"Alika Shanice udah makan belum?" tanya Ratna diseberang."Udah Mah, ini sekarang lagi makan eskrim." ucap Alika."Kebiasaan banget kamu kalo anaknya gak bisa makan pasti dikasih eskrim. Lainkali biasain enggak kasih eskrim, kasih apa gitu. Jepitan atau apa. Biar dia juga enggak bosen nantinya." ucap Ratna."Iya Mah." ucap Alika."Oh iya kamu mau berapa lama nginep disana? Mama juga kan pengen ikut, tapi papamu malah bilang jangan kesana nanti encok lagi pinggangnya gimana? Mama tuh sekarang sebel sama Papa, apa-apa enggak boleh. Orang Mamanya sehat-sehat aja juga. Lagian itu mah maunya Papa aja supaya enggak mau repot ngurusin Mama yang suka encok. Bilang tuh ke Papamu kalo Mama sakit encok tuh dibantu, bukan ditinggal." ucap Ratna panjang lebar, setelahnya sayup-sayup suara ayahnya terdengar dibelakang. "Papa dengar Mah." ucap Rudi."Eh Papa, denger aja Pah. Kirain belum selesai nanem pohonnya." ucap Ratna tidak enak karena obrolannya barusan didengar. Ratna kembali berbicara pada
Risha lantas mendongak ke atas dan langsung terbelalak saat melihat ada Albert disana. "Bapak, loh jadi ini... Ini Elijah?!" tanya Risha tidak percaya. "Tepat." ucapnya."Kok Bapak bisa ada disini sih? Bapak kan tinggalnya jauh banget dari sini." tanya Risha tidak percaya. "Iya kamu sudah pasti tidak percaya kenapa saya bisa ada disini. Saya kesini berniat menyusul kamu." ucap Albert, Risha tercengang. "Hah? Nyusul? Emang mau ngapain?" tanyanya."Elijah tidak mau makan. Sudah saya berikan sesuai makanan yang kamu suruh dan sudah saya periksakan ke dokter juga. Tapi hasilnya tidak ketahuan ini jenis penyakit apa." ucap Albert. Risha merasa prihatin saat mendengarnya. "Kenapa ya, kok bisa enggak mau makan." tanya Risha heran. "Kita cari tempat duduk dulu Pak. Tuh disana, ayo kita kesana Pak. Yuk Elijah." ajak Risha seraya menggendong Elijah pergi dari sana, menuju kursi panjang di depan kios sana. "Saya searching dulu ya Pak di google, barangkali nemu solusinya." ucap Risha seraya
"Terima kasih Mbak sudah bisa ngertiin perasaan saya. Saya merasa sangat beruntung bisa cerita sama kalian. Saya merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan kalian hiks." tangis Kinanti.Yudistira berbisik pada Angela. "Kasih tisu Njel, kasian ingusnya meler." bisik Yudistira."Emangnya kayak kamu, ingusan peper di dasi." bisik Angela yang langsung mengambil tisu dari tasnya lalu berikan pada Kinanti. Bi Inem sedang asyik mendengarkan dangdut di headsetnya seraya mengepel, ia sendirian di rumah mewah itu. Yah, beginilah potret kebiasaan Inem saat sedang sendirian di rumah, serasa rumah sendiri. Ia dengan semangat menggosok lantainya dengan alat pel lalu makan kue kering yang baru saja diambilnya dari toples. Sangat nyaman seperti di pantai.Tapi kalau tidak begitu ia pasti akan merasa iseng karena berdiam diri terus di rumah besar itu. Meski di luar ada pengamanan dan dilengkapi CCTV juga.Apalagi Ratna sebagai nyonya besar, sering berkunjung ke rumah itu. Inem sebenarnya sangat in
"Oh, kirain. Ya kalau bukan, kamu juga tidak perlu sampai tersedak seperti itu kan? Sampai marah dan keringatnya keluar sebanyak itu. Saya hanya curiga saja kalau kamu tidak pandai mengekspresikan perasaan dan lebih memilih memenangkan gengsimu." ucap Albert. Risha yang semula memujinya langsung balik menjatuhkannya dengan kernyitan tajam. Dia ngajakin ribut bukan sih?! "Emang gue gak boleh muji-muji dia. Udah deh nanti-nanti gue gak bakal muji dia lagi. Ada motif segala. Emangnya semua orang dimata dia tuh enggak tulus apa, musang berbulu kambing gitu?!" tandasnya dalam hati."Kepedean banget sih ente Pak, kagak ada bandingannya dah." ucap Risha dalam hati seraya memakan ayamnya dengan mencabik-cabiknya kesal."Kamu lagi menghujat saya didalam hati kan? Mengaku saja. Kamu dari tadi menunjukkan wajah kesal sambil melihat ke arah saya." ucap Albert."Enggak usah terlalu pede ya Pak Albert. Saya lagi kesel sama lalet didepan muka Bapak. Bawaannya pengen nabok aja, tapi takut yang dita
"Iya, entah ya. Apakah ini cuma alasan mereka untuk membela diri tidak mau ikut terlibat atau bagaimana. Aku masih belum percaya sepenuhnya dengan mereka. Selepas aku dikhianati oleh Rachel beberapa waktu lalu hingga akhirnya bayiku meninggal di tangannya." ucap Alika."Iya sih ya. Mencurigakan juga kalau tiba-tiba mereka ada di pihak kita. Mungkin memang benar kalau Rachel hanya sekedar membela diri aja, karena enggak mau dikatakan salah bahkan sampai masuk penjara bersama Michael." ucap Ratna. Alika mengiyakannya. Sore ini hujan turun lebat. Sudah waktunya pulang kerja. Banyak orang yang mau pulang jadi mengurungkan niatnya dikarenakan terjebak hujan. Alhasil mereka pun jadi saling menunggu didepan kantor atau salah satu dari mereka ada yang menerabas jalan hingga ke tempat parkiran. Albert ikut menunggu didepan kantor bersama banyak orang. Beberapa orang tampak menyapa Albert hormat. Disaat yang sama Risha juga keluar dari dalam kantor dengan membawa tasnya, kedua kakinya tiba-
Apa sebenarnya yang mereka bicarakan saat ini? Entah kenapa Alika jadi begitu penasaran dengan hal itu. Risha terus melihat ke depan kaca mobil yang ada dihadapannya, hujan yang lebat membuat kacanya buram meski diluruhkan berkali-kali dengan wiper. "Rumah kamu dimana?" tanya Albert."Eh? Di villa mutiara harapan satu, dekat bekasi kota." ucap Risha. Albert langsung mengetik di ponselnya meski sulit karena keadaan sedang menyetir. Hingga akhirnya Risha pun mengambil alih ponselnya dan bantu ketik. "Bahaya kalo megang hape sambil nyetir." ucapnya seraya terus mengetik. Albert tersenyum tipis. Setidaknya kesadarannya itu cukup menyelamatkannya.Setelah beberapa saat Risha pun selesai mengutak-atik ponselnya hingga pada akhirnya ponsel dengan mode map menyala itu ditempelkan ke tempatnya disebelah kanan setir. "Bapak yakin mau nganter saya sampai rumah?" tanya Risha."Memangnya hal apa yang membuat saya tidak yakin?" tanya Albert."Eh, enggak sih. Ngerasa tumben aja.""Saya hanya ya
"O-oh gitu. Iya, Pak." ucap Kinanti.Alika menyuap sayur pada Shanice akan tetapi Shanice langsung memuntahkan sayur itu ke lantai. "Ya ampun kenapa dimuntahin sih Nak? Kamu enggak liat Bi Inem udah masuk ke kamar mau tidur?" tanya Alika."Enggak enak." ucap Shanice."Sayur itu enak Nak, bikin kamu sehat. Katanya mau tambah tinggi? Ya makan sayur." ucap Alika yang langsung memunguti sayurnya dengan tisu. Alika merasa jika dirinya terus dilihati oleh Kinanti. "S-saya ambil alat pel sebentar." ucap Kinanti mengalihkan dengan cepat. Ia kabur detik itu juga meski Alika tampak menolak. "Tunggu, Kinan! Biar saya aja. Udah kabur lagi." ucap Alika."Mau makan sayur disuapin sama Papa ya Nis?" tanya Lucas.Shanice menggeleng. "Udah deh kalau enggak mau makan sayur, makan lauknya aja ya Nis?" tanya Lucas.Shanice mengangguk senang. Alika menghela nafas lalu berkata. "Itu memang maunya dia." ucap Alika. Lucas tertawa kecil.Kinanti segera mendekati mereka dengan membawa alat pel lalu ia gos
Andrew ikut berkata. "Yah namanya juga orang dengki. Pasti ada saja yang tidak sesuai keinginannya." ucap Andrew. Lucas kesal, ia balik berkata. "Siapa yang dengki? Bukannya kalian yang suka dengki terlalu berlebihan atas apa yang kami miliki?!" tandas Lucas.Liza dan Fika yang mendengar perdebatan mereka saat itu pun berkata. "Duh berisik banget sih mereka." ucap Liza. Mereka pun pergi dari sana. Rachel kembali berkata. "Kami tidak akan dengki kalau kalian tidak suka pamer!" tandas Rachel. Andrew langsung menyabarkan Rachel. "Sudahlah Hel, mereka berkata seperti itu pasti memang ada motifnya. Untuk membuat kita terpancing dan pada akhirnya terjadi hal buruk pada bayi kita." ucap Andrew. Lucas tertawa mentah."Pintar sekali anda membalasnya, padahal istri andalah yang duluan memulai semua perdebatan ini." ucap Lucas."Heh, sangat tidak mau kalah. Pantas saja anda memiliki istri berwatak buruk seperti Alika." ucap Andrew."Saya merasa sangat beruntung telah menemukan istri seper