Shanum bergidik sendiri kala mengingat tatapan Mr Chen. Bukan dia mau suudzon. Akan tetapi, rasanya benar-benar tak nyaman di tatap selekat itu oleh lawan jenis. Mana sudah berumur pula. Shanum kan jadi ngeri. "Langsung pulang, Non?" tanya Angga ketika ia sudah duduk nyaman di mobil. "Iya," jawab Shanum seadanya. Sang sopir pun lekas menjalankan kendaraan roda empat itu ke arah tujuan tuannya. *** Hari pun berlalu. Tak ada kejadian berarti yang lagi yang mengusik. Shanum menjalani hari seperti biasa. Menikmati kehamilan yang semakin besar sambil mempersiapkan hari persalinan yang tinggal hitungan jari. Setiap pagi, Shanum rutin berjalan kaki di sekitar rumahnya. Ken bilang, dia harus banyak gerak agar persalinannya lancar. Kadang Shanum di temani Bunda Karina, Frans, atau Angga. Siapa sajalah yang punya waktu. Jika Aika, istri Kairo dengan menginap, maka Shanum akan di temani Aika. Akan tetapi, jika bersama Aika biasanya akan ke taman komplek yang tak jauh dari rumah. Seb
"Bayar tuh' hutangmu!" tandas Amanda hendak berlalu ke dalam kamar. Namun, langsung dicegat Reksa."Man, bayarkan dulu. Aku sedang tidak punya uang." Reksa memerintah seenak udelnya. Seolah Amanda adalah bawahannya. "Ya, gimana bisa punya uang, kalau kerja aja nggak mau?" ketus Amanda.Pria mendengkus tak suka. "Nggak usah bawel. Bayarin dulu sana!" Reksa masih menyuruh dengan tak tahu malu. Malahan kini, pria itu yang seenaknya pergi ke kamar. Pasti akan melanjutkan tidur.Selalu saja begini. Siapa yang berhutang, siapa yang harus membayar. Amanda benar-benar tidak tahan lagi. Ia bukan Randy yang kesabarannya seluas samudera. Ia Amanda Saputri yang sudah terlalu kecewa dengan keluarga suaminya. Cukup sudah! Lihat saja, hari ini akan Amanda beri pelajaran pria mokondo tak tahu diri itu. Dengan langkah pasti Amanda menuju pintu rumah kontrakan reyotnya."Orangnya di dalam. Nggak punya uang katanya buat bayar hutang. Terserah kalian mau apa kan dia. Tuh! Kamarnya di sana!" tunjuk Aman
Meskipun berat, sepertinya Amanda memang harus mulai ambil keputusan tegas. Ia tidak mau hidupnya sia-sia bersama sang suami yang terlalu lembek. Selalu di nomor sekian kan dan ... ah, ternyata begini yang Shanum rasakan selama ini. Pantas saja wanita sabar itu akhirnya berontak. Tolong ingatkan Amanda untuk meminta maaf pada Shanum jika nanti bertemu lagi. Meski tidak tahu kapan, tapi semoga saja Tuhan masih sudi mengabulkan doa orang yang berlumuran dosa ini."Man, aku mohon jangan begitu." Randy berucap lirih. Tak sanggup jika harus memilih antara anak istri dan keluarganya. Apalagi, Randy masih punya satu rahasia, yang membuatnya sangat merasa bersalah hingga saat ini pada Reksa dan Mama Rima."Pilih saja, Mas. Aku nggak mau denger alasan apa pun lagi." Nampaknya Manda sudah benar-benar bulat pada keputusannya. Randy terdiam bingung. Sementara tetangga mulai riuh membicarakannya."Kalau saya jadi Amanda juga mending hidup sendirilah daripada sama suami lembek begitu.""Iyalah.
"Jangan sentuh aku! Aku sudah muak dengan kalian!" Amanda masih meraung marah. "Sekali lagi aku tanya kamu, Mas. Pilih kami atau mereka!"Nyatanya Amanda sepertinya sudah tidak bisa dibujuk. Apalagi melihat tempramen Reksa yang makin hari makin mengkhawatirkan. Tadi pria itu berani mengacak kamar pribadinya, lalu mengambil dompetnya, dan barusan. Barusan saja berani menampar keras Amanda. Bukan apa-apa, Amanda cuma takut nanti bukan hanya ia yang disakiti, tapi juga anaknya, Nikita. Seburuk-buruknya Amanda, jelas tidak mau sampai anaknya kenapa-napa."Pilih, Mas!" desak Amanda sekali lagi. Randy menyugar rambutnya kasar. Sungguh dia bingung harus memilih yang mana. Di satu sisi ada rasa bersalah dan hutang budi. Sisi lainnya ada anak dan istri yang makin tersakiti. Randy harus pilih yang mana?"Sudahlah!" Salah satu Debkolektor yang dari tadi menyimak akhirnya buka suara. "Kami ke sini tuh buat nagih hutang, bukan malah liat drama kalian. Sekarang, cepat bayar hutang!" inbuhnya kemu
Randy menulikan diri dan tetap melangkah pergi di sela raungan pilu Rima yang memintanya tetap tinggal. Menggandeng erat lengan Amanda, pria itu melangkah dengan yakin dari tempat tersebut. "Mau kasihan, tapi ya salah sendiri terlalu pilih kasih," celetuk salah satu tetangga yang masih bisa Randy dengar."Iya, ya. Padahal Randy itu orangnya baik dan sopan. Dia juga ramah dan ringan tangan selama tinggal di sini. Sayang, punya keluarga kok toxic semua," sahut lainnya. Tetangga lainnya menyahut kembali, tapi kini tak bisa Randy dengar karena mereka memang sudah jauh melangkah. "Mas, kita mau ke mana?" tanya Amanda meminta keyakinan sambil membenarkan gendongan pada putri kecilnya yang tengah terlelap dalam gendongan kain.Randy terdiam. Tak langsung menjawab tanya Amanda yang sebenarnya ia pun tak tahu akan kemana saat ini. Keputusan pergi menjauh dari Rima diakuinya memang terlalu impulsif. Akan tetapi, semua tercetus begitu saja ketika melihat istrinya di tampar Reksa. 'Mereka tid
"Kenapa kamu tidak ambil rumah yang dihadiahkan Pak Arjuna saja, Ran?" tanya Hendra tiba-tiba. Mendengar kalimat barusan, kening Amanda bertaut bingung. Rumah hadiah Pak Arjuna? Itu ayah angkatnya Shanum kan?Maksudnya apa?Memang apa yang sudah Randy lakukan hingga bisa mendapatkan hadiah rumah dari Pak Arjuna? Cerita tentang keterlibatan Randy pada penyelamatan Shanum memang orang-orang tertentu saja yang tahu. Hendra pun tahu sebab tak sengaja melihat Pak Arjuna menemui Randy untuk menyampaikan terima kasihnya. "Nggak, Pa. Randy sungkan," jawab Randy kemudian. Amanda masih memilih menyimak saja meski hati sudah sangat penasaran. Cerita apa yang sudah ia lewatkan hingga Randy tau-tau dapat rumah begitu dari ayahnya Shanum."Kenapa sungkan? Pak Arjuna kan memberikan rumah itu untuk balas budi karena kamu--""Pa?" cegah Randy. "Tidak usah membahas itu lagi. Randy malu. Karena apa yang Randy lakukan tidak ada apa-apanya dengan kebaikan Shanum selama menjadi keluarga kita. Maka da
"Mas, tadi kata Papa kamu dapat hadiah rumah dari Pak Arjuna. Itu maksudnya apa, ya?" Amanda mengeluarkan penasaran yang sedari tadi ditahannya."Bukan apa-apa. Tidak usah dipikirkan," jawab Randy tak ingin jujur. Amanda mengangsur nafas kasar mendengarnya. "Mas, ayolah! Jangan bohong. Kita kan udah janji memulai semuanya lagi dari awal. Tanpa ada yang ditutupi lagi dan selalu saling percaya. Mas lupa?"Randy melipat bibirnya. Sesungguhnya Randy masih ragu untuk berterus terang. Akan tetapi, Amanda benar. Mereka sudah punya kesepakatan tadi. Istimewanya dia sendiri yang mencetuskan hal itu pertama kali. Masa kini ia juga yang mangkir. "Mas? Ayolah! Jujur aja. Aku nggak akan menghakimi kamu apa pun, kok. Aku janji akan mendukung apa pun keputusan yang kamu ambil akan masalah itu." Amanda kembali mendesak. Membuat Randy makin dilema. "Mas, ayo cerita aja. Bukan hanya aku loh yang kepo. Para Reader juga. Kalau nggak percaya, tanya aja gih!" Randy pun mendesah berat mendengarnya. Mung
"Lebih cepat, Angga! Shanum hampir tak bisa bertahan!" seru Frans kesal pada Angga mana kala merasa mobil yang ditumpangi tak berjalan lancar. "Macet, Bos." Angga menyahut tak kalah gusar. Dia pun bukan ingin sengaja memperlambat perjalanan. Apa mau di kata, jalanan saat ini lumayan macet.Frans mengeram kesal. Melongokkan kepala lewat kaca jendela pintu demi bisa memantau kondisi sekeliling. Sial! Mereka benar-benar terjebak macet. Mana masih jauh pula ke rumah sakit. Salahnya juga yang malah memilih mobil bukan hellypad. Padahal Arjuna sengaja tak menggunakan kendaraan itu kemarin untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu pada Shanum dan kehamilannya. Mau bagaimana lagi, Frans tadi terlalu panik. Otaknya blank dan lupa pada benda terbang itu. Seumur-umur baru kali ini otaknya mendadak macet hanya karena panik."Bertahan, Sha! Jangan tidur dulu." Frans menepuk pipi Shanum yang mulai memucat agar tetap sadar. Setelah itu, Frans pun menghubungi Reyn."Reyn, Shanum akan melahirkan. Tapi k
Padahal, awalnya Karina dan Arjuna ingin membiasakan Shanum dengan kehadiran pasangan Chen dan mendekatkan mereka sebelum akhirnya jujur tentang semuanya. Namun, sepertinya yang terjadi tak sesuai harapan. Alih-alih terbiasa dan dekat, Shanum malah nampak tak nyaman.Apa yang salah?Shanum kenapa?Kenapa sekarang anak itu mudah curiga?Apa ini masih ada dampak dari traumanya pada keluarga Reksa?Menyadari hal itu, Arjuna dan Karina pun gegas mengambil keputusan. Nampaknya, semua memang sudah tak bisa di tutupi lagi. Karena rencananya, pada acara akikah Baby Nata nanti, Shanum akan sekalian diperkenalkan sebagai salah satu dari pewaris keluarga Chen. Keluarga taipan di negeri China. Semua bertujuan agar Shanum tak lagi di pandang sebelah mata hanya karena statusnya yang menjadi anak angkat di keluarga Setiawan dan tidak jelas asal usulnya. Tidak! Shanum tidak serendah itu. Tanpa keluarga Setiawan pun, Shanum tetap harus di hormati. Karena garis keturunan yang Shanum miliki tidaklah
Hari pun berlalu. Shanum kembali menjalani waktu tenangnya sambil menikmati momen menjadi ibu pemula. Ia dibantu oleh Bunda dan Umi Hasmi dalam parenting nya. Meski kadang, dua orang itu jadi berdebat konyol karena perbedaan kebiasaan. Maklum, yang satu menggunakan kebiasaan di kampung, yang satu di kota. Jadi ya ... begitu. Perihal bedong, gurita, dan sarung tangan bayi saja permasalahkan. "Udah tahun berapa ini? Masih saja bayik kamu bungkus macam lontong begitu. Kalau orang kicer mah, nanti malah di kukus, loh!""Itulah gunanya kaca mata, Dokter? Lagian di bedong itu biar tangan sama kakinya nggak ngejebrak gitu loh. Jalannya juga lebih rapet nanti pas udah gede.""Halah, mitos! Kamu juga di bedong pasti, kan, pas bayik? Tapi kok jalannya masih ngangkang, tuh?""Ya gimana nggak ngangkang. Orang saya tiap malam di cangkul si Aa. Nggak berenti kalau belum lemes. Wajarlah kalau paha saya jadi jaga jarak gini!"Allahu robbi ... Shanum hanya bisa menggeleng putus asa jika bercanda dua
Selepas kepergian Keluarga Hardikusuma, Arjuna menyuruh Shanum kembali ke kamarnya tanpa menjelaskan apa pun. Shanum yang awalnya ingin bertanya pun mengurungkan niatnya ketika melihat wajah sang ayah yang agak dingin. Di antar Frans, Shanum akhirnya patuh untuk kembali ke kamarnya. Terserahlah. Mau dinikahkan sama siapa pun, asal menurut Daddynya baik, Shanum pasrah saja. Bagaimana lagi? Dia pernah memilih sendiri dengan begitu yakin, akhirnya di kecewakan, kan? Siapa tahu kalau dipilihkan orang, rumah tangganya akan langgeng. Aamiinn ....Akan tetapi, Shanum harap mereka tidak memaksa di waktu terdekat ini. Karena Shanum masih ingin menikmati status singlenya juga fokus pada tumbuh kembang Baby Nata. Menjelang malam, Shanum kembali keluar kamar. Ia ingin mengambil air minum untuk jaga-jaga jika haus tengah malam. Sekalian ia ingin meminjam salah satu buku di ruang baca Bunda untuk menemaninya tidur nanti."Oh, iya. Yang kamu katakan tadi itu, beneran?"Beberapa langkah dari ruanga
Shanum tertegun mendengar ucapan Arjuna barusan. Apa katanya? Daddy sudah punya calon untuknya? Siapa? Kenapa Daddy nggak pernah mengatakan apa pun selama ini?Mungkin pertanyaan itu bukan hanya ada dalam benak Shanum saja. Tetapi semua yang ada di sana. Khususnya Shaki. Pria itu pun lantas menanyakan siapa pria yang sudah menyalipnya itu?"Siapa pun dia, nanti juga kalian akan tahu jika sudah saatnya." Daddy ternyata memilih merahasiakan pilihannya tersebut. "Loh, nggak--""Yang harus kamu ingat, Shaki." Daddy sengaja menyela ucapan Shaki. "Pria pilihanku itu lebih bisa dipercaya ucapan dan janjinya. Tidak seperti kamu, ngakunya cinta sama Shanum dan mau berubah, tapi masih saja kencan dengan model-modelmu itu dibelakangnya. Bahkan sampai keluar masuk hotel!"Shaki langsung gelagapan mendengar ucapan Daddy. Mungkin dia tak menyangka Daddy akan tahu rahasianya itu. Ah, Shaki terlalu meremehkan Arjuna.Sementara di tempatnya, Shanum hanya bisa mendesah berat. Benar kata bunda, tidak m
"Shaki!" pekik pelan Arletta ketika sudah sampai di sumber suara, menemukan salah satu dari anak kembarnya sedang setengah di seret oleh Frans agar mengikuti langkahnya. Frans hanya menoleh sejenak, tapi tetap melanjutkan langkah menuju ruang keluarga di mana sang Daddy dan Bunda tengah berada. Gegas saja Shanum dan Arletta mengikuti langkah Frans dibelakang.Bruk!Sesampainya di ruangan itu, Shaki di dorong agak keras hingga pria itu pun bersimpuh tepat di hadapan Daddy Arjuna. "Dia ketahuan mengendap ke kamar Nona besar di atas." Frans melapor tanpa diminta.Sementara Shanum makin bingung dengan laporan Frans. Daddy Arjuna sediri malah menatap Shaki dengan sorot jengah. Lalu melempar tatapan pada Arletta. "Bagaimana, Let? Menurutmu harus kuapakan anakmu ini?" tanya Daddy kemudian. Arletta mendesah berat lalu memijat keningnya yang mendadak pening. Anaknya yang satu itu memang susah sekali di atur."Shaki, Shaki, sebenernya kamu tuh bisa patuh nggak, sih? Mama capek loh ngomong s
Seiring dengan tersiarnya kabar 'Putri Sulung Keluarga Setiawan telah melahirkan', semakin ramai pula tamu yang datang berkunjung.Tak hanya dari kalangan keluarga dan sahabat mereka saja. Rekan bisnis, atau sekedar kenalan pun seolah tak ingin ketinggalan. Seperti yang kalian tahu, jangankan dalam negeri, diluar negeri pun nama besar Keluarga Setiawan lumayan di perhitungkan.Tak ingin sampai anak dan cucunya terganggu, juga demi menghindari bahaya yang mungkin saja tengah mengintai. Arjuna pun lantas membatasi kunjungan dan memperketat pengamanan di sekitar rumah sakit tempat Shanum berada. Tidak dibiarkannya orang sembarangan mendekat. Hanya yang karib dan orang-orang tertentu saja pokoknya. Itu pun setelah melewati pengecekan ketat dari Frans. Shanum tahu semua yang di lakukan Daddynya, dan dia tidak keberatan. Ia mengerti sang Daddy hanya ingin yang terbaik untuknya dan si buah hati. Namun, yang ia tidak mengerti adalah ... Kenapa Mr Chen menjadi salah satu dari yang diijinkan
Setelah hampir tiga jam tak sadarkan diri setelah dibawa ke ruang perawatan. Shanum akhirnya membuka matanya. Hal itu pun di sambut penuh suka cita dari keluarganya yang sudah berkumpul di ruangan tersebut."Sayang, bagaimana perasaanmu?" Karina bertanya dengan lembut dan perhatian. Shanum menggeleng lemah. Meski sebenarnya badannya terasa lemas dan nyeri di beberapa bagian. Shanum menganggap itu wajar. Bukankah dia baru saja mengalami sebuah insiden. Ah, benar juga! Mengingat itu, lengan Shanum sontak terangkat dan mengusap perutnya, yang tadinya membukit, kini telah rata."Bun, bayiku?" tanyanya agak panik. Bunda Karina tersenyum hangat. "Tenang, sayang. Bayimu ada. Sekarang masih di kamar bayi.""Nanti Daddy suruh orang untuk membawanya ke sini." Arjuna menambahkan. Membuat desah lega terdengar dari Shanum. "Tapi ... dia baik-baik saja kan, Bun?" ternyata kekhawatiran Shanum belum sepenuhnya hilang.Bunda tersenyum lagi. "Dia baik-baik saja, sayang. Sehat dan sempurna.""Juga t
Syukurlah Shanum akhirnya bisa melewati masa kritisnya berkat Mr Chen. Dia sudah dipindahkan ke ruang perawatan, tinggal menunggu untuk siuman. Karina pun sudah bertemu Mr Chen dan mengobrol banyak hal. Pria itu menunjukan banyak bukti tentang keterikatan darahnya dengan Shanum. Membuat Karina akhirnya bisa menerima kenyataan jika putrinya memiliki keluarga lain selain mereka. Arjuna sendiri tahu fakta barusan beberapa hari setelah pertemuan di kantornya, yang melahirkan kecurigaan pada sikap Mr Chen terhadap sang putri. Sebagai seorang ayah, dia tentu tak ingin sampai anaknya jadi buruan penjahat birahi. Karenanya, ia segera meminta anak buahnya melakukan penyelidikan di bantu Raid untuk penyelidikan lebih dalam. "Jangan membuatku cemburu dengan melihat putriku seperti itu Mr Chen. Anda tahu, saya ini sangat posesif sebagai kepala keluarga. Saya tak segan mematahkan leher orang jika sudah sangat cemburu," tegur Arjuna dengan nada bercanda. Meski begitu, tetap ada ketegasan dan p
Arjuna langsung meninggalkan ruang rapat setelah mendengar laporan tentang Shanum. Tak perduli rapat sebenarnya masih berlangsung, Arjuna tetap pergi begitu saja. Toh, ada Arsen yang pasti akan menyelesaikan semuanya."Antarkan aku ke Setiawan Healty secepatnya!" titahnya pada sang sopir. Tak menunggu perintah dua kali, sopir tersebut pun langsung tancap gas. Sementara itu Arjuna segera menelepon kepala pelayan di rumahnya dan meminta rekaman cctv di rumah. Ia ingin tahu kenapa Shanum sampai mengalami pendarahan hari ini? Padahal saat kemarin ditinggalkan putrinya itu masih baik-baik saja. Arjuna juga ingat jika sekarang belum HPL kandungan Shanum.Sepanjang perjalanan Arjuna tak bisa tenang sedikit pun. Otaknya terus saja mengingatkan dirinya pada kenangan kelam di masa lalu. Saat Karina kritis dan kehilangan anak pertama mereka. Rasanya dejavu. Kekhawatiran ini. Rasa takut ini semua sama. Arjuna benar-benar tak ingin berada di posisi itu kembali.Setelah melakukan perjalanan yang