Stela dan kakeknya berpindah ngobrol di taman belakang usai makan malam. Memakai mantel tebal, keduanya duduk pada kursi besi dengan satu meja di antara mereka. Dua cangkir teh hangat sudah di atas meja, ditambah sepiring biskuit. Suasana malam pun terasa sejuk, tapi juga hangat meski hawa dingin sesekali meniup mereka."Jadi, ucapan kakek dulu benar 'kan?" Bill bertanya usai menelan biskuit yang sudah dikunyahnya beberapa saat.Stela yang tengah memandangi lampu taman di bawah pohon cemara, mengangguk mengiyakan."Dia selingkuh, Kek. Dia tega menduakan aku." Stela kini menatap sendu ke arah sang kakek, mengadu bahwa hatinya sedang hancur."Kakek sudah tahu.""Sungguh?" Stela membelalak. "Dari mana kakek tahu?"Bill tersenyum bukan tanda senang melihat Stela sedih, melainkan menunjukkan kalau dirinya masih peduli."Kau pikir kakek tidak memantaumu? Dari ujung sana, kakek selalu memperhatikanmu. Bagaimana kesedihan dan masalahmu, semua kakek tahu."Stela merengut dan menggembun
"Itu mobil Peter," kata Stela begitu mendapati sebuah mobil yang berada di tempat parkir bagian paling depan.Stela melajukan motornya dan berhenti tepat di samping mobil Peter. Setelah itu Stela turun dari motornya dan melepas helm. Toleh kanan kiri, Stela lebih dulu menyapu pandangan ke sekitar. Suasananya begitu sunyi dan sepi. Namun, beberapa mobil dan motor masih terparkir rapi berjejeran. Mungkin semua pemiliknya masih berada di dalam."Di mana Peter?" Stela celingukan. Ingin coba menelpon, ternyata ponsel Stela lupa terbawa saat dirinya sedang mengambil kunci motor yang ada di gantungan. Ponsel itu tergeletak di atas meja di dekat lemari besar."Sial! Aku melupakan ponselku!" umpat Stela sambil berdecak.Sekali lagi melihat ke sekeliling, Stela berjalan menghampiri mobil Peter. Stela mencondongkan badan, lalu menempelkan kedua tangan dengan wajah tengahnya lalu mengintip suasana di dalam mobil.Melihat jok depan tidak ada siapa pun, tapi terlihat kunci mobil menancap pada
Hampir satu jam Stela akhirnya sampai di rumah. Karena tidak ingin keluarganya tahu kalau dirinya keluar rumah, Stela meminta Glen menurunkannya di jalanan kompleks saja. Soal motor, tak lama kemudian Tomy muncul karena memang mengikuti di belakang.Meski jarak cukup jauh, Stela terpaksa mendorong motornya hingga sampai di halaman rumah.Stela memarkirkan motor ayahnya di garasi lalu merogoh kunci pintu dan bergegas masuk ke dalam rumah."Tidak ada yang tahu aku pergi," gumam Stela.Dalam suasana remang-remang di dalam rumah, Stela melangkah mengendap-endap supaya langkah kakinya tidak terdengar. Rasa kantuk yang ia tahan dan tidurnya yang tertunda, kini sudah bisa terempaskan di atas kasur. Saking ngantuknya, Stela sampai lupa melepas alas kaki karena langsung ambruk begitu saja di atas ranjang.Keesokan paginya, Peter sudah bangun dengan keadaan normal. Kepalanya sudah tidak pening lagi. Hanya tinggal badannya yang mendadak terasa pegal-pegal. Masih duduk bersandar di atas ranj
Ketika Alex dan Emma sudah berangkat, Stela yang masih menikmati sisa roti bakarnya tengah dipandang tajam oleh dua orang yang tengah duduk berdampingan dengan kursi terpisah. Mereka berdua menatap sengit, tapi juga ada rasa penasaran"Hei, Stela!" panggil Angela sambil mengacungkan pisau yang ia gunakan untuk mengiris roti.Stela mendongak dan hanya menaikkan satu alisnya."Ada apa denganmu?""Iya, ada apa denganmu?" sambung May. "Apa kau kerasukan makhluk halus?"Stela mengerutkan dahi tidak paham. "Apa maksud kalian?"Angela berdecak sembari meletakkan pisau di atas piring, lantas ia memiringkan kepala menatap Stela. "Aku tahu kau tidak suka dengan hubungan Alex dan Emma, aku juga tahu kau marah. Aku hanya heran kau jadi bersikap biasa."Stela mengatupkan bibir membentuk garis lurus. Ia sedang menahan tawa ketika melihat raut aneh pada wajah dua wanita di hadapannya itu. Masih ditatap oleh mereka, Stela terdengar berdehem sambil mendaratkan kedua tangan terlipat di atas meja
Sepertinya hari ini menjadi kesialan untuk Peter, tidak bertemu dengan Stela, mobil pun tidak sengaja menyerempet mobil orang. Yang tambah membuat kesal, sang pemilik mobil itu mencak-mencak di luar sana menunggu Peter untuk segera ke luar."Maaf, aku tidak sengaja," kata Peter meminta maaf."Enak saja!" Jawab wanita berkemeja itu. Sepertinya dia pekerja di perusahaan ini. "Kau tidak lihat mobilku sampai lecet begitu.""Kan sudah aku katakan, aku tidak sengaja," balas Peter. "Kau tidak usah nyolot begitu, aku akan ganti rugi.""Harus itu!" timpal wanita itu dengan angkuh. "Ini mobil mahal, kau pikir kau bisa menggantinya. Karyawan saja kau belagu!""Dia tampan, tapi sepertinya cuma karyawan biasa," batin wanita itu.Peter tak terasa mengepalkan kedua tangannya karena geram melihat kelakuan wanita asing di hadapannya itu. Mungkin akan berbeda dia melihatnya ketika Peter datang memakai jas, sayangnya jas yang ia kenakan tertinggal di kantor. Tampilan Peter yang kacau juga membuat
Peter membawa Stela ke rumah lamanya lagi. Sebelum ke sana, tentunya Peter sudah bertanya lebih dulu apakah Stela setuju ke sana atau tidak.Mereka berdua kini sudah duduk di teras taman belakang, memandangi pepohonan yang rindang di hutan yang tidak jauh dari rumah. Berjalan kaki, mungkin hanya berjarak 500 meteran akan sampai di hutan tersebut."Aku betah di sini," celetuk Stela tiba-tiba, sambil masih memandang luas ke luar sana"Kalau orang tuaku tidak mengajak pindah, aku juga betah di sini," sahut Peter.Stela menoleh dengan kepala miring bersandar pada kedua lutut yang saling menempel. "Kenapa?""Entah." Peter balas menoleh sambil angkat bahu. "Mungkin karena jauh dari keramaian.""Benar …" Stela mengangkat kepala dan kembali menatap hutan itu. "Kira-kira, di sana ada apa?" tanyanya mengacungkan jari."Maksudmu di hutan itu?""Ya. Aku penasaran.""Kau mau ke sana?" tanya Peter."Apa tidak ada binatang buas?Peter tertawa. " Mungkin ada, tapi kalau bertemu denganmu pa
Tidak ada percakapan selama perjalanan mengantar Stela pulang. Stela masih pias dan termenung enggan berucap. Peter yang merasa bersalah karena tadi sempat salah bicara, juga ragu untuk membuka perbincangan. Hingga sampai di tempat tujuan, bahkan Stela turun dari mobil tanpa mengucap apa pun."Hati-hati," kata Peter saat Stela sudah turun dan hendak menutup pintu mobil. Stela tersenyum tipis dan berpaling."Apa dia sungguh marah padaku?" gumam Peter saat mobil sudah putar balik.Peter yang merasa bersalah, bisa dipastikan tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini. Apalagi melihat wajah Stela yang menyedihkan itu, Peter tidak akan tenang kalau tidak berdekatan langsung dengan Stela.Sementara Peter masih memaki dirinya di dalam mobil karena merasa bersalah, Stela mempercepat langkah kakinya menyusuri jalanan kompleks. Ini masih belum larut, akan tetapi suasana di luar sini nampak sudah sunyi. Hanya ada beberapa mobil yang melintas dan berhenti di rumah masing-masing."Harusnya apa
Peter kembali menyerahkan pekerjaan hari ini pada Glen dan Paula lagi. Jika Glen merasa biasa saja, lain dengan Paula. Tentunya dia merasa kesal karena Peter selalu bolos soal pekerjaan di kantor. Dia memang bosnya, tapi kalau terus bolos, itu tidak baik juga dilihat para karyawannya.Sementara tugas Tomy, ia dipasrahkan terjun langsung ke lapang. Bulan ini produk dipromosikan akan lebih banyak dari sebelumnya.Memakai kaos biasa dan celana katun panjang selutut, Peter sudah siap pergi. Ia masih khawatir tentang Stela dan rasa bersalah pun masih ada. Dan ini hari pernikahan Alex dan Emma, Peter tidak mau Stela kenapa-kenapa."Apa dia menghadiri pernikahan suaminya?" tanya Peter sambil mengenakan topinya.Musim panas memang sudah mulai terasa, dalam situasi seperti ini bisa saja membuat ke-1adaan Stela ikut memanas. Belum lagi jika ia hadir dalam acara tersebut, gunjingan dan cibiran bisa saja ia terima. Namun, pikiran buruk tentang hal itu ternyata salah. Stela tidak selemah itu.
Hari pernikahan pun datang. Stela dan Peter sudah siap dibimbing sang Pendeta untuk mengucapkan ikrar janji suci. Acara digelar dengan sederhana yang hanya menghadirkan pihak keluarga dan tamu bisnis saja.Dari balik kain putih berbahan tutu, Peter bisa melihat wajah Stela yang dirias begitu cantik. Sederhana dan terlihat elegan di padukan dengan gaun putih yang menutupi kedua kaki."Kau sangat cantik," kata Peter. Di balik kain tersebut, Stela hanya tersenyum.Detik berikutnya, pengucapan ikrar janji pun terlontar. Pemasangan cincin bergantian dan riuh tepuk tangan mulai terdengar. Mereka berdua kini sudah sah menjadi sepasang suami istri.Rasa bahagia dan haru, dirasakan semua orang yang hadir. Kedua orang tua Stela dan Peter mereka bahkan sampai tidak sadar menitikkan air mata."Selamat untuk kalian berdua." Kata Jane serasa memeluk mereka berdua.Mereka yang lain pun bergantian memberi ucapan selamat.Pagi berlalu meninggalkan acara sakral yang kini sudah beralih ke rumah s
Bill tidak pernah main-main dengan perkataannya. Menyangkut pelecehan pada Stela, semua bukti sudah ada dan Alex harus berakhir hidup di jeruji besi sesuai dengan ketentuan dari pengadilan. Asal keluarga aman, Bill rela melakukan apa saja.Satu tahun Bill diam tanpa berkomunikasi dengan putri dan cucunya, tak lain karena hanya sekedar ingin membuktikan bahwa keluarga Alex memang buruk. Belum lagi keburukan masa lalunya dengan Muchtar. Semua ada jalan cerita masing-masing."Kau sudah merasa tenang sekarang, bukan?" tanya Peter sambil menunduk menyusuri wajah Stela yang kini sedang bersandar di pundaknya. "Aku akan terus menjagamu sampai kapanpun."Stela mendongak dan tersenyum. "Terima kasih kau sudah datang dalam kehidupanku."Sesaat keduanya terdiam menikmati pemandangan air danau yang jernih nan tenang. Hanya sedikit bergelombang saat beberapa daun kering berjatuhan tertiup angin.Sudah lama Stela tidak berkunjung ke tempat ini. Tiada yang berubah selain bertambah terasa nyaman
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis dengan napas masih memburu usai menghajar Alex.Berdiri di samping mobilnya, Stela masih sesenggukan sambil mencengkeram kerah bajunya dengan kuat. Sementara Alex sudah melesat pergi dalam keadaan babak belur."Sebaiknya aku antar kau pulang."Stela terpaksa meninggalkan mobilnya di jalan, ia ikut mobil Louis. Setidaknya bersama Louis lebih aman saat ini. "Di mana rumahmu?" tanya Louis sebelum melajukan mobilnya."Putar balik, rumahku ada di jalan sana," jawab Stela lemas.Louis sesekali melirik Stela yang tengah bersandar sambil memandangi ke luar jendela. Wajahnya masih masam dan ada raut kecemasan.Mobil Louis sudah masuk ke pekarangam rumah Stela sekitar pukul tuju malam. Stela yang masih tertegun, bahkan tidak sandar kalau mobil sudah berhenti di halaman rumah. Pikiran Stela masih melayang-layang teringat akan perbuatan Alex yang begitu keji.Louis turun lebih dulu. Ia memutari mobil lalu berpindah ke pintu samping di mana ada Stela yang
Stela tentunya sangat penasaran dengan apa yang kakek dan keluarga Peter bicarakan, Setela obrolan terakhir dirumah saat makan siang. Saat beberapa menit hampir masuk ke kompleks perumahan, Stela berhenti dulu di pom bensin. Baru saja hendak turun dari mobil, ponsel di dalam tas berdering. Pintu yang sudah terbuka sebagian pun Stela tutup kembali."Nomor siapa ini?" Wajah Stela berkerut heran. Seseorang menelpon tapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontaknya."Halo, siapa ini?" sapa Stela kemudian."Temui aku di restoran cepat saji.""A-Angela?" pekik Stela."Tidak usah kaget begitu, aku hanya ingin bicara denganmu."Sambungan terputus, Stela urungkan niat pergi ke toilet dan segera putar balik."Untuk apa dia bertemu denganku?" batin Stela.Tidak mau berpikiran yang macam-macam, Stela terus melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di tempat yang dituju.Setelah mencangklong tasnya, Stela pun bergegas turun dari mobil. Di depan sana, di tempat restoran cepat saji, sepertin
Sepulangnya dari tempat Peter, Stela menceritakan semuanya pada ibu dan kakeknya. Tepat jam makan siang, mereka mengobrolkannya di meja makan, tapi tanpa ada Bowen karena dia sedang sibuk mengurusi panen perkebunannya . Untuk Bill, tentu merasa senang dan langsung setuju jika Stela menikah dengan Peter. Namun, sebagai Ibu yang sempat membuat Stela menderita, Janete tidak langsung mengatakan setuju."Apa kau yakin, Sayang?" tanya Janete khawatir."Belum tahu, ibu," sahut Stela usai meneguk air putih. "Aku hanya merasa nyaman saat bersama Peter.""Kalau kau minta pendapat kakek, tentu saja Kakek setuju," timbruk Bill yang lebih dulu selesai menghabiskan makan siangnya. "Kakek sudah lama mengenal keluarga Peter."Janete kembali ikut bicara. "Bukan ibu tidak merestui, ibu hanya tidak ingin kau sakit hati lagi."Kalimat Janete membuat Stela merasa ragu. Meski selama ini Stela tahu Peter usil, tapi dia sangat baik. Hanya saja, tiada yang tahu bagaimana tentang isi hatinya. Bisakah Pete
Emma kembali dengan tangan hampa. Percuma saja berdebat dengan Louis kalau memang Emma juga bersalah dalam ini. Mulanya Emma pikir Louis mencintainya, tapi saat melihat murka dan penjelasan Louis, ya, menang semua hanya permainan belaka. Tidak jauh berbeda seperti saat pertama Emma kembali pada Alex.Sudah sampai di rumah, ruangan nampak sepi. Lampu-lampu juga sudah dimatikan. Ketika masuk ke dalam kamar, Alex masih belum ada di sana. Emma yakin Alex masih berada di kamar lantai dua.Hati rasanya dongkol, tapi Emma tidak berani berbuat apa-apa saat ini. Jika mendekat, Alex mungkin saja akan kembali mengamuk.Di tempat Louis, Chloe sudah keluar dari persembunyiannya. Wajahnya masih terlihat masam seperti saat pertama tadi baru ke sini."Kau sudah tahu alasan kenapa aku bersama Emma kan?" kata Louis coba menjelaskan.Chloe tersenyum kecut. "Jika semua atas nama dendam, apa harus sampai kau bercinta dengannya?""A,aku …" Louis mendadak diam."Katakan saja kau menikmati saat itu,"
Alex menjauh dari Emma untuk sesaat. Di kamarnya yang dulu saat masih beristrikan Stela, Alex tengah merenungi semuanya. Hidupnya sudah hancur, ia kehilangan Stela, perusahaan, ia juga sudah dikhianati istri barunya yaitu Emma. Meski Emma berkata sebuah penyesalan, tapi Alex sudah terlanjur sakit hati."Mungkin ini yang kau pernah rasakan dulu," gumam Stela. "Kau pasti marah, kecewa padaku saat itu. Dan bodohnya, aku baru menyadarinya saat ini."Seperti bukan seorang pria perkasa, Alex jatuh tersungkur di bawah ranjang sambil menangkup kepala. Ia tidak tahan lagi jika terus menahan air matanya. Air mata itu kini mengalir dengan derasnya sampai berjatuhan membasahi kedua lututnya yang menekuk."Aku sungguh bodoh!" sesal Alex. "Andai saja kita masih bersama, aku tidak akan sekacau ini."Cekleeek!Terdengar suara pintu terbuka secara perlahan. Alex sungguh tidak peduli, ia masih tertunduk memeluk kedua lututnya sambil menangis.Perlahan, May melangkah mendekat dengan tatapan iba da
Peter pergi dengan mengendarai mobil Stela, tadi mobilnya sudah ia titipkan pada Glen sebelum pergi. Karena Peter tengah emosi dengan wajah cukup babak belur, tentunya Stela tidak mengizinkan Stela menyetir.Sampai di rumah Peter, Stela turun lebih dulu dari mobil. Ia berlari memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Peter."Ayo turun," kata Stela begitu pintu sudah terbuka."Terima kasih," sahut Peter sambil meringis menyentuh ujung bibirnya.Stela yang melihat Peter merasa kesakitan ikut mengerutkan wajah hingga mendesis kecil."Apa sakit sekali?" tanya Stela sambil menuntun lengan Peter.Peter menggeleng.Sampai di dalam, Stela memanggil Nora untuk mengambilkan air es dan handuk kecil. Sementara itu, Stela menuntun Peter membawa ke kamar di atas."Kenapa harus bertengkar?" tanya Stela sambil membantu Peter duduk di tepi ranjang.Peter masih terlihat nyengir menahan perih di ujung bibirnya dan bagian perut yang sempat kena pukul juga."Dia yang memulai," ujar Peter. "Aku
Sementara di tempat lain, Stela kini sudah sampai di rumah sang mantan suami lagi. Ia terpaksa datang kembali hanya untuk mengambil barang pribadinya yang tertinggal. Jika bukan karena itu, Stela sudah enggan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.Karena pintu luar tidak tertutup, Stela masuk begitu saja hanya dengan mengucap kata "Permisi". Biar bagaimanapun juga, Stela sudah tidak ada hak lagi di rumah ini, jadi mau mengambil apa pun harus lebih dulu menunggu penghuni rumah muncul.Dan sesuai dugaan Stela, pastilah yang muncul wanita gila itu alias si Emma. Tidak mau bertengkar, Emma langsung mengatakan apa tujuannya datang ke sini."Kau sengaja kan!" seloroh Emma sambil mendorong dada Stela."Aku datang hanya ingin mengambil ponselku saja. Kau tidak usah khawatir, setelah ini aku langsung pergi.""Enak saja!" sungut Emma. "Kau sudah sengaja meninggalkan ponselmu supaya Alex tahu kan?"Stela mengerutkan dahi karena tidak paham. "Apa maksudmu?""Jangan pura-pura tidak tahu kau!"