Ya, sudah ketemu. Aku akan tiba esok pagi. Aku masih ada urusan yang harus diselesaikan malam ini," jawab Sean terlihat enggan untuk pergi. "Kalian berkencan, ya?" ledek Marcus d
Lovy bersiap untuk mengendarai mobilnya lagi menuju ke Meksiko yang menempuh perjalanan selama 35 jam. Ia yang memilih untuk tetap berkendara tak menggunakan pesawat, segera melaju kendaraannya saat waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Lovy tak takut kegelapan, jalan sepi ataupun saat sendirian. Mobil Camaro milik Lea membelah jalanan aspal Amerika dengan kecepatan sedang karena sepi. Lovy menjaga kecepatannya ketika melewati jalan-jalan tertentu karena ada polisi pengawas yang mengecek kecepatan kendaraan. Lovy yang menghindari masalah tertangkap itupun tetap mematuhi peraturan agar misinya bisa dikerjakan sesuai jadwal. Ia sudah menandai titik-titik mana saja saat dirinya bisa singgah untuk beristirahat, isi bahan bakar ataupun melengkapi perlengkapannya. Lovy bahkan terpikirkan untuk membeli senjata ilegal di black market saat di Meksiko. Dulu Lovy pernah memata-matai mafia asal Italia yang melakukan kerjasama perdagangan senjata ilegal dengan para mafia di Amerika Utara. Lo
Lovy bersiap untuk mengendarai mobilnya lagi menuju ke Meksiko. Perjalanan yang akan ditempuhnya kali ini memakan waktu kurang lebih 35 jam. Lovy yang memilih untuk tetap berkendara tak menggunakan pesawat, segera melaju kendaraannya saat waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Lovy tak takut kegelapan, jalan sepi ataupun saat sendirian. Mobil Camaro milik Lea membelah jalanan aspal Amerika dengan kecepatan tinggi karena sepi. Ia menjaga kecepatannya ketika melewati jalan-jalan tertentu karena ada polisi pengawas yang mengecek kecepatan kendaraan. Ia yang menghindari masalah tertangkap oleh pihak kepolisian, tetap mematuhi peraturan agar misinya bisa dikerjakan sesuai jadwal. Lovy sudah menandai titik-titik mana saja dirinya bisa singgah untuk beristirahat, isi bahan bakar dan melengkapi perlengkapannya. Wanita bermata biru itu terpikirkan untuk membeli senjata ilegal di black market saat berada di Meksiko. Dulu, Lovy pernah memata-matai mafia asal Italia yang melakukan kerjasama perdag
Tinggal 1km lagi dan mereka akan tiba di pintu pengecekan untuk memasuki perbatasan. Lovy sudah bersiap dengan dramanya. Ia yang awalnya santai, kini malah ikut tegang karena membawa Baron bersamanya. Ia yakin jika lelaki itu sedang diburu dan menjadi buron di beberapa negara baik di Amerika atau Inggris karena termasuk dalam daftar penjahat yang dicari. Akhirnya, mobil Camaro merah menyala milik Lea diberhentikan. Seorang petugas meminta Lovy membuka kaca jendela untuk menunjukkan identitas diri dan dokumen lainnya. "Selamat siang, Nona ... Patricia Magdalena. Hm, mohon tunggu sebentar untuk pengecekan," ucap petugas bersenjata itu. "Tentu saja," jawab Lovy dengan senyum merekah. Lovy berdandan agar menyerupai si Patricia asli. Terlihat petugas lain mendatangi mobilnya untuk dilakukan pengecekan secara menyeluruh. Lovy gugup, tapi ia mencoba untuk santai. Namun, kegelisahan Lovy makin memuncak ketika seekor anjing ikut serta dalam pengecekan itu. Jantungnya berdebar kencang dan
Lovy sudah memasang kamera tersembunyi di kamar itu. Ia kembali ke kamarnya sembari mengawasi pergerakan Baron. Lovy melihat jika Baron mengambil satu stel pakaian baru yang ia berikan untuknya. Baju biasa yang dijual di mini market kawasan hostel. Baron melepaskan pakaiannya dan Lovy terkejut. Ia lalu meletakkan ponselnya karena enggan menonton Baron yang tak berbusana. Lovy beranjak dari dudukannya dan menyiapkan makanan untuk Baron yang ia beli di bar tadi. Setelah 30 menit, Baron datang mengetuk pintu kamar Lovy. Dengan sigap, Lovy mematikan tampilan dari kamera tersembunyi. Wanita cantik itu membuka pintu dan mempersilakan Baron masuk. "Duduk dan makanlah sembari aku menanyakan banyak hal padamu. Berani kau berbohong padaku, paku dari senapan tembak ini akan tertancap di tubuhmu. Kau paham, Tuan Baron Dimension?" tanya Lovy menaikkan salah satu alisnya. Baron mengangguk. Ia akhirnya duduk dan Lovy menutup pintu kamarnya rapat. Senjata tembak di tangan kanannya, telah memb
Akhirnya, perjalanan panjang yang melelahkan itu berakhir saat mereka sudah tiba di daerah Cancun seperti dugaan Baron, lewat tengah malam. Lovy menyiapkan segala peralatan untuk aksinya nanti. Ia segera mengganti sepatunya dengan boots andalan berikut atribut lain. Baron yang masih tidur, akhirnya terbangun saat mendengar suara gaduh dari dudukan belakang. Matanya terbelalak saat melihat Patricia hanya mengenakan bra yang menutupi dua tempurung padatnya itu dan memperlihatkan perutnya yang berotot. Baron menelan ludah karena Lovy tak menyadarinya. Jantung Baron malah berdebar tak karuan karena tak menyangka jika wanita yang dikenalnya ini selain cantik, mematikan, dia juga sangat seksi. Baron langsung merapikan rambut dan juga pakaiannya. Ia merasa diumurnya yang sudah menginjak 40 tahun, dirinya masih tampan dan menawan. Lovy yang sudah bersiap, kembali masuk dan duduk di bangku kemudinya. Baron pura-pura baru bangun dan melihat Patricia dengan wajah malas. Lovy menatapnya d
Semua orang terkejut. Seorang gadis cantik dengan mudahnya menghabisi Fernando yang dikenal sulit didekati karena banyaknya bodyguard yang melindunginya. Lovy dikepung dan ditodongkan banyak moncong senjata. Baron panik dan kebingungan menghadapi hal ini. Ia tak mengira jika Patricia akan langsung melakukan aksinya. "Dia sudah mati. Tak ada gunanya membunuhku. Orang mati tak bisa berkuasa lagi. Kekayaan dan kekuasaannya tumbang saat ia tiada. Namun, aku persembahkan Tuan Baron Dimension sebagai penggantinya. Soal urusan dia siapa, kalian tanyakan saja pada bos baru itu," ucap Lovy tenang seraya menunjuk Baron. Semua orang tercengang termasuk Baron karena wanita seksi itu dengan santai mencabut dua pisaunya lalu mengelap noda darah di piyama tidur Fernando. Para bodyguard Fernando saling memandang. Mereka seperti memikirkan ucapan wanita misterius tersebut. Lovy kembali berdiri dan memasukkan dua pisau lipat itu di dua kantong celana belakangnya. Baron perlahan menurunkan kedua
Lovy mendekati Baron. Namun, bodyguard dari Fernando, dengan sorot mata tajam dan todongan pistol pada genggaman tangan kanan, makin menekan Baron karena ia berada di atas tubuhnya. Baron merintih dan terlihat wajahnya sudah babak belur terkena pukulan dari bodyguard bertubuh kekar itu. Lovy tersenyum miring. Dua orang itu heran dengan sikap wanita cantik tersebut karena seperti tak memihak di antara mereka. "Silakan saling menghabisi karena di sini, aku yang akan diuntungkan. Akan kuambil seluruh kekayaan Fernando. Namun, sayang, bukan begitu cara mainnya, gentlemen," ucap Lovy seraya duduk di sebuah sofa dekat pintu ruang kerja Fernando. "Akan kulenyapkan kawanmu ini lalu kau selanjutnya, Nona cantik," ucap bodyguard itu yang makin kuat mencekik Baron. Baron tak bisa menutupi kepanikannya karena wajahnya berkerut dan berusaha bernapas. Lovy terkekeh sembari mengarahkan senjatanya ke tubuh bodyguard itu. "Harus tetap ada yang berkuasa di Meksiko dan orang itu adalah Baron.
Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja
Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m
VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba
Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve
Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal
Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga
Pagi itu, mereka bersiap terbang dengan pesawat komersil menuju ke Portland. Lovy dan Sean sudah duduk dengan nyaman di bangku masing-masing. Lovy terlihat gugup karena ia khawatir jika nanti akan bermimpi buruk lagi dan mengejutkan semua penumpang."Kenapa? Kau takut jika mengamuk lagi? Jangan khawatir, Sayang. Kau akan baik-baik saja. Kau sudah menceritakan ketakutanmu padaku. Seharusnya, mimpi buruk itu tak lagi mengusikmu," ucap Sean menenangkan sembari memegang salah satu tangan Lovy erat."Jika datang kembali?" tanyanya gugup."Aku akan mengatakan pada semua orang jika kau habis menonton film horor dan terbawa sampai mimpi," jawab Sean santai dan Lovy spontan tertawa kecil.Sean balas tertawa karena ia sudah yakin jika istrinya pasti memikirkan hal itu kembali. Lovy mengangguk dan tak masalah jika Sean harus membuat skenario seperti yang ia katakan agar tak menimbulkan kepanikan para penumpang.Ternyata, ketakutan Lovy dan Sean tak terjadi. Mereka tiba di Portland dengan selamat
Terlihat Lovy mulai terbiasa dengan gaya ranjang Sean. Lovy juga mulai bisa melakukan gaya lainnya yang membuat sang suami makin mabuk kepayang.nLovy sudah tak terlihat kikuk lagi saat menggoyangkan pinggulnya kuat hingga Sean tak berhenti mengerang. Malah Lovy yang terlihat paling bersemangat ketika Sean mengajaknya bertarung di ranjang penuh peluh dan kenikmatan. Tampak Lovy seperti paling menyukai ketika Sean menyodokkan miliknya dari belakang. Lovy bisa bertahan hingga waktu yang lama dan tak berhenti meremas kuat Junior di dalam sana. Namun, Sean yang malah kuwalahan karena ia merasa daging panjangnya dipijat enak di dalam sana, hingga seluruh tubuhnya menegang dan kakinya terasa lemas. "Sayang, kenapa kau belum keluar juga?" keluh Sean sampai keningnya berkerut karena Lovy tak berhenti menekan miliknya hingga tertelan semua di dalam sana. "Kau lelah?" ledeknya. "Kali ini kuakui, yes ... hah, aku sudah tak sanggup lagi, Sayang," rintih Sean dengan wajah sudah memerah tak bis
Mereka berdua yang kelelahan setelah bertarung panas di ranjang, tertidur lelap dengan semua pintu dan jendela terkunci rapat. Mereka kini menyadari jika berada di sarang MI6. Kejadian buruk bisa menimpa mereka kapan saja dan keduanya pun semakin waspada.Meskipun demikian, Lovy dan Sean tetap harus melanjutkan honeymoon di negara itu meski mata mereka tak berhenti mengawasi sekitar untuk melihat siapapun yang dirasa mencurigakan, bahkan mungkin dianggap ancaman.Mereka mendatangi Istana Kensington yang memiliki taman di dalamnya. Taman ini ditata dengan sangat indah dan rapi. Ada sebuah kolam yang menenangkan dan menyejukkan serta dikelilingi oleh berbagai macam jenis bunga. Lovy dan Sean tak henti-hentinya mengabadikan moment indah ini dalam jepretan kamera hingga keduanya merasa malu sendiri."Aku seperti orang tak tahu diri," ucap Sean terkekeh melihat wajahnya dalam foto yang terlihat begitu gembira dengan senyum lebar dalam tiap foto.Lovy sampai tertawa terbahak karena melihat