“Sayang, kamu kenapa?” tanya Morgan yang mencekal tangan Nala. Wanita itu masih meronta sembari membuang wajahnya. Morgan bingung dibuatnya. Padahal dia merasa tidak ada kejadian yang membuat istrinya bersedih.
“Mas, jahat!” sahutnya dengan suara bergetar. Morgan tersentak saat menyadari istrinya menangis.
Morgan beringsut di depannya sembari memegang kedua pundak Nala dengan erat. Nala terkunci. Sekarang Morgan bisa melihat ekspresi Nala dengan jelas.
“Coba katakan letak kejahatan Mas di mana?” tanya Morgan dengan lembut. Tak banyak yang menyaksikan mereka, hanya beberapa pramuniaga saja yang sekedar ingin tahu.
Nala menghindari tatapan Morgan. Kemelut di hatinya membuatnya tidak terkontrol. Dia marah di situasi yang tidak tepat.
“Mas berubah. Tidak seperti yang dulu,” tuturnya. Morgan mengernyit dahi. Mungkin yang Nala
Malam tiba,Nala mencium aroma yang menguar dari tubuh suaminya. Baru dia sadari kalau seharian suaminya tidak mandi semenjak berolahraga pagi tadi. Bahkan, ketika dia keluar, dia tidak menggunakan parfum sama sekali.“Mandi Mas, baumu asem sekali,” pinta Nala saat melihat Morgan sedang membungkukan badan. menurunkan celananya. Kini hanya tersisa pakaian dalam yang super ketat di area bawah.Bukannya beringsut ke kamar mandi, Suaminya itu malah naik ke atas ranjang tepat di samping Nala. secara tidak terduga dia membuka ketiaknya lebar-lebar.“Ih, Mas jorok banget sih?” seru Nala. Meski, bau badan Morgan tidak begitu tajam, justru ternetralisir menjadi aroma yang menenangkan. Nala tidak tahu apa sebabnya.“Cium,” titahnya. Mata Nala membulat.“Enggak Mau,” tolak Nala. Morgan yang gemas langsung merengkuh Nala dan jatuh ke pel
“Apa? Jihan kabur?” seru Nala. Morgan yang mendengarkannya tampak biasa saja. Dia justru sibuk memainkan bulatan indah milik Nala seolah tidak sabar untuk bermain lagi.“Iya, Nyonya. Tadi pembantu di sana yang info ke sana. Tapi, Nyonya jangan khawatir, saya sudah meminta anak buah saya untuk mencarinya,” sahut Rangga yang tidak menenangkan hati Nala sama sekali. Nala mengigit bibir. Aneh, bukannya Jihan sendiri yang meminta perlindungan. Tetapi kenapa sekarang dia malah kabur?Mendadak perasaan tidak enak menggelayuti batin Nala. Apakah Jihan kabur karena sedang merencanakan sesuatu? Dari awal, dia sudah yakin kalau wanita itu akan sulit berubah. Sekali ular tetap saja ular. Tidak ada bedanya dengan Santi.“Pokoknya, saya enggak mau tahu, pokoknya kamu harus cari Jihan sampai ketemu. Shhhh….” Nala mendadak mendesis. Rangga di seberang sana keheranan.“Nyonya, kenapa?” tany
“Siapa yang melakukan semua ini!” rahang Morgan mengetat. Meski dia mempunyai banyak musuh, tetapi dia tidak pernah mengalami terror seperti ini. Dia bersumpah akan mencari tahu dan membuat pelakunya menyesal.Dia membalikan badan dan melihat ke arah Nala yang mendekatinya dengan takut. Terlihat sekali mimik mukanya yang masih syok.“Mas, aku takut,” rintih Nala. Morgan langsung menarik istrinya ke pelukannya. Memberikan rasa aman.“Ya sudah malam ini kita tidur di kamar lain ya.” Morgan membalut tubuhnya dengan handuk, baru kemudian menuntun istrinya keluar kamar.Begitu sudah mengantarkan Nala ke kamar yang dimaksud, Morgan langsung memeriksa Jordan yang masih terlelap. Memang kamar kedap suara sehingga suara ledakan tersebut tidak terdengar. Dia langsung menelfon pos sekuriti, meminta mereka untuk mengetatkan keamanan.Setelah itu dia kembali masuk kamar. Di balkon itu
“Mas Morgan kok wajahnya tegang gitu?” tanya Nala yang sedang asyik mencomot es krim coklat favoritenya. Morgan tadi sempat berhenti di minimarket untuk membeli beberapa bungkus dan Nala langsung kegirangan saat menerimanya. Ketika mobil kembali berjalan, Nala sudah dengan satu batang es krim di mulutnya.“Enggak apa-apa, Sayang,” sahutnya pendek . Berusaha menyembunyikan ketegangannya walaupun Nampak jelas. Sembari mengemudi, dia selalu melirik ke arah spion, mengantisipasi apakah ada sebuah mobil asing yang sedang mengikutinya. Dia merasa kalau peneror itu memang sedang memantau mereka sedari tadi.Morgan melirik spion tengah. Nala yang duduk di belakang itu terlihat sangat menikmati batang coklat yang cukup besar sampai memejamkan mata. Entah apa yang dipikirkan oleh Nala saat itu sampai melakukan gerakan sensual padahal hanya menikmati es krim.Nala menunjukan gelagat yang tidak biasa ma
Kekhawatiran Morgan ternyata tidak terbukti. Selama mereka berada di taman itu. Tidak ada gangguan yang berarti. Bahkan Morgan bisa melayani Nala di salah satu sudut taman yang sepi. Mereka puas melepas birahi, tanpa seorang pun tahu.Mereka kembali berjalan ke mobil seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Hanya saja langkah Nala yang agak melebar akibat permainan Morgan yang terlalu ganas.Morgan yang merasa bersalah pun berjalan mengiringinya. Menuntun langkah Nala.“Maafkan Mas, Sayang,” ucap Morgan. Nala menoleh kea rah suaminya sambil tersenyum.“Enggak apa-apa, Mas. Kan aku yang minta.”“Iya, tapi sepertinya aku kelepasan tadi. Makanya kamu jalannya sampai seperti itu.”“Nanti juga normal kembali, Mas. Yang penting aku puas,” tutur Nala yang berusaha membesarkan hati suaminya. Morgan tersenyum.“Makasih ya Mas. sudah menuruti apapun yang aku mau. Aku
Sementara di salah satu sudut ballroom, terlihat seseorang yang memperhatikan gerak-gerik Nala sedari tadi. Sorot matanya penuh akan dendam untuk wanita itu. Dia sudah merencanakan semuanya supaya bisa menjerat Nala dan Morgan.Berselang beberapa saat, terlihat Morgan yang entah darimana berjalan menghampiri Nala. Beberapa meter di belakangnya terlihat seorang waiter yang membawakan minuman kepada sang pemilik pesta itu. Seorang itu tersenyum kala Morgan dan Nala mengambil gelas masing-masing dan mulai meminumnya. Dan sekarang saatnya.Tidak berapa lama, terlihat Morgan yang mulai memegang keningnya. Pria itu meringis seperti menahan pusing. Dia terlihat berpamitan dengan Nala untuk menuju belakang. seorang itu tersenyum. Dia berjalan melipir. Mengikuti pergerakan Morgan.Tepat di depan elevator, Morgan sepertinya sudah tidak tahan dengan pusingnya. Badannya terhuyung. Seorang itu tersenyum. Begitu Morgan tidak sadarkan diri, Seorang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn