Gemi keluar kamar setelah memastikan Chandie sudah tertidur pulas. Ia pergi ke ruang tamu dan mondar mandir dengan gelisah memikirkan Aries yang sudah berani datang menemuinya siang tadi. Sampai saat ini, Gemi belum menghubungi Lee perihal kedatangan Aries ke rumah mereka. Gemi hanya tidak ingin mengganggu konsentrasi Lee yang tengah mempersiapkan launching stasiun TV lokal bersamaan dengan media digital dua pekan lagi.
Gemi segera membuka pintu ketika mendengar suara derit besi yang bergesekan. Seseorang telah membuka pintu pagar rumahnya dan Gemi yakin itu adalah Lee.
Berdiri tepat di tengah teras, Gemi melihat Lee baru saja beranjak memasuki mobilnya setelah membuka pintu pagar. Pria itu akan memasukkan mobil terlebih dahulu dan Gemi akan menunggu dan membicarakan semua hal di teras.
Sementara menunggu, Gemi menutup pintu dengan rapat terlebih dahulu. Tidak ingin ada Chandie yang bisa saja tiba-tiba bangun dan keluar, lalu mendengar obrolan mereka berdua.
Lee benar-benar tidak menyangkan kalau Aries ternyata menuruti sarannya kala itu. Pria itu mengembalikan semua dana yang pernah masuk ke rekeningnya, terkait kasus proyek pembangunan jalan di Kalimantan. Aries menjelaskan kalau dirinya tidak tahu menahu, mengenai dana yang masuk ke dalam rekeningnya kala itu. Dalam artian, Aries tidak mengerti kalau dana tersebut adalah imbalan yang diberikan oleh pihak penerima tender. Kelitan Aries tersebut, cukup mampu untuk membuat dirinya terhindar dari ancaman hukum yang berat akibat tuduhan korupsi. Lee hanya mampu terkekeh masam. Mentertawakan hukum di negeri tercintanya saat ini. Ia sampai tidak bisa berkomentar jika melihat proses hukum yang ada selama ini. Hanya bisa berharap, kalau ke depannya nanti, akan banyak orang-orang jujur yang menggawangi pintu hukum untuk menegakkan keadilan. Lee lalu keluar dari kamar dan sudah berpakaian rapi untuk berangkat kerja. Menuruni tangga dan mencari Gemi terlebih dahulu untuk
Siang itu, akhirnya mereka bertiga bertemu muka untuk menyelesaikan segalanya. Tidak ada perdebatan yang berarti ketika Lee menghubungi Aries untuk bertemu. Lee hanya menunggu jadwal Aries untuk bisa terbang ke Surabaya, lalu membuat janji temu seperti sekarang. Lee dan Gemi duduk berdampingan. Sedangakan Aries, berada bersebrangan dengan mereka. Tatapan Aries tidak sengaja jatuh, pada jemari Gemi yang saling tertaut di atas meja. Menajamkan maniknya sekali lagi, untuk memastikan apa yang dilihatnya kali ini benar-benar nyata. “Kemana cincin nikahmu, Gem?” celetuk Aries membuka obrolan yang ada siang hari ini. Seketika, terbersit di kepala Aries mengenai hubungan rumah tangga yang dijalani Lee dan Gemi saat ini. Sepertinya, tidak mungkin kalau rumah tangga keduanya baik-baik saja, ketika Lee tahu, kalau calon bayi yang saat ini berada di rahim Gemi adalah anak Aries. Ia menebak, kalau pernikahan Gemi pasti tengah berada dalam masalah. Manik Ge
“Aku perlu bicara berdua dengan Gemi,” pinta Aries masih belum bisa setuju dengan penawaran yang ada. Bagaimana bisa Lee memberi syarat sedemikian rupa, ketika Aries ingin menemui anaknya sendiri. Darah dagingnya sendiri!Lee bahkan tidak punya hak untuk mengatur, ketika Aries nantinya ingin bertemu dengan anaknya. Memangnya siapa Lee? hingga bisa melarang Aries untuk bertemu darah dagingnya sendiri. Sungguh, persyaratan yang diajukan pria itu sangat tidak masuk akal.Bagi Aries, Lee hanya orang lain yang kebetulan berstatus sebagai suami Gemi, tidak lebih!“Gemi istriku, dan aku nggak akan biarkan kalian bicara berdua,” tolak Lee menatap datar. “Aku sudah beri penawaran yang paling bagus buatmu, Ar. Hanya itu yang bisa aku beri. Terima, atau kamu nggak akan bisa temui anakmu sama sekali.”Aries tersenyum miring dengan sinis menatap Lee. “Mas, darah itu, lebih kental dari pada air. Jadi, sejauh apapun niatmu untuk
Sejak pertemuan dengan Aries hari itu, Lee terlihat lebih pendiam dari biasanya. Pria itu lebih banyak termenung memikirkan sesuatu, yang dipendamnya seorang diri. Ketika diajak berbicara, pikiran pria itu seolah mengawang jauh dengan banyak hal yang menumpuk di kepala. “Mas …” Gemi menyembulkan kepalanya ketika baru saja membuka pintu kamar Lee. Setelah mengetuk untuk beberapa saat dan tidak ada sahutan dari dalam, Gemi nekat menekan handle pintu lalu mendorongnya. Lee yang baru keluar dari kamar mandi dan tidak mendengar suara ketukan di pintu, sontak berjalan cepat untuk menghampiri Gemi. Menggandeng tangan wanita itu dengan hati-hati dan mendudukkan Gemi di tepi ranjang. “Kenapa naik tangga? Bahaya, Gem!” seru Lee sedikit berbicara keras pada wanita itu. “Kalau terpeleset, Kamu bisa kenapa-kenapa!” Melihat wajah khawatir Lee dan omelan pria itu kepadanya, Gemi hanya terkekeh. Belakangan ini, tidur Gemi sudah mulai berkurang banyak. Selain karena s
Lee yang baru menjejakkan kakinya di lantai satu, melihat Gemi keluar dari kamar sembari mendesis sesekali. Wajah wanita itu seolah meringis nyeri sembari terus mengusap perut bagian bawahnya.Lee yang sudah membawa tas kerja dan hendak pergi ke kantor itu pun menggantungkan tasnya pada sudut pagar.“Kamu kenapa, Gem?” Dengan wajah cemas Lee menghampiri Gemi dan menuntunnya untuk duduk di sofa dengan perlahan. “HPL masih dua minggu lagi, kan?” tanyanya khawatir.Gemi mengangguk, lalu duduk perlahan sembari mengatur napas. Menariknya dalam-dalam lalu membuang dengan perlahan. “Mules, Mas.”Lee meraup wajah yang semakin terlihat frustasi. Menelan ludah yang tercekat dengan debaran jantung yang tidak biasa. Sebuah trauma masa
Tanpa mengetuk pintu, Gemi menerobos masuk ke kamar Lee dan meraba dinding untuk mencari tombol saklar terlebih dahulu. Menyalakan lampu, lalu menghampiri Lee yang baru saja sampai di rumah sekitar dua jam yang lalu. Pria itu terlihat sudah tertidur sangat pulas dan kalau tidak terpaksa seperti sekarang, Gemi tidak akan tega membangungkan Lee. Duduk perlahan di tepi tempat tidur. Tangan Gemi kemudian terjulur untuk menyentuh pundak Lee. “Mas … bangun,” pinta Gemi sembari menggoyangkan tubuh Lee dengan perlahan. Merasa tubuhnya berguncang kecil, dan sayup-sayup namanya dipanggil, Lee akhirnya membuka mata dengan perlahan. Mengerjap pelan untuk menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke dalam maniknya. Ketika menyadari ada Gemi di tempat tidurnya, Lee segera bangkit dengan wajah panik. “Sudah pagi? Aku kesiangan
Sungguh, sepanjang jalan menuju rumah sakit, Gemi berusaha untuk menahan tawa diantara kesakitan yang ada. Bagaimana bisa mereka berdua sampai lupa pada Chandie, yang ternyata masih tertidur pulas di kamarnya.Sang security pun hanya ikut tertawa, ketika Lee kembali berputar arah untuk pulang ke rumah karena lupa membawa putrinya.Setelah menggendong Chandie yang tidak terbangun sedikit pun, dan meletakkannya di kursi penumpang bagian belakang. Lee kembali melajukan roda empatnya untuk segera pergi ke rumah sakit.“Makanya jangan ngomel aja kerjaannya, anak sendiri sampai ketinggalan, kan?” Sudut mata Gemi sampai berair ketika melihat wajah bengong Lee yang tersadar telah melupakan Chandie.“Aku panik, Gem,” jawab Lee kemudian me
Sebenarnya, pikiran Audi diliputi banyak kecurigaan. Kalau dihitung-hitung, dari tanggal Lee menikah dengan putrinya, HPL Gemi tidak akan secepat ini. Namun, karena selama ini mereka hanya berkomunikasi lewat telepon, maka Audi hanya diam dan mengiyakan saja.Tidak hanya Audi, sang suami beserta kakak perempuan Gemi pun memiliki kecurigaan yang sama sebenarnya. Akan tetapi mereka hanya diam dan sama-sama mengambil satu kesimpulan. Yakni, hubungan Gemi dan Lee sebelum menikah, sudah melewati batas, sehingga pernikahan mereka pun kalau dipikir lagi memang terkesan buru-buru. Belum lama saling mengenal, keduanya langsung memutuskan untuk menikah.Audi sampai tidak bisa lagi berpikir dan membayangkan apapun, jika mengingat pernikahan putrinya kala itu.Sesampainya di Surabaya, taksi yang ditumpangi Audi langsung pergi m
"Haaahhhh …" Gemi langsung merebahkan diri pada karpet bulu yang terhampar di ruang tengah. Meregangkan tubuh lelahnya, kemudian melihat Lee, yang juga ikut merebahkan diri di sampingnya. "Aku capeeek," keluh Gemi lalu memiringkan tubuhnya untuk memeluk Lee. “Pijitin.” Lee lantas terkekeh kecil. Lalu mengangkat satu tangannya agar bisa digunakan Gemi sebagai bantal. “Plus-plus?” Tangan Gemi reflek menepuk dada Lee. “Nanti didenger anak-anak!” desisnya dengan manik yang melotot kesal. “Mereka ke mana semua, sih?” “Bentar juga keluar lagi, lihat aj—“ “Papaaa … nggak boleh deket-deket Mama!” Baru saja dibicarakan, gadis kecil berusia empat tahun itu kini berlari ke arah mereka. Tubuh mungil itu, langsung ikut merebahkan diri di tengah-tengah orang tuanya. Dengan sengaja menggeser tubuh sang mama yang menjadikan tangan papanya sebagai bantal. Lee hanya saling melempar tatapan dengan sang is
Lima bulan kemudian …. Chandie berlari secepat kilat, ketika melihat sebuah roda empat yang baru saja terparkir di depan pagar rumahnya. Sedari tadi, gadis kecil itu memang sudah mondar mandir di teras rumah dengan tidak sabar. “Mama … bunda Geeta sudah datang!” seru Chandie dengan kaki yang masih melompat-lompat kecil. “Kak—“ Ucapan Gemi terputus dengan helaan. Putrinya yang aktif itu langsung berbalik cepat, dan kembali berlari ke luar rumah. Sementara Lee, hanya menggeleng dan menyudahi sarapannya. “Barangnya anak-anak di mana?” tanyanya sembari berdiri dan mengusap kepala Arya yang tengah tengah duduk di high chair. “Tasnya Arya masih di kamar, Mas,” kata Gemi sambil masih menyuapi Arya. “Kalau punya Chandie sudah dibawa ke teras dari tadi pagi sama dia. Udah nggak sabar mau ke Batu.” Lee kembali menggeleng sambil berjalan ke kamar mereka, yang kini sudah pindah ke lantai dua. Dari kemarin, yang dibahas Chandie selalu
“Mama, kenapa dari tadi adek digendong sama tante Geeta?”Gemi yang tengah mengepang rambut Chandie di tepi ranjang, menatap Lee dengan mencebikkan bibir. Menahan tawa, karena melihat Chandie yang begitu gelisah ketika adiknya sedari tadi hanya bersama Geeta.Sejak Chandie bangun tidur, mandi, dan hari pun sudah berubah kelam, gadis kecil itu melihat sang adik selalu berada bersama Geeta. Arya hanya berada bersama Gemi ketika Geeta kembali ke kamarnya untuk mandi. Atau, ketika Arya tengah menangis karena lapar dan Gemi harus mengASIhi bayi mungilnya itu.“Karena tante Geeta sayang sama adek Arya,” jawab Gemi.“Tapi adek nggak dibawa pulang sama tante Geeta, kan?” tanya Chandie lagi.Lee dan Gemi kompak terkekeh bersamaan.“Tante Geeta cuma pinjem adek Arya sebentar,” jawab Gemi.“Terus kapan dibalikinnya?” Chandie tidak berhenti protes sampai semua pertanyaan yang
Geeta tertegun kaku, ketika melihat Gemi keluar dengan menggendong seorang bayi. Menghampirinya lalu duduk tepat di samping Geeta. “Namanya Arya Arkatama, umurnya baru satu bulan,” ujar Gemi lalu menyodorkan sang bayi ke arah Geeta. “Bunda Geeta nggak mau gendong?” Tangan Geeta seketika terlihat tremor. Saling menggenggam dan meremas, untuk menghilangkan rasa takjubnya. Ia masih terdiam dan belum menyambut bayi mungil itu dari tangan Gemi. Melihatnya saja, hati Geeta langsung terenyuh, dengan manik yang mulai mengembun haru. “Arya pengen digendong sama Bunda Geeta,” ungkap Gemi, kembali ingin menyentuh sisi keibuan Geeta lebih dalam lagi. Gemi paham, perbuatannya kali ini akan menimbulkan luka. Namun, hanya dengan luka inilah, mungkin Geeta akan berpikir dua kali untuk kembali rujuk dengan Aries. Bukankah mereka berdua sungguh mendambakan adanya seorang anak. Maka, sekarang adalah saat yang tepat bagi Gemi untuk memojokkan Geeta dengan i
Sesuai janji, Geeta kini sudah berada di Surabaya. Duduk berhadapan dengan Lee di lounge sebuah hotel berbintang, untuk berbicara sesuatu mengenai masa depan. “Sudah aku bilang, Mas, kasusnya beda.” Geeta menyesap orange punchnya sebentar lalu kembali bersandar sembari bersedekap. “Mas Aries, selingkuh di belakangku, dan …” Geeta sengaja menjeda kalimatnya untuk menghela sejenak. “Apa Mas nggak curiga? Siapa tahu mereka berdua memang melakukannya atas dasar suka sama suka. Just my two cents, no offense.” Terang saja Lee menggeleng tidak setuju. “Jangan mengalihkan isu,” sanggahnya. “Coba pikirkan lagi, Geet. Bertahun-tahun kalian bersama, apa pernah Aries melakukan hal fatal seperti ini? Di mataku, Aries cuma seorang ambisius yang gila kerja.” Geeta terdiam, karena yang diucapkan Lee semua adalah benar. “We all make mistakes, Geet. Aku sekali pun, pernah melakukan kesalahan dengan Anita, juga Gemi. Tapi, mereka masih ngasih aku kesempatan untuk
“Dia masih nelpon?”Gemi membuang napas panjang dengan menggembungkan pipi, setelah mendengar pertanyaan yang dimuntahkan oleh Lee. Ia lantas mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu.“Apa, kita nggak terlalu keras sama dia, Mas?” Gemi bertanya balik tanpa melepaskan tatapannya pada ponsel yang kini bergetar di genggaman.Satu nama itu kembali meneleponnya dan sampai sekarang, Gemi tidak pernah sekali pun mengangkatnya. Namun, Gemi selalu membalas seadanya jika pria itu bertanya mengenai putranya melalui chat.Lee juga ikut menghela ketika mendengar pertanyaan Gemi. Sebenarnya, di lubuk hati Lee yang paling dalam, ia juga tidak tega memperlakukan Aries seperti ini. Namun, di sisi lain, Lee juga merasa khawatir jika ia memberi izin pria itu untuk menemui putranya, karena status Aries yang diambar perceraian. Sebagai seorang suami, wajar jika Lee merasa cemburu dan cemas jika sepasang kekasih itu pada akhirnya kem
“Cobalah dipikirkan dulu,” bujuk Audi tengah membawa Arya yang tertidur dalam gendongannya. Cucu lelakinya itu baru saja menyesap ASI dan kembali terlelap puas setelah perutnya terisi. “Rumah di Jakarta itu besar, sayang kalau nggak ada yang nempatin. Gemi yang tengah tidur bertelentang lelah di karpet itu, belum menjawab. Ia sibuk menghela karena terlalu lelah mengurus Arya. Ternyata, menjadi ibu baru itu tidaklah mudah. Masih untung ada Audi dan asisten rumah tangga yang juga ikut membantunya. Jika tidak, Gemi mungkin akan benar-benar stres menghadapi semuanya. Sejak Abdi dan keluarga Asri kembali ke Jakarta lebih dulu, sang ibu kerap membujuk Gemi agar bisa pindah kembali ke ibukota. Namun, Gemi belum bisa memberi jawaban pasti akan hal tersebut. Banyak pertimbangan dan banyak pula yang harus ia pikirkan. “Sudah dibicarain sama suamimu belum, Gem?” Audi kembali membuka mulutnya ketika melihat sang putri hanya berdiam diri, sembari menatap langit-langit di
Setelah pertemuan yang menegangkan siang tadi dengan Aries, sampai saat ini Gemi masih merasa bersalah kepada pria itu. Gemi bukannya ingin memisahkan Aries dengan putranya, hanya saja, ada sebuah aib masa lalu yang harus ia tutup rapat untuk selamanya. Jika nanti Aries kerap mengunjungi Arya tanpa Geeta, keluarga besar Gemi perlahan akan curiga. Terlebih, jika nantinya wajah Arya ternyata punya kemiripan dengan Aries. Oh, tidak! Gemi saat ini hanya bisa berharap, kalau wajah putranya akan didominasi oleh wajahnya. “Ngapain, Gem?” tanya Lee yang baru saja keluar dari kamar mandi. Setelah pulang dari rumah sakit sehabis persalinan, Lee langsung menginap satu kamar dengan dengan Gemi, untuk menghindari kecurigaan Audi yang sudah berada di rumah terlebih dahulu. Selama itu juga, mereka sudah tidur satu ranjang tapi benar-benar tidak melakukan hal apapun. Hanya saling memberi kecupan selamat tidur, dan tidak berani untuk melangkah lebih jauh l
Aries segera berdiri dari tempatnya, ketika melihat Gemi dan Lee berjalan dengan bergandengan tangan memasuki restoran. Tadinya, ia berharap sangat, kalau Gemi akan membawa buah hati mereka ke restoran. Namun, dengan tidak adanya stroller bersama mereka, pupuslah sudah harapan Aries.“Kenapa jadi seperti ini,” protes Aries pada Lee dengan melayangkan tatapan tajam. Garis bibir yang menipis dan kedua tangan yang mengepal, menunjukkan bahwa Aries tengah kesal sepenuh jiwa. “Aku bahkan nggak dikabari sama sekali kalau anakku sudah lahir. Dan sekarang, kalian dengan seenaknya buat surat perjanjian kalau aku harus tutup mulut?”Lee menarik sebuah kursi untuk Gemi duduki terlebih dahulu. Bersikap tenang dan tidak ingin terbawa emosi. Setelah Gemi dan dirinya telah duduk, barulah Lee membuka suara. Menatap Aries yang masih berdiri dengan rahang mengeras.“Itu karena Geeta sudah mengajukan gugatan cerai dan aku nggak mau ambil resiko, Ar.&r