"Bagaimana mungkin Jane meninggal? Nggak mungkin! Pas pulang ke rumah beberapa hari yang lalu, aku masih melihat dia tidur di kamar.""Dan Jack, aku bahkan baru saja mengajaknya makan di hotel. Bagaimana mungkin mereka meninggal?"Dengan mata merah dan air mata mengalir deras, Michael menerjang polisi yang hendak menutup kain putih di atas tubuh kami."Ibu, bukannya kita ada di sini? Kenapa ayah nggak bisa melihat kita?"Tanya Jack sambil menggenggam tanganku erat. Dia tampak bingung melihat ayahnya begitu sedih."Sayang, kita sudah tak lagi menjadi bagian dari dunia ini, jadi ayah nggak bisa melihat kita."Jawabku sambil mengusap kepalanya dengan lembut.Polisi membawa Michael ke kantor untuk penyelidikan, sementara tim forensik memeriksa penyebab kematian kami.Dengan berat hati, mereka merapikan tubuh kami yang sudah tak bernyawa, sementara Jack terus menangis dan berulang kali mengatakan betapa sulitnya dia bekerja untuk keluarga, betapa dia mencintai anaknya."Omong kosong! Istrim
Keesokan harinya adalah hari pemakaman aku dan Jack.Kerabat dan teman-teman datang ke rumah duka dengan wajah penuh duka cita. Aku dan Jack terbaring bersama dalam peti mati yang sempit."Ibu, banyak sekali orang yangdatang, tapi kenapa mereka nggak meladeniku?"Jack berlari ke sana kemari dengan riang, seolah menikmati bahwa dia bisa menembus tubuh orang-orang tanpa hambatan.Aku berdiri di sudut ruangan, memanang Michael dengan diam.Dia mengenakan setelan jas hitam dengan bunga putih yang terselip di dada kirinya."Turut berduka, Mike!""Yang tabah ya, bro!"Banyak orang yang melihatnya berdiri di depan peti mati, lalu menghampiri untuk memberikan kata-kata penghiburan.Namun Michael tidak menanggapi mereka. Matanya hanya tertuju pada foto hitam putihku yang terpampang di altar, tidak mengatakan sepatah kata pun."Kenapa? Kenapa kamu harus bersikeras melawanku?""Kalau saja kamu mau mengalah sedikit, coba bicara baik-baik denganu, mungkin ini semua nggak akan terjadi."Matanya pen
"Nggak apa-apa, ayah. Aku hanya merasa sangat bersalah pada mereka berdua!"Suara Michael terdengar serak, lalu dia menampar dirinya sendiri dengan keras.Ayahku hendak mendekatinya, tetapi tiba-tiba seseorang menerobos masuk ke ruang duka tanpa diundang."Mike, kejam sekali dirimu! Kamu yang membunuh anakku dan sekarang malah mengadakan acara pemakaman untuk mereka!"Siska berdiri di sana dengan penuh rasa cemburu, menatap fotoku yang tergantung di altar. Padahal anak di dalam kandungannya sudah tiada, tapi dia tak habis pikir kenapa Michael masih bisa berduka untuk istri tuanya.Begitu melihat Siska, Michael langsung melangkah maju dan mencekik lehernya."Kalau bukan karena kamu, aku nggak akan kehilangan istri dan anakku! Ini semua salahmu!"Sambil bicara, cengkeramannya semakin kuat, membuat wajah Siska memucat.Ayahku yang mendengar kata-kata mereka, segera maju dan bertanya, "Apa maksudnya?""Dasar tua bodoh! Mike sudah selingkuh denganku sejak setahun yang lalu. Dia sudah lama m
Kematianku dan Jack menjadi berita besar di daerah kami. Akibatnya, saham perusahaan Michael terus merosot hingga akhirnya dinyatakan bangkrut.Namun, Michael tampak tak peduli. Dia mengikuti ayahku pulang ke kampung halaman, setiap hari berdiri di depan rumah memohon agar ayahku memberitahunya di mana makam kami berada.Ayahku yang sudah tidak tahan lagi akhirnya mengusirnya dengan sapu.Tak punya pilihan lain, Michael kembali ke rumah kami.Meski bau busuk masih menyengat di rumah, dia bertingkah seolah-olah tidak mencium apa-apa dan langsung berbaring di ranjangku.Dia mengambil ponsel dan terus memutar video kenangan kami, mulutnya terus bergumam pelan, "Jane, ini semua salahku, aku yang nggak menyelamatkanmu. Tapi kenapa kamu tega meninggalkanku begitu saja?!"Air matanya mengalir deras hingga membasahi sarung bantalku.Melihat dia begitu sedih, entah kenapa aku justru merasa puas."Ini semua salahmu sendiri, kamu yang berselingkuh, kamu yang menghancurkan rumah ini, kamu yang me
Jantungku terasa seperti diremas oleh tangan yang kuat, bahkan napasku terasa terhenti."Ibu, kamu kenapa?"Anakku duduk di sampingku dengan wajah penuh rasa takut.Aku sudah kesulitan bernapas saat ini. Demi tidak membuatnya panik, aku mencoba tersenyum padanya.Hanya saja, senyuman itu terasa sangat dipaksakan.Aku ingin mengulurkan tangan untuk mengusap kepalanya, tapi tanganku malah terkulai lemas, tidak bisa digerakkan sama sekali."Ibu, apa kamu sudah mau mati? Jangan tinggalkan Jack!"Wajah anakku menjadi pucat, menangis sekeras-kerasnya.Tangisannya membuat kepalaku berdenyut sakit. Aku merasa jantungku semakin nyeri, bahkan bernapas pun makin sulit."Pergi ... telepon ... ayah."Ujarku dengan terputus-putus.Jack yang masih berusia tiga tahun tentu tidak mengerti apa yang sedang kualami. Aku hanya bisa memintanya mencari bantuan suamiku.Dia menyeka air matanya, lalu buru-buru turun dari tempat tidur untuk mengambil ponselku di ruang tamu.Setelah mendapatkan ponsel, dia menga
Ketika aku membuka mata lagi, aku melihat diriku sendiri tergeletak di lantai.Jack masih terus menekan ikon kecil di layar ponsel, hingga akhirnya panggilan itu terhubung."Ayah, kapan ayah pulang? Ibu nggak bergerak sama sekali di kasurnya."Ujar Jack sambil terisak-isak, napasnya tersengal karena tangis yang tak kunjung reda."Panggil saja dia kalau nggak bangun! Nggak kerja, hanya bisa tidur-tiduran seperti babi pemalas di rumah!""Kalau ada apa-apa, cari saja ibumu, jangan ganggu aku!"Ujar Michael dengan kesal."Kamu sudah janji mau temani aku malam ini, jangan pikirkan istri tuamu!""Kamu milikku malam ini."Dari balik telepon, terdengar suara lembut yang membuat jantung berdegup kencang.Aku mendengar semuanya dan merasa sangat kasihan pada diriku sendiri.Setelah menikah dengan Michael, aku berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga.Aku mengurus rumah, mencuci, memasak dan merawat anak kami setiap hari. Tapi, di mata Michael, aku dianggap hanya bersantai di rumah tanpa mel
"Bangun bu! Aku takut ... "Langit di luar sudah gelap gulita, Jack yang baru bangun tidur mulai menggoyangkan tubuhku.Aku buru-buru menghampirinya, ingin memeluknya erat-erat.Namun, tanganku justru menembus dirinya, aku sama sekali tidak bisa menyentuhnya."Ibu, aku takut gelap, cepat nyalakan lampunya!"Melihat aku tidak merespons, Jack duduk di ranjang sambil menangis keras-keras.Biasanya, kalau dia menangis seperti ini, aku pasti langsung menuruti permintaannya.Namun kali ini, meski suaranya sudah serak karena menangis, aku tetap tak kunjung bangun.Akhirnya, karena tak ada pilihan, Jack turun dari ranjang dan menyalakan lampu sendiri.Dia menoleh ke arahku sejenak, lalu berjalan ke dapur untuk mencari makanan.Namun gigi Jack sudah kurang bagus sejak kecil, jadi aku jarang memberinya cemilan, hanya ada beberapa buah di dapur.Setelah mencari-cari cukup lama, akhirnya dia mengambil sebuah apel dingin dari dalam kulkas.Dia membawanya ke wastafel kecil miliknya, mencuci apel itu
Tiba-tiba, ponsel Michael berdering."Mike, perutku sakit sekali, bisa nggak datang temani aku?"Terdengar suara Siska yang lemah, seperti benar-benar sedang sakit.Michael langsung menghentikan langkahnya, menjawab, "Sebentar, aku segera ke sana, tunggu aku!"Dia berbalik ingin pergi, tetapi Jack menarik tangannya.Dengan tubuh kecilnya, dia mencoba memaksa ayahnya untuk masuk ke kamar dan melihatku."Ayah, ayo lihat ibu!"Namun, Michael mulai kesal dan langsung mendorong Jack, dia berkata, "Aku ada urusan di kantor, cepat suruh ibumu bangun dan masak untukmu."Setelah itu, dia buru-buru mengambil jaket dan keluar rumah.Aku berdiri di belakangnya, melambaikan tangan dengan panik. “Jangan pergi! Masuklah sebentar saja! Dia hanya sakit perut, tapi aku sudah mati!"Tentu saja, Michael tidak akan bisa mendengarku. Dia hanya memikirkan kekasihnya yang sedang sakit perut.Pintu tertutup dengan keras, membuat Jack terkejut dan mulai menangis histeris.Tangisannya begitu memilukan hingga kem
Kematianku dan Jack menjadi berita besar di daerah kami. Akibatnya, saham perusahaan Michael terus merosot hingga akhirnya dinyatakan bangkrut.Namun, Michael tampak tak peduli. Dia mengikuti ayahku pulang ke kampung halaman, setiap hari berdiri di depan rumah memohon agar ayahku memberitahunya di mana makam kami berada.Ayahku yang sudah tidak tahan lagi akhirnya mengusirnya dengan sapu.Tak punya pilihan lain, Michael kembali ke rumah kami.Meski bau busuk masih menyengat di rumah, dia bertingkah seolah-olah tidak mencium apa-apa dan langsung berbaring di ranjangku.Dia mengambil ponsel dan terus memutar video kenangan kami, mulutnya terus bergumam pelan, "Jane, ini semua salahku, aku yang nggak menyelamatkanmu. Tapi kenapa kamu tega meninggalkanku begitu saja?!"Air matanya mengalir deras hingga membasahi sarung bantalku.Melihat dia begitu sedih, entah kenapa aku justru merasa puas."Ini semua salahmu sendiri, kamu yang berselingkuh, kamu yang menghancurkan rumah ini, kamu yang me
"Nggak apa-apa, ayah. Aku hanya merasa sangat bersalah pada mereka berdua!"Suara Michael terdengar serak, lalu dia menampar dirinya sendiri dengan keras.Ayahku hendak mendekatinya, tetapi tiba-tiba seseorang menerobos masuk ke ruang duka tanpa diundang."Mike, kejam sekali dirimu! Kamu yang membunuh anakku dan sekarang malah mengadakan acara pemakaman untuk mereka!"Siska berdiri di sana dengan penuh rasa cemburu, menatap fotoku yang tergantung di altar. Padahal anak di dalam kandungannya sudah tiada, tapi dia tak habis pikir kenapa Michael masih bisa berduka untuk istri tuanya.Begitu melihat Siska, Michael langsung melangkah maju dan mencekik lehernya."Kalau bukan karena kamu, aku nggak akan kehilangan istri dan anakku! Ini semua salahmu!"Sambil bicara, cengkeramannya semakin kuat, membuat wajah Siska memucat.Ayahku yang mendengar kata-kata mereka, segera maju dan bertanya, "Apa maksudnya?""Dasar tua bodoh! Mike sudah selingkuh denganku sejak setahun yang lalu. Dia sudah lama m
Keesokan harinya adalah hari pemakaman aku dan Jack.Kerabat dan teman-teman datang ke rumah duka dengan wajah penuh duka cita. Aku dan Jack terbaring bersama dalam peti mati yang sempit."Ibu, banyak sekali orang yangdatang, tapi kenapa mereka nggak meladeniku?"Jack berlari ke sana kemari dengan riang, seolah menikmati bahwa dia bisa menembus tubuh orang-orang tanpa hambatan.Aku berdiri di sudut ruangan, memanang Michael dengan diam.Dia mengenakan setelan jas hitam dengan bunga putih yang terselip di dada kirinya."Turut berduka, Mike!""Yang tabah ya, bro!"Banyak orang yang melihatnya berdiri di depan peti mati, lalu menghampiri untuk memberikan kata-kata penghiburan.Namun Michael tidak menanggapi mereka. Matanya hanya tertuju pada foto hitam putihku yang terpampang di altar, tidak mengatakan sepatah kata pun."Kenapa? Kenapa kamu harus bersikeras melawanku?""Kalau saja kamu mau mengalah sedikit, coba bicara baik-baik denganu, mungkin ini semua nggak akan terjadi."Matanya pen
"Bagaimana mungkin Jane meninggal? Nggak mungkin! Pas pulang ke rumah beberapa hari yang lalu, aku masih melihat dia tidur di kamar.""Dan Jack, aku bahkan baru saja mengajaknya makan di hotel. Bagaimana mungkin mereka meninggal?"Dengan mata merah dan air mata mengalir deras, Michael menerjang polisi yang hendak menutup kain putih di atas tubuh kami."Ibu, bukannya kita ada di sini? Kenapa ayah nggak bisa melihat kita?"Tanya Jack sambil menggenggam tanganku erat. Dia tampak bingung melihat ayahnya begitu sedih."Sayang, kita sudah tak lagi menjadi bagian dari dunia ini, jadi ayah nggak bisa melihat kita."Jawabku sambil mengusap kepalanya dengan lembut.Polisi membawa Michael ke kantor untuk penyelidikan, sementara tim forensik memeriksa penyebab kematian kami.Dengan berat hati, mereka merapikan tubuh kami yang sudah tak bernyawa, sementara Jack terus menangis dan berulang kali mengatakan betapa sulitnya dia bekerja untuk keluarga, betapa dia mencintai anaknya."Omong kosong! Istrim
Dua hari telah berlalu, tetapi Michael tetap tidak pulang ke rumah.Jack yang kelaparan akhirnya memakan telur gosong yang ada di atas kompor di dapur."Ibu, pahit."Katanya sambil mengunyah telur tersebut, matanya terus memandang ke arahku.Seolah menyadari bahwa aku tidak akan menjawab lagi, dia menyentuh wajahnya yang belepotan, sehingga terlihat seperti kucing kecil yang kotor."Jack, nggak bisa terus seperti ini, cepat pergi cari polisi, nak."Aku berjalan mondar-mandir dengan panik, memikirkan cara untuk menyelamatkan Jack.Setelah menghabiskan telur gosong itu, Jack kembali berbaring di sampingku. Dia sudah tak menangis lagi, air matanya seakan sudah habis."Ibu, kenapa ibu nggak peduli denganku lagi? Aku salah, nggak harusnya nonton TV diam-diam. Ibu, aku sangat sakit."Katanya dengan suara yang semakin kecil. Perlahan-lahan, dia memejamkan matanya seperti tertidur.Tapi aku tahu, itu bukan tidur biasa. Aku melihat tubuh kecilnya perlahan meninggalkan jasadnya."Ibu, ibu! Akhir
Jack memegang wajahnya yang memerah dan meletakkan tanganku di pipinya."Ibu, Jack sakit, tolong tiupin Jack."Seolah-olah tak mencium bau busuk dari tubuhku, Jack memelukku dengan sangat erat.Sementara itu, Michael dan Siska membicarakan Jack yang tak mau ikut dengan mereka ke apartemen baru.Namun, Siska tersenyum lembut, lalu memegang tangan Michael dan meletakkannya di perutnya."Jack memang susah diatur, tapi nanti kalau sudah jadi kakak, dia pasti akan lebih patuh"Mike, aku hamil."Ujar Siska sambil tersenyum bahagia.Mendengar itu, Michael terlihat sangat senang. Dia memegang wajah Siska dan menciumnya dan bertanya, "Sudah periksa ke dokter? Laki-laki atau perempuan?"Siska menggeleng pelan, "Baru sebulan lebih, belum bisa diperiksa.""Iya iya."Dengan bersemangat, Michael berdiri dan berjalan mondar-mandir penuh kegembiraan.Karena terlalu bahagia, dia menyerahkan semua pekerjaan semua pekerjaannya pada sekretarisnya dan memutuskan untuk fokus menemani Siska di rumah.Sementa
Keesokan paginya, Jack bangun dan melihatku sekilas."Ibu, kenapa kamu masih tidur? Jack mau ibu temani main," katanya sambil mendorong tubuhku beberapa kali. Namun, aku tetap tak membuka mata.Akhirnya, dia pun turun dari ranjang, lalu menyalakan televisi untuk menonton kartun.Saat ini, tubuhku sudah mulai kaku, bahkan mulai tercium bau tak sedap yang samar-samar.Ketika siang hari Michael pulang ke rumah, dia melihat Jack sedang menonton televisi di ruang tamu.Dengan marah, dia berjalan ke televisi dan mencabut kabelnya."Jack, kamu masih kecil, kalau terus-terusan nonton TV, matamu bisa rusak!""Di mana ibumu? Kenapa dia nggak menemanimu? Matahari hari ini cerah sekali, kenapa nggak keluar untuk berjemur?"Michael mencium aroma tak sedap di udara. Dia mengernyitkan dahi, membuka jendela dan membiarkan angin masuk untuk menghilangkan aroma tak sedapnya."Jane, kamu benar-benar semakin keterlaluan! Anak nggak diurus, rumah tak dibersihkan, apa sebenarnya gunanya aku menikahi dirimu?
Mereka tiba di sebuah ruang VIP hotel.Siska memesan berbagai hidangan lezat."Ayo sini Jack, biar tante kupaskan udang untukmu."Katanya dengan gaya lembut dan penuh perhatian.Karena sudah sangat lapar, Jack tidak memperhatikan apapun lagi. Dia membuka mulutnya lebar-lebar, menyantap makanan dengan lahap.Usai makan, Siska mengambil ponselnya dan memutar kartun untuk Jack.Sementara itu, dirinya menuangkan sedikit anggur ke dalam mulutnya dan perlahan mendekati Michael.Melihat ada Jack di sana, Michael secara reflek berniat menolak.Namun, Siska tersenyum kecil sambil menunjuk ke arah sofa tempat Jack yang sedak asik menonton kartun di ponsel. Michael menyentuh dada Siska, lalu menariknya dengan paksa ke pangkuannya.Cairan anggur merah perlahan mengalir dari sudut bibir mereka.Aku menyaksikan adegan itu dengan mata kepala sendiri, tidak percaya dan menutup mulutku dengan tangan.Dasar Mike bajingan! Bagaimana mungkin kamu melakukan hal seperti ini di depan anakmu sendiri?!"Nggak
Aku bergegas ke dapur dan melihat keadaannya. Telur di dalam wajan sudah hangus, asap hitam mengepul ke seluruh ruangan.Asap tebal itu semakin memenuhi rumah dan aku hanya bisa menatapnya dengan cemas. Dalam hati, aku merasa sangat bingung dan putus asa.Aku sudah mati dan tak lagi bisa melindungi anakku.Mungkin Jack juga akan menyusulku hari ini.Namun tiba-tiba, terdengar suara pintu terbuka.Itu Michael, dia sudah pulang.Begitu masuk, dia melihat asap hitam di dapur dan mengerutkan dahi sambil berteriak memanggil namau."Jane! Apa yang kamu lakukan? Kamu buta?! Nggak lihat asap setebal ini?!"Dia langsung berjalan ke dapur, mematikan api dan menyalakan penyedot asap.Jack yang mendengar keributan di luar, keluar dari kamarnya.Melihat ayahnya, dia langsung berlari ke pelukannya sambil menangis keras."Di mana ibumu? Dia meninggalkanku sendirian di rumah untuk pergi belanja?""Benar-benar keterlaluan!"Michael mengambil ponsel dan mengirim beberapa pesan suara berdurasi enam puluh