Di saat pandangan Tari tengah fokus untuk mencari sesuatu yang telah menarik perhatiannya, tiba-tiba dari kejauhan dalam gelapnya malam, muncul sesuatu yang melesat terbang dengan sangat cepat.
Siissh.
"Aaahh, apa itu?" Karena terkejut, tubuh Tari pun sampai terjungkal ke belakang.
Krecek, krecek, krecekk.
Suara itu kembali terdengar di telinga Tari, bahkan semakin lama semakin tergengar cepat dan semakin jelas. Tari pun mulai gelisah, dengan posisi yang masih terduduk di tanah dia kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh hamparan rerumputan. Kedua matanya membulat sempurna saat pandangannya menangkap suatu pergerakan yang membelah hamparan rerumputan yang jauh di sana. Manun, pergerakan itu kian lama kian cepat.
Krecek, krecek, krecek, krecek, krecek, krecekk..
Siissh...
"Aaaarrrghpp..." Tari segera membungkam mulutnya sendiri agar teriakannya tidak terdengar oleh warga sekitar. Kedua mat
*** "Sayang, apa yang kamu lakukan di sini? Dan ke mana pakaianmu?" Andira mengernyitkan keningnya saat melihat Bagas hanya mengenakan celana pendeknya dan bertelanjang dada saja di pinggir jalan raya. Padahal langit sudah terlihat gelap. Namun, yang di tanya hanya diam saja. Bagas malah berjalan santai melewati andira, bahkan dia tidak melirik sang istri sedikit pun. "Hai, Sayang. Apa kamu sudah lama menungguku?" Suara seorang wanita yang terasa tak asing di telinga Andira, mengalihkan perhatian Andira. Andira menoleh, namun entah kenapa kedua matanya tidak bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas. Andira terhennyak saat melihat Bagas menjawabnya dengan menganggukkan kepala dan menghampiri pemilik suara yang terdengar sangat mendayu-dayu itu. "Sayang, siapa dia?" Andira menahan lengan Bagas, menatap dan menuntut sebuah penjelasan dari suaminya itu. Namun siapa sangka, Bagas justru menampik kasar tangan Andira dari lengannya. "
Dengan sedikit tergesa-gesa, Tari menyusuri hamparan tanah yang dipenuhi oleh puluhan gundukan tanah bernisan. Dia tidak punya banyak waktu lagi sekarang, hanya tersisa dua jam sebelum akhirnya matahari terbit dari ufuk timur. Jika waktu itu dia belum bisa mengambil apa yang dia butuhkan, maka sudah dapat di pastikan jika tugasnya telah gagal dan dia harus menunggu beberapa waktu lagi untuk mencari target yang baru. Bau kembang tabur yang menyeruak membuat seluruh bulu kuduknya merinding. Memang pada hari yang sama terdapat tiga orang sekaligus yang di kuburkan di tempat itu, hingga bau yang bersal dari perpaduan daun pandan serta bunga mawar dan juga melati itu membuatnya tercium sangat pekat. Berbekal dengan cahaya ponselnya, Tari menerangi gundukan tanah itu satu-persatu. Tujuannya kali ini adalah menemukan kuburan perawan yang baru saja di kuburkan tadi sore. Hingga akhirnya, langkah kakinya terhenti di depan salah satu gundukan tanah yang masih terlihat basah da
Tong... Tong... Tong... Suara yang berasal dari kentongan bambu para warga yang berpatroli, mengejutkan Tari. Dan seketika itu juga, para dedemit yang tadinya memenuhi area pemakaman itu lenyap tanpa jejak, entah ke mana perginya mereka. "Woii, Berhenti!!" Detak jantungnya bergetar hebat, tubuhnya pun basah karena keringat dingin. "Apa aku ketahuan?" Pikirnya. Teriakan warga itu benar-benar membuat tubuhnya seperti terkena serangan jantung mendadak. Tanpa pikir panjang, Tari lansung menyambar ranselnya yang tergeletak di tanah. Dengan langkah seribu, dia berlari untuk mencari tempat persembunyian yang aman. Kedua kakinya terus menerobos masuk tanpa memperdulikan cabang berkayu yang mungkin saja bisa melukai kulitnya, dedaunan serta ranting kering yang berserak di tanah pun ikut berbunyi karena terinjak mengikuti langkahnya. Hingga akhirnya dia bisa bernafas lega setelah dia sampai di ujung semak belukar, pinggiran jalan setapak. "H
Seorang pria muda yang mengenakan jaket hijau, memberikan sebuah buket mawar merah yang berukuran cukup besar pada bagas. "Ini ada paket untuk Ibu Andira." Ucapnya."Buket. Dari siapa?" Tanya Bagas dingin. Padahal seingatnya, dirinya tidak memesan sebuah buket untuk istrinya, apa lagi buket itu buket mawar merah."Maaf Mas, saya hanya bertugas untuk mengantar pesanan saja. Kalau untuk siapa yang mengirim, mungkin Mas bisa menghubungi pihak dari toko bunganya langsung." Ucap pria itu dengan senyum ramahnya. "Maaf, ini dengan Mas siapa yang menerima?" Tanyanya kemudian."Saya SUAMINYA!" Ucapnya dengan menekan kata suami secara jelas.Blamm.Setelah menerima buket bunga itu, Bagas langsung menutup pintu rumahnya dengan keras. Dia menatap sinis bunga yang berada di genggamannya, tanpa sengaja ekor matanya menemukan sesuatu yang terselip di antara bunga-bunga itu dan ternyata itu adalah selembar kertas memo."Indahnya bunga, tak
Selama di perjalan, Andira menatap Bagas dari balik punggungnya. Dia merasa ada sesuatu yang sedang menggangu pikiran suaminya hingga membuatnya diam selama perjalanan ke kantor seperti ini. Saat sarapan pun dia tidak banyak bicara, terlebih saat tadi ia menanyakan perihal buket mawar yang tergeletak di tong sampah, sikap Bagas menunjukkan kekesalan. Dia sangat ingat betul bagaimana sikap Bagas waktu itu. *** "Eh sayang lihatlah, siapa yang tega membuang buket seindah itu?" Tunjuk Andira pada buket mawar yang tergeletak di tong sampah. "Padahal, bunganya masih terlihat segar kan sayang?" Serunya lagi. "Bunga itu jelek! Nanti akan aku belikan bunga yang sangat indah untukmu." Hardik Bagas dingin. Andira mengernyit bingung, padahal dia hanya ingin menunjukkan bunga yang terbuang sia-sia di tempat sampah, bukan ingin dibelikan bunga. "Aku tidak minta dibel..." "Jangan pernah menerima apa pun selain pemberian dari suam
Brakk. Suara pintu yang menghantam dinding membuat mbah Kaji tersentak. Meski pria tua itu tahu siapa yang akan datang, tapi dia tetap tidak menyukai cara bertamunya. "Apa kamu sudah lupa cara mengetuk puntu, heh?" Ucapnya kesal. "Ini! Gara-gara tali ini, aku tidak bisa tidur semalaman dan aku hampir saja kehilangan nyawaku!" Ucap seorang wanita yang tak lain adalah Tari. Dia melempar selembar kain kotor berdiameter kecil namun berukuran lebih panjang, tepat di hadapan mbah Kaji. "Ck, memangnya kamu pikir pekerjaan ini adalah pekerjaan gampang." Decih pria tua itu sembari menyesap dalam sebatang rokok yang ia sematkan di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. "Aku bahkan tidak bisa melakukan apa pun kerena para mahluk itu terus saja mengikutiku!" Keluhnya lagi. Dia teringat tentang kejadian beberapa waktu yang lalu saat para mahluk tak kasat mata itu mengganggunya. *** Ciitt. Dengan kasar, Tari
Di dalam sebuah rumah bambu yang masih terlihat cukup kokoh. Tari melangkahkan kakinya mengikuti sang dukun kepercayaan, ke dalam sebuah ruangan yang selalu bernuansa temaram. Sebuah ruangan yang selalu terlihat menyeramkan yang di penuhi dengan aroma dupa. Keduanya terlihat tengah serius membicarakan perihal serangan yang akan mereka lakukan. "Kita mulai malam ini." Ucapan mbah Kaji membuat salah satu sudut bibir Tari terangkat. "Benarkah?" Tanyanya dengan sangat antusias. "Hmmm." Seru mbah Kaji singkat. "Siapkan sajen untuk memulai ritualnya." Titahnya yang kemudian diangguki oleh Tari. ***Di saat senja mulai menampakkan parasnya, menghujani sepasang suami istri dengan sinar jingga yang terlihat begitu indahnya. Keduanya pun terlihat tersenyum dan memangut tangan satu sama lain. "Apa kamu menyukainya sayang?" Tanya Bagas yang setengah berteriak dengan ekor matanya yang melirik ke arah belakang pungg
Di tengah-tengah sebuah hutan yang terlarang, asap pengepul menyusup melewati celah-celah dedaunan rindang yang meneduhi hutan tersebut. Hutan yang jarang terjamah oleh manusia karena terkenal dengan keangkerannya itu menjadi tempat yang mbah Kaji pilih untuk memulai rintual hitamnya. Udara sejuk di kawasan hutan, perlahan mulai tercemari dengan baunya wewangian yang berasal dari dupa yang mbah Kaji bakar.Beberapa suara hewan-hewan nokturnal yang pada dasarnya memang lebih banyak beraktivitas pada malam hari, membuat suasana malam ini kian mencekam. Sesekali bunyi ranting-ranting pepohonan yang bergesekan karena hembusan angin malam, membuat jantung siapa pun yang mendengarnya menjadi bergidik ngeri. "Apa semuanya sudah siap?" Tanya seorang pria yang sudah cukup berumur dengan jenggot putih yang menjuntai panjang di dagunya. Pria tua itu tidak lain adalah mbah Kaji. Seorang dukun yang dikenal bisa melalukan apa saja hanya demi uang. Dengan perlaha
Cahaya merah mendadak muncul di atas mobil Bagas, sesosok ular besar yang berkepala manusia pun mendadak muncul dan membelit mobil mereka.Kretek, kretek.Mobil pun terdengar mulai meretak saat sosok ular besar itu melilitnya dengan sangat kuat. Andira pun semakin ketakutan sambil meremas jok mobilnya."Ashadualla ilahailallah, wa ashadu anna muhammadarrasulullah."Andira langsung menoleh saat mendengar suaminya mengucapkan syahadat. Namun tiba-tiba ia langsung terbelalak, ketika cahaya putih yang memancar dari tubuh Bagas perlahan semakin menebal dan semakin melebar."Aaaargh!" erangan mahluk-mahluk itu tiba-tiba menggema di telinga keduanya. Tubuh mahluk-mahluk itu seketika hancur menjadi asap, saat cahaya putih itu mulai menyentuh mereka.***Klotak,klotak.Mbah Kaji pun langsung menghentikan ritualnya saat suara lemparan batu, terdengar di atap rumahnya."Pak Kaji, keluar! Kami tidak ingin punya warga seorang dukun! Keluar! Kalau tidak, k
Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya ketika Ia baru saja sadar dari pingsannya. ia pun langsung meringis ketika pusing tersa di kepalanya. Beberapa saat kemudian kedua matanya pun langung terbelalak, saat mendapati dirinya dalam keadaan terikat di atas meja dan di kelilingi taburan bunga."Mmm... Mmm..."Andira pun berusaha meronta dan melepas ikatannya. Namun ikatannya sangat kuat, dia juga tidak bisa berteriak karena mulutnya tersumpal. Seketika Andira langsung menangis ketakutan, ketika puluhan mahluk menyeramkan tiba-tiba mengelilingi dirinya. Meski sebelumnya dia sudah terbiasa dengan mereka, entah kenapa kali ini dia merasa berbeda.Tubuhnya pun langsng gemetar ketika salah satu makluk meyeramkan itu tiba-tiba menjilati bagian perutya, seolah tak sabar akan menikmati makanan yang sangat lezat.Brak!Pintu ruangan tiba-tiba terbuka paksa, bersamaan dengan pintu yang terbuka, semua mahluk menyeramkan itu juga mendadak menghilang seketika. Bagas pu
"Mereka lagi bahas apa sih! lama amat." keluh Dion kesal. Ya, setelah ia memberikn alamat Andira pada Tari, entah kenapa perasaannya mendadak tidak tenang. Dan seharian ini pun, dia terus mengikuti kemana Tari pergi kalau-kalau dia sampai berbuat sesuatu yang nekat pada Andira.Hingga malam hari tiba, Tari pun akhirnya benar-benar menemui Andira. Namun ketika Dion menunggunya di sudut jalan tak jauh dari rumah Andira, Tari malah tak kunjung keluar dari rumah Andira. Dion pun semakin merasa gelisah, ingin rasanya ia langsung masuk ke sana dan langsung membawa Tari pergi dari sana. Namun semua itu tidak mungkin, karena Andira akan merasa curiga padanya.Hingga sekian lama Dion menunggu, mobil Tari tiba-tiba terlihat keluar dari rumah Andira. Ketika mobil itu melaju dan melewati dirinya, seketika itu juga Dion pun langsung tersentak, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat Andira tak sadarkan diri di jok belakang mobil Tari.Dion pun langsung bergegas mengikuti mobil
Pagi harinya, Tari tiba-tiba memanggil Dion ke ruangannya dan Dion pun dengan sangat terpaksa menurutinya. Dengan langkah kaki yang berat, ia mengikuti langkah kaki Tari yang sedang menuju ruang kerja pribadinya."Duduklah." titah Tari."Tidak perlu basa-basi, cepat katakan apa maumu?" Ketus Dion dengan nada kesalnya.Tari langsung menghentikan langkahnya. "Tolong jaga sikapmu! Ini kantor, jadi hargai aku sebagai atasanmu." ucap Tari yang langsung menatap tajam ke arah Dion.Seketika, Dion pun langsung terbungkam. Meski sebenarnya di dalam hatinya ia masih menggerutu kesal pada wanita yang sedang berada di hadapannya saat ini.Tari mengambil nafas dalam, lalu kemudian ia mendudukkan bokongnya di atas kursi kebesaranya. "Aku ingin tahu tempat tingga Andira yang baru." ucapnya kemudian.Seketika, Diaon langsung mendongak lalu ia menatap tajam ke arah Tari. "Aku tidak tahu!" ketusnya seketika."Hahaha..." Tari pun langsung tergelak, lalu kemudian wajahn
Seketika, penglihatan itu langsung menghilang dan membawa Bagas kembali ke tempat semula."Yang lalu, biarlah berlalu Nak. Sekarang, waktunya untuk kamu memperbaiki segalanya." Bagas langsung menoleh, dan menatap kakek buyutnya. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud dari memperbaiki segalanya. "Maksudnya apa Kek? tanyanya kemudian."Kemarilah Nak." sang kakek melambaikan tangan, menandakan agar Bagas semakin mendekat padanya.Bagas pun menurut dan perlahan mulai mendekati kakeknya. Tiba-tiba, tangan kanan sang kakek terangat dan langsung menyentuh pucuk kepalanya. Dan seketika, pucuk kepalanya pun langsung terasa sejuk, di mana semakin lama rasa sejuk itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku titipkan ilmuku padamu, jaga baik-baik dan gunakanlah untuk membatu sesama." titah sang kakek yang kemudian melepaskan tangannya dari pucuk kepala bagas. "Sekarang, bersiaplah. Sesuatu yang besar akan segera terjadi. Segera bersihkan tubuhmu dan langsung ambil w
Malam harinya, Bagas pun bisa bernafas lega saat ia bisa melaksanakan kembali, ibadah yang selama ini dia tinggalkan. Meski di bagian dadanya masih terasa sedikit nyeri dan punggungnya pun juga masih terasa sangat berat, tapi setidaknya ia masih bisa menahannya dan melakukan ibadahnya sampai selesai.Tinggal seorang diri seperti ini, membuat Bagas merasa kesepian. Ia rindu gelak tawa wanita yang selama ini sabar mengahadapinya. Ia rindu semua ocehan yang keluar dari bibir manisnya. Rindu saat dia berteriak kesal, saat ia terus saja mengusili dirinya. Bagas pun tersenyum saat mengingat semua itu.Setelah melaksanakan sholat isya', Bagas hanya menghabiskan waktunya dengan berdzikir dan mengaji. Semenjak ia membuang barang-barang pemberian dari pak Soleh, tidak ada lagi mahluk gaib yang menggangu atau pun menampakkan dirinyanya.Bagas kini bisa melakukan aktifitasnya seperti sedia kala. Hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua belas malam, Bagas pun mulai m
"Kurang ajar! Bagas berhasil mematahkan mantra pengunci kita." pak Soleh langsung emosi saat dia sadar, semua benda-benda pemberiannya telah Bagas buang."Bagaimana mungkin, dia sampai tahu? Bukannya selama ini, kita sudah behasil memanipulasi pikiran dia?" ucap Tari yang juga ikut kesal. Keduanya kini duduk bersila, di ruangan khusus yang biasa pak Soleh gunakan untuk melakukan ritualnya. "Dia bukan pria sembarangan!"Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Keduanya pun lantas menoleh dan mendapati seseorang yang mereka kenal, sudah bediri di sana."Akang?" pak Soleh langsung beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan saudara tertuanya itu."Sepertinya kita salah orang untuk saling mengadu ilmu." ucap mbah Kaji yang kemudian ikut bersila dan bergabung dengan mereka. "Dia bukan keturunan orang biasa. Leluhurnya yang dulu, kini datang untuk mewariskan semua ilmunya." jelas mbah Kaji lagi."Leluhurnya?" tanya pak Soleh yang langsung meng
Amin yang merasa dipanggil namanya, langsung berhenti seketika. Ia lalu menoleh dan langsung menunduk saat Bagas trlihat menghampirinya."Bang Amin, kenapa?" tanya Bagas terheran."Maaf, tadi saya hanya pergi memancing saja. Ini sudah mau pulang."ucap Amin dengan gugup. Ia kemudian langsung berbalik dan hendak pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti saat Bagas menahan bahunya."Ampun Pak, saya nggak ngapa-ngapain kok." ucap Amin lagi dengan tubuhnya yang sudah gemetar."Bang Amin kenapa sih! Aku kan hanya ingin minta tolong." balas Bagas.Seketika Amin langsung menoleh, ia juga langsung menelisik dan menatap Bagas dari atas sampai ujung kaki. "Ini beneran Pak Bagas, 'kan?" tanyanya kemudian."Bang Amin ini ngomong apa sih! Masak iya, aku hantu." ucap Bagas lagi."Alahmudillah Pak, ini beneran bapak?" Amin langsung berhambur dan memeluk Bagas. "Bang Amin jadi bantuin saya, nggak?" tanya Bagas lagi."Eh. Jadi Pak, jadi."
Setelah Andira resmi bercerai dengan suaminya, kehidupan Andira kembali berjalan seperti biasanya. Dia juga sudah kembali bekerja dengan Kevin. Meski ia masih kerap mengalami gangguan-gangguan mistis di rumahnya, namun entah kenapa ia menjadi tak takut lagi. Mereka pun juga tidak pernah menyakitinya lagi. Kini Andira pun menjadi lebih sering merasakan hal-hal gaib di sekitarnya. Meski begitu, saat ia mengabaikan dan pura-pura tidak melihatnya, sosok yang tiba-tiba menampakkan diri padanya, langsung menghilang begitu saja. Seperti saat ini pun saat ia tengah makan siang bersama Kevin, sosok wanita yang memiliki lidah panjang, tiba-tiba menampakkan diri di atas meja makannya. Sosok yang berwajah runcing dengan kedua mata dan telinga yang lebar itu terlihat menganga, air liurnya pun jadi menetes dan mengalir ke piring makanan yang tersaji di hadapannya. Seketika Andira pun langsung merasa mual. Ia juga langsung menutupi mulutnya saat sesuatu terasa mengaduk-aduk isi lamb