"Kamu tidak perlu menamparku, Wa. Cukup bicarakan baik-baik saja padaku," lanjutnya membuat kerutan di kening Halwa semakin dalam,
"Aku ti ... ""Ed!" jerit Tita sambil berlari melewati Halwa, membuat Halwa langsung balik badan dan melihat Tita yang tengah memeluk Edzhar.Kini ia mengerti, kenapa Tita tiba-tiba berubah menjadi lembut seperti itu, ternyata wanita itu telah menyadari kehadiran Edzhar."Halwa menamparku, Ed! Padahal aku cuma ingin menyiapkan sarapan pagi kesukaanmu itu," isak Tita sambil terus memeluk Edzhar, Halwa benar-benar muak melihat aktingnya itu."Benarkah itu, Wa?" tanya Edzhar.Alih-alih menjawab Halwa malah melipat kedua lengannya di depan dadanya,"Aku tidak mau menjawabnya, kamu bisa melihatnya sendiri ada tidaknya memar pada permukaan kulitnya, serta bengkak pada jaringan dibawah kulitnya, atau dislokasi pada sendi rahangnya akibat dari tamparanku!" seru Halwa sebelum melangkah meninggalkan meSementara Halwa dan Edzhar tengah menikmati babymoon dadakan mereka, Tita tengah berjalan mondar-mandir di kamarnya, sejak siang tadi ia menunggu Edzhar dan Halwa yang belum juga kembali, entah sedang berada di mana mereka sekarang.Tita kembali menghubungi nomor ponsel Edzhar yang ia dapat dari salah satu pengawalnya yang berhasil ia ancam tadi, tapi tidak aktif. Begitu juga dengan ponsel Halwa, keduanya sama-sama tidak mengaktifkan ponsel mereka, dan itu membuat Tita semakin dipenuhi dengan amarah."Sial kau Ed! Beraninya kau mengabaikanku demi Halwa!" geramnya sambil menjatuhkan semua yang berada di atas meja nakas di samping tempat tidurnya, termasuk juga lampu tidurnya."Dan kamu, Wa! Jangan harap kamu bisa menang dariku lagi!"Tita semakin membenci sahabatnya itu, atau ia yang berpura-pura menjadi sahabat Halwa. Wanita itu selalu saja lebih unggul segalanya dari Tita. Dari mulai orang tuanya yang perhatian padanya, maupun dari nilai akademis
"Kurang dari dua bulan lagi kamu akan melahirkan, apa kamu sudah menyiapkan nama untuk putra dan putri kita ini, Aşkım?" tanya Edzhar sambil mengelus lembut perut Halwa. Wanita itu tengah berbaring di sofa panjang di balkon kamar mereka yang menghadap langsung ke laut hitam, dengan paha Edzhar sebagai bantalan kepalanya, sambil menatap taburan bintang-bintang yang menghiasi langit malam itu. Semilir angin yang menghembus lembut, seolah menina bobokan Halwa, membuatnya setengah mengantuk di tengah percakapan mereka. "Belum, kamu?" Halwa balik nanya. "Apa kita tetap menunggu orang tua kita yang memberikan nama untuk anak-anak kita ini?" "Terserah kamu, Ed." "Kalau terserahku, aku mau putra kita bernama Edson untuk nama tengahnya, terserah untuk nama depannya." "Edson?' "Ya Edson, kependekan dari Edzhar son." "Aaah, aku mengerti, lalu apa nama tengah u
Halwa terbangun saat merasakan hembusan hangat napas Edzhar di pipinya ketika suaminya itu mengecupnya. Halwa yang semula berbaring miring, kini terlentang sambil merenggangkan badannya dan menguap lebar."Maaf membuatmu terbangun, Aşkım. Tidurlah lagi aku tahu kamu masih lelah," ujar Edzhar sambil tersenyum lembut.Dengan kedua matanya yang masih terasa berat untuk membuka, Halwa melirik jam di dinding kamarnya, Semalam setelah mendapatkan telepon dari Yas, Edzhar dan Halwa langsung kembali ke rumah ini, membuat Halwa kurang tidur."Baru jam enam, Ed. Kenapa pagi-pagi sekali kamu ke kantornya?" tanyanya.Edzhar duduk di sisi tempat tidur, lalu meletakkan telapak tangannya di atas perut Halwa, "Seperti yang aku jelaskan semalam, Aşkım. Ada sedikit masalah di perusahaanku. Dan aku memilih untuk memajukan rapat direksinya pagi-pagi sekali, supaya sebelum makan siang aku sudah bisa pulang dan mengajakmu makan siang di luar," jawabnya.
Tidak mau berada terlalu dekat dengan Tita membuat Halwa perlahan-lahan mundur, hingga punggungnya menyentuh dinding kamarnya, dan Tita memanfaatkannya dengan menekan leher Halwa,"Sepertinya aku harus menyingkirkanmu selamanya!" desisnya dengan tatapan keji, tidak mempedulikan lagi Halwa yang sudah mulai kesulitan bernapas itu."Ti ... Ta ... " Halwa mencoba bicara tapi tekanan tangan Tita malah bertambah kencang menekan lehernya, dengan sisa tenaga terakhirnya Halwa menepis tangan Tita, lalu mendorongnya hingga Tita mundur beberapa langkah ke belakangnya.Sambil terus bersandar pada dinding dan terbatuk-batuk, badan Halwa merosot hingga terduduk di lantai, begitu juga dengan Tita, wanita itu langsung terduduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya, isak tangisnya memenuhi kamar Halwa."Maafkan aku ... Kenapa kita jadi seperti ini, Wa?" tanya Tita di sela isak tangisnya."Kamu tahu kan kalau aku begitu mencintai Edzhar.
Halwa baru saja akan menjawab ketika ponselnya berdering, dan ia tahu itu pasti suaminya yang meneleponnya. Dan senyumnya seketika melebar saat nama yang tertera di layar ponselnya benar nama Edzhar."Ya, Ed?" sapanya dengan lembut."Aku sudah mengirim Yas ke rumah untuk menjemputmu, bersiaplah dan dandan secantik mungkin untukku!" seru Edzhar."Memangnya kita mau ke mana?" tanya Halwa, ia melirik Tita yang tengah memberengut kesal."Rahasia, sebaiknya bersiaplah sekarang juga, Aşkım." jawab Edzhar."Baiklah, Ed.""Bagus! Aku tidak sabar menunggumu di sini, jadi bergegaslah, atau aku akan menghukummu."Kedua pipi Halwa seketika merona merah, ia tahu hukuman apa yang akan ia dapatkan dari suaminya itu."Iya, aku siap-siap sekarang yaa, bye!"Setelah mematikan sambungan teleponnya, Halwa kembali menatap Tita yang masih duduk di tempat tidurnya,"Maaf Ta, sepertinya kamu harus keluar dari kamarku,
Dengan rangkulan lengan Edzhar di bahu Halwa, mereka memasuki rumah sambil terus becanda dan tertawa, mengenang kekonyolan mereka selama makan siang tadi, hingga sosok Tita berdiri menghalangi jalan mereka, membuat tawa seketika lenyap dari wajah mereka."Kalian membeli perlengkapan untuk anak kalian, tapi kenapa tidak membelikan juga untuk anakku? ini juga anakmu Ed!" geramnya sambil berkacak pinggang, dengan wajah yang dipenuhi dengan amarah."Anakku atau anak Marcus?" tanya Edzhar dengan suara dalam dan dinginnya.Halwa sudah menceritakan semuanya pada Edzhar, semua tentang perselingkuhan Tita, yang dimulai jauh sebelum Edzhar beralih mencintai Halwa. Yang sejujurnya itu membuat Edzhar sedikit bisa bernapas lega, karena dengan begitu bukan ia yang mulai berkhianat pada cinta mereka.Sakit hatikah ia? Sudah pasti hatinya terasa sakit, jadi selama empat tahun hubungan mereka, dua tahun Tita berselingkuh darinya, dan dengan bodohnya Edzhar begitu
Satu minggu kemudian.Halwa yang baru selesai menata kamar anaknya, dengan Edzhar yang selalu siap membantunya kapanpun Halwa membutuhkan tenaganya, duduk bersandar di dinding dengan kedua kaki yang diluruskan, ia tengah menikmati hasil karyanya, hingga ia melihat suaminya menguap lebar, entah karena rasa kantuknya atau karena kelelahan."Rebahkan kepalamu di sini, Ed!" seru Halwa sambil menepuk-nepuk pahanya."Lebih baik kamu yang merebahkan kepalamu di sini," sahut Edzhar.Sambil menyeringai lebar, Halwa beringsut mendekati Edzhar, dan merebahkan kepalanya di paha kokoh suaminya itu, yang langsung mengelus lembut perut Halwa."Bagaimana dengan anak kita? Apa mereka menendangmu lagi?" tanyanya."Oh iya, terkadang sampai dadaku terasa sesak, dan menjadi sering pipis" jawab Halwa."Owch, kamu merasakan itu, Ed?" "Apa?"Halwa meraih tangan Edzhar dan menggesernya hingga ke bawah perutnya,"Gerak
Halwa terbangun karena kecupan-kecupan lembut suaminya di punggungnya, membuat Halwa balik badan dan berhadapan langsung dengan wajah suaminya."Pagi ini off dulu ya, Sayang. Aku lelah sekali," gumam Halwa lalu menguap lebar karena ia masih merasa ngantuk."Ya, Aşkım. Aku mengerti, kamu pasti kelelahan karena acara baby shower kemarin, dan harus menemani mereka hingga larut malam," ujar Edzhar sambil mengecup kening Halwa."Lalu kenapa tadi kamu melakukan itu?""Aku hanya tidak bisa berada di dekatmu tanpa menyentuhmu. Tapi kamu tenang saja, hari ini aku akan membiarkanmu istirahat, untuk mengembalikan lagi staminamu.""Terima kasih," ucap Halwa ia memejamkan kembali kedua matanya.Sekali lagi Edzhar mengecup kening Halwa, sebelum turun dari tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi. Tidak lama Edzhar turun, terdengar ketukan di pintu, dan Halwa kembali membuka matanya.Ia meraih jubah tidurnya sebelum bergegas ke arah p
Sinar matahari sudah mulai memasuki kamar saat Edzhar bangun dan menepuk sisi kosong di sebelahnya tempat biasanya Halwa tidur. Sudah satu tahun lebih mereka berpisah, dan rasa rindunya pada mantan istrinya itu tidak sedikitpun memudar. bahkan semakin lama malah semakin merindukannya, dan hanya bisa mengobati kerinduannya itu dengan menatap putrinya, Vanessa. Dengan malas Edzhar turun dari tempat tidurnya, matanya langsung tertuju pada ukiran rumit di kaki sofa yang terdapat bercak darah. Ia jadi ragu kalau itu adalah darah Tita, mengingat tak terhitung banyaknya wanita itu berbohong. Tapi kalau itu bukan darah Tita, lalu darah siapa? Edzhar segera meraih ponselnya yang ia letakkan di atas nakas untuk menghubungi Yas, "Ke kamar saya sekarang juga!" perintahnya. Ia tahu sepagi ini Yas pasti sudah berada di dalam rumahnya. Dan benar saja, tidak lama kemudian terdengar password pintu ditekan, yang berarti Yas ak
Halwa tahu wanita yang Victor maksud adalah dirinya, tapi itu tidak menghentikan Halwa untuk menjodohkannya dengan sahabatnya itu,"Bagaimana kalau bertemu dengannya dulu, satu kali saja ... " pinta Halwa dengan wajah memelas,"Lihat nanti saja ya." hanya itu tanggapan Victor.Halwa baru saja akan merespon ketika Paella yang Victor pesan tadi datang, yang disajikan langsung di atas wajan tradisional yang lebar dan dangkal."Gracias!" ucap Victor pada pelayan yang meletakkan makanan itu di atas meja mereka,"Nah, ini salah satu makanan khas Spanyol," ujarnya setelah pelayan itu pergi."Kalau ini sih aku sudah pernah lihat di Jakarta, Vic. Tapi aku tidak tahu namanya.""Memang sudah banyak dijumpai tapas bar Spanyol di berbagai sudut Jakarta dan juga kota besar lainnya di dunia yang menyajikan Paella ini sebagai salah satu menu andalan mereka, sama halnya dengan Churros. Tapi rasanya jauh lebih enak kalau kamu menikmatinya
"Kamu yakin mau mentraktir aku makan?" tanya Victor setelah Halwa duduk manis di sebelahnya sambil memasang set beltnya. Halwa mengangguk antusias, "Iya, gajiku sudah keluar, by the way," jawabnya sambil tersenyum lebar. Dokter residen seperti Halwa, dianggap bekerja di RS tempat dia bertugas, jadi ia mendapatkan gaji yang sesuai, layaknya pendapatan seorang dokter pada umumnya. Karena pada faktanya ia memang bekerja di RS tersebut. Bekerja sambil belajar, bebannya jauh lebih berat melebihi beban dokter lainnya yang hanya sekedar bertugas. "Ahh, pantas saja. Jadi mau makan di mana kita?" Halwa mengetuk-ngetuk dagunya, "Umm, bebas. Aku kan yang traktir kamu, jadi terserah kamu mau makan apa saja," "Street food? Kamu suka?" "Ya, suka sekali, jadi lebih banyak menu yang bisa kita pilih!" "Ok." Vic
Sesampainya di rumah, Edzhar langsung bergegas ke kamar Vanessa, yang untungnya putrinya itu belum tidur dan tengah bermain breast dengan suster Mia dan juga Anne Neya, hingga Edzhar langsung memeluk dan menggendongnya. "Tinggalkan kami, Mia!" seru Anne Neya pada suster Mia yang langsung mengangguk dan keluar dari kamar Vanessa. Anne Neya tahu, putranya itu pasti butuh waktu berdua saja dengan Vanessa. Sambil tersenyum lembut melihat ayah dan anak itu, anne Neya balik badan tapi Edzhar mencegahnya, "Tetaplah di sini, Anne," pinta Edzhar dengan suara parau dan berba;lik ke arah Annenya itu. "Dugaanmu benar, Anne. Vanes adalah putriku dengan Halwa," desahnya bersamaan dengan bulir air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya. "Benarkah?" tanya anne Neya sambil menangkup mulutnya dengan kedua tangannya. "Ya!" jawab Edzhar sambil menc1umi wajah putinya itu. Anne Neya menghampiri
"Kontraksiku sudah mulai sering, sebentar lagi anak ini akan segera lahir. Cepat suruh orangmu itu ke rumah Edzhar sekarang!" seru Tita pada Marcus.Itulah rencana mereka saat Tita akan melahirkan, mereka akan membuat Edzhar percaya kalau anak yang tengah dikandung Halwa bukanlah anaknya, melainkan anak dari sipir penjara. Marcus bahkan sudah membayar seseorang untuk mengedit foto Halwa dan juga sipir penjara itu, sebagai bukti kuat kalau pria itu benar ayah biologis dari sikembar.Saat Halwa keluar dari rumah Edzhar, Marcus dan anak buahnya akan memukuli Halwa hingga cukup sabagai alasan segera dilakukannya operasi caesar untuk mengeluarkan anak-anaknya, yang akan Tita ambil salah satunya.Rencana yang sudah tersusun rapi melalui pesan singkat Tita dan Marcus."Tenang saja, kami sedang dalam perjalanan ke rumah itu," sahut Marcus."Ingat, setelah kamu menukar bayi kita dengan putri Halwa, segera singkirkan wanita itu dan putran
Hari-hari berikutnya Edzhar lewati dengan menyibukkan dirinya di kantor. Ia terus bekerja seolah-olah akan mati kelaparan esok harinya kalau ia tidak melakukan itu.Semua semata-mata hanya sebagai pelarian dirinya saja dari masalah hidupnya, juga rasa bersalahnya pada Halwa yang terus saja datang menghantuinya. Dan di atas semua itu, ucapan Halwa yang selalu terngiang di telinganya itulah yang membuatnya semakin terjatuh ke lubang penyesalan yang terdalam.'Seandainya ada reinkarnasi di dunia ini, aku hanya berharap aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi. Beribu kali siklus kehidupan pun berulang, aku akan tetap memanjatkan permohonan yang sama, semoga aku tidak bertemu kamu lagi!"Kata-kata itulah yang selalu terngiang di telinganya, tiap kali Edzhar sedang sendiri seperti saat ini.Edzhar meletakkan penanya, lalu bersandar pada kursi kebesarannya sambil menekan pelipisnya dengan jari telunjuk dan juga ibu jarinya,"Ya, kamu memang
"Tuan, bangun Tuan!" seru Yas sambil mengguncang bahu Edzhar yang tertidur di sofa panjangnya."Hmmm, ada apa Yas? Apa wanita sialan itu sudah pergi?" tanya Edzhar setengah mengantuk."Belum, Tuan. Tapi di bawah ada pihak berwajib, mereka meminta izin Tuan untuk menangkap Nona Tita." jawab Yas, membuat rasa kantuk Edzhar seketika menghilang."Atas dasar apa?" tanyanya lagi sambil melesat berdiri."Maaf, seharusnya saya memberitahu anda terlebih dahulu sebelum menyampaikan laporan ini pada Anne anda. Saya hanya tidak menyangka kalau Anne anda akan langsung memanggil pihak berwajib.""Katakan saja intinya, Yas. Tuduhan apa yang telah dijatuhkan pada wanita itu? Dan kenapa Anne yang melaporkannya ke pihak berwajib?""Biar pihak berwajib saja yang akan menerangkannya pada anda nanti, Tuan. Saya takut, jika anda tidak muncul juga di bawah, Anne anda akan bersikap kalap pada Nona Tita.""Kenapa rumah ini tidak pernah tenang?"
"Karena aku cemburu padanya, Ed! Dia selalu mendapatkan apa yang dia mau! Bahkan termasuk mendapatkanmu!""Hanya karena itu kau berniat jahat padanya?" tanya Edzhar lagi."Halwa telah merebut pria yang aku cintai!" jawab Tita sebelum tangisnya kembali pecah."Lebih baik kau simpan saja air matamu itu, Ta! Aku tidak akan tersentuh dengan air matamu itu! Dan kau tidak mencintaiku, tapi Marcus! Kau telah selingkuh dengannya!""Memangnya kenapa kalau aku selingkuh dengannya? Toh aku hanya jalan saja tanpa melakukan apapun! Kau tahu sendiri siapa yang telah mengambil mahkotaku! Dan jangan sok suci, kaupun selingkuh dengan Halwa, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kalian berc1uman di pertunjukan laser show!""Kami tidak c1uman, sialan!" geram Edzhar."Mana aku tahu selanjutnya kalian kemana lagi! Aku sudah terlanjur kecewa dengan kalian! Jadi aku langsung pergi saat itu juga."Edzhar nampak menyipitkan kedua matany
"Berita apa yang ingin kau sampaikan tadi, Yas?" tanya edzhar setelah sampai di Apartmentnya sambil melepas dan melempar asal jasnya. Tapi Edzhar yakin, apapun yang ingin disampaikan Yas, pasti sama dengan apa yang menjadi kecurigaan Edzhar saat ini. "Saya sudah berhasil mendapatkan track record dari nomor ponsel Nona Tita yang lama, Tuan. Dan banyak pesan singkat untuk Marcus, dengan kata-kata vul9ar. Yang berarti Nona Tita telah menyelingkuhi anda," jawab Yas. Ya, Edzhar memang sudah menduganya, itu makanya ia tidak terlihat kaget lagi dengan berita yang asisten pribadinya itu sampaikan. Atau memang selama ini tanpa sadar ia percaya dengan apa yang pernah diceritakan Halwa tentang perselingkuhan Tita itu? Hanya saja logikanya yang selalu ia kedepankan. Logika yang telah menyesatkan dan menghancurkan pernikahannya dengan wanita yang paling ia cintai itu. Edzhar menghempaskan dirinya di atas sofa panjanga, la