“Turunkan aku!”
Bening tiba-tiba saja menunjukkan ketidaksukaan setelah dia dan Glass masuk ke dalam ruang kerjanya. Glass tentu saja merasa aneh, hingga memilih mendudukkan Bening ke sofa. Gadis itu mengurut betis dan melepas sepatu hak tingginya, merasa sakit di bagian sana karena perlakuan Elisa.“Kamu tidak apa-apa ‘kan?” Glass berjongkok, melepaskan sepatu Bening yang belum lepas lalu memijat dengan lembut betis sang istri sampai ke telapak kaki.Bening merasa tersanjung dengan perlakuan Glass yang penuh perhatian seperti itu, tapi tetap saja dia harus menanyakan sesuatu secara langsung ke sang suami, mengenai ucapan Elisa yang bekata bahwa mereka akan menjadi sepasang kekasih jika dirinya tidak hadir di tengah-tengah keduanya.“Apa aku ini orang ketiga?” tanya Bening sambil menjauhkan kaki yang masih berada di genggaman Glass. <
Glass menunduk tapi tidak dengan Bening yang merasa tidak salah sama sekali di depan kedua orangtuanya. Bersandar pada kursi meja makan, Rea memijat kening, untung dia tidak memiliki penyakit darah tinggi atau jantung, begitu juga dengan Arkan yang sejak tadi hanya bisa diam memandangi wajah berdosa menantu dan wajah tak berdosa putrinya.“Kenapa kamu melakukan ini?” tanya Arkan dengan suara lembut. “Kalau kamu memang mencintai pria lain, tidak perlu sampai berbohong, katakan pada mamamu kamu tidak menyukai Rain, selesai Be!”“Masalahnya aku sudah bilang ke mama tapi mama seperti tidak peduli,” jawab Bening.Kini Rea menjadi pusat perhatian Arkan dan Glass. Mereka menatap ke arah wanita itu dengan tanda tanya besar di kepala, menunggu respon Rea atas pernyataan Bening barusan.“Mama mengira kamu menyukai sesama jenis Be, karena s
Menutup warungnya yang kebetulan sudah sepi, Fitria nampak menunduk di depan semua orang. Ia baru saja selesai menceritakan kejadian di masa lalu, mengakui bahwa Glass memang bukan lah anak kandungnya. Sang suami memang memungut Glass dari tempat sampah dan membawa bayi itu pulang, karena sangat menginginkan anak lagi mereka pun memutuskan untuk merawat Glass seperti anak kandung sendiri.Bening membeku, sedari tadi dia terus menggenggam erat tangan Glass yang juga melakukan hal yang sama seperti sang ibu. Pemuda itu menunduk, tak menyangka bahwa sembilan belas tahun dibesarkan oleh wanita yang ternyata bukan ibu kandungnya sendiri.“Semua ini tidak benar!”Glass berdiri bahkan menarik tangannya yang digenggam Bening. Jelas semua ini tidak bisa diterima dengan mudah olehnya. Glass terus saja berjalan menuju parkiran, mengabaikan Bening yang berteriak memanggil. Pada akhirnya Beni
“Tidak akan mudah membawanya ke keluarga Wijaya, aku akan menentang itu. Anak itu tidak pantas menjadi bagian dari keluarga kita yang terpandang.” “Tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu karena jelas dia juga pewaris Papa.” Aline menyanggah ucapan Arnold, dia sama sekali tidak takut dengan ancaman yang sang kakak lontarkan malah bersikap menantang. “Apa kamu berniat menjadikan anak itu kekasihmu?” Arnold tertawa menghina, dia tahu kebiasaan sang adik yang menyukai pria yang berusia lebih muda, maka dari itu sampai umur yang bisa dibilang tak lagi muda, Aline belum juga menikah. “Apa tidak cukup asistenmu ini?” imbuh Arnold dengan senyuman mencibir, dia tatap Romi dengan pandangan hina. Aline marah, bagaimana pun juga dia masih membutuhkan Romi, jadi jangan sampai pria itu terpengaruh dengan perkataan Arnold meskipun ucapan itu benar
Glass tak menyangka siang itu Aline akan mendatanginya ke kampus. Mereka duduk berhadapan di kantin, mengabaikan beberapa tatapan aneh dari mahasiswa lain yang juga sedang menikmati istirahat di sana. Beberapa dari mereka tak percaya kalau Glass ternyata berhubungan dengan banyak wanita yang lebih dewasa, meski sebenarnya hubungannya dengan wanita dewasa di depannya ini bukan menyangkut percintaan tapi tetap saja pikiran orang lain tidak bisa dikendalikan.Aline memandangi wajah Glass sejak tadi, adiknya itu sama sekali tidak mau memandang ke arahnya dan hanya menatap gelas yang terlihat mengembun dan basah di bagian bawah karena Glass sama sekali tidak meminum minumannya. Aline baru saja meminta Glass untuk kembali ke keluarga. Wanita itu berkata akan memberikan hak Glass sebagai salah satu pewaris keluarga Wijaya.“Pikirkan lagi! kamu memiliki masa depan yang cerah Glass, aku ingin kamu menjadi pengusaha sukses seperti Pa
"Apa listrik mati?"Arkan menyalakan lampu, pria itu membuat putri dan menantunya kaget bukan kepalang. Bening langsung mengusap bibir yang basah. Sungguh tak dia duga sang papa merusak momen berharganya dan Glass.“Papa, kenapa belum pulang?” tanya Bening ke Arkan, dia salah tingkah dan berdehem melirik Glass yang menunduk mengusap bibir.“Papa sudah hampir pulang, tapi tidak jadi saat melihat mobilmu masih berada di parkiran. Apa pekerjaanmu banyak? Ini sudah malam.”Mendapati wajah Glass dan Bening yang malu, Arkan malah merasa berdosa. Ia sadar mungkin saja baru mengganggu kemesraan keduanya.“Papa pikir kamu sendirian, ternyata bersama Glass. Jika tahu Papa pasti tidak akan cemas,” imbuh Arkan.“Aku sebentar lagi pulang,” jawab Bening gelagapan. Namun, sebuah
"Apa yang harus aku lakukan?"“Buat Bening meninggalkan Glass atau sebaliknya, Glass yang meninggalkan Bening.”Aline menyeringai, Romi yang mendengarnya hanya mengedipkan mata seolah sudah tahu apa yang direncanakan oleh atasan sekaligus kekasihnya itu, sedangkan Roy tersenyum dengan sudut bibir dan menganggukkan kepala. Ia berkata akan melakukan permintaan Aline itu secepatnya.🥛🥛🥛“Apa kamu benar tidak ingin pergi ke pesta yang diadakan temanmu itu?”Bening menggeleng, meski dia ingin mendapat hiburan karena penat bekerja seharian, tapi untuk datang ke pesta itu dia merasa sedikit sungkan. Bening merasa tidak akan menyenangkan berpesta karena tidak membawa pasangan. Sedangkan untuk mengajak Glass dia merasa sedikit sungkan, bukannya malu hanya takut jika suaminya itu malah dijadikan bulan-bulanan teman-temannya.
“Tidak mungkin ini Bening,” tolak Fitria saat Roy menunjukkan foto Bening yang tengah memeluk teman prianya dan Andrew. “Bening itu gadis baik-baik,” pujinya. “Gadis baik-baik dari mana Bu?dia saja berbohong soal kehamilannya. Ibu seharusnya paham kalau gadis baik pasti jujur di setiap ucapannya,” ujar Roy. Ia harus berhasil membuat Fitria membenci Bening agar mendapatkan bayaran yang besar dari Aline. “Kamu dapat foto itu dari mana?” tanya Fitria sedikit curiga. Roy pun gelagapan, tapi otak liciknya segera mendapat jawaban atas pertanyaan Fitria yang tidak dia antisipasi itu. “Dari temanku Bu,” jawab Roy sekenanya.“Apa Ibu tahu? kita itu dimanfaatkan Bu, kita itu dianggap orang bodoh sampai bisa dia kibuli.” Terus melancarkan aksi, Roy mulai melihat kening ibunya mengerut bertanda bahwa wanita yang melahirkannya itu mulai berpikir.
“Ibu masuk rumah sakit,” jawab Glass, wajahnya nampak bingung seolah ragu harus memilih bergegas pergi atau tetap tinggal untuk ikut makan malam bersama Bening, Rea dan Arkan.Bening yang cemas dengan kondisi Fitria pun menoleh orangtuanya yang sama terkejutnya. Rea bahkan mendekat dan memeluk lengan Bening.“Aku ikut ke rumah sakit,” ucap Bening dan membuat Glass kaget.Glass tak menyangka Bening akan lebih memikirkan soal Fitria dari pada makan malam bersama orangtuanya, terlebih di hari ulang tahunnya, jelas makan malam itu spesial.“Be!” lirih Glass yang sedikit tak percaya dengan keputusan sang istri.“Kami juga akan ikut ke rumah sakit,” potong Rea sebelum putrinya menjawab.Glass pun merasa terharu, sampai Arkan mendekat dan menepuk pundak pemuda itu menenangkan, 
🍷Selamat Membaca🍷Seperti yang Glass bilang, setibanya kembali dari Jogja dia langsung menemui Gama untuk membujuk pria itu mengunduh aplikasi yang dia lihat iklannya tempo hari. Glass sesekali melirik Bening yang bercanda dengan Maha dan Olla. Wanitanya itu datang membawakan oleh-oleh sekaligus ingin melepas rindu.“Kenapa? jika aku mau aku pasti akan mengunduhnya, Aplikasi itu sudah ada saat umurku masih belasan tahun.” Gama mengembalikan ponsel milik Glass ke atas meja dan mendorongnya ke arah lawan bicaranya itu pelan.“Bening juga sudah bercerita, aplikasi itu pernah ada, lalu hilang dan sekarang muncul lagi dengan fitur yang lebih canggih, ayolah! Carikan Maha ibu, jangan sampai dia menjadi pebinor di antara aku dan Bening.” Glass tetap pada pendiriannya, dia ingin Maha jauh-jauh dari istrinya.“Ya Tuhan Glass, bagaimana bisa kamu berpikir bocah sekecil itu menjadi perebut laki orang.” Gama geleng-geleng kepala. Ia menyesap kopi yang sudah agak dingin karena mereka keasyikan
🍷Selamat Membaca🍷Sudah lebih dari setengah jam, tapi Glass masih belum juga masuk kamar, entah pria itu sudah kembali dari warung atau masih berada di dalam kamar mandi, yang jelas Bening uring-uringan dan memilih untuk tidak keluar kamar. Ia berbaring di ranjang lalu bangun, berbaring lagi lalu bangun lagi. Gelisah sendiri seperti wanita yang tak pernah dijatah suami. Bening yang dongkol pun sampai menggigiti kuku jarinya sendiri karena terlalu gemas. Ia meremas sprei ranjang dan langsung berdiri saat Glass akhirnya masuk ke dalam kamar.“Sudah selesai?” ketus Bening, dia menyindir tapi yang disindir tidak peka juga.“Sudah,” jawab Glass dengan santai. “Kamu nggak mau makan sate kambing, enak lho,” imbuhnya dengan nada santai tak merasa bersalah sama sekali.Bening semakin emosi jiwa, melihat dari rambut Glass yang masih basah dan tidak ada aroma kambing yang menguar saat pria itu berbicara, dia sudah bisa menerka bahwa Glass pasti makan dulu setelah dari warung baru setelahnya ma
🍷Selamat Membaca🍷“Permisi, maaf!”Mendengar suara yang begitu sangat dia kenali, Bening pun menoleh. Ia kaget sekaligus bahagia. Ingin rasanya dia mencecar Glass dengan banyak pertanyaan. Namun, rasa penasarannya itu harus dia tahan dulu saat pramugari mendekat dan meminta Glass untuk segera duduk. Bening terus menatap heran Glass, dia bahkan memastikan dirinya tak salah lihat, suaminya itu bahkan tidak membawa koper. Glass tersenyum, dia terus memperhatikan Bening dan tak mendengarkan penjelasan dari pramugari sebelum pesawat take off. Pria itu pun duduk lurus ke depan saat pesawat hendak mengudara, setelah memastikan burung besi itu berada di atas awan, baru lah Glass menoleh. Ia tersenyum manis mendapati sang istri sudah memperhatikannya.“Glass, jangan bilang kamu berlari ke sini dan tidak membawa apa-apa.”Glass menggeleng, alih-alih memberi jawaban ke sang istri pria itu malah balik melempar pertanyaan perihal Bening yang naik pesawat, apakah sudah berkonsultasi dengan dokter
🍷Selamat Membaca🍷Bening menelepon dokter Andit, menanyakan apakah dia bisa melakukan konsultasi dadakan hari itu. Ia ingin pergi ke suatu tempat dan harus memakai pesawat. Bening pun semringah saat sang dokter memintanya datang. Tidak perlu membuat janji jika dia pasti akan dilayani dengan senang hati oleh sang dokter.Tak ingin menunggu lama, Bening pun mengemasi barang pribadinya. Wanita itu berpesan pada Zahra untuk membatalkan beberapa agendanya tiga hari ke depan karena dia ingin pergi jalan-jalan.“Anda mau ke mana?” Zahra berdiri dari kursi karena terlalu kaget. Tidak biasanya Bening seperti ini. Atasannya itu selalu merencanakan apa yang akan dia lakukan. Membatalkan agenda jelas bukan gaya wanita itu.“Aku ingin berlibur, ke Jogja? Apa mau kubawakan bakpia? Atau gudeg?” tanya Bening dengan wajah semringah. Ia melambaikan tangan ke Zahra dan berjanji akan membawakan Amar - putra wanita itu batik.“Wah … apa ada masalah? kenapa tiba-tiba ingin pergi?” gumam Zahra.__Bening
🍷Selamat Membaca🍷“Mereka pasti akan bahagia karena daddy mau menjenguk.” Bening mengedipkan mata, malu juga dia sebenarnya bertingkah agresif seperti ini, tapi apa mau dikata terkadang keinginan harus diungkapkan agar tidak menjadi penyakit di dalam hati.“Mereka yang bahagia, atau Mommy-nya yang bahagia.” Glass menyentuhkan hidungnya ke hidung Bening. Wanitanya itu tersenyum malu-malu layaknya anak perawan yang baru saja merasakan cinta.“Kalau itu tidak perlu ditanyakan lagi Glass, aku bahagia kamu pun juga pasti bahagia.” Bening melingkarkan tangan ke leher suami berondongnya. Ia memang sangat merindukan sentuhan Glass, sentuhan yang membuatnya mabuk kepayang dan merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia.“Aku akan melakukannya dengan lembut, aku tidak ingin membuat calon anak kita terganggu.”Kalimat Glass membuat Bening seolah mendapat durian runtuh, wanita itu mengangguk berkali-kali. Ia bahkan memejamkan matanya malu, saat jemari Glass mulai bergerak lincah menyentuh p
🍷Selamat Membaca🍷“Ah bocah itu, bisa saja dia mencari akal untuk membuatmu kasihan.”Glass membuang muka, entah kenapa dia yang sudah sebesar itu bisa merasa kesal dan cemburu ke anak kecil seperti Maha. Bening pun hanya bisa meliriknya dengan tatapan memelas. Hati kecilnya tidak bisa menolak permintaan Gama tadi. Mungkin karena dia juga akan menjadi seorang ibu, jadi dia lebih perasa.Dengan setengah hati, Glass memutar kemudi menuju rumah Gama. Ia juga ingin memastikan sendiri bagaimana kondisi Maha yang dia juluki sebagai pebinor cilik itu. Namun, belum juga melancarkan aksi Bening sudah menasehatinya sepanjang jalan. Glass diminta untuk tidak mengeluarkan kata yang bisa menyakiti hati Maha.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Gama. Rumah itu memang tak terlalu besar, berlantai dua dan memiliki halaman yang lumayan luas. Sesaat setelah turun dari mobil, Gama langsung berlari sendiri membukakan pintu gerbang. Pembantunya masih sibuk membujuk Maha untuk makan di
🍷Selamat Membaca🍷“Glass bangun! kita harus menjemput Mama Vero.”Bening menggoyangkan tubuh suaminya. Ia bahkan sengaja menempelkan rambutnya yang masih basah ke pipi Glass. Bibirnya tersenyum mendapati wajah damai Glass yang begitu sangat tampan dan rupawan. Tak sabar rasanya dia untuk mengetahui jenis kelamin bayi kembarnya. Jika laki-laki sudah pasti akan setampan pria yang susah dibangunkannya ini.“Glacio, sayang! Kamu berjanji menjemput Mama Vero.”Bening memindai wajah Glass, dia bahkan mengetuk hidung bangir pria itu dan memberikan sebuah kecupan di kening.“Hei … bangun!”Bukannya segera membuka mata, Glass malah tersenyum. Ia merengkuh pinggang sang istri lantas membantingnya ke ranjang. Terang saja Bening pun melebarkan netranya. Glass yang masih tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan malah tersenyum, tapi beberapa detik kemudian seketika melebarkan bola mata. Wajahnya berubah cemas. Ia bahkan langsung berdiri.“Be, apa ada yang sakit? ah … aku benar-benar bod
🍷Selamat Membaca🍷“Jangan sembarangan Glass.”Embun tidak terima dengan tuduhan sang ipar ke sepupu suaminya. Ia mengenal Gama bahkan dulu saat masih duduk di bangku SMA, pria itu pernah menyatakan cinta padanya. Gama pria normal, hanya saja terlalu tertutup dengan kehidupan pribadi.“Aku yakin anak itu dia ambil hanya untuk menutupi kelainannya,” ucap Glass lagi.“Sayang!” Bening mendelik, dia menggeleng meminta suaminya untuk tidak berprasangka buruk terhadap Gama. Ia pun memilih mendekat ke arah Maha dan membuat Glass semakin heran.“Dasar anak itu!” gerutunya. Setelah itu Glass duduk di meja yang tak jauh dari sana untuk kembali bekerja. Meski Bening memintanya pergi ke kantor, tapi pria itu menolak dengan alasan ingin memantau perkembangan kesehatan sang istri. Kini ada Maha yang datang membuat Glass semakin tidak ingin jauh dari Bening.Serius? dia cemburu dengan seorang anak berumur lima setengah tahun dan dianggapnya pebinor.Mata Glass sesekali melirik Bening yang membelai
🍷Selamat Membaca🍷“Aku mau jeruk, Sa … yang.”Bening ragu meminta buah itu ke Glass, sudah seharian dia menginap di rumah sakit padahal bisa saja dia pulang setelah perutnya tidak melilit lagi semalam, tapi mau bagaimana lagi suami berondongnya itu sangat ketakutan hingga tidak memperbolehkannya pulang sebelum benar-benar pulih.“Apa kamu mau makan yang asam-asam? Tidak sayangkah kamu pada perutmu dan dua mahkluk yang sedang bertumbuh di dalam sana?”Bening menelan saliva, dia hanya bisa diam dan bergumam dalam hati, awas saja jika nanti anaknya ileran, dia akan selalu mengingat hari ini. Hari di mana daddy mereka tidak memberikan buah bundar berwarna orange yang menggiurkan itu.Rea yang datang untuk melihat kondisi sang putri pun hanya bisa menahan tawa, dia cukup bahagia melihat bagaimana cara Glass memperlakukan Bening. Ia yakin umur hanyalah angka, Glass yang seperti itu membuatnya yakin bahwa pria itu bisa menjaga keluarga kecil mereka nanti.“Mama pulang dulu, kabari jika kal