Titan masih menatap nyalang cowok di depannya dalam diam hingga dering telepon memecah aksi "senggol lagi gue bacok lo ntar" sebagai bentuk pertahanannya dari Tristan.
Tristan mengalihkan pandangannya, merogoh kantong ripped jeans abu-abu yang dikenakannya dan menjawab panggilan yang masuk.
"Halo, Ma," sapa Tristan duluan.
"....."
"Lagi berduaan sama calon mantu Mama," ucap Tristan sambil melirik Titan dengan seringaian yang langsung dihadiahi lemparan buku Fisika setebal kamus.
"Aww!" Tristan menjerit kesal.
"....."
"Eh? Bukan apa-apa, kok. Mama kenapa sih nelpo
Senin memang selalu menjadi hari yang menyebalkan, tapi hari Senin ini, semua terasa begitu apes bagi Titan. Seolah ia tak punya sisa keberuntungan untuk hari ini dan dunia bekerja sama dengan seisinya untuk membuatnya jengah.Mulai dari upacara yang terasa bagai dipanggang, razia kebersihan loker (yang mirisnya loker Titan masih sangat tragis semenjak disemprot Tristan dengan cat semprot) hingga Titan harus denda sebagai bentuk kompensasi kondisi lokernya, kehabisan makanan kantin karena masih asik ketiduran di kelas saat istirahat pertama hingga ia harus rela kelaparan, dan perut yang sakit melilit karena datang bulan.Semoga hanya itu saja.Kemudian datanglah Pak Joko, guru Kimia yang menyebalkan itu. Pak Joko memanggil Titan yang kebetulan terlihat sangat bahagia melintas di korido
Selepas mengantar Titan sampai di depan rumah, cewek itu langsung masuk gitu saja tanpa embel-embel makasih. Sementara Tristan, ia turun dari motornya yang ia parkirkan di garasi dan menghampiri Aldo yang baru juga sampai."Adek lo tuh, Bang." Tristan angkat bicara duluan pada Aldo yang baru turun dari mobilnya."Kenapa adek gue? Naksir lo? Gue sidang lo entar kalau gitu.""Idih!""Terus?""Abis pacaran sore-sore di sekolah sama cowok noh.""Iyalah sama cowok! Adek gue masihstraightkali! Kalau udah sama cewek tuh baru lo laporin ke gue!" Aldo duduk di teras sambil melanjutkan, "tapi siapa pun tuh cowok, pasti bu
Kalau Nyong bukan salah satu teman kepretnya, mana mau Tristan ikutan ke kantin saat jam istirahat pertama begini. Pas kantin sedang ramai-ramainya. Berasa sumpek walau kantin SMA Garuda termasuk luas. Harusnya mereka ada di belakang sekolah, nyebat seperti biasa. Barang favorit Tristan itu sudah memanggil-manggil dari dalam kantong celananya untuk segera dihisap, tapi ujung-ujungnya, mereka malah terdampar di kantin sumpek ini.Nyong itu manja, kalau makankuduada teman-temannya. Katanya ibunya sedang ngambek sama bapaknya, jadi mogok masak gitu deh. Dia sampai mengeluarkan jurus pantun recehnya itu supaya ditemani."Ke pasar minggu beli manggisSambil joget dangdut koploMakan sendiri nanti Nyong diembat cewek manisJanganlah iri wahay kalian kaum jomblo!"
Bams enek. Iya, enek banget melihat Tristan. Sahabatnya itu udah kayak ketakutan bakal kehilangan mangsanya. Masa iya begitu Bimo masuk kantin ia langsung ngacir ke meja Titan? Berusaha mengamankan hak miliknya. Hak milik apaan dah? Toh kalau ketemu, yang ada Titan sama Tristan selalu saja berantem. Gimana mau menjadikan Titan hak miliknya coba?Bams menggerutu. Baginya, cara Tristan itu beneran tidak etis banget. Selalu saja cari masalah sama Titan supaya bisa dekat. Macam bocah SD lagifalling in loveaja.Yah, wajar juga sih. Sahabatnya yang satu itu memang agak bloon. Dari dulu kalau Tristan pacaran, pasti selalu dia duluan yang didekati cewek-cewek. Menarik perhatian Tristan sana-sini, jalan sana-sini,sementara ia hanya tinggal menjalankan tugas akhir. Tinggal nembak yang sudah pasti bakalan diterima. Yah, dia me
Pulang sekolah seperti biasa, Tristan baru masuk kelas untuk mengambil tas sekolahnya setelah bel pulang berbunyi sekitar setengah jam yang lalu. Sebenarnya ia sehabis bolos bersama yang lain, tapi ketika ia terbangun hanya sendirian, ia tahu pasti yang lain sudah ngacir duluan entah ke mana.Setelah mengambil tas dan melangkahkan kaki ke parkiran motor, ia tertegun melihat dua sosok yang paling ingin ia pisahkan justru sedang tertawa berduaan.Titan yang ia lihat naik ke atas motor Bimo. Tristan berdecih. Hilang sudah ketenangan yang ia dapat dari tidur siang bolongnya tadi.Sedekat itukah mereka?Tristan bersembunyi di balik pohon, mengintip motor Bimo yang melaju meninggalkan parkiran. Matanya memicing tajam ketika melihat tangan T
Pagi ini, Titan bangun sendiri. Suatu mukjizat yang amat sangat jarang terjadi. Tidak begitu spektakuler hingga layak menjadi kejaiaban dunia yang kedelapan namun cukup pantas untuk dihadiahkan sebuah penghargaan.Ia bangun pukul setengah enam pagi hari ini. Bangun lebih awal bahkan tanpa bantuan alarm alaminya yaitu Aldo yang selalu semangat meneriaki namanya kencang-kencang bak ibu-ibu habis kena jambret. Ia juga bangun dengan tubuh segar bugar rasanya. Seolah ia baru bangun dari tidur cantik seratus tahun ala putri tidur.Pokoknya yang jelas, tidurnya semalam nyenyak sekali. Kenapa, ya?Sehabis mandi, ia lalu menatap cermin. Terbesit keinginan untuk sedikit berdadan hari ini. Jarang-jarang dia niat berdandan.Entah atas dasar motivasi apa ia mau repot mengurus penampilannya sendiri.
Suasana kelas XII IPA 1 sangat tertib pagi ini. Semua anak duduk manis di bangku masing-masing. Mulai dari banyaknya biang kerok yang bersarang di kelas itu maupun segelintir anak yang cukup pendiam. Semua pantat di kelas itu seolah direkatkan dengan lem tikus anti kaleng-kaleng.Geser dikit tuh pantat, langsung mampus!Ya, karena yang mereka hadapi sekarang adalah iblis kelas atas. Bu Damara yang sedang gencar berkhotbah di depan sana mengenai materi PPKN dengan mata elangnya yang dapat mengeluarkan laser pembunuh bila melihat sedikit saja gerakan kecil yang mencurigakan.Bahkan Tristan dan teman-temannya pun duduk di bangku masing-masing. Biar bagaimana pun, mereka perlu cukup daftar kehadiran kalau mau lulus. Apalagi guru satu ini tidak akan pernah main-main dengan hukumannya. Akal
Ketika bel istirahat pertama berbunyi, Titan sengaja keluar kelas terakhiran. Ia was-was kalau harus ketemu Tristan lagi dan menghadapi segala hal absurd yang cowok itu lakukan seperti kemarin.Ia berjalan sendirian ke kantin, pasalnya Rheva membawa bekal makannya sendiri dan Bimo harus membantu salah satu guru yang entah untuk urusan apalah itu.Biarlah, ia akan berjuang sendirian demi ketentraman dan kesejahteraan penghuni perutnya.Titan menuruni tangga dengan aman tanpa tanda-tanda kehadiran makhluk yang membahayakan itu, tapi karena memang pada dasarnya dia tak pernah beruntung, maka saat berbelok di koridor lantai bawah, dengan apesnya ia justru bertabrakan dengan Tristan.Cewek itu gelagapan, ia sudah tak berharap agar lenyap d
"Sayang-sayang pala lo peyang!" sentak Titan kesal seraya meninju bantal tidurnya tak henti-henti. Setelah meninjunya, ia melempar bantal itu ke sembarang arah. Iya, Titan sedang dalam mode siluman ekor rubah. Ia benar-benar kesal kala mengingat bagaimana Tristan memanggilnya sayang tadi saat di aula ketika latihan. Satu aula benar-benar menyorakinya dan ia langsung bingung harus menaruh muka di mana. "Sayang-sayang lo banyak! Bukan cuma Titan doang!" geramnya lagi. Bahkan sekarang ia mulai menggigiti sarung guling saking kesalnya. Ia semakin kesal kala mengingat bagaimana Tristan begitu dekat dengan teman-teman ceweknya yang lain. Mungkin saja kan ada si sayang nomor dua, nomor tiga, dan seterusnya. Mau marah juga rasanya aneh, statusnya bukan siapa-siapa walau tak bisa juga dibila
"Cie... habis kena marah ya? Kusut bener mukanya kayak keset depan WC." Titan terkikik geli sekembalinya Tristan setelah sesi berbincang-bincang tidak ria dengan papanya di atap rumah sakit barusan.Sekarang mereka ada di taman rumah sakit, setelah Tristan selesai dengan papanya dan langsung menghubungi Titan untuk bertemu di sana."Kamu juga kusut mukanya," balas Tristan."Hah, masa? Udah cuci muka tadi pakai air padahal." Titan memegang pipinya sendiri dengan punggung tangannya."Iya kusut, kayak kurang asupan perhatian dari aku.""Jijik banget dengernya tahu nggak?" Ekspresi Titan langsung berubah sedatar mungkin."Aku kayaknya y
Setelah mendapat lokasi balapan motor dengan lagi-lagi harus menelpon Bams, maka Rheva semakin menggas mobilnya. Ia jarang ngebut apalagi kebut-kebutan begini. Alhasil, ia hampir menabrak seorang pejalan kaki yang menyeberang jalan di tengah gelapnya malam ditambah guyuran hujan. Syukur-syukur selamat."Rev." Titan memanggil."....""Rev.""Hm?""Rev!""Apa, sih?!""Lo bawa mobil mahal apa bawa bajaj sih!""Mobil mahal lah ini.""Lelet banget tahu nggak?! Saingan sama siput?!""Yang penting jalan mobilnya.""INI CUMA 20 KILOMETER PER JAM REPPPP!!!! KAPAN NYAMPENYA ISHHH!!! LIMA BELAS MENIT LAGI TENGAH MALEM NIH UDAH MULAI BALAPANNYA ENTAR!!!""Udah cepet ini! Lo mau kita hampir nabrak lagi apa?! Jantung gue tadi rasanya mau loncat keluar tahu nggak?!""Ishhh Rhevaaaaa...." Titan merengek."Entar lagi juga sampe elah. Gue kapok ngebut! Lagian ini hujan, buram kacanya!""Entar mere
"Aku sayang sama kamu, Tan!" teriak Aundy di ujung lorong yang sudah sepi.Tristan ada di hadapannya, menatap dirinya dengan tatapan datar dan tak tertarik sama sekali."Guenya nggak.""Bohong! Kamu meluk aku waktu itu! Waktu di parkiran aku nangis kejer-kejer bahkan di rumah sakit kamu temenin aku sampai malem." Mata gadis itu berkaca-kaca, berusaha meyakinkan dirinya sendiri pada sebuah harapan kosong."Waktu itu, cuma itu yang bisa gue lakuin buat nolongin lo. Jangan kegeeran.""Nggak mungkin cuma gara-gara itu. Kalau emang iya kamu sukanya sama Titan, kamu harusnya ninggalin aku gitu aja. Kamu tahu Titan nggak suka sama aku deketin kamu."
Tristan seharian ini tidak sempat bertemu dengan Titan. Entah ke mana gadis itu saat ia mencarinya, mereka tidak berpapasan sama sekali. Mereka juga sudah sibuk dihadang berbagai ujian menjelang UN, membuat kesempatan bertemu semakin sulit karena gadis itu biasanya langsung ngacir pulang begitu selesai ujian.Sekolah tidak pernah terasa seluas ini bagi Tristan, namun ketika dia tidak bisa bertemu Titan, semua berbeda. Hari ini, ketika ia bertemu salah satu siswa laki-laki yang diingatnya sekelas dengan Titan, maka ia pun bertanya di mana keberadaan cewek itu. Cowok itu menjawab, hari ini seharusnya anakbandakan latihan.Maka ia bergegas, mencari ke aula tapi tak ada siapapun di sana. Ia lalu berlari ke ruang musik, namun melihat dari jendela luar saja sudah kelihatan jelas bahwa tempat itu juga kosong, pintunya pun
Tristan mengerang, pusing. Ia masih terjebak di tempat ini, Rumah Sakit Medika. Orang tua Aundy mengalami kecelakaan cukup parah, yang memerlukan operasi untuk segera menangani mereka. Luka-luka dan patah tulang. Sementara keluarga Aundy yang lain yaitu om dan tantenya baru saja datang.Pengurusan untuk surat tindakan medis semuanya ditangani mereka yang sudah berusia di atas 21 tahun. Sementara Aundy sendiri hanya bisa menangis sedari tadi, terlebih setelah mendengar penjelasan dokter sebelumnya mengenai kondisi papa dan mamanya yang akan segera ditangani."Tolong temani Aundy dulu, ya. Biar saya dan omnya yang mengurus semua."Tristan tadi dimintai tolong oleh Arini dan Budi yaitu tante dan om dari Aundy agar bantu menenangkan Aundy yang masih histeris. Setelah Arini dan Budi menguru
Tristan bergegas keluar kelas begitu bel tanda istirahat berbunyi. Ia tidak bolos pagi ini, berhasil memposisikan pantatnya untuk tetap menempel pada kursi walau tidak betah. Jika pantatnya punya nyawa sendiri, sudah pasti pantatnya itu bakalan kabur duluan.Ia uring-uringan sejak kemarin, ketika sempat berselisih dengan Titan sebelum pulang sekolah. Ia sadar ia yang salah. Seharusnya ia tidak boleh egois dengan meminta Titan menunggunya sementara ia akan berdua dengan Aundy walau hanya untuk sekadar latihan drama. Ia seharusnya memilih salah satu antara latihan atau mengantar Titan pulang. Satu yang ia tahu, ia tidak akan senang memilih salah satunya. Ada konsekuensi di antara kedua pilihan itu.Pentas seni sialan,batinnya.Ia akan meminta maaf pada Titan, oleh
Esoknya, Tristan datang ke kelasnya seperti kebiasaannya belakangan ini untuk mengajak Titan makan ke kantin. Titan pun tak bisa pura-pura seolah biasa saja. Senyumnya langsung merekah begitu melihat penampakan cowok itu muncul di ambang pintu kelasnya bahkan sebelum Bu Endah yang sedang mengajar di XII IPA 4 keluar kelas."Ngapain kamu mejeng di sini?" Bu Endah yang hendak keluar tentu saja bertemu dengan Tristan di ambang pintu."Mau nyari anak didiknya Bu Endah buat ngajakin makan berdua di kantin. Kenapa? Ibu mau ikutan? Jangan jadi orang ketiga di antara kami dong Bu," jawab Tristan sambil senyum-senyum."Hah, ngawur aja kamu nih. Emang kamu ngajakin siapa toh?""Ini Bu, anaknya udah ketemu." Tristan langsung merangkul pundak Tit
Tristan menahan napas ketika melihat wujud manusia di depannya. Seketika, bayangan wajah cemburu Titan tergambar di otaknya dan membuatnya berasa sedang selingkuh. Padahal pacaran aja mereka tidak.Aundy.Sesosok gaib-eh manusia yang belakangan ini selalu absen di depan wajahnya tiap hari. Menggerayanginya ke mana-mana sampai terkadang membuat Tristan berasa punya penunggu di punggungnya.Kadang ia kesal sendiri, tapi pernah beberapa kali ia bersikap cukup baik pada cewek itu ketika ingin melihat reaksi Titan bila ia berdua dengan perempuan lain. Makan bersama di kantin beberapa kali dan mengantarnya pulang.Sekarang rasanya ia ingin ganti muka saja. Biar tak terus-terusan dikejar sana-sini. Toh cewek satu ini juga cuma naksir sama ta