Halwa terbangun karena kecupan-kecupan lembut suaminya di punggungnya, membuat Halwa balik badan dan berhadapan langsung dengan wajah suaminya.
"Pagi ini off dulu ya, Sayang. Aku lelah sekali," gumam Halwa lalu menguap lebar karena ia masih merasa ngantuk."Ya, Aşkım. Aku mengerti, kamu pasti kelelahan karena acara baby shower kemarin, dan harus menemani mereka hingga larut malam," ujar Edzhar sambil mengecup kening Halwa."Lalu kenapa tadi kamu melakukan itu?""Aku hanya tidak bisa berada di dekatmu tanpa menyentuhmu. Tapi kamu tenang saja, hari ini aku akan membiarkanmu istirahat, untuk mengembalikan lagi staminamu.""Terima kasih," ucap Halwa ia memejamkan kembali kedua matanya.Sekali lagi Edzhar mengecup kening Halwa, sebelum turun dari tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi. Tidak lama Edzhar turun, terdengar ketukan di pintu, dan Halwa kembali membuka matanya.Ia meraih jubah tidurnya sebelum bergegas ke arah pBunyi sepatu high heels Anne Neya seolah bergema di lorong rumah sakit yang sepi, wanita itu jalan dengan penuh percaya diri layaknya model papan atas di atas catwalk, hingga matanya tertuju pada sosok menyedihkan yang tengah terduduk lesu di kursi, di depan sebuah ruang rawat inap.Anne Neya kenal betul siapa wanita itu, yang tak lain adalah menantunya, Halwa. Wanita itu tidak bergerak sedikitpun, kepalanya tetap tertunduk sangat rendah hingga nyaris mencapai dadanya.Meski suara yang dikeluarkan dari sepatu high heelsnya Anne Neya itu menyebabkan suara yang mampu membuat siapapun menoleh, Halwa tetap tidak bergeming, seolah-olah jiwanya sedang tidak bersamanya saat ini."Wa ..." sapa Anne Neya lembut, ia tidak mau mengagetkan menantunya yang tengah merenung itu.Perlahan Halwa mengangkat kepalanya dan memeluk erat Anne Neya,"Anne ... " isaknya."Sstt tenanglah, sayang. Anne sudah mendengar sebagian ceritanya dari pelayan, seka
Kedua wanita di Kafe itu terlihat merenung, sama-sama disibukkan dengan pikiran mereka masing-masing, di tengah kesunyian malam yang hangat, yang hanya diganggu oleh derik jangkrik yang tanpa henti, juga sesekali suara yang ditimbulkan dari dorongan strecher pasien yang akan dipindahkan ke kamar rawat inap mereka.Mereka masih menunggu Edzhar yang belum juga mau pulang, bahkan makan pun harus di paksa. Pria itu semakin terpukul setelah hasil test dari dua rumah sakit yang berbeda juga menyatakan, kalau DNAnya dengan bayi di dalam kandungannya Tita itu cocok.Dan itu membuat Halwa semakin merasa takut, takut akan kehilangan Edzhar dan juga takut pada amarah pria itu nantinya, hingga desahan demi desahan terus keluar dari mulutnya, yang kali ini menarik perhatian Anne Neya yang duduk di seberang mejanya."Lebih baik kita pulang saja, Wa. Biarkan saja Edzhar menemani Tita di sini," saran Anne Neya."Aku mau menemani Ed di sini, Anne.""Janga
"Ta, kamu sudah sadar?"Perlahan Tita membuka kedua matanya, kesedihan tampak jelas di kedua matanya itu,"Pergilah, Ed! Pulanglah ke istrimu!" serunya sambil memalingkan wajahnya dari Ezdhar.Mengabaikan Tita yang tengah mengusirnya itu, Edzhar segera menekan tombol darurat. Sama halnya seperti tadi, tidak butuh waktu dokter dan perawat kembali masuk."Tita, dia sudah sadar!" seru Edzhar.Dokter itu segera memeriksa Tita, cukup lama hingga membuat Edzhar tidak sabar dan bertanya, "Bagaimana, Dok? Kenapa Tita bisa bangun padahal tadi sudah diberi obat penenang? Apakah itu buruk untuknya?" "Kami hanya memberinya dosis rendah, Tuan. Mengingat Nona Tita sedang hamil dan mencegah efek samping obat itu pada janinnya, jadi obat itu hanya dapat menenangkannya selama beberapa saat saja, tapi mengingat sekarang Nona Tita sudah sadar, itu adalah sebuah kemajuan untuknya. Dan overal semuanya baik-baik saja," jawab dokter itu.
Halwa bergerak mondar-mandir di kamarnya. Ia tidak bisa tidur karena berbagai macam perasaan yang kini tengah berkecamuk di dalam dadanya, juga kekhawatiran pada suaminya hingga dini hari belum juga pulang, sementara ponselnya tidak aktif.Seharusnya ia tidur, ya kan? Untuk membayar malam-malam berikutnya yang ia yakini akan lebih berat lagi dari malam ini. Tapi nyatanya matanya tidak mau di ajak berkompromi, ia tetap terjaga meski badannya sudah teramat sangat lelah.Sebagai seorang dokter ia tahu, kalau sekarang ia tengah mengalami setengah dari penyebab insomnia, stress, kecemasan dan juga ketakutan. Ia juga tahu insomnianya akan terus berlanjut selama sumber masalahnya belum selesai.Lelah karena terus bergerak gelisah, Halwa merebahkan dirinya di sofa panjang, tempat ia biasa bermanja-manja dengan Edzhar. Tangannya meraih buku yang biasa Edzhar bacakan untuknya, sambil berharap dengan membaca maka rasa kantuknya akan segera datang.Hingga ia
Halwa membuka pintu ruang kerja Edzhar. Meski ia tahu tidak akan menemukan suaminya di dalam sana, sama halnya dengan tiga hari lalu. Tanpa membangunkan Halwa seperti biasanya, suaminya telah berangkat kerja, atau ke rumah sakit, atau keduanya, entahlah.Ya, sudah tiga hari ini Edzhar mengabaikannya, tidak ada obrolan ringan sambil saling berpelukan, sebagaimana rutinitas pagi mereka di setiap harinya. Pria itu sudah pergi sebelum Halwa bangun, dan selalu kembali pada tengah malam. Tiga hari ini juga Halwa berpura-pura tertidur, demi bisa mendengarkan suara hati Edzhar lagi, atau apapun yang akan dikatakan suaminya itu saat Halwa tidur, tapi tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Membuat Halwa kembali menangis dalam diam, hingga pada akhirnya ia tertidur.Melihat sikap Edzhar yang tidak seperti biasanya, siapapun pasti akan dapat dengan mudah menilai kalau suaminya itu tengah menghindarinya, tidak terkecuali Anne Neya. Tatapan sendu wanita itu mengik
Hari menjelang siang saat Halwa terbangun sendirian di kamarnya, di atas tempat tidurnya. Jangan ditanya Edzhar di mana, sudah pasti suaminya itu telah berangkat ke kantornya, atau mungkin juga sedang menjaga Tita di rumah sakit.Bagian pribadinya masih terasa sakit akibat dari perbuatan Edzhar tadi, yang membuatnya bertanya-tanya kapan Halwa pindah ke tempat tidur ini?Seingatnya selesai Edzhar melakukan itu, Halwa langsung bergegas turun dan menangisi dirinya sendiri, mungkinkah Halwa tertidur dan Edzhar memindahkannya ke tempat tidur? Ya, memangnya siapa lagi yang memindahkannya selain suaminya itu?'Bukankah semalam Edzhar begitu mabuk? Kenapa bisa dia langsung berangkat ke kantor, atau kemanapun saat ini? Dan apa yang menyebabkan Edzhar sampai mabuk seperti itu?'Sambil terus memikirkan penyebab dari yang terbaik hingga terburuk kenapa suaminya bisa seperti itu, Halwa menurunkan kedua kakinya, dan melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan d
Edzhar terbangun dengan kepala yang berdenyut nyeri, dan kedua kaki yang menjuntai ke bawah, sementara matanya menyusuri tiap sudut kamar itu, kamarnya.Dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, ia menekan-nekan keningnya untuk meredakan rasa nyeri di kepalanya itu, sambil mengingat-ingat kenapa ia bisa berada di dalam kamarnya, alih-alih di rumah sakit.Edzhar ingat ia terlalu banyak minum saat tengah menemani Tita di rumah sakit. Raganya memang di sana tapi jiwanya seperti tertinggal di rumah, tepatnya di dalam kamarnya. Saat itu ia begitu merindukan istrinya, rindu pada tawa dan candanya, tapi ia harus menjauhinya untuk sementara waktu, dan ternyata ia tidak bisa, karena wajah Halwa tidak mau pergi dari benaknya, ia seperti melihat wanita itu dimanapun ia berada.Ia terus minum hingga mabuk hanya untuk menghilangkan bayangan istrinya itu, tapi ternyata Tita yang mengira ia sudah sepenuhnya mabuk berusaha untuk menggodanya.Wanita itu dudu
"Apa kau sudah membawa Halwa pulang?" tanya Edzhar pada Omer, supir pribadi yang ia tugaskan untuk mengantar dan menjemput Halwa. "Nyonya belum mau pulang, Tuan," jawab Omer. "Di mana kalian?" "Di Kafe favorit Nyonya, Tuan." "Ya sudah, biarkan dia menenangkan diri di sana, saya akan mengirim beberapa pengawal ke sana!" "Baik, Tuan." Edzhar mematikan sambungan teleponnya, bersamaan dengan masuknya Tita ke dalam mobil. "Aku akan menempatkanmu di salah satu Apartmentku!" seru Edzhar setelah Tita duduk di sebelahnya. "Aku tidak mau, Ed. Aku takut sendirian. Kecuali kalau kamu juga tinggal di sana menemani aku." "Jangan mimpi, Ta. Aku sudah memiliki istri sekarang!" "Kalau begitu biarkan aku tinggal di rumahmu, Ed. Aku janji sebisa mungkin aku tidak bersitatap dengan Halwa." "Aku tidak segila itu hingga menempatkan kalian da
Sinar matahari sudah mulai memasuki kamar saat Edzhar bangun dan menepuk sisi kosong di sebelahnya tempat biasanya Halwa tidur. Sudah satu tahun lebih mereka berpisah, dan rasa rindunya pada mantan istrinya itu tidak sedikitpun memudar. bahkan semakin lama malah semakin merindukannya, dan hanya bisa mengobati kerinduannya itu dengan menatap putrinya, Vanessa. Dengan malas Edzhar turun dari tempat tidurnya, matanya langsung tertuju pada ukiran rumit di kaki sofa yang terdapat bercak darah. Ia jadi ragu kalau itu adalah darah Tita, mengingat tak terhitung banyaknya wanita itu berbohong. Tapi kalau itu bukan darah Tita, lalu darah siapa? Edzhar segera meraih ponselnya yang ia letakkan di atas nakas untuk menghubungi Yas, "Ke kamar saya sekarang juga!" perintahnya. Ia tahu sepagi ini Yas pasti sudah berada di dalam rumahnya. Dan benar saja, tidak lama kemudian terdengar password pintu ditekan, yang berarti Yas ak
Halwa tahu wanita yang Victor maksud adalah dirinya, tapi itu tidak menghentikan Halwa untuk menjodohkannya dengan sahabatnya itu,"Bagaimana kalau bertemu dengannya dulu, satu kali saja ... " pinta Halwa dengan wajah memelas,"Lihat nanti saja ya." hanya itu tanggapan Victor.Halwa baru saja akan merespon ketika Paella yang Victor pesan tadi datang, yang disajikan langsung di atas wajan tradisional yang lebar dan dangkal."Gracias!" ucap Victor pada pelayan yang meletakkan makanan itu di atas meja mereka,"Nah, ini salah satu makanan khas Spanyol," ujarnya setelah pelayan itu pergi."Kalau ini sih aku sudah pernah lihat di Jakarta, Vic. Tapi aku tidak tahu namanya.""Memang sudah banyak dijumpai tapas bar Spanyol di berbagai sudut Jakarta dan juga kota besar lainnya di dunia yang menyajikan Paella ini sebagai salah satu menu andalan mereka, sama halnya dengan Churros. Tapi rasanya jauh lebih enak kalau kamu menikmatinya
"Kamu yakin mau mentraktir aku makan?" tanya Victor setelah Halwa duduk manis di sebelahnya sambil memasang set beltnya. Halwa mengangguk antusias, "Iya, gajiku sudah keluar, by the way," jawabnya sambil tersenyum lebar. Dokter residen seperti Halwa, dianggap bekerja di RS tempat dia bertugas, jadi ia mendapatkan gaji yang sesuai, layaknya pendapatan seorang dokter pada umumnya. Karena pada faktanya ia memang bekerja di RS tersebut. Bekerja sambil belajar, bebannya jauh lebih berat melebihi beban dokter lainnya yang hanya sekedar bertugas. "Ahh, pantas saja. Jadi mau makan di mana kita?" Halwa mengetuk-ngetuk dagunya, "Umm, bebas. Aku kan yang traktir kamu, jadi terserah kamu mau makan apa saja," "Street food? Kamu suka?" "Ya, suka sekali, jadi lebih banyak menu yang bisa kita pilih!" "Ok." Vic
Sesampainya di rumah, Edzhar langsung bergegas ke kamar Vanessa, yang untungnya putrinya itu belum tidur dan tengah bermain breast dengan suster Mia dan juga Anne Neya, hingga Edzhar langsung memeluk dan menggendongnya. "Tinggalkan kami, Mia!" seru Anne Neya pada suster Mia yang langsung mengangguk dan keluar dari kamar Vanessa. Anne Neya tahu, putranya itu pasti butuh waktu berdua saja dengan Vanessa. Sambil tersenyum lembut melihat ayah dan anak itu, anne Neya balik badan tapi Edzhar mencegahnya, "Tetaplah di sini, Anne," pinta Edzhar dengan suara parau dan berba;lik ke arah Annenya itu. "Dugaanmu benar, Anne. Vanes adalah putriku dengan Halwa," desahnya bersamaan dengan bulir air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya. "Benarkah?" tanya anne Neya sambil menangkup mulutnya dengan kedua tangannya. "Ya!" jawab Edzhar sambil menc1umi wajah putinya itu. Anne Neya menghampiri
"Kontraksiku sudah mulai sering, sebentar lagi anak ini akan segera lahir. Cepat suruh orangmu itu ke rumah Edzhar sekarang!" seru Tita pada Marcus.Itulah rencana mereka saat Tita akan melahirkan, mereka akan membuat Edzhar percaya kalau anak yang tengah dikandung Halwa bukanlah anaknya, melainkan anak dari sipir penjara. Marcus bahkan sudah membayar seseorang untuk mengedit foto Halwa dan juga sipir penjara itu, sebagai bukti kuat kalau pria itu benar ayah biologis dari sikembar.Saat Halwa keluar dari rumah Edzhar, Marcus dan anak buahnya akan memukuli Halwa hingga cukup sabagai alasan segera dilakukannya operasi caesar untuk mengeluarkan anak-anaknya, yang akan Tita ambil salah satunya.Rencana yang sudah tersusun rapi melalui pesan singkat Tita dan Marcus."Tenang saja, kami sedang dalam perjalanan ke rumah itu," sahut Marcus."Ingat, setelah kamu menukar bayi kita dengan putri Halwa, segera singkirkan wanita itu dan putran
Hari-hari berikutnya Edzhar lewati dengan menyibukkan dirinya di kantor. Ia terus bekerja seolah-olah akan mati kelaparan esok harinya kalau ia tidak melakukan itu.Semua semata-mata hanya sebagai pelarian dirinya saja dari masalah hidupnya, juga rasa bersalahnya pada Halwa yang terus saja datang menghantuinya. Dan di atas semua itu, ucapan Halwa yang selalu terngiang di telinganya itulah yang membuatnya semakin terjatuh ke lubang penyesalan yang terdalam.'Seandainya ada reinkarnasi di dunia ini, aku hanya berharap aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi. Beribu kali siklus kehidupan pun berulang, aku akan tetap memanjatkan permohonan yang sama, semoga aku tidak bertemu kamu lagi!"Kata-kata itulah yang selalu terngiang di telinganya, tiap kali Edzhar sedang sendiri seperti saat ini.Edzhar meletakkan penanya, lalu bersandar pada kursi kebesarannya sambil menekan pelipisnya dengan jari telunjuk dan juga ibu jarinya,"Ya, kamu memang
"Tuan, bangun Tuan!" seru Yas sambil mengguncang bahu Edzhar yang tertidur di sofa panjangnya."Hmmm, ada apa Yas? Apa wanita sialan itu sudah pergi?" tanya Edzhar setengah mengantuk."Belum, Tuan. Tapi di bawah ada pihak berwajib, mereka meminta izin Tuan untuk menangkap Nona Tita." jawab Yas, membuat rasa kantuk Edzhar seketika menghilang."Atas dasar apa?" tanyanya lagi sambil melesat berdiri."Maaf, seharusnya saya memberitahu anda terlebih dahulu sebelum menyampaikan laporan ini pada Anne anda. Saya hanya tidak menyangka kalau Anne anda akan langsung memanggil pihak berwajib.""Katakan saja intinya, Yas. Tuduhan apa yang telah dijatuhkan pada wanita itu? Dan kenapa Anne yang melaporkannya ke pihak berwajib?""Biar pihak berwajib saja yang akan menerangkannya pada anda nanti, Tuan. Saya takut, jika anda tidak muncul juga di bawah, Anne anda akan bersikap kalap pada Nona Tita.""Kenapa rumah ini tidak pernah tenang?"
"Karena aku cemburu padanya, Ed! Dia selalu mendapatkan apa yang dia mau! Bahkan termasuk mendapatkanmu!""Hanya karena itu kau berniat jahat padanya?" tanya Edzhar lagi."Halwa telah merebut pria yang aku cintai!" jawab Tita sebelum tangisnya kembali pecah."Lebih baik kau simpan saja air matamu itu, Ta! Aku tidak akan tersentuh dengan air matamu itu! Dan kau tidak mencintaiku, tapi Marcus! Kau telah selingkuh dengannya!""Memangnya kenapa kalau aku selingkuh dengannya? Toh aku hanya jalan saja tanpa melakukan apapun! Kau tahu sendiri siapa yang telah mengambil mahkotaku! Dan jangan sok suci, kaupun selingkuh dengan Halwa, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kalian berc1uman di pertunjukan laser show!""Kami tidak c1uman, sialan!" geram Edzhar."Mana aku tahu selanjutnya kalian kemana lagi! Aku sudah terlanjur kecewa dengan kalian! Jadi aku langsung pergi saat itu juga."Edzhar nampak menyipitkan kedua matany
"Berita apa yang ingin kau sampaikan tadi, Yas?" tanya edzhar setelah sampai di Apartmentnya sambil melepas dan melempar asal jasnya. Tapi Edzhar yakin, apapun yang ingin disampaikan Yas, pasti sama dengan apa yang menjadi kecurigaan Edzhar saat ini. "Saya sudah berhasil mendapatkan track record dari nomor ponsel Nona Tita yang lama, Tuan. Dan banyak pesan singkat untuk Marcus, dengan kata-kata vul9ar. Yang berarti Nona Tita telah menyelingkuhi anda," jawab Yas. Ya, Edzhar memang sudah menduganya, itu makanya ia tidak terlihat kaget lagi dengan berita yang asisten pribadinya itu sampaikan. Atau memang selama ini tanpa sadar ia percaya dengan apa yang pernah diceritakan Halwa tentang perselingkuhan Tita itu? Hanya saja logikanya yang selalu ia kedepankan. Logika yang telah menyesatkan dan menghancurkan pernikahannya dengan wanita yang paling ia cintai itu. Edzhar menghempaskan dirinya di atas sofa panjanga, la