“KAU TIDAK AKAN pernah lebih baik dariku, Kei Hasegawa. Tanganmu sama kotornya denganku. Aku sudah dengar banyak tentang kau yang sebenarnya. Nogawa mengatakan semuanya padaku, tentang kau yang hampir membunuhnya. Membunuh bukanlah hal yang sulit buatmu, ‘kan? Kau sama sepertiku—pembunuh, orang yang tidak berhak mendapatkan kebahagiaan dan akan terus terjebak dalam kesendirian, ditolak dan tidak diterima. Camkan itu sebelum kau menyumpahi pamanmu sendiri, Nak.”
Citra berubah menjadi merah darah, diikuti oleh jerit kesakitan. Kaki ingin berlari, tetapi dihalangi berat yang tak terlihat. Kei merasakan hantaman di perut, dia yang terjatuh. Udara seolah ditarik paksa dari paru-paru. Napas tersekat, berat, dan sesak. Telapak tangan mengepal, erat.
Ketika membuka mata, warna putih terang memenuhi penglihatan. Kei mengerjap, mulai menyesuaikan cahaya yang seolah menusuk mata. Dia menoleh ke sekeliling, mengamati ruang tengah sebuah apartemen; merasakan lembut sofa
RUMOR MIRING YANG tersebar tidak luput dari pengetahuan Kei. Menjadi anggota keluarga berada membiasakannya untuk menghadapi kondisi semacam ini. Dia hanya sedikit tidak menyangka bahwa rumor yang beredar akan sangat besar. Para karyawan semakin berani mencuri pandang. Mereka juga sempat berbisik-bisik, bertanya tentang berita burung yang menyebar. Semua tatapan dan bisikan itu lenyap setelah Kei memandang mereka secara langsung. Kurata, sang asisten pribadi, seolah ikut terdampak rumor. Kei tahu, banyak orang yang mencoba mengonfirmasi gosip melaluinya. Entah itu karyawan Izanagi, kenalan jurnalis, atau rekan kerja dari perusahaan lain. Ketika Kei memanggilnya masuk, dia kelihatan lelah. Kurata kelihatan ingin bertanya, tapi tak punya keberanian yang cukup untuk mengutarakan pertanyaan. Dia hanya menyerahkan kunci mobil yang diminta sang atasan. Kepalanya menoleh dengan kilat ketika Kei kembali memanggilnya. “Ya, Hasegawa-san?” Kei tengah mengenakan
AIRI SEDANG INGIN sendiri. Dia merasa perlu menata pikirannya, mencoba menghilangkan perih yang masih menghantui. Bertemu Kei dengan tidak sengaja jelas-jelas bukan bagian dari rencana. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Pandangan mata mulai menggelap. Orang-orang mungkin akan terheran pada kacamata hitam yang masih bertengger bangga di hidungnya. Akan tetapi, Airi memilih risiko ini. Dia sedang malas memoles wajah demi menghilangkan bengkak di matanya. Menyembunyikan bukti tangis dengan kacamata hitam dirasa jauh lebih simpel. Kaki masih mengayun stabil, berbeda dengan hela napas yang mulai berantakan. Sejak kembali ke Tokyo, dia sama sekali belum kembali mencoba untuk berolahraga. Penurunan staminanya teramat kentara. Tungkai dan paha mulai terasa berat, menolak untuk digerakkan. Padahal, dia baru berlari beberapa putaran. Ayunan kaki yang melambat sudah tentu diprediksinya. Airi menarik dan mengembuskan napas dalam, mencoba menstabilkan detak jantung. Tak per
SELEPAS PULANG DARI kantor, Airi segera bersiap-siap untuk pergi ke Fukui, sesuai dengan rencana yang kemarin disepakati. Pagi tadi, Kazuki sudah mulai berangkat sekolah. Dia meminta izin untuk menghadiri training camp yang diadakan oleh klub voli. Aktivitas Kazuki mempermudah Airi untuk meninggalkan apartemen. Dia jadi tak perlu menyuruhnya menginap di rumah Ethan.Kepergiannya ke Fukui hanya diketahui oleh Kazuki. Dia tak berniat memberi tahu Ethan sebelum mengetahui kejelasan mengenai keluarga Ozuki ini. Belum ada penjelasan yang bisa Airi utarakan pada lelaki itu. Dia juga belum ingin kembali membahas tentang nasib hubungannya dengan Hiroki. Tutup mulut sesaat adalah pilihan terbaik yang sekarang dia punya.Airi menyisir rambut untuk terakhir kali. Dia memandang refleksi dirinya melalui cermin. Bengkak di matanya sudah mereda. Kali ini benar-benar hilang, disamarkan oleh riasan wajah sederhana. Mata mengerling pada jam dinding. Tepat sesuai dugaan, ponseln
KETIKA TERBANGUN DARI tidur, Airi mendapati ranjang di sebelahnya yang kosong. Tempat tersebut tampak rapi, tak tersentuh, seolah Kei memang tidak tidur di sana. Pandangan Airi seketika langsung mengedar. Dia menarik napas pelan saat melihat keberadaan sang pria di sebuah sofa alih-alih tempat tidur yang telah disediakan. Posisi sofa yang memunggungi tempat tidur sempat menyulitkan Airi untuk mengetahui keberadaan Kei.Sinar matahari di luar sana tampak bersinar terang, meski jam dinding masih menunjukkan pukul lima. Airi menjauh dari jendela. Dia bergegas mencuci wajahnya dan hendak mengambil jubah mandi yang terlipat rapi di atas nakas. Musim panas memang akan selalu mendorong orang-orang untuk mandi pagi. Airi tak terkecuali. Urusan pakaian ganti akan dia pikirkan nanti.Langkah kakinya terhenti ketika mendengar berat suara sang pria.“Kau tak membangunkanku?” Kei berkata dengan nada serak khas bangun tidur.Airi menoleh, melihatnya mengali
AIRI DAN KEI membungkuk sopan pada Sara. Mereka berdua sudah hendak pergi setelah jam istirahat Sara selesai. Tawaran untuk tinggal lebih lama ditolak dengan sopan oleh mereka.“Jangan sungkan untuk kembali menghubungiku, Airi,” ungkap Sara ketika mengantarkan mereka hingga ke tanah lapang. “Aku ingin bertemu Kazuki-kun,” tambahnya.Airi mengulas senyuman.“Tentu saja, Ozuki-san. Saya akan menghubungi Anda lagi dan berkunjung ke sini bersama Kazuki dan Shizune.”Sara berdecak pelan. Dia mengibaskan tangan.“Tak perlu lagi bicara formal padaku, Nak. Aku ini bibimu,” komentarnya. “Jaringan yang dimiliki keluarga kita juga cukup luas. Kau bebas meminta bantuanku kalau memang memerlukannya.”Mendapatkan tawaran mendadak semacam itu masih terasa aneh untuk Airi. Dia bahkan belum selesai mencerna semua informasi baru yang barusan didapatnya. Pernyataan Sara hanya dijawab dengan tawa segan
TRIP DUA HARI di Fukui memang cukup memberinya jeda dari urusan pekerjaan. Airi sempat merenggangkan badan melalui voli dadakan itu. Ia juga masih punya sisa satu hari setelah pulang dari sana. Hari Minggunya ia habiskan di apartemen saja, melakukan pekerjaan rumah dan meluangkan waktu untuk dirinya sendiri, memberi ruang untuk sedikit bernapas. Airi tahu, momen bersantainya telah habis begitu hari Senin datang.Rutinitas pagi berlangsung seperti biasa. Saat itu, Airi sempat mendapatkan kabar dari Kazuki yang akan pulang sore nanti. Airi mengatakan kalau ia akan pulang sedikit terlambat dari biasa. Kazuki diminta untuk memesan makan malam sendiri, tak perlu menunggunya. Alasan keterlambatan Airi memang dapat dimaklumi. Hari ini, ia takkan menghabiskan waktunya di kantor seperti biasa. Proyek kerja sama Hiraishin Picture dan Izanami Studio sudah mulai berjalan. Ia mempunyai rapat penting di sana.“Jangan lupa ingatkan Okumura-san untuk ikut dengan kita,” uja
KETIKA AIRI MEMBOLEHKANNYA berkunjung, Kei sempat menatap dengan tidak percaya. Dia ingin memastikan kalau perempuan ini bukan sekadar bercanda.“Parkirannya ada di sana,” kata Airi saat itu, tak begitu memperhatikan sorot mata Kei.Alih-alih menurunkan Airi di tepi jalan, Kei mengarahkan mobil menuju lahan parkir. Airi segera melepas sabuk pengaman dan bergagas turun begitu mobil dihentikan. Mereka berjalan beriringan, menariki lift hingga sampai di lantai yang dituju. Saat hendak memasukan kode sandi apartemen, Airi menoleh.“Jangan lihat,” katanya, sangat blak-blakan.Kei menaikkan sebelah alis.“Apakah kau lupa? Aku bisa meretas sistem keamanan di gedung ini dengan mudah.”Airi menahan diri untuk tak memutar bola matanya.“Tolong, jangan lakukan itu.” Dia mengulang pernyataan tadi. “Jangan lihat. Tolehkan kepalamu.”Kei hampir mendengkuskan tawa. Walau begitu, dia
TATAPAN YANG DITUJUKAN pada Airi sama sekali tak ditutup-tutupi. Kei baru menoleh ketika hendak menyantap makan malam. Pada momen sunyi itu, Airi memutuskan untuk membuka mulut. “Apakah Jia Huang akan baik-baik saja?” Pertanyaan tersebut sama sekali tidak disangka oleh Kei. Dia mengerutkan kening samar, menoleh pada Airi. “Kau mengkhawatirkannya?” Ada nada heran dalam pertanyaan Kei. “Dia sudah mengolokmu dengan kurang ajar.” Airi masih mematrikan pandangan pada makanan, mengaduknya tanpa minat. “Olokan itu tidak relevan, aku tak tersinggung.” “Sedikit pun?” “Sedikit pun,” tutur Airi. “Aku bukan orang yang dia kira, aku tak perlu marah pada ejekan tak berdasar seperti itu.” Kali ini, barulah Airi membalas tatapan Kei. “Dan ya, aku mengkhawatirkannya. Hanya dengan melihat dan mendengar ucapan perempuan itu, aku tahu, dia terobsesi padamu.” Tak ada emosi yang berarti pada air muka Airi. “Kau tahu dia menyukaimu. Kau meman
EMBUSAN ANGIN SALJU tampak membekukan. Tumpukan es telah menutupi sebagian besar tanah lapang. Airi sedang memikirkan nasib tumbuhan di dalam rumah kaca yang dilihatnya ketika seseorang datang, membawakan seduhan teh panas untuk mereka berdua. "Teh hijau adalah favoritku. Kuharap kau menikmatinya juga." Mei Hasegawa tersenyum dan duduk di seberang Airi. Dia memperbaiki baju hangatnya, menyilangkan kaki, dan mulai menyesap minuman panas itu. Airi menghirup segar aroma teh. "Sebenarnya bukan favorit. Saya hanya sering mengonsumsinya saja." Airi sedikit mencicip, merasakan hangat yang memanja indra perasa. "Sering mengonsumsi akan membuatmu terbiasa," ujar Mei sambil melengkungkan senyum. "Ah, aku lupa mem
SEJAK MEREKA MENJALIN hubungan serius, Kei belum pernah semarah ini. Airi bisa menanganinya dengan mudah kalau mereka hanya dihalangi kesalahpahaman, bukan dihalangi oleh keputusan sepihak yang dibuatnya.Sikap diam Kei nyatanya jauh mengkhawatirkan dibandingkan dengan sikap tegasnya yang biasa. Karena kondisi ini, Airi bahkan mengubah rencana menginapnya dan Yugao. Dia tak menghabiskan waktu di penginapan kantor, tapi langsung melakukan check in ulang begitu urusan kerjanya di hari kedua selesai.Pesan balasan dari Lucy, sang kawan baik, datang. Dia tampak tak masalah pada penundaan pertemuan mereka. Airi mengembuskan napas lega. Dia meletakkan tas tangan begitu saja di atas nakas. Kemudian berbaring di atas ranjang. Kedua mata menutup rapat, membayangkan guyuran hujan salju
KESEHARIAN AIRI HINGGA akhir tahun berlangsung jauh lebih normal dari yang dia duga. Menjalin hubungan dengan Kei nyatanya tidak begitu menjungkirbalikkan hidupnya. Sejak tereksposnya hubungan mereka, dia memang jadi lebih sering dihubungi wartawan majalah. Pada awalnya, mereka memang hanya memeras informasi mengenai Airi Ishihara yang merupakan kekasih Kei Hasegawa. Dia hanya dikenal sebagai kekasih seorang pengusaha kaya, bukan seorang wanita dengan karier dan pencapaiannya sendiri. Akan tetapi, selang beberapa waktu, orang-orang mulai menyadari kalau Airi bukan sekadar wanita pendamping saja. Mereka mulai menyoroti nama Airi, dia yang berhasil meniti karier dari seorang asisten produsen hingga menjadi pemimpin sebuah industri perfilman. Eksposur yang demikian jelas-jelas menguntungkan. Airi tidak merasa terganggu lagi. Dia juga mendapatkan lebi
AIRI TAK BEGITU terkejut ketika mendengar berita kerja sama Hasena dengan Huang Industrial Group. Selama ini, dia mengira kegagalan relasi pribadi Kei dan Jia akan berimplikasi besar terhadap status kerja sama perusahaan mereka. Setelah lebih mengenal Kei, Airi pun mengerti. Kei takkan menyia-nyiakan kesempatan besar itu hanya karena masalah pribadi. Dia telah memastikan Huang bergantung padanya, membuat mereka mau tidak mau mempertahankan relasi yang telah terjalin. Strategi bisnis pria itu … Airi cukup mengaguminya. Namun, di saat yang sama dia masih sering diliputi tanya. Bagaimana kalau suatu hari nanti pria itu mengambil keputusan ekstrem yang menurut Airi tak dapat dibenarkan? Cahaya pagi di musim semi menyadarkan Airi dari lamunan. Dia menghabiskan cokelat panasnya dan segera beranjak ke dalam apartemen. Seperti yang pernah dibicarakan dengan Kei
ENTAH BERAPA TAHUN Kei menantikan momen ini tiba, momen ketika paman congkaknya terlihat marah dan menderita berkat kekalahan yang menimpa. Persis seperti prediksinya, proses persidangan berjalan lancar seperti yang dia harapkan. Rodo Hasegawa terjerat pasal berlipat, pasal mengenai penggelapan dan pencucian dana serta pasal tentang percobaan pembunuhan. Kejahatan kerah putih yang dilakukan Rodo tidaklah sedikit. Seluruh kecurangannya di bidang finansial cukup menggunung. Kei sudah merasa cukup dengan tuntutan itu. Uluran tangan Airi benar-benar memberatkan tuntutan yang menjerat Rodo. Konsekuensi tindakan rencana pembunuhan memang mendapatkan hukuman yang cukup berat. Oleh karena itu, rencana hukuman penjara yang awalnya berselang lima belas tahun, kini menjadi maksimal tiga puluh tahun. Dari hasil ketukan palu, hukuman Rodo ditetapkan menjadi du
“PROSES ITU TAKKAN mudah, tapi semuanya akan berjalan lancar.” Adalah kalimat Kei yang sempat Airi ragukan.Selama kurun waktu sebulan ini, terdapat banyak hal yang terjadi. Airi merasa kewalahan dan terburu-buru, sulit untuk tenang, seolah dia sedang dituntut untuk berlari secepatnya selagi melepaskan diri dari jerat di belakang sana. Dikenal menjadi pasangan Kei Hasegawa tidaklah mudah. Menjadi penuntut hukum seseorang dari keluarga Hasegawa tidaklah enteng. Airi masih dihantui oleh ledakan besar yang hampir merenggut nyawanya. Dia masih sering terbangun di tengah malam, tersentak hebat karena peristiwa tersebut masih mengejarnya hingga ke alam mimpi.Airi telah melalui banyak kesulitan sepanjang hidupnya. Akan tetapi, sekarang adalah salah satu masa yang membuatnya lelah. Pemberitaan di berbagai media elektronik, bisikan gosip d
SEPERTI PERKIRAAN KEI, sidang pertama Rodo Hasegawa memang dilaksanakan satu minggu kemudian. Airi sempat mendengar beritanya kemarin. Pagi tadi, Kei juga sempat menghubunginya, memberitahukan mengenai dia yang akan hadir di persidangan. Proses peradilan itu bersifat terbuka sehingga masyarakat umum diperbolehkan datang, asal tidak mengganggu proses peradilan. Airi akan mencoba datang juga kalau saja dia tidak mempunyai agenda tersendiri.“Catatan rapat tadi sudah saya back-up pada akun perusahaan, Ishihara-san. Apakah ada yang perlu saya agendakan lagi untuk hari ini?” ujar Mayumi, sekretaris sementara Airi.Kolega kerja mereka sudah meninggalkan ruang pertemuan. Airi pun menoleh pada Mayumi yang telah selesai berberes.
PENAHANAN RODO HASEGAWA memudahkan polisi melakukan pengusutan lebih lanjut. Mereka bekerja sama dengan detektif swasta yang dipekerjakan oleh pengacara penuntut utama. Tak hanya Rodo dan Seizu, nama Toshiki Furuma juga sudah ikut terseret. Salah satu anggota dewan paling berpengaruh itu sudah mendapatkan surat panggilan dari polisi sejak tiga hari lalu. Dari beberapa tahun terakhir, baru kali ini kepolisian pusat menangani kasus yang melibatkan tiga orang besar sekaligus. Pemberitaan kasus pun jadi semakin marak diperbincangkan. “Rodo adalah anak angkat kakekku. Dia tidak sedarah dengan paman ataupun ayah,” jelas Kei. Pintu geser kaca di dekat dapur tampak sedikit terbuka, menampakkan sinar matahari pagi yang masih terasa hangat. Tata letak rumah milik sang lelaki memang jauh lebih lenggang dan terbuka. Mereka dapat melihat keberadaan taman belakang melalui pintu geser yang ada di sana. Airi baru selesai memasukkan es batu ke dalam wadah berisi minuman rasa
AIRI TIDAK INGAT kapan dia terlelap. Matanya tertutup begitu saja setelah mendaratkan diri di atas ranjang. Dia sudah sangat mengantuk sejak selesai berendam. Ketika mengerjap, dia tak tahu sudah jam berapa. Kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Sampai kemudian dia merasakan erat rangkulan di belakangnya, juga hangat ciuman yang menjatuhi perpotongan lehernya.Airi sempat lupa kalau dia sedang tinggal di apartemen sang kekasih. Harum maskulin menggelitik hidung. Airi menoleh, menatap dalam remang cahaya kamar.“Aku ketiduran,” ungkap Airi, terdengar parau. “Maaf, tak sempat menunggumu.”Kei hanya membalas dalam gumaman. Dia tak mengatakan apa pun ketika kembali mengeratkan pelukan. Kecupan panas itu lagi-lagi hadir pada lekuk leher Airi, terus hingga rahang dan belakang telinga. Airi kontan meremang.“Ada apa?” tanya Airi, bernada rendah.“Kenapa kau tidak tidur di kamarku?” gumam Kei, sedikit tere