Share

58. TIDAK ADA JATAH

Penulis: A mum to be
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-05 13:20:46

Sarah mendekatkan diri dan mengecup pipi Raka dengan manis. Setelah itu, ia melangkah pergi dengan anggun, meninggalkan suaminya yang terlihat begitu frustrasi. Senyuman Sarah menyiratkan kemenangan kecil, sementara Raka hanya bisa menghela napas panjang, memandangi punggung istrinya yang menghilang di balik pintu.

Namun, sialnya, Sarah sempat berpapasan dengan Nadia di lobi. Kali ini, Sarah tidak mencoba menghindar. Sebaliknya, ia mendekati Nadia dengan senyuman hangat yang penuh makna.

"Mbak Nadia," sapa Sarah dengan nada santai, tetapi jelas terdengar menusuk. "Makasih ya udah menemani suami saya hari ini."

Wajah Nadia langsung berubah tegang, tetapi ia mencoba mempertahankan sikap tenangnya.

"Ah, iya. Sama-sama, Sarah," jawab Nadia pelan, senyum tipisnya terlihat dipaksakan.

"Tapi, lain kali, jangan terlalu dekat ya. Saya enggak mau orang lain salah paham." Ucapan Sarah terdengar lembut, namun begitu tajam.

Nadia terdiam, tidak bisa memb

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   59. PERMINTAAN PULANG

    "Dari rumah, Mas," ujar Sarah sambil melirik sekilas ke layar ponsel.Sarah menyerahkan ponsel itu kepada Raka, lalu duduk di sampingnya. Ia memasang wajah serius, bersiap mendengarkan pembicaraan yang mulai berlangsung.Raka mengangkat panggilan itu dengan malas, menempelkan gawai di telinganya. "Kenapa, Pa?" tanyanya datar.Suara Pak Herman terdengar serak di ujung sana, penuh beban. "Raka, Papa butuh kamu. Kondisi Papa semakin menurun. Pulanglah ke rumah."Ekspresi Raka berubah dingin. Ia berdeham kecil, mencoba menutupi rasa tak nyaman yang mendesak dalam hatinya. "Nanti aku pikirkan lagi, Pa."Pak Herman mendesah pelan, tetapi terdengar jelas kekecewaan di balik helaan napasnya. "Tolong, Ka. Cuma kamu yang Papa punya. Papa enggak tahu harus gimana lagi."Raka mendecak pelan, emosinya perlahan terpicu. "Papa baru sadar sekarang? Dulu, saat Mama masih ada, Papa enggak pernah peduli sama keluarga ini. Papa malah selingkuh dengan Bu Rini."

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   60. JANGAN SAMPAI MENYESAL!

    Sarah tertegun, matanya menyipit sedikit saat memperhatikan wanita yang tiba-tiba muncul dari arah luar. Wanita itu membawa kantong belanjaan yang cukup banyak. Sementara kini Pak Herman tampak menghela napas berat, wajahnya semakin suram. Raka yang duduk di samping Sarah berubah tegang seketika, rahangnya mengeras.“Bu Rini…” gumam Raka pelan, nada suaranya mencerminkan kejutan yang bercampur amarah. Bagaimana tidak. Jam sudah menunjukka hampir pukul sebelas malam. Namun, ibu tirinya tersebut baru saja pulang ke rumah.Bu Rini tersenyum lebar, seolah-olah tidak menyadari suasana tegang yang memenuhi ruangan. "Oh, kalian sudah datang. Kebetulan sekali!" katanya dengan nada ceria yang justru membuat suasana semakin tidak nyaman.Pak Herman segera melangkah maju, mencoba menghentikan situasi sebelum memburuk. “Rini, masuk saja ke dalam. Jangan banyak bicara,” ujarnya dengan nada tegas, wajahnya penuh kewaspadaan.Namun, Rini h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   61. KABAR BURUK

    Hujan masih mengguyur deras ketika mobil yang membawa Raka dan Sarah berhenti di depan kontrakan. Langit malam penuh dengan gemuruh petir, menciptakan suasana yang dingin dan mencekam.Raka segera turun dari mobil, tidak peduli pada rintik hujan yang langsung membasahi tubuhnya. Ia membuka bagasi, mengambil payung, dan menyerahkannya pada Sarah “Pakai ini,” katanya singkat.Sarah memandang payung itu sejenak, lalu menggeleng. “Kita ‘kan masih bisa pakai berdua, Mas?”Namun, tanpa banyak bicara, Raka mengulurkan payung itu ke tangannya. Tatapan matanya tegas, membuat Sarah akhirnya mengalah.“Mas sendiri gimana?” tanya Sarah pelan.“Aku enggak apa-apa,” jawab Raka singkat sambil berjalan lebih dulu ke arah pintu kontrakan. Hujan semakin deras mengguyur tubuhnya, tapi ia seakan tidak peduli.Sarah menghela napas dan mengikuti dari belakang, berusaha melindungi diri dengan payung yang terasa tidak cukup besar. Dalam hati, ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya ada di pikiran Raka. Pria it

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   62. WANITA ULAR

    "Ini pasti ulah Bu Rini."Raka mengepalkan tangannya erat, matanya menyala-nyala dengan kemarahan yang terpendam. Hujan di luar semakin deras, seolah mencerminkan badai emosi yang berkecamuk di dalam dirinya.Tak lama kemudian, seorang perawat datang menghampiri mereka. "Bapak dan Ibu, dokter ingin berbicara dengan Anda berdua di ruangan beliau. Silakan ikuti saya."Raka dan Sarah berdiri bersamaan, melangkah menuju ruangan dokter dengan hati yang penuh kecemasan. Ketika mereka memasuki ruangan itu, dokter terlihat serius dengan beberapa dokumen medis di atas meja."Silakan duduk," kata dokter sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. "Kami menemukan sesuatu yang cukup mengkhawatirkan terkait kondisi Pak Herman."Sarah melangkah maju, jantungnya berdegup keras. "Maksud dokter apa?"Dokter menghela napas panjang sebelum menjawab. "Kami mendapati bahwa Pak Herman telah mengonsumsi obat-obatan di luar resep yang diberikan oleh kami. Zat aktif dalam obat-obatan tersebut dapat memperbur

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   63. TAMU TAK DIUNDANG

    Semakin Raka mendekat ke arah sumber suara, rasa curiganya semakin nyata. Langkah kakinya terdengar berat, tapi penuh kepastian. Suara cekikikan itu menguar dari ruang tengah, dan setiap tawa seolah menyulut api di dadanya. Dalam benaknya, muncul pertanyaan—apa lagi yang direncanakan Bu Rini kali ini?Setibanya di ambang pintu ruang tengah, ia mendapati Bu Rini duduk santai di sofa bersama seorang perempuan muda. Wajah perempuan itu cerah, senyum terukir di bibirnya, dan matanya memandang penuh rasa ingin tahu ke arah Raka.Raka menghentikan langkah, tatapannya tajam dan menusuk. "Siapa ini?" tanyanya dengan suara yang datar namun penuh ketegasan.Bu Rini, tanpa sedikit pun merasa terganggu oleh sikap dingin Raka, tersenyum lebar. "Jangan ketus begitu dong, Ka. Kenalin dulu. Ini Ratna, anak Ibu dari kampung. Tahun ini dia akan kuliah di Jakarta."Raka mengernyit. Belum selesai dengan masalah ayahnya di rumah sakit, kini muncul masalah baru. Ia menatap Ratna dengan cepat, hanya untuk m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   64. RENCANA JAHAT

    "Ibu yakin ini akan berhasil? Kalau sampai Mas Raka tahu, dia pasti akan marah besar.""Dia tidak akan tahu, Nak," ujar Bu Rini yakin. "Tugasmu hanya memastikan kamu ada di sisi yang tepat saat waktunya tiba."Di kontrakan, Sarah mendapati Raka masih terjaga, wajahnya penuh ketegangan. "Mas, kamu nggak bisa begini terus. Tidur dulu, ya? Kamu nggak bisa mikirin semuanya sendirian."Raka menggeleng pelan. "Sarah, kamu nggak ngerti. Bu Rini selalu punya rencana. Dan aku yakin, Ratna itu bagian dari rencana besarnya. Aku cuma takut Papa jadi korban lagi.""Kita akan hadapi ini sama-sama, Mas. Kamu nggak sendirian," jawab Sarah dengan nada lembut.Namun, sebelum Raka bisa membalas, ponselnya berdering. Ia mengambilnya dengan cepat, melihat nama perawat rumah sakit di layar. "Halo?"Suara di ujung sana terdengar tegang. "Pak Raka, kondisi ayah Anda menurun lagi. Kami butuh Anda di sini sekarang."Raka langsung berdiri. "Kami akan segera ke sana."Tanpa pikir panjang, ia menggenggam tangan S

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   65. ADU STRATEGI

    “Mas Raka,” suara di ujung sana terdengar familiar. Itu suara salah satu perawat yang biasa menjaga ayahnya. “Saya perlu memberitahu sesuatu. Ada hal aneh yang saya temukan.”“Aneh? Apa maksudnya?” tanya Raka dengan tegang.“Saya nggak bisa bicara banyak di telepon. Tapi tolong temui saya di ruang administrasi. Ini penting.”Raka langsung berdiri, wajahnya penuh tekad. “Saya akan segera ke sana.”Setelah menutup telepon, ia menoleh ke Sarah. “Aku harus pergi sebentar. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan.”“Aku ikut,” kata Sarah tanpa ragu.Raka ingin menolak, tetapi tatapan Sarah menunjukkan bahwa ia tidak akan menerima penolakan. Akhirnya, mereka berdua berjalan cepat menuju ruang administrasi.Setibanya di ruang administrasi, mereka bertemu dengan perawat yang tadi menelepon. Wanita itu, seorang perawat senior bernama Bu Mira, tampak gelisah.“Ada apa, Bu?” tanya Raka tanpa basa-basi.Bu Mira melirik sekitar sebelum berbicara. “Ada sesuatu yang aneh dengan obat-obatan yang diberik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Setelah Istriku Memilih Pergi   66. TIDAK BUTUH BANTUAN

    Pria itu kini tersenyum manis. Tatapan hangat dan memujanya masih tak berubah ketika melihat sosok Sarah. Jelas membuat Raka menjadi semakin kesal berkali-kali lipat.“Dunia memang sempit ya ternyata,” kata pria itu, santai tapi terdengar menggoda. “Om Sebastian sedang berada di New York. Jadi, dia minta aku yang ke sini buat bantuin temannya. Eh, ternyata malah Om Raka.”Sarah yang berada di samping Raka tampak bingung, namun ia hanya diam sambil memerhatikan dua pria itu. Raka mendengus kecil, jelas menunjukkan ketidaksenangannya.“Saya tidak butuh bantuanmu,” tegas Raka, menolak dengan nada dingin.Rafly tertawa kecil, sama sekali tidak terganggu dengan sikap dingin Raka. “Yah, jangan egois, Om. Aku dengar dari Om Sebastian kalau Om orangnya memang gengsian. Tapi ingat. Ini masalah yang serius.”“Kau??” Raka mulai mengeraskan rahangnya.“Aku di sini hanya untuk membantu.”Raka mengepalkan tangan, mencoba menahan emosinya. Tapi tatapan Sarah yang memohon agar ia tetap tenang membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   98. RAKA AKHIRNYA TAHU

    Sarah menarik napas panjang sambil menyandarkan punggungnya ke bantal yang menopang tubuhnya. Wajahnya masih tampak pucat meski ia berusaha terlihat tegar di depan Raka. Sesekali, tangannya yang lemah mencoba merapikan helai rambut yang keluar dari kerudungnya.Tatapan Sarah kemudian beralih ke arah suaminya, yang duduk dengan kepala tertunduk, tangan terkepal di atas lututnya. Ruangan itu sunyi, hanya suara detak jarum jam di dinding yang terdengar samar."Maaf, Mas. Aku cuma nggak mau kamu kepikiran dengan kondisi aku," kata Sarah akhirnya, suaranya pelan namun penuh ketulusan. Ia tahu Raka pasti merasa bersalah, meskipun ia tidak mengungkapkan semuanya secara langsung.Sementara di sudut ruangan, Dini berdiri mematung. Ia memandang keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mungkin campuran antara rasa prihatin dan rasa hormat pada Sarah, yang meski dalam kondisi lemah, tetap berusaha menjaga perasaan suaminya. Dini memilih untuk diam, memberikan ruang kep

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   97. HAMIL??

    Pikiran Raka tak tertuju pada suara Dini yang barusan berbicara, melainkan pada sosok istrinya yang tampak berbeda pagi ini. Ia menatap Sarah yang sudah mengenakan pakaian formal hitam putih yang membuatnya tampak begitu anggun.. Ada rasa bangga dan kagum yang bercampur menjadi satu."Sayang, hari ini kamu sidang?" tanyanya dengan suara rendah, nyaris berbisik.Sarah menoleh, sedikit terkejut dengan perhatian Raka. "Iya, Mas. Do'akan ya, semoga semuanya lancar." Senyumnya tersungging, meski gugup terlihat jelas di wajahnya.Raka mengangguk mantap. "Amin. Kalau gitu Mas yang antar kamu ke kampus," ujarnya tegas.Sarah langsung menggeleng cepat. "Enggak usah, Mas. Aku sama Dini aja."Namun, seolah tak mendengar, Raka mengambil buku-buku Sarah dari tangannya dan memasukkannya ke dalam mobil tanpa banyak bicara.Dini yang berada di dekat pintu menghela napas pendek sebelum akhirnya berkata, "Kita jumpa di kampus aja ya, Ra."Sarah menatap

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   96. SARAH PERGI DARI RUMAH

    [Sayang, kamu di mana?]Sarah membaca pesan itu dengan hati yang campur aduk. Meski sedih dengan situasi di antara mereka, ia tidak bisa mengabaikan pesan dari Raka. Ia segera mengetik balasan, mencoba tetap tenang meskipun pikirannya berkecamuk.[Aku sudah di rumah, Mas.]Setelah mengirim balasan, Sarah menghela napas panjang. Ia melangkah pelan menuju kamar. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh lampu meja di sudut ruangan. Sarah menghempaskan tubuhnya ke kasur, berharap bisa segera tertidur dan melupakan semua kekacauan ini. Tapi matanya masih terbuka, pikirannya terus berputar-putar memikirkan semua masalah yang ada.Derit pintu kamar yang terbuka tiba-tiba memecah keheningan. Sarah tahu itu pasti Raka. Ia segera memejamkan matanya rapat-rapat, berpura-pura tidur. Langkah kaki Raka terdengar mendekat, semakin lama semakin jelas. Lalu, kasur di sebelahnya bergerak pelan. Sarah merasakan kehangatan tubuh Raka saat pria itu memeluknya dari arah belakang."Sarah," bisik Raka lembut.

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   95. SIAPA YANG MAU PERGI?

    Sarah mengangguk. Air mata yang sedari tadi berusaha ditahannya kini jatuh membasahi pipi. Dengan tangan gemetar, ia berusaha menghapus jejak kesedihan itu. Tapi kata-kata Dini membuyarkan usahanya."Enggak, Ra. Kali ini aku enggak setuju," ujar Dini dengan tegas. Matanya menatap lurus ke arah Sarah, penuh kekhawatiran dan ketegasan yang jarang terlihat dari sahabatnya itu.Sarah menundukkan wajahnya, bahunya bergetar. Air matanya semakin deras mengalir, seolah membebaskan rasa sakit yang sudah lama tertahan di hati. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan isak yang nyaris pecah."Ternyata sakitnya begini ya, Din. Aku enggak sanggup," lirih Sarah akhirnya, suara pelannya nyaris tak terdengar.Dini tidak bisa berkata apa-apa. Ia segera mendekati Sarah dan memeluknya erat, memberikan kehangatan yang dibutuhkan sahabatnya itu. Dalam pelukan, Sarah hanya terisak, tanpa kata-kata, hanya suara tangisnya yang terdengar. Mereka diam cukup lama, membiarkan suasana mendukung proses penyemb

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   94. SAKIT TAK BERDARAH

    "Biarkan saja. Ini sudah malam. Seharusnya dia tahu diri," kata Raka dengan nada kesal, menatap layar ponselnya yang masih menyala.Namun, Sarah yang berada di sampingnya menggeleng pelan. Wajahnya menunjukkan rasa iba. "Angkat aja, Mas. Siapa tahu penting," ujarnya lembut.Raka mendesah panjang. Ia mengusap wajahnya dengan tangan sebelum akhirnya menekan tombol hijau untuk menerima panggilan itu. "Halo, ada apa?" tanyanya singkat, tanpa menyembunyikan nada tidak sabar dalam suaranya.Dari seberang telepon, suara lembut Nadia terdengar. "Aku cuma mau nanya kabarmu, Ka. Kamu kelihatan sibuk banget akhir-akhir ini. Aku khawatir."Raka mengerutkan kening, mencoba menahan emosinya. "Ini sudah malam, Nadia. Kalau nggak ada yang penting, lebih baik kita bicara besok saja."Ada jeda beberapa detik sebelum Nadia menjawab. "Maaf, aku nggak bermaksud mengganggu. Aku cuma... ya sudah, selamat malam, Ka."Raka memutus panggilan tanpa menambahkan sepatah kata pun. Ia meletakkan ponsel di meja deng

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   93. PAK HERMAN AKHIRNYA TAHU

    Sarah menarik napas panjang, mencoba mengendalikan detak jantungnya yang berdegup kencang. Tangannya masih memegang erat telepon, dan ia tahu bahwa jawaban yang akan diberikan harus terdengar meyakinkan.“Aku lagi di kafe sama Dini dan Lira, Mas,” katanya, mencoba terdengar santai meskipun perasaan gugup menyelimutinya.“Oh, kalau begitu, share loc aja ya. Biar Mas jemput kamu,” kata Raka dengan nada lembut di ujung telepon.Sarah menelan ludah, pikirannya berputar cepat mencari alasan. Ia melirik ke arah Dini dan Lira, yang hanya bisa memberinya pandangan penuh pengertian.“A-aku nanti dianterin Lira, Mas. Kami dijemput sama pacarnya Lira. Kita ketemuan di rumah sakit aja ya?” usul Sarah, berharap alasan itu cukup masuk akal.Ada jeda di telepon sebelum akhirnya Raka menjawab, “Oke. Kalau begitu, Mas tunggu kamu di sana. Jangan lama-lama ya, Sayang.”Telepon terputus, dan Sarah menghela napas panjang. Ia merasa lega tetapi juga tahu bahwa masalah sebenarnya belum selesai. Ia menatap

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   92. DELAPAN MINGGU

    Sarah memeluk dirinya sendiri, tangisnya semakin tak tertahankan. “Tolong, Raf!” isaknya sambil memandang Rafly dengan mata memohon. Air mata mengalir deras di pipinya, membuatnya terlihat begitu rapuh.Dini mengangguk pelan, lalu merangkul Sarah. “Udah ya. Aku di sini buat kamu, Ra. Kamu nggak sendirian,” katanya lembut, mencoba menenangkan hati Sarah yang sedang hancur.Namun, Rafly berdiri mematung. Emosinya tak tertahan lagi. Dengan frustrasi, ia menendang angin dan melangkah cepat ke luar ruangan. “Aku nggak bisa terus-terusan kayak gini,” gumamnya sebelum pergi.Melihat itu, Lira segera mengejar Rafly. Ia menyusulnya di lorong dan menarik lengannya untuk berhenti. “Raf, tolong dengar aku!” katanya setengah memohon.“Apa lagi, Lira?” Rafly menoleh dengan wajah penuh kekesalan. “Dia terus menyiksa dirinya sendiri, dan kita cuma diem aja? Aku udah capek ngeliat dia kayak gitu!”

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   91. SARAH HAMIL

    Sarah membuka matanya dengan pandangan yang berkunang-kunang. Suara gaduh di sekelilingnya mulai terdengar perlahan, dan rasa sakit di kepala membuatnya sulit menggerakkan tubuh. Pandangannya masih kabur saat ia mencoba mengenali sosok yang ada di dekatnya.“Kamu udah sadar, Ra?” suara itu terdengar tegas dan cemas. Begitu pandangan Sarah mulai fokus, ia terkejut melihat Rafly duduk di sampingnya.“Raf?” gumam Sarah lemah. Ia mencoba duduk, tapi tubuhnya terasa begitu lemah hingga Rafly harus membantunya.“Jangan terlalu banyak bergerak dulu. Kamu baru saja pingsan,” kata Rafly sambil menyodorkan segelas air putih.Sarah menerima gelas itu dan meminum seteguk kecil. Setelah meletakkan gelas, ia mencoba mencerna keadaannya. “Aku kenapa?” tanyanya pelan.“Kamu pingsan di koridor kampus. Untung saja ada Dini dan Lira. Mereka langsung cari bantuan,” jawab Rafly dengan nada serius.Sarah hanya mengangguk pelan, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum tubuhnya ambruk. Namun, perkataan Ra

  • Setelah Istriku Memilih Pergi   90. AKU ...BAIK-BAIK SAJA

    "Kenapa Mas diem aja? Kenapa Mas nggak melawan?" tanya Sarah bertubi-tubi.Namun, Raka hanya diam dan pasrah menerima perawatan luka yang diberikan oleh Sarah. Pria itu tahu bahwa dia pantas mendapatkan serangan dari Rafly."Mas??" gumam Sarah lagi setelah mengakhiri pengobatannya.Raka akhirnya menjawab, "Rafly benar. Seharusnya aku nggak menghadirkan luka baru di pernikahan kita.""Nggak usah dengerin Rafly ya. Dia nggak ngerti keadaannya gimana," balas Sarah, mencoba menenangkan meskipun hatinya sendiri terasa perih.

DMCA.com Protection Status