Share

Keputusannya

Penulis: Nafish Grey
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ketika memelukmu erat.

Aku lebih kaya dari raja.

Aku merasa sangat bahagia.

Ketika kehilanganmu.

Aku lebih miskin dari pengemis.

Rasa sakit ini begitu dalam.

Siapa yang tertawa, siapa yang menangis.

Pribadi yang berlaku dua karakter.

Semakin tenggelam ke dalamnya.

Semakin menyiksa.

Kenangan itu terus berputar.

Tahu pasti aku akan jatuh jika tetap melangkah maju.

Kembali dalam kesepian, memegang penyesalan.

Apa yang tersisa di akhir perjalanan cinta.

(King and beggar : Hua Chen Yu)

Lamat-lamat suara merdu itu membangunkanku. Sesuatu yang hangat menangkup jemariku.

Ah ... tangan hangat ini, Axelku.

Mataku mengerjap beberapa kali, menatap Axel di samping tempat tidur. Kepala tertunduk, matanya terpejam, memeluk tanganku ke pipinya. Ia melantunkan nyanyian yang indah. Aku baru tahu suara Axel s

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Shadow Under The Light   Laguna

    Kantor surat kabar Laguna. Tempat di mana semua ini bermula. Pertama kali aku dikhianati, mencoba bunuh diri dan bertemu dengannya.Tempat ini, adalah awal segalanya.Gedung Tujuh lantai itu menjulang tinggi, mengirimkan cahaya menyilaukan mata oleh pantulan kacanya. Terik matahari siang membakar kulitku. Bibir pecah dan tenggorokanku kering kerontang.Noda darah di bajuku membuat setiap mata yang lewat memandang dengan curiga, tak kuhiraukan semua tatapan penasaran mereka.Melalui tangga samping aku naik hingga rooftop, tempat ini memang terbuka untuk umum selama jam kerja.Kakiku gemetar mencapai tangga teratas, dengan napas memburu kusentak pintu atap hingga terbuka.Angin dingin segera menerpa, menerbangkan rambut berantakanku menutupi wajah. Di sana berdiri tiga sosok yang saling berhadapan.Si tubuh besar Lewi, Madam Gie yang elegan dan ... Axel. Air mataku luruh.Axel ... Axelku. Kenapa kau tinggalkan aku?

  • Shadow Under The Light   Dear Manis

    Pernahkah kau merasa hampa? Seperti boneka yang dikendalikan. Semua menjadi semu. Pernahkan kau berjalan di tengah keramaian kota, tetapi tak mendengar suara kebisingan? Semua menjadi hening. Pernahkan kau ingin menangis? Namun, air mata telah habis terkuras. Semua terasa melelahkan. Pernahkan kau merasa seakan mati? Ketika masih bernapas. Semua terasa bagai ilusi. Saat semua rasa menjadi hilang, hanya kebas yang tersisa. Yang kuingat lamat-lamat hanyalah ucapan Madam Gie, dia akan mengurus semuanya, aku bahkan tak perlu melihat mayat mereka. Tubuhku menubruk pejalan kaki, mereka memandang risih dan menghujatku sambil berjalan pergi. Kenangan bersama Axel membuat lututku terasa goyah, aku menyandar pada dinding kaca sebuah toko. Memukul dadaku kuat-kuat, merasa sesak. Senyumnya, tangisannya, aroma tubuhnya, semua bagai hologram di pelupuk mataku.Aku mendengar suaraku tertawa pelan, s

  • Shadow Under The Light   Kebenaran

    Pria bertubuh besar itu menepuk bahu temannya, si pemuda tak menghiraukannya, menatap pesawat yang sedang melintas di udara, meninggalkan lintasan awan memanjang. "Dia sudah pergi, kau baik-baik saja?" tanya wanita paruh baya di sampingnya. Pemuda tampan itu menghela napas. "Ya," jawabnya kemudian. "Ingat ... janjimu, sepuluh misi ... ke depan kau ... yang ambil ... alih." Sang pria bertubuh besar mengingatkan. "Tak pernah terpikirkan olehku, kau akan memakai cara ini untuk melepaskannya," timpal si wanita. "Dia tidak akan terima perpisahan biasa, kau tahu bagaimana dirinya," jawab pemuda itu. "Otakmu ... memang luar ... biasa, merancang ... pembunuhan dirimu sendiri, tapi ... pertarungan ... kita memang tidak ... sia-sia, setidaknya ... latihan untuk ... memperkuat diri." Pria besar itu terkekeh senang, menampilkan gigi runcingnya. Sang pemuda membuang wajah, gurat kesedihan tergambar di romannya. Ia menengadah, menahan cairan

  • Shadow Under The Light   Perjuangan

    Namaku Eli, yang berarti tumbuh. Aku akan tumbuh kuat, berjuang dalam kerasnya hidup ini. Tidak! Aku bukanlah si Manis yang kalian kenal dulu. Si Manis yang lemah, kosong, dan tak sanggup berbuat banyak.Dia telah mati, bersama Axel.Kakiku menendang sisi tubuhnya, sementara ia menahan dengan samping lengan kiri. Aku bersalto kembali, menghindari sapuan bawahnya. Pria itu terhuyung ke belakang. Meludah sejenak lalu kembali melompat dengan tinjuan amarah ke bagian perutku.Ok! Aku memantau melalui sudut mata, melihat arah tendangannya datang. Tubuhku berjumpalitan ke arah pria itu, menyarangkan tendangan berputar. Sang pria menjadikan lengan sebagai tameng, tapi ia tak menyadari sikuku yang mencapai sisi kepalanya. Hantaman terdengar keras, tepat mengenai telinga kirinya. Ia terjungkal ke belakang sambil berteriak kesakitan."Cukup! Ms. Gregory menang!" Wasit mengangkat tangan, menyuruh kami kembali ke temp

  • Shadow Under The Light   Alpha Tim B

    Tok ... tak!Gema sepatu hak tinggi bergaung di lantai licin bandara ini. Aku melenggang bak model papan atas. Tak pernah menyangka akan menggunakan high heels lagi setelah selama lima tahun ini berkutat dengan sneakers dan flat shoes.Kubuka kacamata hitam yang menutupi mata sembapku, menatap tajamnya sinar matahari siang.Ah ... sesuatu yang basah meluncur menuruni pipi. Waktu seakan tak berlaku bagiku, luka ini tak kunjung sembuh. Masih menganga, seakan kejadian itu baru terjadi kemarin.Axel ... Axelku.Setiap napas yang kuhela selalu melantunkan namanya. Aku ... tidak akan pernah bisa jatuh cinta lagi. Tidak ada makna berlebihan di dalamnya. Ejekan yang kalian lontarkan tidak akan bisa merubah hatiku. Kalian hanya tidak pernah merasa kehilangan, sakitnya, kesepiannya. Setiap tarikan napas terasa menyesakkan. Bayang

  • Shadow Under The Light   SMA Royal

    "Kau siap?" tanya Eve, ia mematutku dari atas hingga ke sepatu kets hitam yang kukenakan. Aku mengangguk, berharap ia tak melihat lingkar hitam di bawah mata karena semalaman aku hampir tak bisa menutup mata. Lagi dan lagi, membaca data diri anak bernama Owen. "Hei, Mama, pagi!" sapa Boni, ia tergelak melihat penampilan Eve pagi ini. Wanita itu mengenakan gaun selutut dengan jepit di rambut pendeknya dan kacamata yang menambah kesan usia matang. "Jangan! Tutup mulutmu!" Eve memperingatkan dengan menggoyangkan jari telunjuknya. "Pagi, Sayang," sapa Jodi, mengecup lembut pipi Eve. Dia sangat menghayati peran ini, lain dengan Eve yang langsung mendelik tak senang. Aku hampir tertawa melihat interaksi ketiganya. Hampir, demi menjaga kesopanan supaya mama tidak marah. George telah siap di balik kemudi, melambai tak sabaran pada kami. "Cepatlah, ini hari pertama Ellena!" t

  • Shadow Under The Light   Membuat Dia Marah

    Aku meneguk ludah gugup. Alis tebal Owen menurun tajam, matanya menyipit tak senang."Kau mata-mata?" bisiknya.Aku mengedip lambat, pura-pura mencerna kalimatnya. "Apa maksudmu?""Jangan berpura-pura. Perlihatkan telingamu.""Telinga, kenapa?" Sengaja mengulur waktu, aku berbicara cukup keras untuk mengundang perhatian murid lain."Perhatian!" Bu Yuanita memukul papan tulis.Aku menoleh terkejut, menarik cepat earpiece kepala peluru dan melemparkannya ke bawah meja."Maaf Bu, aku bertanya pada Owen tentang soal ini." Aku menunjuk asal ke soal yang baru kusalin.Bu Yuanita berdeham. "Ya sudah, lanjutkan lagi, jangan ribut," pesannya.Aku mengangguk antusias.Setelah Bu Yuanita kembali fokus, jemari Owen mencolek bahuku meminta perhatian. Aku bersikukuh tak menoleh, pura-pura sibuk. Bahkan menjatuh

  • Shadow Under The Light   Dianggap Abnormal

    Mereka tahu, apa yang terjadi antara aku dan si anak ingusan bermata biru.Well, kekacauan besar terjadi di rumah. Hari pertama yang hangat berubah menjadi sedingin es setelah hari kedua. Great!Sialnya mereka baru menyadari merekrut agen yang tak bisa merayu dan hanya bisa melemparkan kalimat sarkastis. Too late.Entahlah, aku merasa memang bukanlah diriku yang dulu, si penakut, si pengecut, si lemah dan si penurut. Si manis sudah mati lima tahun lalu.Eve mengomeliku hampir satu jam. Sementara Boni dan Jodi keluar untuk mengawasi si anak ingusan menggunakan tablet dengan sinyal dari pelacak kecil yang kupasang."Maaf," ucapku tanpa perasaan bersalah.Eve memijit pelipisnya. "Aku tidak akan melaporkan kekacauan yang kau buat hari ini, besok mulailah mendekati Owen lagi."Aku mengangguk pelan. "Kau tidak ikut dengan mere

Bab terbaru

  • Shadow Under The Light   Perpisahan

    "Apa?" tanya Axel tak percaya."Aku mengandung anakmu, kau ingat waktu itu?" Aku menunduk malu, terlalu takut dengan penolakan dari bibir pria ini."Benarkah, sungguh!" Suaranya berubah penuh sukacita.Aku baru berani menatapnya. "Dokter baru memberitahuku tadi," lirihku."Milikku?""Ya, hanya kau yang melakukannya tanpa proteksi."Senyum merekah, wajah pria tampan itu seketika menguarkan cahaya kebahagiaan."Aku ... akan menjadi ayah?" tanyanya tak percaya."Ya," jawabku pelan.Axel berusaha meraih wajahku dan menanamkan kecupan pada keningku. "Aku mencintaimu, Eli. Kekasihku, separuh jiwaku."Hatiku bergetar, tersentuh oleh pernyataannya. Namun dalam sekejap, kebahagiaan itu sirna ketika Axel menyadari kenyataan di masa depan."Aku ... tidak akan bisa mendampingimu, membelikanmu makanan yang kau inginkan saat ngidam, aku ... tak bisa menggenggam tanganmu saat kau melahirkan bayi kita."

  • Shadow Under The Light   Kabar Tak Terduga

    "Ms. Ellena, ini hasil pemeriksaannya." Dokter itu menatapku dengan senyum terkembang lebar pada bibir tipisnya."Ya," jawabku pelan. Masih merasa pusing setelah terbangun dari pingsan.Dokter melirik kehadiran George, Boni, Jodi, dan juga Eve."Tidak apa-apa, langsung katakan saja, Dok." pintaku."Selamat, Anda sedang mengandung.""Apa?" Seketika keempat rekanku berteriak terkejut."Maksud Dokter?""Ya, kandungan masih sangat kecil. Satu bulan."Apa? Bagaimana mungkin? Seketika bayangan pemaksaan itu kembali hadir dalam benak. Oh ya benar, Axel melakukannya tanpa proteksi waktu itu. Di saat seperti ini, kenapa harus terjadi."Selamat ya. Jaga kondisi, istirahat cukup agar morning sicknes tak semakin parah," pesan dokter itu sebelum pergi.Setelah pintu ditutup, Eve segera mendekatiku. "A

  • Shadow Under The Light   Koma

    Jeritanku membahana membelah kericuhan di tengah baku tembak. Perlahan, priaku menoleh menatap tangan gemetar ini.Tidak. Bukan aku yang menembak. Kami telah dikelilingi para polisi berseragam anti peluru dari lantai empat. Asad, berikutnya mendapat tembakan setelah Axel, tepat di kepalanya. Pemuda berambut keriting itu jatuh dengan suara berdebum keras."Tenanglah, kau aman sekarang!" Seseorang memelukku dari belakang, menyeretku pergi sementara dalam kegamangan aku melihat Axel terhuyung jatuh bersimbah darah.Jiwaku seakan meninggalkan raga. Hampa. Kosong. Tanpa kehendak tubuhku dibawa pergi. Semua menjadi kesunyian abadi. Berkomat-kamit dalam gerak lambat membuatku berkedip bingung. Otakku tak mau mencerna. Tubuhku gemetar hebat. Dan kegelapan absolut menelanku dalam kedamaian.***Suara dengungan mesin membangunkanku. Aku mengedip bingung mencerna plafon putih di atas kepala.

  • Shadow Under The Light   Dia Terluka

    Asap mengepul dari salah satu pojokan. Aku bisa melihat dari sini rombongan pria memakai rompi khusus sedang membidik ke arah tersebut.Jantungku bertalu semakin kuat. Memohon dalam hati semoga di sana Axel tidak berada. Aku merunduk saat melihat salah seorang dari mereka berbalik."Hei siapa itu?" teriaknya.Sial, dia melihatku. Aku berlari ke salah satu kamar dan menutupnya. Segera bersembunyi ke bawah tempat tidur.Langkah kaki terdengar mengejar di luar kamar. Berdentum seperti irama jantungku.Pergilah, kumohon. Suara tembakan lagi terdengar dari luar pintuku."Periksa setiap kamar!" Teriakan terdengar dari luar."Tidak! Mereka berada di sayap kiri. Lihat, mereka membalas tembakan! Di sini butuh bantuan!" Sahutan terdengar samar-samar."Satu orang memeriksa di sini! Sisanya bantu ke sayap kiri!" perintah sebuah suara berat.

  • Shadow Under The Light   Mengancam

    Aku memberontak, lecetnya kulit tak kuhiraukan sama sekali. Semakin cepat aku membebaskan diri, kemungkinan dirinya selamat lebih besar. Apa pun itu, aku akan melakukannya demi Axel. Betapa bodohnya diriku, aku mengutuk dalam hati, tapi jeratan itu terlalu kuat untuk bisa kubebaskan. Benang takdir yang tak bisa kami putuskan. Cinta semenyakitkan ini. "Kumohon, sekali ini saja, bantu aku!" Aku memohon pada Yang Kuasa. Keajaiban yang kunanti, yang tak kunjung datang seumur hidup. Namun kali ini, keajaiban itu terjadi. Aku melihat lempengan besi kecil bagian dari sparepart jamku terjatuh tak jauh dari jangkauan. Menggunakan kaki aku menggapai benda kecil itu menuju lenganku. Bersyukur, tubuhku sefleksibel itu hingga bisa menjangkaunya. Menggunakan benda kecil itu aku mulai mengerat tali yang mengikatku ke ranjang. Dalam sepuluh menit kemudian semua tali sudah terlepas. Aku berla

  • Shadow Under The Light   Penculikan

    Terbangun dalam pusing parah membuatku terbatuk-batuk. Udara berbau tak enak, apek dan lembap. Belum lagi ruangan yang gelap gulita.Aku berusaha menggerakkan tangan, tapi tak ada yang terjadi. Tubuhku bergeming. Apa ini? Tanganku terasa seperti diikat oleh tali."Axel?" panggilku parau. "Kau di sini?" Pipiku menyentuh seprai lembut. Dia membaringkanku ke tempat tidur. Kakiku juga terikat kuat dan terhubung pada ranjang."Axel!" teriakku marah. Dia membiusku dan mengikatku layaknya tawanan. Apa maunya pria sialan ini?"Apa maumu? Kuperingatkan kau, lepaskan aku sekarang!" Aku memberontak marah. Hidungku berdenyut nyeri saat aku berteriak.Lampu tiba-tiba dihidupkan. Terang benderang membuatku berkedip tak fokus demi menyesuaikan intensitas cahaya."El, apa ini?" Axel berjalan mendekat. Menatapku lekat-lekat.Ia mengangkat telepon gantungan kunci ke atas su

  • Shadow Under The Light   Pertarungan Kedua

    Jika bisa aku ingin menghapus segala ingatan menyakitkan ini. Kenangan yang selalu berakhir menjadi mirip buruk mengerikan. Selalu tentangnya. Hari itu, di atap gedung Laguna. Sosok yang sama berbalik sambil mengucapkan selamat tinggal padaku.Lalu dia jatuh membawa serta jantungku. Terjun bebas menantang kuatnya angin menerpa. Namun, alih-alih tubuhnya terburai menyentuh aspal, tubuh Axel justru melayang ke angkasa, menatapku sembari mencibir dan tertawa keras.Tertawa akan kebodohanku, betapa mudah aku dikecoh, dan cinta yang membuatku terjerat pada kesetiaan. Semua ... adalah kepalsuan.Aku meringkuk setelah terbangun. Bantalku lembap oleh air mata."Hei, Bodoh!" Suara Leona mengejutkanku."Kenapa kau menangis semalaman, sudah kubilang jangan berisik." Ia berdecak kesal.Sialnya, pertahananku kian runtuh. Isakan kecil lolos dari bibirku, seakan seseorang menikam jantungku dan meninggalkan luka menganga yang masih berdara

  • Shadow Under The Light   Bekas Luka

    Axel membawa jemariku mendekati netra besar miliknya. Masih bingung dengan reaksi pria ini aku berusaha menarik kembali lenganku."Ada apa? Wajahku yang perlu diobati bukannya tangan.""El," lirihnya. Sklera pria tampan itu seketika memerah, membuat detak jantungku berpacu cepat."Eli?" Ia mengecup telapak tanganku. Saat itulah baru kusadari bekas luka lama akibat perbuatan Yuki."Bekas luka ini, aku yang menjahitnya sendiri. Bagaimana aku bisa lupa, kau Eli." Axel menatapku sendu.Lidahku kelu, tak sanggup menyangkal dengan kenyataan yang terpampang sekarang."Aku---""Please, jangan berbohong lagi." Air mata luruh bersama kalimatnya."Bagaimana bisa wajahmu? Apa yang terjadi?" Axel menarik tubuhku ke dalam pelukan erat."Lepaskan aku!" pintaku memelas. Rasa sakit semakin mencengkeram tubuh ini dan tak tertahanka

  • Shadow Under The Light   Menunjukkan Kemampuan

    "El, ayolah!" teriakan Asad di tepi arena menyadarkanku kembali, aku berusaha berlutut. Wajah-wajah sekeliling menjadi buram, langkah kaki pria besar itu mendekat lagi.Tepukan heboh bersama suara penonton mulai berteriak, "Habisi dia! Habisi dia!" Bercampur denging melengking dari kedua telingaku.Darah merembes membuat lantai di bawah kakiku menjadi merah dan licin."Eli, kau bisa, kau bisa!" Suara Dayana menarikku kembali ke dunia nyata. Gadis cantik itulah yang selalu menyemangatiku saat pertarungan dengan sesama PPS.Aku menutup mata, mengatur napas susah payah. Rasa nyeri mendekam kuat membuatku hampir muntah.Ini saatnya, kala pria itu mencapai arahku, ia bersiap menyarangkan tinju. Aku melompat mundur seketika, Toby yang terlanjur menyerang tak bisa membatalkan langkah dan terjerembap meninju angin. Darah licinku membuat pria itu jatuh dengan suara berdebum.

DMCA.com Protection Status