Hari berikutnya, Bening benar-benar melakukan apa yang sudah dia ucapkan kemarin. Ia datang ke pasar tempat ibu Glass berjualan. Sejak masuk ke halaman pasar, dirinya sudah mencuri perhatian orang-orang. Sebuah mobil mewah berwarna hitam yang sangat mengilap menyilaukan mata tukang parkir, belum lagi sesosok wanita yang keluar dari dalamnya. Begitu bening sebening namanya. Menenteng tasnya dan melepas kacamata, Bening yang saat keluar begitu elegan menjadi konyol karena menaikkan celana kerjanya. Ia menggerutu karena di sana sangat becek. Gadis itu bertanya ke tukang parkir di mana letak warung Fitria. “Apa neng mau makan di sana?” tanya si tukang parkir heran. “Tidak, aku mau menemui ca-lon mer-tu-a,” ucap Bening dengan mengeja kata calon mertua serta penuh ketegasan dalam mengucapkannya. Tukang parkir itu pun menggaruk kepala, sebelum menunjukkan arah ke mana warung Fitr
“Terima kasih sudah mau datang ke rumah kami.” Arkan menerima keluarga Glass dengan ramah, begitu juga dengan Rea. Meski awalnya sangat kecewa dan tidak mau menerima kejadian ini, pasangan suami istri itu tahu harus bersikap baik dengan calon besan mereka. Rea sedikit iba saat tahu bahwa Glass ternyata anak yatim sejak kecil. Kesopanan yang ditunjukkan pemuda itu membuatnya sejenak lupa bahwa Glass masih berumur sembilan belas tahun. “Kita tidak bisa memungkiri apa yang sudah terjadi ke anak-anak kita,” ucap Arkan. “Bagaimanapun juga apa yang dilakukan Bening dan Glass perbuatan yang sangat tercela, saya tidak bisa menutupi aib selamanya, dan tidak mungkin meminta putri kami menggugurkan kandungannya.” Fitria, Glass juga Roy yang ikut datang ke rumah keluarga Bening nampak hanya diam dan menunduk. Bedanya Roy sejak tadi diam-diam memindai setiap benda yang ada di ruang tamu kediam
Sehari sebelum pernikahannya dan Bening, Glass masih berangkat kuliah seperti biasa. Mereka hanya akan menikah di KUA dan tidak akan ada pesta. Pernikahan mereka dinilai bukan kabar gembira karena terjadi karena sebuah kecelakaan, bahkan Glass dan Bening sepakat untuk menutupi pernikahan itu dari orang-orang sekitar mereka, setidaknya selama Bening masih bisa menutupi kehamilannya. Meski Bening sudah berkata tidak butuh nafkah dari Glass, bahkan malah akan membiayai kuliah pemuda itu sampai lulus, Glass berniat tidak akan membiarkan hal itu. Ia mulai berpikir mencari pekerjaan dan yang paling mudah dilakukannya sambil kuliah adalah menjadi driver ojek online. “Ngelamun aja!” Dimas menepuk pundak Glass yang baru saja akan mendaftarkan diri ke sebuah perusahaan penyedia jasa ojek online. Glass pun langsung mengunci layar ponsel dan memasukkan benda pipih itu ke dalam tasnya.
Pagi itu setelah sarapan Bening berpamitan untuk pindah ke penthouse-nya bersama Glass. Rea dan Arkan yang mengantar sang putri sampai halaman rumah pun tidak begitu cemas karena mereka masih satu kota. Pasangan suami istri itu saling memeluk pinggang satu sama lain, Rea merasa tenang setelah Arkan bercerita. Semalam pria itu berbicara empat mata dengan sang menantu, menanyakan apa yang akan dilakukan Glass setelah menjadi suami Bening. Menurut Arkan jawaban pemuda itu cukup dewasa, Glass tidak menjanjikan sesuatu yang muluk-muluk, dia hanya berjanji tidak akan pernah membuat Bening menangis dan akan selalu menjaganya. Setelah berpamitan, Glass dan Bening menuju mobil. Glass nampak kikuk, dia bingung karena seharusnya sebagai pria dia yang mengemudikan mobil tapi dia tidak bisa. Pemuda itu menggaruk tengkuk dan tertawa saat Bening bertanya apakah dia bisa menyetir. “Tidak apa-apa, kamu bisa kursus mengemudi nanti,” uca
Bening jatuh cinta. Ya, dia jatuh cinta ke berondong yang diperalatnya. Sikap gadis itu berubah manis kepada Glass yang dinilainya begitu sangat dewasa. Tak hanya membelikan pemuda itu kendaraan untuk dipakai ke kampus. Bening membelikan laptop bahkan setumpuk baju baru untuk suaminya, meski tidak di hari raya. Sore itu Glass yang baru saja pulang kuliah hanya bisa mematung mendapati tumpukan pakaian baru di atas ranjang tempat tidur. Mulai dari jeans, kaos hingga jaket. Bening yang baru saja selesai mandi pun mendekat ke arah sang suami, berkata bahwa Glass tidak perlu bolak-balik ke rumah ibunya untuk mengambil baju lagi. “Apa ini tidak berlebihan?” Glass merasa tak enak hati, baru kemarin lusa dia dibelikan motor, lalu laptop sekarang baju yang sudah pasti diyakininya bermerek, karena Glass tahu selera Bening sangat tinggi. “Berlebihan apa?” tanya Bening yang malah heran, bukanny
Semenjak malam itu, Glass seperti menghindari Bening. Tak ada lagi usapan di perut seperti yang biasa dia lakukan sebelum tidur. Hingga hari turnamen basket Glass tiba. Pemuda itu sudah bersiap sejak pagi, dia bangun dan meregangkan tubuh di teras yang menghadap langsung ke gedung-gedung di sekeliling apartemen Bening. Bening yang baru bangun tidur pun hanya bisa melihat punggung suaminya. Ia yang berniat mengambil air minum terpaku beberapa detik untuk melihat pemandangan yang menurutnya begitu menyejukkan mata. “Apa dia anak Bu Fitria? Kenapa bisa posturnya seperti blasteran? Apa mungkin suami Bu Fitria warga negara asing?” gumam Bening, dia masih memerhatikan Glass sampai pemuda itu menoleh. Bening pun berpaling lalu berjalan sambil menggaruk pantat, berpura-pura bahwa dia tidak melihat ke arah Glass berdiri. Setelah selesai melakukan olahraga ringan, Glass masuk ke kamar. Ia tidak peduli denga
“Apa yang harus aku lakukan? Jika dia menciumku jelas aku tidak akan menolaknya, tapi jika dia …. “ Bening masih berdiri di posisinya, dia kaget saat Glass membuka pintu kamar mandi dan menyembulkan kepala, rambutnya yang basah membuat pemuda itu terlihat semakin keren. Bening lagi-lagi hanya bisa menahan napas, gadis itu terbeku menatap sang suami yang tersenyum kepadanya. “Aku lupa handuk,” ucap Glass. “Maaf! tapi apa bisa kamu mengambilkan handuk untukku!” Bening menganggukkan kepala, dia buru-buru menuju ruang ganti dan mengambilkan apa yang suaminya minta. “Nah! Ini.” Bening memberikan handuk itu tanpa menatap Glass. Seolah tahu bahwa sang istri sedang malu, Glass malah dengan sengaja mencekal pergelangan tangan Bening, gadis itu menoleh dengan mata membeliak lebar karena merasakan sentuhan sang suami. &n
“Rindu? Siapa Rindu?” “Dia … “ Bening memilih bangkit dari duduknya untuk membuka pintu kamar, dia melihat seorang gadis membawa bungkusan sedang berhadap-hadapan dengan mertuanya di ruang tamu. Gadis yang diyakininya bernama Rindu itu menatapnya kaget karena keluar dari dalam kamar Glass, disusul oleh pemuda itu. “Hai … Mas Nanda,” sapa Rindu ke Glass kemudian mengalihkan pandangan matanya ke Bening. Gadis itu bahkan menyisir penampilan Bening dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Aku mau ngembaliin bukunya Mas,” imbuh gadis itu sambil menyerahkan buku di tangannya. “Ini buat Bu Fitria.” Rindu memberikan sebuah kantong kresek yang kemungkinan berisi makanan. Fitria pun mengucapkan terima kasih, wanita itu dan putranya sama-sama menawari Rindu untuk duduk, tapi gadis itu terlihat sungkan dan menolak. “Tidak apa-apa, ini Bening. Pacarny
🍷Selamat Membaca🍷Seperti yang Glass bilang, setibanya kembali dari Jogja dia langsung menemui Gama untuk membujuk pria itu mengunduh aplikasi yang dia lihat iklannya tempo hari. Glass sesekali melirik Bening yang bercanda dengan Maha dan Olla. Wanitanya itu datang membawakan oleh-oleh sekaligus ingin melepas rindu.“Kenapa? jika aku mau aku pasti akan mengunduhnya, Aplikasi itu sudah ada saat umurku masih belasan tahun.” Gama mengembalikan ponsel milik Glass ke atas meja dan mendorongnya ke arah lawan bicaranya itu pelan.“Bening juga sudah bercerita, aplikasi itu pernah ada, lalu hilang dan sekarang muncul lagi dengan fitur yang lebih canggih, ayolah! Carikan Maha ibu, jangan sampai dia menjadi pebinor di antara aku dan Bening.” Glass tetap pada pendiriannya, dia ingin Maha jauh-jauh dari istrinya.“Ya Tuhan Glass, bagaimana bisa kamu berpikir bocah sekecil itu menjadi perebut laki orang.” Gama geleng-geleng kepala. Ia menyesap kopi yang sudah agak dingin karena mereka keasyikan
🍷Selamat Membaca🍷Sudah lebih dari setengah jam, tapi Glass masih belum juga masuk kamar, entah pria itu sudah kembali dari warung atau masih berada di dalam kamar mandi, yang jelas Bening uring-uringan dan memilih untuk tidak keluar kamar. Ia berbaring di ranjang lalu bangun, berbaring lagi lalu bangun lagi. Gelisah sendiri seperti wanita yang tak pernah dijatah suami. Bening yang dongkol pun sampai menggigiti kuku jarinya sendiri karena terlalu gemas. Ia meremas sprei ranjang dan langsung berdiri saat Glass akhirnya masuk ke dalam kamar.“Sudah selesai?” ketus Bening, dia menyindir tapi yang disindir tidak peka juga.“Sudah,” jawab Glass dengan santai. “Kamu nggak mau makan sate kambing, enak lho,” imbuhnya dengan nada santai tak merasa bersalah sama sekali.Bening semakin emosi jiwa, melihat dari rambut Glass yang masih basah dan tidak ada aroma kambing yang menguar saat pria itu berbicara, dia sudah bisa menerka bahwa Glass pasti makan dulu setelah dari warung baru setelahnya ma
🍷Selamat Membaca🍷“Permisi, maaf!”Mendengar suara yang begitu sangat dia kenali, Bening pun menoleh. Ia kaget sekaligus bahagia. Ingin rasanya dia mencecar Glass dengan banyak pertanyaan. Namun, rasa penasarannya itu harus dia tahan dulu saat pramugari mendekat dan meminta Glass untuk segera duduk. Bening terus menatap heran Glass, dia bahkan memastikan dirinya tak salah lihat, suaminya itu bahkan tidak membawa koper. Glass tersenyum, dia terus memperhatikan Bening dan tak mendengarkan penjelasan dari pramugari sebelum pesawat take off. Pria itu pun duduk lurus ke depan saat pesawat hendak mengudara, setelah memastikan burung besi itu berada di atas awan, baru lah Glass menoleh. Ia tersenyum manis mendapati sang istri sudah memperhatikannya.“Glass, jangan bilang kamu berlari ke sini dan tidak membawa apa-apa.”Glass menggeleng, alih-alih memberi jawaban ke sang istri pria itu malah balik melempar pertanyaan perihal Bening yang naik pesawat, apakah sudah berkonsultasi dengan dokter
🍷Selamat Membaca🍷Bening menelepon dokter Andit, menanyakan apakah dia bisa melakukan konsultasi dadakan hari itu. Ia ingin pergi ke suatu tempat dan harus memakai pesawat. Bening pun semringah saat sang dokter memintanya datang. Tidak perlu membuat janji jika dia pasti akan dilayani dengan senang hati oleh sang dokter.Tak ingin menunggu lama, Bening pun mengemasi barang pribadinya. Wanita itu berpesan pada Zahra untuk membatalkan beberapa agendanya tiga hari ke depan karena dia ingin pergi jalan-jalan.“Anda mau ke mana?” Zahra berdiri dari kursi karena terlalu kaget. Tidak biasanya Bening seperti ini. Atasannya itu selalu merencanakan apa yang akan dia lakukan. Membatalkan agenda jelas bukan gaya wanita itu.“Aku ingin berlibur, ke Jogja? Apa mau kubawakan bakpia? Atau gudeg?” tanya Bening dengan wajah semringah. Ia melambaikan tangan ke Zahra dan berjanji akan membawakan Amar - putra wanita itu batik.“Wah … apa ada masalah? kenapa tiba-tiba ingin pergi?” gumam Zahra.__Bening
🍷Selamat Membaca🍷“Mereka pasti akan bahagia karena daddy mau menjenguk.” Bening mengedipkan mata, malu juga dia sebenarnya bertingkah agresif seperti ini, tapi apa mau dikata terkadang keinginan harus diungkapkan agar tidak menjadi penyakit di dalam hati.“Mereka yang bahagia, atau Mommy-nya yang bahagia.” Glass menyentuhkan hidungnya ke hidung Bening. Wanitanya itu tersenyum malu-malu layaknya anak perawan yang baru saja merasakan cinta.“Kalau itu tidak perlu ditanyakan lagi Glass, aku bahagia kamu pun juga pasti bahagia.” Bening melingkarkan tangan ke leher suami berondongnya. Ia memang sangat merindukan sentuhan Glass, sentuhan yang membuatnya mabuk kepayang dan merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia.“Aku akan melakukannya dengan lembut, aku tidak ingin membuat calon anak kita terganggu.”Kalimat Glass membuat Bening seolah mendapat durian runtuh, wanita itu mengangguk berkali-kali. Ia bahkan memejamkan matanya malu, saat jemari Glass mulai bergerak lincah menyentuh p
🍷Selamat Membaca🍷“Ah bocah itu, bisa saja dia mencari akal untuk membuatmu kasihan.”Glass membuang muka, entah kenapa dia yang sudah sebesar itu bisa merasa kesal dan cemburu ke anak kecil seperti Maha. Bening pun hanya bisa meliriknya dengan tatapan memelas. Hati kecilnya tidak bisa menolak permintaan Gama tadi. Mungkin karena dia juga akan menjadi seorang ibu, jadi dia lebih perasa.Dengan setengah hati, Glass memutar kemudi menuju rumah Gama. Ia juga ingin memastikan sendiri bagaimana kondisi Maha yang dia juluki sebagai pebinor cilik itu. Namun, belum juga melancarkan aksi Bening sudah menasehatinya sepanjang jalan. Glass diminta untuk tidak mengeluarkan kata yang bisa menyakiti hati Maha.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Gama. Rumah itu memang tak terlalu besar, berlantai dua dan memiliki halaman yang lumayan luas. Sesaat setelah turun dari mobil, Gama langsung berlari sendiri membukakan pintu gerbang. Pembantunya masih sibuk membujuk Maha untuk makan di
🍷Selamat Membaca🍷“Glass bangun! kita harus menjemput Mama Vero.”Bening menggoyangkan tubuh suaminya. Ia bahkan sengaja menempelkan rambutnya yang masih basah ke pipi Glass. Bibirnya tersenyum mendapati wajah damai Glass yang begitu sangat tampan dan rupawan. Tak sabar rasanya dia untuk mengetahui jenis kelamin bayi kembarnya. Jika laki-laki sudah pasti akan setampan pria yang susah dibangunkannya ini.“Glacio, sayang! Kamu berjanji menjemput Mama Vero.”Bening memindai wajah Glass, dia bahkan mengetuk hidung bangir pria itu dan memberikan sebuah kecupan di kening.“Hei … bangun!”Bukannya segera membuka mata, Glass malah tersenyum. Ia merengkuh pinggang sang istri lantas membantingnya ke ranjang. Terang saja Bening pun melebarkan netranya. Glass yang masih tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan malah tersenyum, tapi beberapa detik kemudian seketika melebarkan bola mata. Wajahnya berubah cemas. Ia bahkan langsung berdiri.“Be, apa ada yang sakit? ah … aku benar-benar bod
🍷Selamat Membaca🍷“Jangan sembarangan Glass.”Embun tidak terima dengan tuduhan sang ipar ke sepupu suaminya. Ia mengenal Gama bahkan dulu saat masih duduk di bangku SMA, pria itu pernah menyatakan cinta padanya. Gama pria normal, hanya saja terlalu tertutup dengan kehidupan pribadi.“Aku yakin anak itu dia ambil hanya untuk menutupi kelainannya,” ucap Glass lagi.“Sayang!” Bening mendelik, dia menggeleng meminta suaminya untuk tidak berprasangka buruk terhadap Gama. Ia pun memilih mendekat ke arah Maha dan membuat Glass semakin heran.“Dasar anak itu!” gerutunya. Setelah itu Glass duduk di meja yang tak jauh dari sana untuk kembali bekerja. Meski Bening memintanya pergi ke kantor, tapi pria itu menolak dengan alasan ingin memantau perkembangan kesehatan sang istri. Kini ada Maha yang datang membuat Glass semakin tidak ingin jauh dari Bening.Serius? dia cemburu dengan seorang anak berumur lima setengah tahun dan dianggapnya pebinor.Mata Glass sesekali melirik Bening yang membelai
🍷Selamat Membaca🍷“Aku mau jeruk, Sa … yang.”Bening ragu meminta buah itu ke Glass, sudah seharian dia menginap di rumah sakit padahal bisa saja dia pulang setelah perutnya tidak melilit lagi semalam, tapi mau bagaimana lagi suami berondongnya itu sangat ketakutan hingga tidak memperbolehkannya pulang sebelum benar-benar pulih.“Apa kamu mau makan yang asam-asam? Tidak sayangkah kamu pada perutmu dan dua mahkluk yang sedang bertumbuh di dalam sana?”Bening menelan saliva, dia hanya bisa diam dan bergumam dalam hati, awas saja jika nanti anaknya ileran, dia akan selalu mengingat hari ini. Hari di mana daddy mereka tidak memberikan buah bundar berwarna orange yang menggiurkan itu.Rea yang datang untuk melihat kondisi sang putri pun hanya bisa menahan tawa, dia cukup bahagia melihat bagaimana cara Glass memperlakukan Bening. Ia yakin umur hanyalah angka, Glass yang seperti itu membuatnya yakin bahwa pria itu bisa menjaga keluarga kecil mereka nanti.“Mama pulang dulu, kabari jika kal