Eksotisme tubuh besar Morgan sangat kontras dengan sabun yang memenuhi bath up itu. Pria keturunan Portugis-Batak itu menyandarkan punggung lebarnya dengan santai sembari kedua lengan berototnya yang tertumpu di pinggir bath up.
Dia mendongak sambil tersenyum menikmati pijatan jakuzi yang menggelitik perawakan binaraganya. Sesekali tangannya yang sedang memegang botol vodka didekatkan di bibir. Menenggak dengan penuh penghayatan seakan berada di surga dunia.
“Fuck off that lady! Don’t ever manage my life,” gumamnya saat teringat beberapa menit yang lalu, Angeline, wanita yang menjadi pacar ayahnya itu memarahi habis-habisan hanya gara-gara kebiasaaan balapan dan pulang malam. Padahal sebelum ini, papanya sendiri sama sekali tidak peduli. Dia dibiarkan liar dan berandal.
“Harusnya kamu menjadi kebanggaan papa kamu. Lihat! Andres, anak Tante yang diangkat menjadi CEO di perusahaan papa kamu. Dia jauh lebih berguna daripada kamu yang tidak tahu diri dengan menghambur-hamburkan uang seenak hati!” cecar Angeline dengan suara meninggi saat Morgan akan menaiki ank tangga menuju kamar. Sengaja supaya Jacob, papa Morgan yang semula berkutat dengan laptop di ruang tengah mendekat, membela calon istrinya itu.
“Sudahlah Sayang, enggak baik marah-marah seperti itu. Nanti cantiknya hilang.” Jacob merangkul mesra pinggang Angeline sambil memberi kecupan ke pundak mulusnya. Morgan mau meludah melihatnya.
“Habisnya anak kamu susah diatur, Honey. Aku sebagai calon ibu tirinya hanya ingin mengarahkan ke arah yang lebih baik. Tapi lihatlah! Dia menatap aku seperti musuh.”
Jacob mengalihkan pandangan ke Morgan dengan tatapan intimidatif. Anak sulung yang seharusnya menjadi jagoan dalam meneruskan segala bisnisnya malah membangkang.
“Morgan! Hormati dia sebagai calon mama tiri kamu! Sudah baik dia menggantikan posisi papa yang super sibuk ini dalam mendidik kamu! Seharusnya kamu berterima kasih dengan dia bukannya melawan terus! Mau jadi apa kamu, hah!”
Morgan tersenyum miris, “Jadi, Papa mau mengalihkan tanggung jawab ke orang lain, begitu?”
“Orang lain kamu bilang? Dia itu calon mama terbaik buat kamu, bahkan lebih baik dari ibu kandungmu yang selingkuh dengan pengusaha tambang itu!” hardik Jacob yang menyangkut-pautkan dengan perselingkuhan mamanya, padahal Jacob sendiri yang memulai terlebih dahulu dengan Angeline.
“Papa bilang dia calon mama terbaik? Bagaimana bisa dikatakan terbaik kalau dia telah menghancurkan rumah tangga Papa dan Mama,” ungkap Morgan yang menjadi luahan perasaannya selama ini.
“Morgan jaga mulut kamu!” Jacob naik tangga hendak memukul Morgan.
“Memang kenyataannya seperti itu kan, Pa? Papa boleh anggap dia sebagai istri, tapi kalau papa memintaku untuk patuh dengannya. Maaf, aku tidak bisa, dia bukan contoh yang baik,” tandas Morgan dengan bijak sambil meneruskan menaiki tangga. Sebagai berandal, dia sangat bisa menyumpah serapahi Angeline. Menganggapnya sebagai wanita murahan penghancur rumah tangga orang. Namun, dia lebih memilih menahan. Dia masih sangat menjunjung attitude, apalagi kepada orang tua.
“Dasar pembangkang! Anak tidak berguna!”
Morgan kembali menegak minumannya. Matanya merah nyalang tergiang perkataan Jacob saat sudah berlalu ke kamarnya. Memang perseteruan ayah dan anak itu semakin memanas, setelah hadirnya Angeline. Bukan ibunya saja yang menjadi korban, melainkan yang lebih parah adalah hati Morgan yang tergores.
Morgan membasuh wajahnya di bath up. Membiarkan air itu menghangatkan wajahnya yang memang sudah panas.
Amarahnya memunncak tatkala teringat kejadian di lintasan balap beberapa waktu lalu. Di saat itu, dia berhasil mengalahkan Andres, anak dari Angeline yang baru bergabung dengan gang balapnya, tapi sudah berhasil merebut perhatian seluruh anggota gang yang juga Morgan. Perlahan, berniat menyingkirkan Morgan sebagai pemimpin sekaligus pendiri dari gang itu.
“C’mon! Buat apa kalian tetap berpihak kepada dia kalau aku yang menang? Aku lebih hebat dari dia!” Morgan kepada para sahabatnya itu lebih memilih berkumpul dengan Andres di garis finish.
Gilang tersenyum sinis, “Dengan cara sabotase? Apa hebatnya?” Nada Gilang mengejek. Membuat dahi Morgan berkerut.
“Andres kalah karena remnya blong. Sudah bisa ditebak siapa yang real loser di sini.” Adrian diiringi tawa yang lain.
Mendengar ucapan sahabatnya, Otot Morgan menegang. Amarahnya meninggi. Kecurangan tidak pernah ada dalam sepak terjangnya. Seharusnya mereka, orang yang sudah lama mengenalnya tahu itu.
“Kalau licik, licik saja. Tidak usah banyak penjelasan! Lagipula, sekeras apapun usahamu menjatuhkan Andres, Itu tidak akan mengubah apapun,” Kali ini Hendrik, sahabatnya sedari kecil yang berbicara, berbeda dengan Adrian dan Gilang yang mulai akrab dengannya di bangku menengah atas. Amarah yang meluap menjadi terbendung. Masih belum mempercayai omongan-omongan pedas para sahabatnya itu.
Andres dengan gaya angkuhnya berjalan mendekati Morgan. Pria bertubuh sedang itu terlihat memiringkan kepalanya sambil menunjuk-nujuk dada bidang Morgan.
“Kamu dengar sendiri kan? Para best buddy kamu sudah tidak menganggapmu lagi. Harusnya kamu malu tetap bertahan di gang ini, kecuali….” Andres memandang remeh Morgan dari atas sampai bawah,”urat malumu sudah putus.”
“Seharusnya aku yang berkata begitu. Aku pendiri. Sedangkan kamu perebut. Sama seperti mama kamu yang tidak punya malu menghancurkan keluargaku.”
“Bedebah kamu! Bajingan! cuih!” geram Andres yang meludah tepat di wajah Morgan.
Bukkk!
Morgan membalas dengan sekali hantam tepat di bibir lemes Andres sampai terhuyung jauh. Cara berandal tanpa banyak basa-basi.
Mereka terhenyak. Hendrik langsung menangkap Andres. Sedangkan Gilang dan Adrian menghalau Morgan dengan mendorong-dorong tubuh besarnya.
“Jangan halangi aku menghajar si pengacau itu!”
“Kamu yang pengacau! Pergi kamu dari sini! Kamu sudah tidak dibutuhkan lagi di sini!” sahut Gilang.
Morgan menatap sahabatnya itu tidak percaya. Tidak hanya merebut tahta kepemimpinan, Andres juga berhasil menyingkirkannya sepenuhnya.
Andres mengelap darah disudut bibirnya. Dibantu Hendrik, dia berdiri. Sambil menatap remeh Morgan, dia menyeringai.
“Jangan buang waktu kalian dengan meladeni pengecut seperti dia. Lebih baik kita yang pergi ke Club. Merayakan gang baru kita!"
“Setuju! Bravo Andres!” sahut mereka serempak sambil mengacungkan kepalan tangan ke langit. Mereka memasuki mobil masing-masing. Meninggalkan Morgan dengan segenap luka pengkhianatan.
Argggh!
Morgan mengacak-acak rambutnya kasar setibanya di basecamp. Ingin rasanya dia menghancurkan segalanya, tapi dia ingat dengan begitu banyak kenangan persahabatan di sini. Tempat di mana dia bisa menenangkan diri dari Mansion yang sudah seperti neraka. Kebersamaan yang hangat, kekompakan, canda tawa bersama para sahabat. Namun semuanya lenyap seketika gara-gara Andres!
Morgan melepas bajunya. Menegak Jack Daniel, minuman keras favoritenya yang ada di atas meja. Menetralkan hawa panas dari tubuh kekar berototnya yang serasa ingin menghantam apapun. Dia butuh melampiaskan kekesalannya kepada Andres!
“Morgan! Ah!”
Morgan tercenung. Tiba-tiba, mendengar suara desahan itu berasal dari kamar. Dia bangkit dan berjalan ke sana untuk memeriksa.
Sepasang mata besar itu melebar tatkala melihat Jenifer yang sedang melakukan pemuasan diri.
"Enak, Morgan!”
Senyum nakal tersungging. Hormon kelaki-lakiannya mencuat melihat mangsa. Apalagi, ini bukan wanita biasa. Dia kekasih Andres!
Pria yang hanya menggunakan celana jeans itu melangkah dengan mantap. Lebih dekat dengan tubuh bugil Jennifer yang menggeliat sambil memejamkan mata. Membayangkan dijamah oleh sentuhan kasarnya. Morgan mengetahuinya dari setiap kata-kata liar yang terlontar mulut sensual itu.
“Jangan berhenti Morgan! Lebih dalam!”
“Apanya yang lebih dalam Jennifer?”
Jennifer membuka matannya. Dia terperanjat saat melihat Morgan dengan perawakan bongsor berotot.
“M-Morgan?” Jennifer terbata karena malu. Dia merutuk dalam hati kenapa bisa sampai ketahuan.
“Enak ya membayangkan aku? Kenapa tidak sama real-nya saja?” ujar Morgan sambil berjalan mendekat.
Morgan tersenyum-senyum sendiri. Bagaimana sampai sekarang masih merasakan kenikmatan saat bersama Jennifer tadi. Betapa kerasnya dia menghantam. Menghabiskan waktu berjam-jam sampai Jennifer tidak sadarkan diri, Seakan membayar rasa sakit hatinya atas Andres dan juga Angeline. Meski ada yang mengganjal, kenapa Jennifer seolah sengaja disuguhkan untuk dirinya. Berandal buas pembantai wanita! Morgan tersentak dari keasyikannya mengkhayal saat tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Yang lebih membuatnya terkejut adalah sosok wanita paruh baya yang hanya menggunakan baju tidur transparan yang tidak lain adalah Angeline, kekasih papanya. “Kenapa kamu masuk ke kamar mandiku!” gertak Morgan yang panik. Refleks dia bangkit dari bath ub, sehingga terlihat penampakan tubuh besarnya yang terukir kokoh serta sesuatu yang menjuntai penuh bulu. “Wow!” Angeline menatap penuh kekaguman. Bagaimana pria yang baru berusia dua puluh dua tahun itu terlihat begitu macho perawakannya. Matang sebagai peja
“Honey!” Angeline bergelayut di samping Jacob dengan tangisnya yang semakin pecah. Jacob melihat Angeline sekilas kemudian kembali menatap setajam pisau ke arah Morgan.“Honey, Maafkan aku. Aku lupa saat hendak menasehati Morgan malah menggunakan pakaian seperti ini. Morgan tadi menyeretku masuk ke dalam kamar mandi. Dia akan melecehkanku, tapi untungnya aku menolak Honey!”“Tapi, kamu enggak kenapa-napa ‘kan?” tanya Jacob dengan sangat lembutnya. Dia lebih memperdulikan Angeline daripada Anak sulungnya yang super badung itu.Jacob beralih ke Morgan. Memicingkan mata sambil melangkah lebar. Sejurus, Melayangkan satu tamparan keras ke wajah anak sulungnya itu.“Lancang sekali kamu berbuat amoral kepada calon mama tiri kamu sendiri hah! Percuma saja papa mendidikmu selama ini!” Jacob dengan wajah merah padam.Morgan memegang rahangnya. Menatap nanar papanya. Papanya marah besar tanpa memberikannya
Lima tahun kemudian,“Sampai kapanpun, Gua enggak akan melupakan kejadian itu, Markus.” Morgan mengeratkan rahangnya. Tangannya mengepal.Markus begidik. Dia menjadi saksi kakaknya diseret dari basecamp. Dilempar ke mobil polisi.Dia sempat memohon sama Jacob untuk melepaskan Morgan. Namun, pikiran papanya itu sudah teracuni oleh bisa wanita ular dan juga anaknya itu. Morgan hanya diam, tapi picingan matanya saat itu terlihat jelas.Ada yang Markus takutkan dari perubahan kakaknya sekarang.Penampilan buas dengan rambut gondrong. Jambang dan kumis dibiarkan tumbuh liar. Menghiasi wajah kotaknya yang tampak sangar. Perawakannya lebih lebar berotot ditempa ganasnya belantara penjara. Tempat berkumpulnya penjahat besar negeri ini.Kabar yang Markus dengar dari sipir. Kakaknya menjadi tahanan paling mematikan. Nyaris setiap hari ada saja tahanan yang sekarat akibat ulahnya. Sampai-sampai ada bekas rantai di kakinya. Bekas ditah
Di sebuah restorant western, pertemuan besar terjadi antara keluarga Adam dan juga Michael beserta istrinya.“Demi kelancaran bisnis, apa tidak sebaiknya kita melakukan pendekatan secara kekeluargaan? Menjodohkan Andres dengan Sarah mungkin.” Angeline mencetuskan ide. Matanya mengerling penuh arti ke Michael dan istrinya Anggy.“Kenapa Mama bicara seperti itu?” Jacob menyikut pelan pinggang istrinya sambil berbisik pelan. Tatapannya tidak enak hati dengan Tuan besar pemilik Hartanto Internasional itu.“Memangnya ada yang salah, Pa? aku kan hanya menyampaikan ide. Lagian, sudah sering lho perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Tuan Michael. Kebetulan masing-masing dari kita punya anak yang masih single. Kenapa tidak kita jodohkan saja?” Angeline berkata tanpa rasa sungkan. Jacob yang dibuat cemas. Takut kalau Michael murka dan membatalkan semua kerja sama bisnis. Bisa rugi besar perusahaan Adam Persada miliknya.
Morgan diam mengamati sosok yang tak lain adalah Anggy. Samar-samar dia mendengar suara tangis wanita itu di pinggir kolam.Morgan bangkit dari tempatnya duduk. Menghisap sisa rokok dalam-dalam dan membuangnya. Wanita itu sama sekali tidak menyadari adanya tatapan mata buas yang menelanjangi keseksian tubuhnya.“Ngapain mama seksi nangis di situ?” Morgan bergumam. Dia mengusap bawah hidungnya. Alih-alih menghampiri Anggy. Dia justru melangkah ke dalam.Benar saja. Dia melihat Michael yang sedang berkutat di meja kerjanya. Terlalu sibuk sampai mengabaikan Anggy. Mama montok itu ternyata kurang belain, begitu gumam Morgan.Sebelum beranjak dari sana, dia mendengar Michael mengangkat telefon. Telinganya menangkap jelas percakapan Michael dengan orang asing di seberang sana.“Sekarang, di mana posisi kamu?” Michael to the point. Nada bicaranya serius.“Bagus. Lebih baik kamu di sana sampai beberapa waktu ke de
Anggy mengulurkan ponsel itu dengan hati berdebar. Morgan terlihat mengotak-atik ponselnya sebentar dan menunjukan sesuatu kepada Anggy.“Nyonya lihat sendiri kan. Ini kelakukan Tuan Michael yang sering keluar kota, tapi tidak lupa membawa wanita cantik.” Morgan menunjukan foto-foto Michael menggandeng wanita yang berbeda-beda di setiap hotel yang pernah dia kunjungi.“Ini tidak mungkin. Dari mana kamu mendapatkan semua foto ini?” sanggah Anggy.Morgan terkekeh.”Nyonya Anggy lupa, kalau Black Cobra mempunyai usaha hotel. Di mana relasinya sampai tersebar di seluruh pulau. Jadi sebenernya bukan skandal Tuan Michael saja yang kami tahu, tapi hampir semua orang penting, artis, pejabat, dan pengusaha besar lainnya. Mafia seperti kami selalu mempunyai celah untuk memeras orang.”Morgan memaparkan. Hari-hari sebelum dia menjadi bodyguard keluarga ini. Terlebih dahulu, dia meminta anak buahnya untuk memata-matai Michael. Menca
Morgan melangkah dengan santai di lantai dua. Terdengar suaranya bersiul-siul. Di depan pintu kamar Michael, dia berhenti. Melihat sosok pria sepantaran Jacob itu tampak mengenakan baju tidur dengan wajah kuyu. Agaknya, dia baru menyadari kalau istrinya tidak ada di sampingnya. “Selamat pagi, Tuan Michael.” Morgan menyapa sopan. “Ngapain kamu pagi-pagi sampai lantai dua?” “Saya sedang melihat situasi penjuru rumah saja, Tuan. Tugas saya kan memang menjaga situasi tetap aman.” Michael memicingkan mata. Melihat Morgan dari atas sampai bawah. Tak langsung percaya dengn anggota gangster ini apalagi wajahnya yang bengis, seperti perampok yang tidak segan menghabisi korbannya. Seolah bisa membaca pikiran Michael, Morgan menyeringai. Tahu bahwa Michael curiga dengan gerak-geriknya yang seperti mau merampok. Memang itu tujuan Morgan. Merampas habis semua kekayaan Hartanto internasional untuk kemudian mengintervensi perusahaan Jacob, kalau perl
Morgan masuk ke mobil setelah Anggy. Morgan tersenyum saat wanita itu memilih duduk di kursi depan dibandingkan di belakang. Bukankah biasanya majikan lebih memilih menjaga jarak dengan bawahannya? “Kok senyum-senyum? Memangnya ada yang lucu?” Masih dengan sikap judesnya walau berdua. Morgan berdecak. Apa Anggy lupa dengan rasanya semalam. “Enggak, aku kasihan saja melihat Maya yang dibentak sama Nyonya tadi.” Morgan berkata sambil menjalankan mobil. “Oh, kamu suka kalau dekat-dekat dengan wanita gatel itu?” “Memangnya kenapa? Nyonya cemburu?” Anggy bungkam. Wajahnya memerah. Surga semalam menjadikan Anggy begitu ingin memiliki Morgan. Makanya dia sangat keras membentak Maya tadi. “Karena suamiku sudah membayar mahal ke Bos kamu untuk menyewa kamu. Bersamaku sepanjang waktu.” Morgan tersenyum kecil. Wanita konglomerat ini ternyata masih bertahan akan gengsinya. Morgan tidak buru-buru memaksanya menyerah. Pelan-pelan saja. Morga
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn