"Dira, Dira..."Andira melenguh pelan saat ia baru tersadar dari pingsannya, perlahan kadua matanya pun mulai terbuka. Seketika ia langsung terduduk dan meringkuk ketakutan di atas sofa. Seluruh tubuhnya mendadak gemetar, keringat pun mulai bercucuran membasahi keningnya. Dia langsung melihat sekitar, tempat ini terlihat asing baginya."Sayang, kamu nggak papa Nak?" Mendegar suara seseorang yang sangat ia kenali, Andira langsung menoleh. Seketika ia langsung melompat dari atas sofa yang ia duduki dan berlari ke arahnya."Ibu..." seru Andira yang langsung memeluk Leni dengan sangat erat."Iya Nak, ini ibu. Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Leni yang kemudian menggurai pelukannya. Di putarnya tubuh Andira lalu di periksanya inch setiap inch tubuh menantunya itu."Aku baik-baik saja Bu." Andira kembali memeluk ibu mertuanya dengan sangat erat, ia juga langsung menangis dalam pelukannya."Hei, kamu kenapa? Apa ada masalah Nak?" tanya Leni yang ingin kemb
"Kalian yakin nggak mau nginep di rumahku saja?" tanya Ema.Ya, setelah Andira menceritakan semua kejadian yang baru saja ia alami, Leni langsung menghubungi putrinya agar segera menjemput dirinya. Ema pun buru-buru pulang dari kantor dan langsung mengajak suaminya untuk menjemput ibu serta adik iparnya yang pingsan. Dia juga geram saat mengetahui saat Bagas tidak bisa di hubungi. Kini mereka pun sudah sampai di depan rumah Leni."Nggak usah Nak, lain kali saja Ibu ajak Dira main ke sana. Sekarang dia lagi butuh banyak istirahat." jelas Leni. Tangan kanannya mengusap pucuk kepala menantunya yang berdiri di sampingnya."Lagian Bagas kemana sih! Istri baru sembuh juga di tinggal-tinggal! Ya sudah Bu, Ema pamit pulang dulu. Kalau ada apa-apa, cepat kabari Ema ya." Ema lantas meraih tangan Leni lalu kemudian menyalaminya, begitu juga dengan suaminya Deni."Jangan lupa istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran. Belum tentu apa yang dikatakan Ibu tadi itu benar, itu
Semakin lama, Leni merasakan kulit tubuhnya kian merinding, hatinya pun juga mendadak terasa gelisah. Ekor matanya perlahan menelisik ke seluruh sudut ruangan, hingga sesosok bayang pria tiba-tiba muncul dan terlihat dari cermin wastafel yang berada di hadapannya. Pyarr!Leni langsung tersentak, gelas yang ia pegang pun juga langsung terlepas begitu saja dari genggamannya. Leni langsung berbalik, tapi tidak menemukan siapa pun di sana. Klotak!Suara lemparan batu di atap rumah membuat Leni kembali berjingkat, pecahan gelas yang terserak di lantai pun tanpa sengaja menusuk telapak kakinya. Leni meringis seketika dan langsung berjongkok memeriksa telapak kakinya. Perlahan ia menarik pecahan beling yang menancap dalam di telapak kakinya. Bekas lukanya juga langsung ia tekan agar tidak mengeluarkan banyak darah.Namun tiba-tiba, detak jantungnya mendadak kembali berdebar kencang, keringat dingin pun kini juga mulai membanjiri wajahnya. Ekor matanya pun langsung kem
"Apa yang kamu pikirkan, Nak? Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dari Ibu?" Leni menggenggam tangan menantunya, di usap-usapnya punggung tangan Andira untuk memberinya ketenangan."Bu... apa Ibu percaya padaku?" tanya Andira tiba-tiba."Apa yang kamu katakan? Tentu saja Ibu pasti percaya padamu." seru Leni. Tangan kirinya terjulur mengusap pucuk kepala menantunya.Andira menghela nafas panjang, lalu ia pun terdiam sejenak. Otaknya kembali mempertimbangkan apa yang akan dia ucapkan pada ibu mertuanya."Aku tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi pada Mas Bagas. Tapi, semenjak Mas Bagas pulang dari rumah Pak Soleh, dia jadi banyak berubah. Mas Bagas jadi pemarah, dia bahkan jadi main tangan padaku Bu.""Apa?" Leni langsung terbelalak, ia tak percaya putra semata wayangnya bisa sampai kelewatan seperti itu. "Jangan bilang malam itu dia..." melihat sang menantu mengangguk, seketika Leni langsung membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri. Ia juga lang
Setelah mobil hitam itu menepi di hadapan Andira, pintu mobil itu tiba-tiba terbuka dan menampakkan sang pemilik mobilnya."Kak Dion?"Tit. Tit.Baru saja Andira akan menolak ajakan Dion, Leni tiba-tiba datang menjemputnya."Nak Dion? Sedang apa di sini?" tanya Leni."Nggak ada Bu, cuma kebetulan lewt saja." ucap Dion sambi menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Maaf Kak, aku duluan ya. Ibu sudah jemput." ucap Andira yang lansung masuk ke dalam mobil ibu mmertuanya."Ibu duluan ya." Pamit Leni kemudian.Dion pun mengangguk, dia masih terdiam menatap kepergian mobil yang di tumpangi Andira. "Kamu benar-benar wanita luar biasa." gumam Dion kemudian.***Bebarapa saat kemudian, Andira dan Leni pun akhirnya sampai di rumah mereka. Merek pun langsung terkejut saat mendapati mobil Bagas sudah terparkir rapi di halaman rumah mereka."Bu, tumben Mas Bagas sudah pulang jam segini." seru Andira."Iya. Coba kita lihat ke dalam." ajak Leni yan
Bagas meraih ikatan lidi itu, dilihatnya secara seksama dengan kedua alis yang saling menaut. "Ini untuk apa Pak?" tanyanya kemudian. Pak soleh tersenyum, lalu ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah patung singa yang berdiri kokoh di sudut ruangan. "Sebuah rumah tidak hanya perlu sebuah benteng, kita juga butuh sebuah pagar agar bisa memperkuat pertahanannya dari segala hal yg negatif. Jika hanya mengandalkam sebuah benteng, benteng itu lama kelamaan akan hancur jika terus di terjang dengan serangan dari luar." jelas pria baya itu.Seolah paham akan apa yang di jelaskan, Bagas kemudian mengangguk dan langsung mengambil benda tersebut. "Besok, sebelum fajar menyingsing, datanglah ke pantai timur. Kita akan melakukan ritual akhir." titah Pak Soleh lagi. "Ritual terakhir? Lalu, setelah itu saya bisa sembuh total dan tidak akan di ganggu mahluk halus lagi?" Bagas pun semakin antusias kala pak Saleh mengangguk sebagai jawabannya.Setelah lama berbi
Leni pun segera mengihidupkan mesin mobilnya, ia juga langsung melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumahnya. Kedua matanya langsung ia pertajam ketika memperhatikan ke mana arah mobil putranya pergi.Dengan jarak yang cukup jauh serta cahaya langit yang masih belum terang, membuat Leni harus ekstra hati-hati membawa mobilnya. Apa lagi sebelumnya ia juga sudah mematikan lampu mobilnya, agar putranya itu tidak sadar kalau dia sedang di ikuti.Leni jadi semakin terheran ketika mobil yang di kedarai putranya melaju ke arah pantai. "Apa yang akan dia lakukan di sini." gumanya sambil memperhatikan mobil putranya. Keningnya pun seketika mengerut, begitu mobil yang dikendarai Bagas memasuki pintu masuk ke pantai."Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dari ibu Nak?" gumam Leni lirih.Seketika Leni langsung menepikan mobilnya, saat mobil yang dikendari Bagas berhenti di ujung pantai, jauh dari tempatnya berada. Leni juga langsung turun dari mobilnya dan bergegas mengi
Seorang Wanita yang hanya mengenakan selembar kain jarik untuk menutupi tubuhnya tiba-tiba muncul. Ia berjalan perlahan memasuki bibir pantai, sebuah nampah bambu yang penuh dengan berbagai jenis bunga dan terdapat satu kendi di tengahnya juga terlihat ia bawa ke dalam pantai."Bukannya dia Tari? Sedang apa wanita itu di sana?" guman Leni dari balik pohon. Kebingungan Leni malah semakin bertambah, saat melihat Tari juga ikut melakukan apa yang Bagas lalukan terlebih lagi dia berdiri berdampingan bersama Bagas.Leni lantas melihat ke sekeliling, begitu dirasa aman ia langsung melangkahkan kedua kakinya dengan cepat semakin mendekati bibir pantai. Satu per satu pohon yang tumbuh menjulang di pinggir pantai, ia gunakan untuk menyembunyikan dirinya.Dari balik pohon yang paling dekat dengan bibir pantai, Leni bisa melihat dengan cukup jelas apa yang ketiganya itu lakukan di sana. Namun sayang, karena desiran ombak serta deru angin yang cukup kencang berhembus di pa
Cahaya merah mendadak muncul di atas mobil Bagas, sesosok ular besar yang berkepala manusia pun mendadak muncul dan membelit mobil mereka.Kretek, kretek.Mobil pun terdengar mulai meretak saat sosok ular besar itu melilitnya dengan sangat kuat. Andira pun semakin ketakutan sambil meremas jok mobilnya."Ashadualla ilahailallah, wa ashadu anna muhammadarrasulullah."Andira langsung menoleh saat mendengar suaminya mengucapkan syahadat. Namun tiba-tiba ia langsung terbelalak, ketika cahaya putih yang memancar dari tubuh Bagas perlahan semakin menebal dan semakin melebar."Aaaargh!" erangan mahluk-mahluk itu tiba-tiba menggema di telinga keduanya. Tubuh mahluk-mahluk itu seketika hancur menjadi asap, saat cahaya putih itu mulai menyentuh mereka.***Klotak,klotak.Mbah Kaji pun langsung menghentikan ritualnya saat suara lemparan batu, terdengar di atap rumahnya."Pak Kaji, keluar! Kami tidak ingin punya warga seorang dukun! Keluar! Kalau tidak, k
Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya ketika Ia baru saja sadar dari pingsannya. ia pun langsung meringis ketika pusing tersa di kepalanya. Beberapa saat kemudian kedua matanya pun langung terbelalak, saat mendapati dirinya dalam keadaan terikat di atas meja dan di kelilingi taburan bunga."Mmm... Mmm..."Andira pun berusaha meronta dan melepas ikatannya. Namun ikatannya sangat kuat, dia juga tidak bisa berteriak karena mulutnya tersumpal. Seketika Andira langsung menangis ketakutan, ketika puluhan mahluk menyeramkan tiba-tiba mengelilingi dirinya. Meski sebelumnya dia sudah terbiasa dengan mereka, entah kenapa kali ini dia merasa berbeda.Tubuhnya pun langsng gemetar ketika salah satu makluk meyeramkan itu tiba-tiba menjilati bagian perutya, seolah tak sabar akan menikmati makanan yang sangat lezat.Brak!Pintu ruangan tiba-tiba terbuka paksa, bersamaan dengan pintu yang terbuka, semua mahluk menyeramkan itu juga mendadak menghilang seketika. Bagas pu
"Mereka lagi bahas apa sih! lama amat." keluh Dion kesal. Ya, setelah ia memberikn alamat Andira pada Tari, entah kenapa perasaannya mendadak tidak tenang. Dan seharian ini pun, dia terus mengikuti kemana Tari pergi kalau-kalau dia sampai berbuat sesuatu yang nekat pada Andira.Hingga malam hari tiba, Tari pun akhirnya benar-benar menemui Andira. Namun ketika Dion menunggunya di sudut jalan tak jauh dari rumah Andira, Tari malah tak kunjung keluar dari rumah Andira. Dion pun semakin merasa gelisah, ingin rasanya ia langsung masuk ke sana dan langsung membawa Tari pergi dari sana. Namun semua itu tidak mungkin, karena Andira akan merasa curiga padanya.Hingga sekian lama Dion menunggu, mobil Tari tiba-tiba terlihat keluar dari rumah Andira. Ketika mobil itu melaju dan melewati dirinya, seketika itu juga Dion pun langsung tersentak, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat Andira tak sadarkan diri di jok belakang mobil Tari.Dion pun langsung bergegas mengikuti mobil
Pagi harinya, Tari tiba-tiba memanggil Dion ke ruangannya dan Dion pun dengan sangat terpaksa menurutinya. Dengan langkah kaki yang berat, ia mengikuti langkah kaki Tari yang sedang menuju ruang kerja pribadinya."Duduklah." titah Tari."Tidak perlu basa-basi, cepat katakan apa maumu?" Ketus Dion dengan nada kesalnya.Tari langsung menghentikan langkahnya. "Tolong jaga sikapmu! Ini kantor, jadi hargai aku sebagai atasanmu." ucap Tari yang langsung menatap tajam ke arah Dion.Seketika, Dion pun langsung terbungkam. Meski sebenarnya di dalam hatinya ia masih menggerutu kesal pada wanita yang sedang berada di hadapannya saat ini.Tari mengambil nafas dalam, lalu kemudian ia mendudukkan bokongnya di atas kursi kebesaranya. "Aku ingin tahu tempat tingga Andira yang baru." ucapnya kemudian.Seketika, Diaon langsung mendongak lalu ia menatap tajam ke arah Tari. "Aku tidak tahu!" ketusnya seketika."Hahaha..." Tari pun langsung tergelak, lalu kemudian wajahn
Seketika, penglihatan itu langsung menghilang dan membawa Bagas kembali ke tempat semula."Yang lalu, biarlah berlalu Nak. Sekarang, waktunya untuk kamu memperbaiki segalanya." Bagas langsung menoleh, dan menatap kakek buyutnya. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud dari memperbaiki segalanya. "Maksudnya apa Kek? tanyanya kemudian."Kemarilah Nak." sang kakek melambaikan tangan, menandakan agar Bagas semakin mendekat padanya.Bagas pun menurut dan perlahan mulai mendekati kakeknya. Tiba-tiba, tangan kanan sang kakek terangat dan langsung menyentuh pucuk kepalanya. Dan seketika, pucuk kepalanya pun langsung terasa sejuk, di mana semakin lama rasa sejuk itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku titipkan ilmuku padamu, jaga baik-baik dan gunakanlah untuk membatu sesama." titah sang kakek yang kemudian melepaskan tangannya dari pucuk kepala bagas. "Sekarang, bersiaplah. Sesuatu yang besar akan segera terjadi. Segera bersihkan tubuhmu dan langsung ambil w
Malam harinya, Bagas pun bisa bernafas lega saat ia bisa melaksanakan kembali, ibadah yang selama ini dia tinggalkan. Meski di bagian dadanya masih terasa sedikit nyeri dan punggungnya pun juga masih terasa sangat berat, tapi setidaknya ia masih bisa menahannya dan melakukan ibadahnya sampai selesai.Tinggal seorang diri seperti ini, membuat Bagas merasa kesepian. Ia rindu gelak tawa wanita yang selama ini sabar mengahadapinya. Ia rindu semua ocehan yang keluar dari bibir manisnya. Rindu saat dia berteriak kesal, saat ia terus saja mengusili dirinya. Bagas pun tersenyum saat mengingat semua itu.Setelah melaksanakan sholat isya', Bagas hanya menghabiskan waktunya dengan berdzikir dan mengaji. Semenjak ia membuang barang-barang pemberian dari pak Soleh, tidak ada lagi mahluk gaib yang menggangu atau pun menampakkan dirinyanya.Bagas kini bisa melakukan aktifitasnya seperti sedia kala. Hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua belas malam, Bagas pun mulai m
"Kurang ajar! Bagas berhasil mematahkan mantra pengunci kita." pak Soleh langsung emosi saat dia sadar, semua benda-benda pemberiannya telah Bagas buang."Bagaimana mungkin, dia sampai tahu? Bukannya selama ini, kita sudah behasil memanipulasi pikiran dia?" ucap Tari yang juga ikut kesal. Keduanya kini duduk bersila, di ruangan khusus yang biasa pak Soleh gunakan untuk melakukan ritualnya. "Dia bukan pria sembarangan!"Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Keduanya pun lantas menoleh dan mendapati seseorang yang mereka kenal, sudah bediri di sana."Akang?" pak Soleh langsung beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan saudara tertuanya itu."Sepertinya kita salah orang untuk saling mengadu ilmu." ucap mbah Kaji yang kemudian ikut bersila dan bergabung dengan mereka. "Dia bukan keturunan orang biasa. Leluhurnya yang dulu, kini datang untuk mewariskan semua ilmunya." jelas mbah Kaji lagi."Leluhurnya?" tanya pak Soleh yang langsung meng
Amin yang merasa dipanggil namanya, langsung berhenti seketika. Ia lalu menoleh dan langsung menunduk saat Bagas trlihat menghampirinya."Bang Amin, kenapa?" tanya Bagas terheran."Maaf, tadi saya hanya pergi memancing saja. Ini sudah mau pulang."ucap Amin dengan gugup. Ia kemudian langsung berbalik dan hendak pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti saat Bagas menahan bahunya."Ampun Pak, saya nggak ngapa-ngapain kok." ucap Amin lagi dengan tubuhnya yang sudah gemetar."Bang Amin kenapa sih! Aku kan hanya ingin minta tolong." balas Bagas.Seketika Amin langsung menoleh, ia juga langsung menelisik dan menatap Bagas dari atas sampai ujung kaki. "Ini beneran Pak Bagas, 'kan?" tanyanya kemudian."Bang Amin ini ngomong apa sih! Masak iya, aku hantu." ucap Bagas lagi."Alahmudillah Pak, ini beneran bapak?" Amin langsung berhambur dan memeluk Bagas. "Bang Amin jadi bantuin saya, nggak?" tanya Bagas lagi."Eh. Jadi Pak, jadi."
Setelah Andira resmi bercerai dengan suaminya, kehidupan Andira kembali berjalan seperti biasanya. Dia juga sudah kembali bekerja dengan Kevin. Meski ia masih kerap mengalami gangguan-gangguan mistis di rumahnya, namun entah kenapa ia menjadi tak takut lagi. Mereka pun juga tidak pernah menyakitinya lagi. Kini Andira pun menjadi lebih sering merasakan hal-hal gaib di sekitarnya. Meski begitu, saat ia mengabaikan dan pura-pura tidak melihatnya, sosok yang tiba-tiba menampakkan diri padanya, langsung menghilang begitu saja. Seperti saat ini pun saat ia tengah makan siang bersama Kevin, sosok wanita yang memiliki lidah panjang, tiba-tiba menampakkan diri di atas meja makannya. Sosok yang berwajah runcing dengan kedua mata dan telinga yang lebar itu terlihat menganga, air liurnya pun jadi menetes dan mengalir ke piring makanan yang tersaji di hadapannya. Seketika Andira pun langsung merasa mual. Ia juga langsung menutupi mulutnya saat sesuatu terasa mengaduk-aduk isi lamb