"Kurang ajar! Bagaimana bisa, kamu membiarkan dia kabur begitu saja. Aku tidak bisa membayangkan jika dia sampai membocorkan rahasia ini pada orang lain." baru saja Tari selesai mengganti pakaiannnya, dia malah dibuat panik saat mendengar kabar jika Leni berhasil melarikan diri. "Kenapa kamu jadi bodoh Tari?" cibir pak Soleh.Tari langsung menoleh, kedua matanya seketika langsung melotot ke arah pak Soleh. "Apa maksudmu? Kamu yang sudah bikin dia kabur dan sekarang kamu malah mau menyalahkan aku, heh?!" hardik tari sambil berkacak pinggang. Ia tak terima jika ada yang mengatainya bodoh."Hmm!" pak saleh membuang nafas kasar lalu ia berjalam melewati Tari. "Kamu masih belum sadar juga rupanya. Untuk apa kamu jadi panik seperti ini, bukannya kamu punya anak buah demit yang bisa membuatnya langsung jera? Apa perlu aku yang memanggil para anak buahku ke sini?" tukas pak Soleh yang langsung membuat Tari jadi bungkam."Benar juga, ya. Kenapa aku jadi lupa? Lebih baik
Sebuah panggilan telepon yang baru saja Andira terima, membuat tubuhnya langsung luruh ke lantai, air matanya pun seketika juga langsung menganak sungai di kedua pipinya. Sebuah berita yang baru saja ia dengar dari seorang petugas polisi, begitu membuatnya syok dan seakan tidak percaya.Bagaimana tidak, baru saja beberapa saat yang lalu ia masih berbicara dengan ibu mertuanya, namun sekarang ia mendapat kabar jika sang ibu mertua mengalami sebuah kecelakaan mobil.Polisi pun langsung meminta Andira untuk datang ke rumah sakit untuk mengidentifikasi jasad korban. Mendengar hal itu, Andira langsung menghubungi Bagas. Namun beberapa kali ia mecoba, ponsel suaminya itu tetap tidak dapat di hubungi seperti biasa. Ia pun memutuskan untuk menghubungi kakak iparnya.Di rumah sakit, saat Andira, Ema dan Deni baru saja menginjakkan kaki mereka, air mata ketiganya seketika langsung luruh membasahi wajahnya. Ketiganya pun langsung bergegas menuju kamar mayat sesuai arahan dari
Setelah prosesi pemakaman selesai, satu persatu para warga mulai meninggalkan area pemakaman. Namun berbeda bagi Andira dan juga Ema yang masih sama-sama enggan untuk beranjak dari tempatnya. Keduanya masih terus menangis, meluapkan rasa sedih mereka sambil memeluk gundukan tanah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi ibunya."Maaf Bu. Maafkan Dira yang masih belum sempat membahagiakan Ibu.." seru Andira yang memeluk nisan ibu mertuanya. "Ema juga minta maaf Bu, Ema belum sempat memberi tahu kabar yang selalu ibu tunggu, kalau ibu akan segera menjadi seorang nenek." ucap Ema yang mengusap-usap tanah kibur ibunya.Sementara Deni, dia hanya berdiri menatap sendu kedua wanita kesayangan ibu mertuanya. Sesekali tangannya mengusanp air mata yang lolos begtu saja di kedua pipinya.Di saat langit jingga perlahan mulai berubah menggelap, para warga pria mulai berkumpul kembali di rumah duka. Seperti biasa, jika ada salah satu warga yang meninggal, para warga
Semua orang langsung tersentak dan menoleh ke arah sumber suara, aktivitas mengaji juga jadi terhenti seketika. "Apa-apaan ini? Cepat kalian semua pergi dari sini!" teriak Bagas seketika.Andira yang bendengar suara teriakan suaminya pun langgsung berlari menghampirinya. "Sayang, kamu dari mana saja? Ibu..."Belum juga Andira menyelesaikan kalimatnya, Bagas sudah lebih dulu menghempaskan tubuh Andira hingga dia jadi terhuyung ke belakang dan langsung memebentur tembok. Para warga pun langsung tercengang saat melihat sikap kasar Bagas pada istrinya. Terutama ibu dan ayah Andira, keduanya sungguh tak percaya jika menantunya bisa bersikap kasar pada putrinya. Karena yang mereka tahu, menantunya itu begitu mencintai putri semata wayang mereka. "Bagas! Apa yang kamu lakukan!" Ema langsung berlari menghampiri Andira, ia lalu segera membantunya untuk bangkit dan menjauh dari Bagas. "Dari mana saja kamu? Ibu kecelakaan! Kamu bahkan tidak ada untuk mengantar kepergian
Sejak kejadian Bagas yang mengamuk malam itu. Para warga menjadi enggan untuk kembali ke rumah itu meski hanya sekedar untuk membacakan doa tahlil untuk Almarhumah Leni. Mereka juga bahkan tidak ada yang berani melewati depan rumah Bagas. Setiap hari hanya Andira, Ema dan Deni saja yang melakukan doa tahlil bersama, itu pun jika Bagas tidak ada di rumah. Karena jika dia ada, dia akan kembali mengamuk dan menghancurkan semua barang-barang di rumah.Hari berganti hari, minggu pun juga bergnti minggu. Sikap Bagas yang Andira harap akan berubah seiring berjalannya waktu, malah semakin menjadi. Tak jarang Andira pun selalu disiksa jika dia melakukan suatu kesalahan, meski itu hanya kesalahan kecil saja. Apa lagi saat Ema sudah kembali ke rumahnya sendiri, Bagas malah jadi semakin leluasa untuk menyiksa Andira.Bagas juga jadi semakin jarang di rumah, jika pulang pun terkadang ia sudah dalam keadaan mabuk berat. Dan jika itu terjadi, Bagas akan kembali memukuli Andira hi
Dengan langkah yang tergesa-gesa, Bagas menyusuri seluruh sisi restaurant di lantai tiga. Wajahnya mulai memerah, deru nafasnya juga memburu cepat, kedua tangannya pun kini mengepal kuat menahan amarah. Begitu ia sampai di tempat yang katakan oleh Tari, ia langsung menyapukan pandangannya ke setiap sudut ruangan.Seketika kedua matanya langsung terbelalak. kedua tangannya pun semakin erat mengepal begitu mendapati sang istri berada di pelukan pria lain. Bagas langsung melangkahkan kakinya cepat ke arah istrinya.Tak perduli ada banyak pasang mata yang sedang memperhatikan mereka, Bagas langsung melayangkan tamparan kerasnya di pipi memar sang istri."Dasar wanita murahan!" pekiknya kemudian. Tidak hanya satu kali, ia bahkan menampar Andira berulang kali hingga istrinya itu pun jatuh tersungkur ke lantai."Sayang, apa maksudmu?" Andira yang terkejut pun langsung menangis sambil memegangi pipinya yang terasa panas karena tamparan suaminya."Kamu masih berani tanya apa m
Satu minggu berlalu, sejak kejadian di restaurant saat itu, Bagas sama sekali tidak kembali pulang ke rumah. Beberapa kali Andira sudah mencoba untuk menghubunginya, namun ponselnya tetap tidak aktif. Andira pun semakin bersedih dan enggan untuk melakukan apa pun, pergi bekerja pun dia juga senggan. Setiap hari ia hanya menunggu dan menunggu suaminya itu pulang. Suara pintu rumah yang terbuka langsung membuat Andira berjingkat, ia pun langsung menoleh dan berlari ke arahnya."Sayang, kamu sudah..." setika Andira langsung terdunduk lesu saat tahu bukan suaminya yang datang."Dira..." Ema melangkah cepat mendekati adik iparnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya kemudian, lalu memutar-mutar tubuh adik iparnya, menelisik inch setiap inch bagian tubuhnya."Ada apa Kak? aku baik-baik saja kok." ucapnya dengan tersenyum manis pada Ema."Kemari." Ema segera menuntun Andira ke arah sofa dan mengajaknya untuk duduk saling berhadapan. "Sekarang, jelaskan apa yang sebenarnya
Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Di mana setelah Bagas melayangkan surat gugatan cerai untuk Andira, ia langsung kembali pulang ke rumah pemberian ibu mertuanya dulu. Meski Ema sudah melarang dia untuk pergi namun Andira tetap bersikeras ingin pergi.Berada di sana, hanya akan menambah rasa pilu di hatinya. Setiap waktu yang ia lewati di rumah itu, terus saja mengingatkan dirinya tentang kenangan-kenangan pahit yang ia alami. Kehilangan, mertua yang sangat ia sanyangi, kehilangan suami yang begitu perhatian dan sayang padanya, serta kehilangan statusnya yang sebagai seorang istri.Tiga bulan berlalu dan hari ini, adalah hari di mana ia akan menghadiri sidang terakhir perceraiannya.Pintu rumah Andira perlahan terbuka dan menampakkan suasa pagi yang mendung se mendung hatinya yang sedang sedih. Andira meraup udara sekitar dalam-dalam, lalu menghembuskan nafasnya secara pelahan, beraharap sesuatu yang terasa mengganjal di hatinya dapat sedikit berkuang. Namun s
Cahaya merah mendadak muncul di atas mobil Bagas, sesosok ular besar yang berkepala manusia pun mendadak muncul dan membelit mobil mereka.Kretek, kretek.Mobil pun terdengar mulai meretak saat sosok ular besar itu melilitnya dengan sangat kuat. Andira pun semakin ketakutan sambil meremas jok mobilnya."Ashadualla ilahailallah, wa ashadu anna muhammadarrasulullah."Andira langsung menoleh saat mendengar suaminya mengucapkan syahadat. Namun tiba-tiba ia langsung terbelalak, ketika cahaya putih yang memancar dari tubuh Bagas perlahan semakin menebal dan semakin melebar."Aaaargh!" erangan mahluk-mahluk itu tiba-tiba menggema di telinga keduanya. Tubuh mahluk-mahluk itu seketika hancur menjadi asap, saat cahaya putih itu mulai menyentuh mereka.***Klotak,klotak.Mbah Kaji pun langsung menghentikan ritualnya saat suara lemparan batu, terdengar di atap rumahnya."Pak Kaji, keluar! Kami tidak ingin punya warga seorang dukun! Keluar! Kalau tidak, k
Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya ketika Ia baru saja sadar dari pingsannya. ia pun langsung meringis ketika pusing tersa di kepalanya. Beberapa saat kemudian kedua matanya pun langung terbelalak, saat mendapati dirinya dalam keadaan terikat di atas meja dan di kelilingi taburan bunga."Mmm... Mmm..."Andira pun berusaha meronta dan melepas ikatannya. Namun ikatannya sangat kuat, dia juga tidak bisa berteriak karena mulutnya tersumpal. Seketika Andira langsung menangis ketakutan, ketika puluhan mahluk menyeramkan tiba-tiba mengelilingi dirinya. Meski sebelumnya dia sudah terbiasa dengan mereka, entah kenapa kali ini dia merasa berbeda.Tubuhnya pun langsng gemetar ketika salah satu makluk meyeramkan itu tiba-tiba menjilati bagian perutya, seolah tak sabar akan menikmati makanan yang sangat lezat.Brak!Pintu ruangan tiba-tiba terbuka paksa, bersamaan dengan pintu yang terbuka, semua mahluk menyeramkan itu juga mendadak menghilang seketika. Bagas pu
"Mereka lagi bahas apa sih! lama amat." keluh Dion kesal. Ya, setelah ia memberikn alamat Andira pada Tari, entah kenapa perasaannya mendadak tidak tenang. Dan seharian ini pun, dia terus mengikuti kemana Tari pergi kalau-kalau dia sampai berbuat sesuatu yang nekat pada Andira.Hingga malam hari tiba, Tari pun akhirnya benar-benar menemui Andira. Namun ketika Dion menunggunya di sudut jalan tak jauh dari rumah Andira, Tari malah tak kunjung keluar dari rumah Andira. Dion pun semakin merasa gelisah, ingin rasanya ia langsung masuk ke sana dan langsung membawa Tari pergi dari sana. Namun semua itu tidak mungkin, karena Andira akan merasa curiga padanya.Hingga sekian lama Dion menunggu, mobil Tari tiba-tiba terlihat keluar dari rumah Andira. Ketika mobil itu melaju dan melewati dirinya, seketika itu juga Dion pun langsung tersentak, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat Andira tak sadarkan diri di jok belakang mobil Tari.Dion pun langsung bergegas mengikuti mobil
Pagi harinya, Tari tiba-tiba memanggil Dion ke ruangannya dan Dion pun dengan sangat terpaksa menurutinya. Dengan langkah kaki yang berat, ia mengikuti langkah kaki Tari yang sedang menuju ruang kerja pribadinya."Duduklah." titah Tari."Tidak perlu basa-basi, cepat katakan apa maumu?" Ketus Dion dengan nada kesalnya.Tari langsung menghentikan langkahnya. "Tolong jaga sikapmu! Ini kantor, jadi hargai aku sebagai atasanmu." ucap Tari yang langsung menatap tajam ke arah Dion.Seketika, Dion pun langsung terbungkam. Meski sebenarnya di dalam hatinya ia masih menggerutu kesal pada wanita yang sedang berada di hadapannya saat ini.Tari mengambil nafas dalam, lalu kemudian ia mendudukkan bokongnya di atas kursi kebesaranya. "Aku ingin tahu tempat tingga Andira yang baru." ucapnya kemudian.Seketika, Diaon langsung mendongak lalu ia menatap tajam ke arah Tari. "Aku tidak tahu!" ketusnya seketika."Hahaha..." Tari pun langsung tergelak, lalu kemudian wajahn
Seketika, penglihatan itu langsung menghilang dan membawa Bagas kembali ke tempat semula."Yang lalu, biarlah berlalu Nak. Sekarang, waktunya untuk kamu memperbaiki segalanya." Bagas langsung menoleh, dan menatap kakek buyutnya. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud dari memperbaiki segalanya. "Maksudnya apa Kek? tanyanya kemudian."Kemarilah Nak." sang kakek melambaikan tangan, menandakan agar Bagas semakin mendekat padanya.Bagas pun menurut dan perlahan mulai mendekati kakeknya. Tiba-tiba, tangan kanan sang kakek terangat dan langsung menyentuh pucuk kepalanya. Dan seketika, pucuk kepalanya pun langsung terasa sejuk, di mana semakin lama rasa sejuk itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku titipkan ilmuku padamu, jaga baik-baik dan gunakanlah untuk membatu sesama." titah sang kakek yang kemudian melepaskan tangannya dari pucuk kepala bagas. "Sekarang, bersiaplah. Sesuatu yang besar akan segera terjadi. Segera bersihkan tubuhmu dan langsung ambil w
Malam harinya, Bagas pun bisa bernafas lega saat ia bisa melaksanakan kembali, ibadah yang selama ini dia tinggalkan. Meski di bagian dadanya masih terasa sedikit nyeri dan punggungnya pun juga masih terasa sangat berat, tapi setidaknya ia masih bisa menahannya dan melakukan ibadahnya sampai selesai.Tinggal seorang diri seperti ini, membuat Bagas merasa kesepian. Ia rindu gelak tawa wanita yang selama ini sabar mengahadapinya. Ia rindu semua ocehan yang keluar dari bibir manisnya. Rindu saat dia berteriak kesal, saat ia terus saja mengusili dirinya. Bagas pun tersenyum saat mengingat semua itu.Setelah melaksanakan sholat isya', Bagas hanya menghabiskan waktunya dengan berdzikir dan mengaji. Semenjak ia membuang barang-barang pemberian dari pak Soleh, tidak ada lagi mahluk gaib yang menggangu atau pun menampakkan dirinyanya.Bagas kini bisa melakukan aktifitasnya seperti sedia kala. Hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua belas malam, Bagas pun mulai m
"Kurang ajar! Bagas berhasil mematahkan mantra pengunci kita." pak Soleh langsung emosi saat dia sadar, semua benda-benda pemberiannya telah Bagas buang."Bagaimana mungkin, dia sampai tahu? Bukannya selama ini, kita sudah behasil memanipulasi pikiran dia?" ucap Tari yang juga ikut kesal. Keduanya kini duduk bersila, di ruangan khusus yang biasa pak Soleh gunakan untuk melakukan ritualnya. "Dia bukan pria sembarangan!"Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Keduanya pun lantas menoleh dan mendapati seseorang yang mereka kenal, sudah bediri di sana."Akang?" pak Soleh langsung beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan saudara tertuanya itu."Sepertinya kita salah orang untuk saling mengadu ilmu." ucap mbah Kaji yang kemudian ikut bersila dan bergabung dengan mereka. "Dia bukan keturunan orang biasa. Leluhurnya yang dulu, kini datang untuk mewariskan semua ilmunya." jelas mbah Kaji lagi."Leluhurnya?" tanya pak Soleh yang langsung meng
Amin yang merasa dipanggil namanya, langsung berhenti seketika. Ia lalu menoleh dan langsung menunduk saat Bagas trlihat menghampirinya."Bang Amin, kenapa?" tanya Bagas terheran."Maaf, tadi saya hanya pergi memancing saja. Ini sudah mau pulang."ucap Amin dengan gugup. Ia kemudian langsung berbalik dan hendak pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti saat Bagas menahan bahunya."Ampun Pak, saya nggak ngapa-ngapain kok." ucap Amin lagi dengan tubuhnya yang sudah gemetar."Bang Amin kenapa sih! Aku kan hanya ingin minta tolong." balas Bagas.Seketika Amin langsung menoleh, ia juga langsung menelisik dan menatap Bagas dari atas sampai ujung kaki. "Ini beneran Pak Bagas, 'kan?" tanyanya kemudian."Bang Amin ini ngomong apa sih! Masak iya, aku hantu." ucap Bagas lagi."Alahmudillah Pak, ini beneran bapak?" Amin langsung berhambur dan memeluk Bagas. "Bang Amin jadi bantuin saya, nggak?" tanya Bagas lagi."Eh. Jadi Pak, jadi."
Setelah Andira resmi bercerai dengan suaminya, kehidupan Andira kembali berjalan seperti biasanya. Dia juga sudah kembali bekerja dengan Kevin. Meski ia masih kerap mengalami gangguan-gangguan mistis di rumahnya, namun entah kenapa ia menjadi tak takut lagi. Mereka pun juga tidak pernah menyakitinya lagi. Kini Andira pun menjadi lebih sering merasakan hal-hal gaib di sekitarnya. Meski begitu, saat ia mengabaikan dan pura-pura tidak melihatnya, sosok yang tiba-tiba menampakkan diri padanya, langsung menghilang begitu saja. Seperti saat ini pun saat ia tengah makan siang bersama Kevin, sosok wanita yang memiliki lidah panjang, tiba-tiba menampakkan diri di atas meja makannya. Sosok yang berwajah runcing dengan kedua mata dan telinga yang lebar itu terlihat menganga, air liurnya pun jadi menetes dan mengalir ke piring makanan yang tersaji di hadapannya. Seketika Andira pun langsung merasa mual. Ia juga langsung menutupi mulutnya saat sesuatu terasa mengaduk-aduk isi lamb