"Siapa di situ?!" teriak Tari ketika melihat sosok bayangan seseorang.Di balik pohon tubuh Leni langsung menegang, keringat pun kini mengucur membasahi wajahnya. "Apa aku ketahuan?" batinnya. Kemudian ia menoleh ke arah belakang, kedua matanya seketika terbelalak saat melihat Tari dan pak Soleh sedang menuju ke arahnya.Dengan langkah seribu Leni langsung berlari menjauh. Tanpa menghiraukan langkah kakinya yang kian terasa berat karena jalanan yang berpasir, Leni terus berlari ke arah pantai. Tujuannya saat ini adalah Bagas. "Hei, berhenti di situ!" teriak pak Soleh yang langsung berlari mengejar Leni.Tapi Leni tak menggubris, ia terus berlari untuk menyelamatkan putranya. Namun tiba-tiba karena kurang keseimbangan, kaki leni pun jadi tergelincir hingga ia jatuh terserembab ke dalam hamparan tanah berpasir.Seketika, Leni pun langsung berusaha untuk kembali bangkit. Namun baru saja ia menginjakkan kakinya, sesuatu mendadak terasa sangat menyengat di perge
"Kurang ajar! Bagaimana bisa, kamu membiarkan dia kabur begitu saja. Aku tidak bisa membayangkan jika dia sampai membocorkan rahasia ini pada orang lain." baru saja Tari selesai mengganti pakaiannnya, dia malah dibuat panik saat mendengar kabar jika Leni berhasil melarikan diri. "Kenapa kamu jadi bodoh Tari?" cibir pak Soleh.Tari langsung menoleh, kedua matanya seketika langsung melotot ke arah pak Soleh. "Apa maksudmu? Kamu yang sudah bikin dia kabur dan sekarang kamu malah mau menyalahkan aku, heh?!" hardik tari sambil berkacak pinggang. Ia tak terima jika ada yang mengatainya bodoh."Hmm!" pak saleh membuang nafas kasar lalu ia berjalam melewati Tari. "Kamu masih belum sadar juga rupanya. Untuk apa kamu jadi panik seperti ini, bukannya kamu punya anak buah demit yang bisa membuatnya langsung jera? Apa perlu aku yang memanggil para anak buahku ke sini?" tukas pak Soleh yang langsung membuat Tari jadi bungkam."Benar juga, ya. Kenapa aku jadi lupa? Lebih baik
Sebuah panggilan telepon yang baru saja Andira terima, membuat tubuhnya langsung luruh ke lantai, air matanya pun seketika juga langsung menganak sungai di kedua pipinya. Sebuah berita yang baru saja ia dengar dari seorang petugas polisi, begitu membuatnya syok dan seakan tidak percaya.Bagaimana tidak, baru saja beberapa saat yang lalu ia masih berbicara dengan ibu mertuanya, namun sekarang ia mendapat kabar jika sang ibu mertua mengalami sebuah kecelakaan mobil.Polisi pun langsung meminta Andira untuk datang ke rumah sakit untuk mengidentifikasi jasad korban. Mendengar hal itu, Andira langsung menghubungi Bagas. Namun beberapa kali ia mecoba, ponsel suaminya itu tetap tidak dapat di hubungi seperti biasa. Ia pun memutuskan untuk menghubungi kakak iparnya.Di rumah sakit, saat Andira, Ema dan Deni baru saja menginjakkan kaki mereka, air mata ketiganya seketika langsung luruh membasahi wajahnya. Ketiganya pun langsung bergegas menuju kamar mayat sesuai arahan dari
Setelah prosesi pemakaman selesai, satu persatu para warga mulai meninggalkan area pemakaman. Namun berbeda bagi Andira dan juga Ema yang masih sama-sama enggan untuk beranjak dari tempatnya. Keduanya masih terus menangis, meluapkan rasa sedih mereka sambil memeluk gundukan tanah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi ibunya."Maaf Bu. Maafkan Dira yang masih belum sempat membahagiakan Ibu.." seru Andira yang memeluk nisan ibu mertuanya. "Ema juga minta maaf Bu, Ema belum sempat memberi tahu kabar yang selalu ibu tunggu, kalau ibu akan segera menjadi seorang nenek." ucap Ema yang mengusap-usap tanah kibur ibunya.Sementara Deni, dia hanya berdiri menatap sendu kedua wanita kesayangan ibu mertuanya. Sesekali tangannya mengusanp air mata yang lolos begtu saja di kedua pipinya.Di saat langit jingga perlahan mulai berubah menggelap, para warga pria mulai berkumpul kembali di rumah duka. Seperti biasa, jika ada salah satu warga yang meninggal, para warga
Semua orang langsung tersentak dan menoleh ke arah sumber suara, aktivitas mengaji juga jadi terhenti seketika. "Apa-apaan ini? Cepat kalian semua pergi dari sini!" teriak Bagas seketika.Andira yang bendengar suara teriakan suaminya pun langgsung berlari menghampirinya. "Sayang, kamu dari mana saja? Ibu..."Belum juga Andira menyelesaikan kalimatnya, Bagas sudah lebih dulu menghempaskan tubuh Andira hingga dia jadi terhuyung ke belakang dan langsung memebentur tembok. Para warga pun langsung tercengang saat melihat sikap kasar Bagas pada istrinya. Terutama ibu dan ayah Andira, keduanya sungguh tak percaya jika menantunya bisa bersikap kasar pada putrinya. Karena yang mereka tahu, menantunya itu begitu mencintai putri semata wayang mereka. "Bagas! Apa yang kamu lakukan!" Ema langsung berlari menghampiri Andira, ia lalu segera membantunya untuk bangkit dan menjauh dari Bagas. "Dari mana saja kamu? Ibu kecelakaan! Kamu bahkan tidak ada untuk mengantar kepergian
Sejak kejadian Bagas yang mengamuk malam itu. Para warga menjadi enggan untuk kembali ke rumah itu meski hanya sekedar untuk membacakan doa tahlil untuk Almarhumah Leni. Mereka juga bahkan tidak ada yang berani melewati depan rumah Bagas. Setiap hari hanya Andira, Ema dan Deni saja yang melakukan doa tahlil bersama, itu pun jika Bagas tidak ada di rumah. Karena jika dia ada, dia akan kembali mengamuk dan menghancurkan semua barang-barang di rumah.Hari berganti hari, minggu pun juga bergnti minggu. Sikap Bagas yang Andira harap akan berubah seiring berjalannya waktu, malah semakin menjadi. Tak jarang Andira pun selalu disiksa jika dia melakukan suatu kesalahan, meski itu hanya kesalahan kecil saja. Apa lagi saat Ema sudah kembali ke rumahnya sendiri, Bagas malah jadi semakin leluasa untuk menyiksa Andira.Bagas juga jadi semakin jarang di rumah, jika pulang pun terkadang ia sudah dalam keadaan mabuk berat. Dan jika itu terjadi, Bagas akan kembali memukuli Andira hi
Dengan langkah yang tergesa-gesa, Bagas menyusuri seluruh sisi restaurant di lantai tiga. Wajahnya mulai memerah, deru nafasnya juga memburu cepat, kedua tangannya pun kini mengepal kuat menahan amarah. Begitu ia sampai di tempat yang katakan oleh Tari, ia langsung menyapukan pandangannya ke setiap sudut ruangan.Seketika kedua matanya langsung terbelalak. kedua tangannya pun semakin erat mengepal begitu mendapati sang istri berada di pelukan pria lain. Bagas langsung melangkahkan kakinya cepat ke arah istrinya.Tak perduli ada banyak pasang mata yang sedang memperhatikan mereka, Bagas langsung melayangkan tamparan kerasnya di pipi memar sang istri."Dasar wanita murahan!" pekiknya kemudian. Tidak hanya satu kali, ia bahkan menampar Andira berulang kali hingga istrinya itu pun jatuh tersungkur ke lantai."Sayang, apa maksudmu?" Andira yang terkejut pun langsung menangis sambil memegangi pipinya yang terasa panas karena tamparan suaminya."Kamu masih berani tanya apa m
Satu minggu berlalu, sejak kejadian di restaurant saat itu, Bagas sama sekali tidak kembali pulang ke rumah. Beberapa kali Andira sudah mencoba untuk menghubunginya, namun ponselnya tetap tidak aktif. Andira pun semakin bersedih dan enggan untuk melakukan apa pun, pergi bekerja pun dia juga senggan. Setiap hari ia hanya menunggu dan menunggu suaminya itu pulang. Suara pintu rumah yang terbuka langsung membuat Andira berjingkat, ia pun langsung menoleh dan berlari ke arahnya."Sayang, kamu sudah..." setika Andira langsung terdunduk lesu saat tahu bukan suaminya yang datang."Dira..." Ema melangkah cepat mendekati adik iparnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya kemudian, lalu memutar-mutar tubuh adik iparnya, menelisik inch setiap inch bagian tubuhnya."Ada apa Kak? aku baik-baik saja kok." ucapnya dengan tersenyum manis pada Ema."Kemari." Ema segera menuntun Andira ke arah sofa dan mengajaknya untuk duduk saling berhadapan. "Sekarang, jelaskan apa yang sebenarnya