“Saya mau Jihan, anak saya pulang dan pelaku penculikan harus dihukum seberat-beratnya.”
Terngiang ucapan wanita setengah baya saat ditanya wartawan di salah satu channel televisi. Ambar, ibunda dari Jihan terlihat menangis tersedu-sedu seakan sangat kehilangan anaknya. Sementara tepat di samping wanita itu ada pria bule yang menjadi akar dari semua masalah ini, Max.
“Biadap,” geram Morgan. Menghilangnya dirinya justru membuat Max semakin gencar menyerangnya. Menyudutkannya. Sementara di sini, dia terjebak bersama dengan wanita yang sama sekali tidak dia inginkan keberadaannya.
Tidak memiliki kesempatan untuk speak up. Ingin dia muncul ke media dan menjelaskan bahwa itu semua tidak benar. Fitnah. Namun, dia tahu semua itu sia-sia. Semuanya sudah terlanjur mencapnya sebagai penculik karena Jihan memang bersama dengan dirinya.
Bisa dibilang dia tengah buron sekarang.
Morgan terpaku. Keberadaan Jihan di kamarnya sama sekali tidak terduga. Semenjak kapan dia masuk dan berdiri mematung di sana.Sedangkan Jihan masih tetap dengan posisinya. Wanita yang tampak lucu karena memakai pakaiannya yang kebesaran itu menatapnya dengan pandangan kosong. Namun, tatapanya kemudian beralih ke bawah yang membuat Morgan tersadar. Cepat-cepat Morgan membungkus pinggangnya hingga menutup sempurna.“Jihan! Kenapa kamu masuk kamar orang tanpa permisi!” hardik Morgan. Wanita itu kembali mendongak menatap Morgan. Terlihat matanya yang mulai berkaca-kaca.Hampir saja dia terlupa bahwa Jihan dalam kondisi depresi. Tidak seharusnya dia membentak Jihan seperti itu. Morgan menyugarkan rambutnya yang berantakan lalu beranjak mendekati Jihan.“Maaf, saya tidak bermaksud untuk membentakmu,” ujar Morgan sebelum air mata Jihan tumpah ruah. Dan memang terbukti bahwa wanita itu tidak
“Iya, Sayang,” pungkas Morgan di ujung telfonnya. Hatinya sedikit lega ketika bisa berkomunikasi dengan anaknya. Meski sebenernya dia juga ingin berbicara dengan Nala.Pria itu meletakan ponselnya di atas nakas. Kini dia beralih kepada Jihan yang sedang berdiri di depan ranjangnya. Wanita itu yang membangunkannya dan memberi tahu kalau ponselnya berdering.“Sudah selesai kangen-kangenannya?” celetuk Jihan. Morgan tidak segera menjawab. Seharusnya dia marah karena Jihan yang sekali lagi main masuk ke kamarnya, namun disaat bersamaaan dia juga berterima kasih karena sudah dibangunkan. Namun, dia memasang wajah dingin.“Tolong, keluar dari kamar saya,” ucap Morgan.“Iya, Maafka saya karena sudah lancang masuk ke kamarmu, Morgan,” sahut Jihan. Morgan hanya mengangguk. Tidak mau memperpanjang percakapan dengan Jihan. Dia tahu kalau wanita itu aka
Sejam yang lalu,Max datang ke kediaman Jihan. Lengkap dengan beberapa bodyguardnya yang dia ambil dari kelompok Naga. Ada satu langkah besar yang akan dia lakukan untuk menghancurkan keluarga Morgan dan Jihan.Jihan yang menyambut kedatangan mereka terlihat panik. Ada apa gerangan Max dan komplotannya yang datang di weekend seperti ini. Hari sabtu yang seharusnya untuk bersantai malah dikejutkan dengan kedatangan tamu yang tidak diundang.“Selamat Pagi, Jihan.” Jihan tidak menyahut. Dalam hati, Dia merutuk para sekuritinya kenapa membiarkan mereka masuk, Tapi sekarang dia tahu alasannya. Pasti para bodyguard bawaan Max yang mengintimidasi mereka supaya bisa masuk. Dia sudah sangat hafal dengan gang mafia tersebut yang suka semena-mena.“Mau apa kamu datang ke sini?” ketus Jihan yang menimbulkan seringai di wajah Max. Betapa tidak, Jihan yang ketus itu justru terlihat se
“Sebenernya, saya bisa mengurungkan niatku untuk melaporkan Morgan asalkan….” kata-kata Max terpotong.“Jangan bilang kamu memintaku untuk menjadi istrimu. Demi apapun, aku tidak akan sudi,” sambar Nala tegas. Dengan cepat, Nala bisa membaca arah pikiran Max yang memang sudah sangat terobsesi padanya. Dia bukan wanita yang mudah diperdaya kalau dalam keadaan terdesak.“Bagus. Kamu bisa menebak apa yang aku pikirkan tanpa aku memberitahu,” sahutnya dengan seringai mesum. Tatapannya memandang Nala dari atas sampai bawah seolah berniat untuk menelanjanginya. Nala risih dibuatnya.“Jangan kurang ajar kamu. Pergi dari sini sekarang!” pekik Nala yang berdiri. Pikirannya yang kacau karena tidak kunjung menemukan jalan keluar membuatnya kalap. Terlebih Max yang semakin kurang ajar.Max masih duduk dengan santai. Dia menjentikkan jemarinya, mengisyaratkan
Saat mereka akan berjalan menuju mobil masing-masing, terlihat Nala yang baru saja keluar dari dalam rumah dengan langkah yang tergopoh-gopoh. Ketukan sepatu Nala itu memancing perhatian semua orang tidak terkecuali Morgan. Pria itu trenyuh saat melihat istrinya berlinang air mata. Jantungnya serasa diremas.Morgan menghampirinya. Begitu suaminya itu sudah di depan mata, seketika Nala langsung menubruk tubuh kekar itu. Tenggelam dalam pelukan hangat yang tidak dia dapatkan beberapa hari ini. Juga aroma tubuh Morgan yang menangkan. Dia tidak sanggup membayangkan kalau berpisah dengan Morgan dalam kurun waktu yang lama.Max memutar mata jengah. Cemburu dengan hubungan erat sepasang suami istri itu. Namun jangan sebut dia pebinor ulung kalau tidak bisa memisahkan mereka dan merebut Nala.“Jangan membuat saya menunggu! Ikut saya sekarang atau saya terpaksa menyeretmu!” Max memberi Ultimatum.Morgan terpaksa mengendurkan
“Wah, anak Papa baru pulang sekolah ya!” Morgan menangkup tubuh itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Kemudian, dia menurunkannya setingkat dengannya dan melayangkan ciuman sampai anak itu kegelian. Nala mendengus sebal. Kenapa cuma Jordan yang dicium.“Papa pulangnya lama sekali, Jordan kan kangen.” rajuk Jordan dengan mimik mukanya yang manyun. Menggemaskan. Morgan menatap pipi anaknya yang mulai gemoi. Padahal baru seminggu tidak bertemu, anaknya sudah berubah tambah gemuk. Morgan yang gemas pun mencubit pipi anaknya.“Maafkan Papa, Nak. Papa sibuk kerja…”“Papa juga sulit dihubungi,” imbuh Jordan yang dibenarkan Nala dalam hati. Bagus Jordan cecar papamu terus. Sudah mulai nakal soalnya.“Iya, Maafin Papa, Nak. Lain kali Papa enggak akan gitu lagi,” ucap Morgan sambil mengelus-elus rambut anaknya. Sekali lagi dia mencium pipi anaknya dengan tatapan kerinduan
Aaaaaa!!Nala memekik saat membuka matanya. Dia melihat siluet seseorang yang timbul tenggelam di samping ranjang.Mendengar teriakan itu, seseorang itu menghentikan aktifitasnya dan beranjak menyalakan saklar. Kini, terlihat Morgan yang hanya menggunakan celana pendek dengan peluh yang membanjiri. Terlihat dia berkacak pinggang dengan nafas terengah.“Ih, kok olahraga di dalam kamar sih!” protes Nala.“Soalnya di luar hujan.” Nala mendengus kesal. Ekor matanya melirik ke arah sosok binaraga itu yang berjalan ke tepi ranjang di dekatnya, lalu menjatuhkan diri dan langsung melakukan push up. Morgan memang expert soal olahraga.Dengan wajah yang ditekuk, Nala melihat Morgan yang bergerak naik turun. Tangkas dan bertenaga. Entah sudah berapa puluh kali Morgan melakukannya. Yang jelas suaminya itu sudah penuh dengan penuh sampai menetes di atas karpet la
“Sayang, kamu kenapa?” tanya Morgan yang mencekal tangan Nala. Wanita itu masih meronta sembari membuang wajahnya. Morgan bingung dibuatnya. Padahal dia merasa tidak ada kejadian yang membuat istrinya bersedih.“Mas, jahat!” sahutnya dengan suara bergetar. Morgan tersentak saat menyadari istrinya menangis.Morgan beringsut di depannya sembari memegang kedua pundak Nala dengan erat. Nala terkunci. Sekarang Morgan bisa melihat ekspresi Nala dengan jelas.“Coba katakan letak kejahatan Mas di mana?” tanya Morgan dengan lembut. Tak banyak yang menyaksikan mereka, hanya beberapa pramuniaga saja yang sekedar ingin tahu.Nala menghindari tatapan Morgan. Kemelut di hatinya membuatnya tidak terkontrol. Dia marah di situasi yang tidak tepat.“Mas berubah. Tidak seperti yang dulu,” tuturnya. Morgan mengernyit dahi. Mungkin yang Nala
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn