Mendengar kata-kataku, wajah Jefri seketika pucat pasi.Dia tetap berlutut di tempatnya untuk waktu yang lama.Akhirnya, dia bangkit berdiri dengan tubuh yang goyah.Mason segera berdiri di depanku, melindungiku dengan penuh kewaspadaan.Ketika melihat itu, Jefri hanya tertawa pahit.Dia tidak mengatakan apa pun padaku, hanya menatapku dalam-dalam sebelum pergi dengan langkah tertatih.Namun, pertemuanku dengan Jefri berikutnya terjadi karena dia menculikku.Paula meringkuk di sampingku, menatap Jefri dengan penuh ketakutan di matanya.Wanita itu menggigit bibirnya, terlihat rapuh dan menyedihkan, berharap Jefri akan kembali menaruh belas kasihan padanya seperti dulu.Namun, Jefri hanya menatapku dengan penuh kasih sayang.Paula memaksakan diri untuk mengangkat sudut mulutnya.Paula tersenyum canggung ketika berujar, "Jefri, apa yang kamu lakukan? Nona Sonia sudah menikah .…"Jefri langsung berteriak padanya dengan penuh amarah, "Tutup mulutmu!""Dasar wanita jalang nggak tahu malu! Ka
Jefri seperti tersambar petir, tubuhnya membeku di tempat. "Sonia, apakah kamu benar-benar merasa muak saat bersamaku?"Aku menatap wajahnya yang pucat dengan penuh kebencian, menyaksikan bagaimana rasa sakit serta keputusasaan perlahan-lahan mengisi mata pria itu.Jefri menangis, lalu menangis lagi.Bibir Jefri bergetar, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar.Akhirnya, dengan mata memerah, dia berjongkok di sudut ruangan.Tiba-tiba, aku teringat saat aku berusia delapan tahun. Waktu itu, aku sangat ingin minum sebotol soda.Jefri langsung berlari keluar untuk membelikannya. Namun, hari itu hujan, membuatnya terjatuh berkali-kali di jalan.Ketika Jefri kembali ke hadapanku, wajahnya penuh luka dan lebam. Namun, soda yang dipeluknya tetap utuh dan bersih.Dia melepas jaketnya, menyerahkan soda itu padaku sambil tersenyum lebar.Aku juga teringat saat aku berusia delapan belas tahun. Jefri dengan wajah merah menahan gugup, menggenggam tanganku, lalu
"Sonia, malam ini Jefri akan mengadakan pesta lajang untuk Paula. Kamu nggak pergi?"Aku tersentak ketika mendengar namaku.Aku menatap teman yang sedang berbicara dengan bingung. Sementara itu, dia menatapku dengan wajah penuh kekhawatiran, lalu bertanya, "Apa kamu bertengkar dengan Jefri akhir-akhir ini? Beberapa hari ini kamu kelihatan nggak fokus."Aku menggelengkan kepala pelan.Saat itu, ponselku berdering. Itu adalah panggilan dari Jefri.Ketika melihat nomor yang tidak asing, hatiku terasa perih.Butuh beberapa saat sebelum aku akhirnya mengangkat panggilan itu.Suara Jefri di seberang terdengar jauh dan asing. Dia berkata dengan nada acuh tak acuh, "Paula baru saja putus dengan pacarnya. Malam ini, kami nggak ada yang akan membawa pasangan. Aku nggak ingin dia merasa sedih karena kehadiranmu."Aku menggigit bibir dengan kuat. Rasa anyir darah memenuhi mulutku, mengingatkanku pada kenyataan yang menyakitkan.Aku tidak tahu apa lagi yang Jefri katakan, tetapi aku tidak bisa mend
Di kehidupan sebelumnya, pada hari pernikahanku dengan Jefri, Paula mengiris pergelangan tangannya di hotel untuk bunuh diri.Jefri meninggalkanku sendirian di pesta pernikahan, berlari untuk menemui Paula.Aku dulu berpikir bahwa kematian Paula akan menjadi duri yang tak akan pernah bisa hilang di antara aku dan Jefri. Namun, aku melihatnya begitu hancur karena kematian Paula.Hatiku juga ikut terasa sakit.Tepat ketika aku sudah bersiap untuk berpisah dengannya karena hal itu.Jefri malah memelukku erat sambil berkata, "Sonia, sekarang aku hanya punya kamu."Setelah menikah, Jefri memperlakukanku dengan sangat baik. Semua urusan rumah tangga, baik yang besar maupun yang kecil, tidak pernah aku sentuh. Dia yang akan selalu mengurus semuanya sendiri.Tidak peduli seberapa sibuk pekerjaannya, setiap hari Jefri akan pulang tepat waktu untuk makan malam bersamaku. Bahkan sekretaris di kantornya pun semuanya laki-laki. Katanya, dia tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman atau masalah yang t
Rekan-rekan kerja di sekitarku mulai berbisik pelan. Jelas sekali mereka sedang memuji betapa serasinya Jefri dan Paula.Tatapan mereka diam-diam tertuju padaku.Mereka terus membandingkan aku dengan Paula. Hingga akhirnya, mereka menyimpulkan bahwa Paula jauh lebih cantik dariku.Ketika mendengar percakapan mereka, hatiku terasa sedikit sakit.Namun, lebih dari itu, aku justru merasa lega.Ketika melihat betapa mesranya Jefri dan Paula, makin banyak rekan kerja yang sibuk dengan pekerjaannya, tetapi diam-diam mengalihkan perhatian mereka pada kami bertiga.Semua orang di perusahaan tahu.Mereka tahu bahwa aku dan Jefri adalah pasangan yang sudah bertunangan. Mereka juga tahu bahwa aku sangat mencintai Jefri.Namun, sekarang Jefri dengan terang-terangan melindungi Paula, tanpa sedikit pun peduli padaku. Tatapan mereka padaku penuh dengan rasa iba dan pengertian.Seolah mereka bisa membayangkan bagaimana aku menangis tersedu-sedu, memohon agar Jefri tidak meninggalkanku.Seorang rekan k
Aku memiliki alergi mangga yang cukup parah. Bahkan hanya mencium baunya saja sudah membuatku merasa tidak nyaman. Jangankan lagi jika buah mangga segar langsung menghantam wajahku.Saat aku tersadar kembali, aku sudah terbaring di ranjang rumah sakit.Jefri berdiri di hadapanku dengan ekspresi penuh rasa bersalah. Tatapannya terlihat rumit. "Aku nggak tahu ….""Maaf."Aku tidak menjawab.Jefri menatapku lekat-lekat, seolah menyadari ada sesuatu yang berbeda dariku.Belakangan ini, aku memang sangat dingin padanya.Aku juga selalu menghindarinya.Sekilas, kegelisahan melintas di matanya. Dia menuangkan segelas air, menyodorkannya padaku, lalu berujar, "Sonia, kenapa aku merasa kamu sudah berubah?"Aku menatapnya, pria yang telah kucintai dalam dua kehidupan. Namun, sekarang wajah itu tampak begitu asing bagiku.Aku menjawab dengan nada acuh tak acuh, "Yang berubah itu kamu. Aku nggak pernah berubah."Jefri menghela napas tak berdaya, nada bicaranya sedikit melunak, "Kemarin aku hanya m
Aku bermimpi banyak hal.Aku bermimpi tentang kehidupan masa laluku, saat aku dibunuh oleh Jefri. Aku melihat ayah dan ibuku yang berduka, lalu melihat mereka berjalan menjauh tanpa pernah menoleh ke belakang, tidak peduli seberapa keras aku memanggil mereka.Aku terbangun dengan napas tersengal. Bau menyengat cairan antiseptik memenuhi hidungku.Di sisiku, wajah yang tidak asing tampak kelelahan. Begitu melihatku tersadar, sorot matanya dipenuhi kegembiraan.Entah apa yang dia pikirkan, tetapi sudut bibirnya sedikit terangkat saat dia berkata, "Aku hanya kebetulan lewat, jadi sekalian menyelamatkanmu."Aku menatap kedua tangannya yang dibalut perban dengan rapat, lalu tersenyum sambil berkata, "Terima kasih atas bantuanmu. Lama tidak bertemu, Mason."Mason Garret adalah putra bungsu dari teman ayahku. Sejak kecil, dia selalu suka mengusikku, bahkan karena itu dia dan Jefri sering berkelahi.Jefri tidak menyukainya, jadi aku pun jarang bersikap baik padanya.Kemudian, ayahnya mengemban
Mason bergerak dengan cepat. Setelah kembali ke Kota Surya, kami langsung mengurus surat nikah.Aku tidak ingin mengadakan pernikahan besar, jadi hanya ada saksi dari kedua keluarga serta beberapa orang teman.Kemudian, kami pun naik pesawat menuju Negara Faransi.Saat aku dan Mason menikmati hamparan bunga lavender di Prancis, Jefri mengadakan satu demi satu pesta lajang untuk Paula.Saat aku pindah ke rumah Mason di Negara Amaris, Jefri memindahkan barang-barang Paula ke rumahnya, lalu mereka mulai hidup bersama.Beberapa teman merasa khawatir padaku. Mereka secara tidak langsung menanyakan perasaanku.Namun, hatiku sama sekali tidak terusik.Karena aku sangat sibuk.Di Negara Amaris, aku kembali menekuni pekerjaanku dulu, yaitu pekerjaan di bidang pendidikan yang pernah diremehkan oleh Jefri.Aku menjadi seorang guru musik di sekolah elit.Aku pikir, seumur hidup ini aku tidak akan ada hubungan lagi dengan Jefri.Bagaimanapun juga, seluruh hatinya telah dicurahkan untuk Paula. Tanpa
Jefri seperti tersambar petir, tubuhnya membeku di tempat. "Sonia, apakah kamu benar-benar merasa muak saat bersamaku?"Aku menatap wajahnya yang pucat dengan penuh kebencian, menyaksikan bagaimana rasa sakit serta keputusasaan perlahan-lahan mengisi mata pria itu.Jefri menangis, lalu menangis lagi.Bibir Jefri bergetar, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar.Akhirnya, dengan mata memerah, dia berjongkok di sudut ruangan.Tiba-tiba, aku teringat saat aku berusia delapan tahun. Waktu itu, aku sangat ingin minum sebotol soda.Jefri langsung berlari keluar untuk membelikannya. Namun, hari itu hujan, membuatnya terjatuh berkali-kali di jalan.Ketika Jefri kembali ke hadapanku, wajahnya penuh luka dan lebam. Namun, soda yang dipeluknya tetap utuh dan bersih.Dia melepas jaketnya, menyerahkan soda itu padaku sambil tersenyum lebar.Aku juga teringat saat aku berusia delapan belas tahun. Jefri dengan wajah merah menahan gugup, menggenggam tanganku, lalu
Mendengar kata-kataku, wajah Jefri seketika pucat pasi.Dia tetap berlutut di tempatnya untuk waktu yang lama.Akhirnya, dia bangkit berdiri dengan tubuh yang goyah.Mason segera berdiri di depanku, melindungiku dengan penuh kewaspadaan.Ketika melihat itu, Jefri hanya tertawa pahit.Dia tidak mengatakan apa pun padaku, hanya menatapku dalam-dalam sebelum pergi dengan langkah tertatih.Namun, pertemuanku dengan Jefri berikutnya terjadi karena dia menculikku.Paula meringkuk di sampingku, menatap Jefri dengan penuh ketakutan di matanya.Wanita itu menggigit bibirnya, terlihat rapuh dan menyedihkan, berharap Jefri akan kembali menaruh belas kasihan padanya seperti dulu.Namun, Jefri hanya menatapku dengan penuh kasih sayang.Paula memaksakan diri untuk mengangkat sudut mulutnya.Paula tersenyum canggung ketika berujar, "Jefri, apa yang kamu lakukan? Nona Sonia sudah menikah .…"Jefri langsung berteriak padanya dengan penuh amarah, "Tutup mulutmu!""Dasar wanita jalang nggak tahu malu! Ka
Aku menggenggam tangan Ayah dan Ibu yang masih hangat, memastikan berulang kali hingga akhirnya yakin bahwa aku telah terlahir kembali.Aku langsung memeluk mereka sambil menangis serta tertawa bersamaan.Mereka mengira aku mengalami gangguan emosional.Namun, saat menatap mereka, kenangan dari kehidupan sebelumnya terus membanjiri pikiranku.Aku tidak bisa menyangkal kebencianku. Aku sangat ingin membunuh Jefri dengan tanganku sendiri untuk melampiaskan dendam ini.Namun, melihat senyum lembut di wajah Ayah dan Ibu, aku mulai ragu.Aku telah diberi kesempatan kedua yang sangat berharga. Aku tidak ingin hidupku kembali dikendalikan oleh kebencian.Terlebih lagi .…Setelah melahirkan Jefri, ibunya meninggal dunia dalam beberapa tahun karena sakit.Ayahnya adalah sopir pribadi ayahku. Saat ayahku bepergian untuk bekerja, sebuah kecelakaan terjadi.Ayah Jefri mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan ayahku.Sejak itu, ayahku selalu mengenang jasa penyelamatnya, membawa Jefri ke kediaman
Di kehidupan sebelumnya, pada tahun kesepuluh pernikahanku dengan Jefri, keluargaku bangkrut.Saat mendengar berita itu, emosiku sangat terguncang.Aku secara tidak sengaja terjatuh di rumah, menyebabkan bayi dalam kandunganku lahir prematur.Jefri langsung terbang dari Negara Faransi di tengah malam, berjaga di depan ruang bersalin. Setelah perjuangan panjang selama sehari semalam, aku akhirnya melahirkan seorang bayi perempuan.Namun, sebelum sempat melihat wajah anakku, aku sudah jatuh koma.Aku terbangun karena seember air dingin yang disiramkan kepadaku. Saat membuka mata, aku mendapati diriku terikat di dalam sebuah ruang bawah tanah.Di hadapanku, Jefri memegang sebuah foto. Tatapannya lembut serta penuh kerinduan. Tangannya dengan hati-hati mengusap foto itu, seolah-olah sedang membelai wajah seseorang yang paling dia cintai."Jefri …."Ketika mendengar suaraku, pria itu dengan hati-hati meletakkan bingkai foto itu di sampingnya.Kemudian, dengan tatapan sedingin es, dia menata
Mason bergerak dengan cepat. Setelah kembali ke Kota Surya, kami langsung mengurus surat nikah.Aku tidak ingin mengadakan pernikahan besar, jadi hanya ada saksi dari kedua keluarga serta beberapa orang teman.Kemudian, kami pun naik pesawat menuju Negara Faransi.Saat aku dan Mason menikmati hamparan bunga lavender di Prancis, Jefri mengadakan satu demi satu pesta lajang untuk Paula.Saat aku pindah ke rumah Mason di Negara Amaris, Jefri memindahkan barang-barang Paula ke rumahnya, lalu mereka mulai hidup bersama.Beberapa teman merasa khawatir padaku. Mereka secara tidak langsung menanyakan perasaanku.Namun, hatiku sama sekali tidak terusik.Karena aku sangat sibuk.Di Negara Amaris, aku kembali menekuni pekerjaanku dulu, yaitu pekerjaan di bidang pendidikan yang pernah diremehkan oleh Jefri.Aku menjadi seorang guru musik di sekolah elit.Aku pikir, seumur hidup ini aku tidak akan ada hubungan lagi dengan Jefri.Bagaimanapun juga, seluruh hatinya telah dicurahkan untuk Paula. Tanpa
Aku bermimpi banyak hal.Aku bermimpi tentang kehidupan masa laluku, saat aku dibunuh oleh Jefri. Aku melihat ayah dan ibuku yang berduka, lalu melihat mereka berjalan menjauh tanpa pernah menoleh ke belakang, tidak peduli seberapa keras aku memanggil mereka.Aku terbangun dengan napas tersengal. Bau menyengat cairan antiseptik memenuhi hidungku.Di sisiku, wajah yang tidak asing tampak kelelahan. Begitu melihatku tersadar, sorot matanya dipenuhi kegembiraan.Entah apa yang dia pikirkan, tetapi sudut bibirnya sedikit terangkat saat dia berkata, "Aku hanya kebetulan lewat, jadi sekalian menyelamatkanmu."Aku menatap kedua tangannya yang dibalut perban dengan rapat, lalu tersenyum sambil berkata, "Terima kasih atas bantuanmu. Lama tidak bertemu, Mason."Mason Garret adalah putra bungsu dari teman ayahku. Sejak kecil, dia selalu suka mengusikku, bahkan karena itu dia dan Jefri sering berkelahi.Jefri tidak menyukainya, jadi aku pun jarang bersikap baik padanya.Kemudian, ayahnya mengemban
Aku memiliki alergi mangga yang cukup parah. Bahkan hanya mencium baunya saja sudah membuatku merasa tidak nyaman. Jangankan lagi jika buah mangga segar langsung menghantam wajahku.Saat aku tersadar kembali, aku sudah terbaring di ranjang rumah sakit.Jefri berdiri di hadapanku dengan ekspresi penuh rasa bersalah. Tatapannya terlihat rumit. "Aku nggak tahu ….""Maaf."Aku tidak menjawab.Jefri menatapku lekat-lekat, seolah menyadari ada sesuatu yang berbeda dariku.Belakangan ini, aku memang sangat dingin padanya.Aku juga selalu menghindarinya.Sekilas, kegelisahan melintas di matanya. Dia menuangkan segelas air, menyodorkannya padaku, lalu berujar, "Sonia, kenapa aku merasa kamu sudah berubah?"Aku menatapnya, pria yang telah kucintai dalam dua kehidupan. Namun, sekarang wajah itu tampak begitu asing bagiku.Aku menjawab dengan nada acuh tak acuh, "Yang berubah itu kamu. Aku nggak pernah berubah."Jefri menghela napas tak berdaya, nada bicaranya sedikit melunak, "Kemarin aku hanya m
Rekan-rekan kerja di sekitarku mulai berbisik pelan. Jelas sekali mereka sedang memuji betapa serasinya Jefri dan Paula.Tatapan mereka diam-diam tertuju padaku.Mereka terus membandingkan aku dengan Paula. Hingga akhirnya, mereka menyimpulkan bahwa Paula jauh lebih cantik dariku.Ketika mendengar percakapan mereka, hatiku terasa sedikit sakit.Namun, lebih dari itu, aku justru merasa lega.Ketika melihat betapa mesranya Jefri dan Paula, makin banyak rekan kerja yang sibuk dengan pekerjaannya, tetapi diam-diam mengalihkan perhatian mereka pada kami bertiga.Semua orang di perusahaan tahu.Mereka tahu bahwa aku dan Jefri adalah pasangan yang sudah bertunangan. Mereka juga tahu bahwa aku sangat mencintai Jefri.Namun, sekarang Jefri dengan terang-terangan melindungi Paula, tanpa sedikit pun peduli padaku. Tatapan mereka padaku penuh dengan rasa iba dan pengertian.Seolah mereka bisa membayangkan bagaimana aku menangis tersedu-sedu, memohon agar Jefri tidak meninggalkanku.Seorang rekan k
Di kehidupan sebelumnya, pada hari pernikahanku dengan Jefri, Paula mengiris pergelangan tangannya di hotel untuk bunuh diri.Jefri meninggalkanku sendirian di pesta pernikahan, berlari untuk menemui Paula.Aku dulu berpikir bahwa kematian Paula akan menjadi duri yang tak akan pernah bisa hilang di antara aku dan Jefri. Namun, aku melihatnya begitu hancur karena kematian Paula.Hatiku juga ikut terasa sakit.Tepat ketika aku sudah bersiap untuk berpisah dengannya karena hal itu.Jefri malah memelukku erat sambil berkata, "Sonia, sekarang aku hanya punya kamu."Setelah menikah, Jefri memperlakukanku dengan sangat baik. Semua urusan rumah tangga, baik yang besar maupun yang kecil, tidak pernah aku sentuh. Dia yang akan selalu mengurus semuanya sendiri.Tidak peduli seberapa sibuk pekerjaannya, setiap hari Jefri akan pulang tepat waktu untuk makan malam bersamaku. Bahkan sekretaris di kantornya pun semuanya laki-laki. Katanya, dia tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman atau masalah yang t