40"Mungkin saja begitu. Karena kata kepala ruangan bayi, perempuan itu sudah beberapa kali datang dan menitipkan kado buat Zio." Zayan memandangi putra angkatnya yang diadopsi sejak masih bayi. "Aku sudah minta pihak rumah sakit buat ngasih alamat rumah ke perempuan itu. Tapi sampai sekarang dia belum pernah datang," lanjutnya. "Kalau benar dia ibunya Zio, apa kamu akan mengizinkannya menemui Zio?" tanya Arya. "Ya. Aku dan Ivana sudah sepakat, tidak akan menutupi rahasia ini. Jika perempuan itu datang, kami akan menerangkan semuanya pada Zio," ungkap Zayan. "Enggak apa-apakah? Aku khawatir itu akan jadi guncangan buat jiwa Zio. Karena yang dia tahu, kamu dan Ivana adalah orang tua kandungnya." "Itu risiko yang harus kami hadapi, Ar. InsyaAllah, Zio akan kuat mengetahui kebenarannya," balas Zayan. "Lagi pula, tidak ada perubahan. Dia tetap anakku, dan Ivana adalah Ibu susunya. Jadi, secara hukum, dia anak kami. Hanya berbeda gen saja," cakapnya. "Mas nggak nyoba nyari orang tuany
41"Maksud Mas, apa?" tanya Dahayu. "Aku lihat postinganmu di IG tadi," jelas Imran. "Kami nggak janjian. Ide ini Mas Zayan yang ngusulin tiba-tiba, waktu kami ketemu di supermarket tempo hari." "Oh, ternyata ada mantan juga. Pantas kamu betah banget di sana." "Mas ngomong apa, sih? Ngawur banget!" "Ngaku aja, deh, Yu. Kamu memang masih suka sama mantan. Tapi kamu juga ngasih harapan ke aku dan Arya." Dahayu menggertakkan gigi. "Aku lagi malas berdebat. Jadi, mending ditutup aja teleponnya." "Lebih bagus lagi, kita akhiri semuanya. Karena aku nggak mau jadi ban serep." "Oke!" Dahayu menutup sambungan telepon. Dia mengerjap-ngerjapkan mata yang mulai mengabut, sambil berpikir bila dirinya harus segera menjauh. Dahayu bergegas jalan menuju kamarnya dan mengunci pintu. Dia bergerak cepat memasuki kamar mandi, lalu duduk menyandar ke pintu sambil menangis. Sementara di unitnya, Imran menendangi kursi untuk menumpahkan emosi. Dia sangat kecewa pada Dahayu, sekaligus marah karena
42Jalinan waktu terus bergulir. Siang itu, Dahayu dan Arya telah berada di bandara I Gusti Ngurah Rai. Mereka hendak bertolak ke Yogyakarta, sebagai perjalanan liburan terakhir bagi kelompok tersebut. Dahayu membaca deretan pesan dari Westy dan semua supervisor toko di beberapa kota besar di Indonesia. Dahayu mengulum senyuman menyaksikan laporan keuangan bulan lalu, yang menunjukkan kenaikan yang signifikan. Selain itu, beberapa toko terbaru GPCI di Sumatera, ternyata berhasil mencuri perhatian masyarakat di tiga kota besar di sana. Hal itu menambah pundi-pundi rupiah Dahayu, yang telah dikirimkan Ineke ke rekening pribadinya."Mas, lihat," tutur Dahayu sembari menunjukkan layar ponselnya pada Arya yang berada di kursi sebelah kanan. "Apa itu?" tanya pria berkemeja krem lengan pendek. "Laporan dari GPCI. Toko-toko di Sumatera, rupanya sukses." Arya mengulaskan senyuman. "Alhamdulillah. Aku ikut senang." "Ineke bilang, mau nambah dua toko lagi di sana, dan dua toko di Kalimanta
43Bagja Bratajaya memandangi sepasang manusia yang tengah berbincang dengan istrinya. Bagja sangat penasaran, karena baru mengetahui jika putri bungsunya telah menghabiskan waktu seminggu lebih, berlibur bersama Arya dan anak-anaknya. Bagja juga kaget, karena ternyata mantan menantu dan keluarganya juga ikut berwisata selama beberapa hari di Bali. Bagja tidak menyangka jika selama ini Dahayu masih akrab dengan Zayan dan keluarganya. Begitu pula dengan Arya. Pria tua berkaus putih mengalihkan pandangan pada ketiga anak Arya yang tengah diasuh kedua asisten. Bagja tersenyum tipis menyaksikan Alfian yang sibuk bolak-balik di karpet tebal untuk belajar menguatkan otot, agar bisa menahan berat badannya dan berlatih duduk. Tatapan Bagja kembali mengarah pada putrinya. Pria berkumis mengamati Dahayu yang terlihat sangat santai bercengkerama dengan ketiga anak Arya.Puluhan menit terlewati, Arya dan keluarganya telah berangkat menuju kediaman keluarga Dartomo. Bagja memanggil Dahayu yang
44"Ini ... yang dulu kita beli, waktu jalan-jalan ke Gunung Kidul. Betul, kan?" tanya Dahayu sembari memegangi cincin dalam kotak kecil. "Bukan. Itu, imitasi. Yang ini asli," jawab Arya. "Mirip banget." "Hu um. Waktu bongkar-bongkar lemari di rumah Ayah, aku nemu yang imitasi. Lalu, aku ke toko emas, dan lihat ini. Langsung dibeli." "Mas kapan ke toko emas?" "Tadi siang. Habis ketemu klien. Kebetulan di jalan itu ada toko emas." "Ehm, Mas beli ini, buat melamarku?" Arya mengangguk. "Waktu teleponan sama Mas Bayu, beliau mengatakan hal yang sama dengan ucapan ayahmu." Dahayu mengangkat alisnya. "Memangnya Ayah bilang apa?" "Beliau ... lebih setuju jika aku yang meminangmu." "Kapan?" "Sudah lama. Ehm, kalau nggak salah, waktu aku ke sini bareng Varo dan Yanuar. Aku datang ke rumahmu buat memenuhi panggilan Ayah." Dahsyat mengernyitkan dahi. "Ayah manggil?" "Hu um, lewat Mas Bayu." Dahayu tertegun sesaat. "Aku nggak tahu tentang itu." "Lupain aja, sudah lewat." Arya mengu
45Kehadiran orang tua Arya malam itu, menjadikan Dahayu rikuh. Terutama karena pembicaraan kedua orang tua terfokus pada acara lamaran resmi untuk Dahayu. Perempuan berjilbab abu-abu tidak banyak bicara. Dahayu tetap duduk manis di antara Ibu dan Kakak iparnya. Dia baru menyahut jika ditanyai. Seperti halnya Bagja dan Laksmi, Bayu dan Diana Saraswati, istrinya yang akrab dipanggil Nana, turut bahagia dengan rencana pernikahan Dahayu dan Arya. Terutama Bayu, yang benar-benar senang atas bersatunya kedua orang yang sangat disayanginya. Semenjak ditelepon Zayan beberapa waktu silam, Bayu mulai memikirkan rencana untuk mendekatkan adiknya dan Arya. Sesuai laporan Zayan yang ikut berlibur bersama Arya dan Dahayu, akhirnya Bayu mencoba mendorong Arya agar berani meminang adiknya. Ternyata Arya langsung melaksanakan permintaan Bayu, dan sang duda tersebut juga tanpa sungkan menerangkan hal itu pada orang tua Bayu serta Dahayu. "Nak Ayu, bagaimana?" tanya Dartomo. Perempuan bermata be
46Malam itu, Arya ikut rombongan bos PG dan PC menuju tempat tongkrongan langganan. Rumah makan sederhana yang menyediakan makanan dan minuman daerah, menjadi tempat favorit para pria tersebut. Setibanya di tempat tujuan, Arya mendekati Hadrian, yang kemudian mengajaknya bergabung dengan anggota PG lainnya. Namun, Arya menolak dan justru menarik lengan Hadrian, lalu mereka berpindah ke meja kosong paling depan. "Ayu sudah menerima lamaranku," terang Arya yang mengagetkan rekannya. "Alhamdulillah. Akhirnya Mbak Ayu luluh juga," jawab Hadrian. "Selamat, Mas," ucapnya sembari merengkuh pundak Arya dari samping kanan. "Makasih, Ian." "Si godeg, sudah tahu?" "Belum. Rencananya besok aku mau mendatangi dia di kantor buat ngumumin ini." "Dia pasti senang. Karena waktu kita liburan, dia ada ngomong ke aku." "Maksudnya?" "Mas Zayan punya feeling kalau Mas kayak punya hati ke Mbak Ayu." Arya meringis. "Ternyata dia makin pandai menilai orang." "Zaara juga bilang gitu. Katanya, cara
47Hari berganti dengan kecepatan maksimal. Dahayu masih tidak percaya bila sebentar lagi dia akan menikah. Hal itu menyebabkannya senewen dan banyak melamun. Siang menjelang sore, Arya memenuhi janji untuk datang. Dahayu mengulum senyuman menyaksikan lelaki yang menunggunya di dekat tangga terbawah, sembari memegangi buket bunga beraneka warna. Siulan Westy dan senyuman para karyawan mengiringi adegan pemberian bunga tersebut. Pipi Dahayu yang merona menjadikan Arya terpesona. Keduanya saling menatap sesaat, sebelum sama-sama mengulaskan senyuman. Seusai berpamitan pada Westy dan yang lainnya, Arya mengajak Dahayu menuju mobil SUV putih di tempat parkir. Pria berkemeja biru pas badan membukakan pintu buat Dahayu. Setelah menutup pintu, Arya memutari kendaraan dan memasuki bagian pengemudi. "Ada titipan dari Renata," ujar Arya sambil menunjuk ke kursi tengah.Dahayu mengambil paper bag hitam dari belakang dan memeriksa isinya. "Oh, contoh bahan," jelasnya sembari mengeluarkan sebu
63Ruang pertemuan di hotel Janitra, Minggu siang itu tampak ramai. Para tamu undangan berulang kali tertawa akibat drama yang ditampilkan para bos PG. Telah menjadi peraturan tidak tertulis. Jika yang menikah adalah anggota PC, maka tim PG dan PBK yang menjadi pengisi acara. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, karena saat resepsi di Yogyakarta minggu lalu tidak banyak bos PG yang hadir, akhirnya tim 7 PC dan tim PBK yang mengisi acara pertunjukannya. Dahayu mengusap sudut matanya, ketika menyaksikan tingkah para komedian yang tengah berlakon sebagai tokoh wayang. Kisah perang Bharatayuda yang seharusnya menegangkan, berubah menjadi drama lucu. "Kakanda Yudhistira, biarkan aku yang maju untuk memenggal kepala Duryodana!" seru Hadrian yang berperan sebagai Arjuna. "Kemarin saja kamu kalah adu layangan dengan dia. Jangan sok-sokan mau membunuhnya," ledek Dante yang berlakon sebagai Nakula. "Kakanda Nakula benar," imbuh Calvin yang menjadi Sadewa. "Sesama saudara, jangan saling m
62Setelah 2 hari menginap di rumah Dartomo, Dahayu mengajak suami dan anak-anaknya menginap di rumah Bagja. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua Dahayu dengan sangat hangat. Bahkan Bagja dan Jamilah memaksa agar Aldi, Aldo serta Alfian tidur di kamar utama. Selama 2 hari di rumah mertuanya, Arya banyak berdiskusi dengan Bagja. Pria tua berkumis memberikan wejangan tentang bisnis dan tips menjalani kehidupan. Tibalah hari kepindahan keluarga Arya ke Jakarta. Kedua orang tuanya dan keluarga Dahayu turut berangkat ke Jakarta, untuk mengantarkan keluarga baru tersebut. Sesampainya di bandara Cengkareng, Arya terkejut saat didatangi petugas bandara, yang menyampaikan pesan dari Alvaro. Seusai memastikan semua barang tersusun rapi di troli, Arya mendorong kereta Alfian yang tengah terlelap sejak masih dalam pesawat. Arya bergegas ke pintu keluar terminal kedatangan penerbangan domestik. Dia celingukan, sebelum mendatangi beberapa orang berseragam safari hitam, yang telah menung
61Jeritan para bocah mengagetkan Arya pagi itu. Dia belum sempat mengubah posisi badan, ketika Aldi dan Aldo melompat ke kasur. Alfian berusaha memanjat tempat tidur, sebelum akhirnya diangkat Arya dan didudukkan di dekat kedua kakaknya. Arya meringis kala ketiganya meloncat-loncat, kemudian dia meminta para bocah untuk berhenti melakukan itu dan duduk bersila di dekatnya. Dahayu muncul sambil mendorong troli penuh makanan. Dia berhenti di dekat meja, lalu memanggil ketiga anak sambungnya yang segera mendatangi sang ibu. Dahayu meminra ketiga lelaki kecil untuk duduk di sofa. Kemudian dia membagikan potongan kue pada mereka. Dahayu berdiri dan beralih membuat minuman untuk dirinya serta Arya. Pria berkumis tipis bangkit dari kasur. Alih-alih menuju kamar mandi, Arya justru bergabung dengan anak-anaknya, sambil memerhatikan Dahayu yang rambutnya masih lembap. Arya mengulum senyuman. Malam pertama mereka berlangsung penuh kehangatan. Sama-sama lama sendirian, menjadikan Dahayu dan
60 Malam itu, Arya mengecek kondisi ketiga putranya di family room lantai tiga. Sisi kanan lantai itu menjadi area khusus keluarga Arya dan Dahayu. Sementara sisi kiri ditempati para bos PG dan PC serta petinggi PBK. Semua pengawal muda dan tim butik ditempatkan di lantai 4. Sedangkan Zayan dan keluarganya menginap di lantai 5 yang sisi kirinya merupakan tempat khusus keluarga Hatim, bila tengah berkunjung ke Yogyakarta. Setelah memastikan Aldi, Aldo dan Alfian terlelap, Arya berpamitan pada Wahyuni, Intan dan Resna yang turut menemani ketiga bocah tersebut. Tidak berselang lama, Arya sudah berada di koridor panjang yang dalam kondisi lengang. Dia memasuki lift untuk menuju kamar pengantin di lantai 7, yang merupakan area tertinggi di gedung itu. Zayan sengaja menempatkan Arya dan Dahayu di president suite yang baru dibangun 6 bulan silam. Selain supaya pasangan pengantin memiliki privasi, Zayan ingin menunaikan janjinya pada Dahayu, yakni melaksanakan pernikahan mantan istrinya
59 "Silakan dimulai, Engkoh Wew Wiw Ya, Abang Z, dan Kang H," tukas Fikri yang bertugas sebagai MC, bersama Khairani. "Pasukan owe belum semuanya datang," jawab Wirya dengan dialek khas orang Chinese. "Dipanggil aja, Koh," usul Khairani. "Biaya memanggilnya itu mahal," cetus Wirya. "Enggak apa-apa. Nanti tagihannya dibebankan ke PBK," papar Fikri. "Jangan cari masalah. Dirutnya garang," seloroh Zein. "Bukan garang lagi, tapi bengis bin sadis," imbuh Hendri. "Pokoknya jangan disenggol. Tanduknya akan muncul di kepala." "Taringnya pun keluar. Panjangnya 50cm." "Kalau lagi kumat sisi buruknya, musuh akan dikunyah." "Enggak dimasak dulu?" "Sudah dipanggang pakai jurus 3." "Stop!" sela Wirya. "Ngomongin dia itu nggak akan ada habisnya. Apalagi dia adalah anak kesayangan Emak OY yang pasti muncul di semua buku baru," lanjutnya. "Tidak terbantahkan emang," timpal Zein. "Apalah kita, nih. Hanya jadi pendukung yang jarang muncul," keluh Hendri. "Akang masih mending. Buku hororn
58 Ruang pertemuan besar di hotel milik Hatim Grup, Sabtu siang itu terlihat ramai. Perhelatan akbar pernikahan Arya dan Dahayu berlangsung meriah. Pasangan pengantin terlihat semringah. Mereka menyambut ucapan selamat dari semua tamu, dengan sangat ramah.Arya yang memang murah senyum, nyaris tidak berhenti mengukir senyumannya. Demikian pula dengan Dahayu yang tampil sangat cantik dan anggun. Gaun pengantin sage bertabur permata asli buatannya, menjadikan Dahayu benar-benar memesona. Ditambah dengan riasan wajah hasil penata rias ternama, menjadikan tampilan wajahnya terlihat makin menawan. Arya yang mengenakan setelan jas sage yang serupa dengan gaun Dahayu, terlihat berulang kali menatap pengantinnya dengan sorot mata memuja. Hal itu ternyata tertangkap jelas oleh rekan-rekan Arya yang berada di tempat VIP sisi kiri pelaminan. Mereka memvideokan tingkah sang pengantin pria, kemudian mengirimkannya ke grup PC dan PG utama. Tepat pukul 2, semua lampu utama diredupkan. Beberapa
57Sepanjang acara siraman, Dahayu nyaris tidak berhenti menangis. Dia teringat tingkahnya di masa lalu yang menyebabkan kedua orang tuanya kecewa. Begitu pula saat Bayu dan Nana menyiraminya dengan pelan, Dahayu memegangi pinggang sang kakak sambil sesenggukan. Bayu turut memeluk adiknya tanpa peduli jika bajunya akan basah. Pria bertubuh montok terbayang masa kecil hingga remaja dirinya dan Dahayu, yang nyaris selalu bersama. Mereka baru mulai memiliki kehidupan masing-masing, setelah Bayu kuliah. Putra sulung Bagja mengurai dekapan, kemudian dia merunduk untuk mengecup dahi adiknya yang masih terisak-isak. "Semoga pernikahan ini menjadi yang terakhir buatmu, Yu," tutur Bayu sambil mengusap jilbab putih adiknya yang basah. "Ya, Mas. Aamin," jawab Dahayu. "Jangan terlalu keras kepala. Sekali-sekali mengalah dan nurut sama suami. Walaupun Arya itu penyabar, tapi kalau kamu ngeyel terus, lama-lama dia bosan buat ngalah." "Inggih." "Kamu akan jadi Ibu dari 3 anak. Kurangi jam ke
56Sore itu, Arya dan keluarganya mengunjungi makam Erni. Aminah, Ningtyas dan yang lainnya, turut bergabung untuk membacakan doa buat almarhumah Erni. Arya bermonolog dalam hati, untuk meminta izin pada Erni, karena sebentar lagi dia akan menikahi Dahayu. Pria berkaus krem memejamkan mata sambil membayangkan sosok Erni, yang masih memiliki tempat spesial di hatinya. Puluhan menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di dua mobil MPV. Ajudan Arya yang bernama Amir, mengemudikan mobil bosnya sembari menghafalkan jalan. Sementara di mobil Nazriel, pria tersebut tengah melatih ajudannya, Syamil, agar bisa lebih lancar menyetir. Sementara Aminah, Ningtyas dan Farid, suami Ningtyas, berbincang di kursi tengah. Dua perempuan di belakang yang merupakan perawat dan ajudan Aminah, memerhatikan sekeliling sambil mengobrol. Tika dan Resna, bisa langsung akrab sejak pertama kali bertemu di kediaman Aminah di Kediri. Setibanya di tempat tujuan, Gunawan dan Tami menyambut kelompok tersebu
55Malam itu, Arya, Alfian dan Intan telah berada di gerbong eksekutif kereta menuju Surabaya. Selain mereka, delapan perwakilan dari PC dan lima bos PG juga turut serta. Belasan pengusaha muda itu akan melakukan tugas mengecek proyek masing-masing dan juga proyek bersama, selama beberapa hari ke depan. Arya duduk berdampingan dengan Yoga. Mereka bergantian memangku Alfian, yang akhirnya terlelap dalam gendongan sang papa.Pria berjaket hijau berdiri dan memindahkan putranya ke bangku belakang, yang posisinya telah diubah oleh Intan. Arya meletakkan Alfian dengan hati-hati, kemudian Intan menyelimuti anak asuhnya. Tiba-tiba para lelaki di barisan depan tergelak dan menimbulkan tanda tanya orang-orang di belakang. "Apaan, Dit?" tanya Yoga pada asistennya yang berada di kursi terdepan bersama Listu, ajudan Ivan."Bos Sipitih kena skak sama Mas Yon," jawab Aditya sambil menoleh ke belakang. "Di grup mana?" "Pengawas luar negeri." "Yang Eropa?" "Yups." "Bentar, ku-cek dulu." Yog