Lima tahun kemudian,
“Sampai kapanpun, Gua enggak akan melupakan kejadian itu, Markus.” Morgan mengeratkan rahangnya. Tangannya mengepal.
Markus begidik. Dia menjadi saksi kakaknya diseret dari basecamp. Dilempar ke mobil polisi.
Dia sempat memohon sama Jacob untuk melepaskan Morgan. Namun, pikiran papanya itu sudah teracuni oleh bisa wanita ular dan juga anaknya itu. Morgan hanya diam, tapi picingan matanya saat itu terlihat jelas.
Ada yang Markus takutkan dari perubahan kakaknya sekarang.
Penampilan buas dengan rambut gondrong. Jambang dan kumis dibiarkan tumbuh liar. Menghiasi wajah kotaknya yang tampak sangar. Perawakannya lebih lebar berotot ditempa ganasnya belantara penjara. Tempat berkumpulnya penjahat besar negeri ini.
Kabar yang Markus dengar dari sipir. Kakaknya menjadi tahanan paling mematikan. Nyaris setiap hari ada saja tahanan yang sekarat akibat ulahnya. Sampai-sampai ada bekas rantai di kakinya. Bekas ditahan di ruang isolasi.
Ganasnya kehidupan penjara bagai hutan rimba. Kuat berkuasa, lemah tersingkir, bahkan mati.
Kakaknya sekarang adalah raja rimba yang terbebas. Tak segan melibas siapapun. Markus sangat mengkhawatirkan keselamatan Papanya.
“Kak, lebih baik kita pulang saja. Berdamai sama Papa. Memulai dari awal.”
Markus ciut. Dihujam oleh tatapan dingin Morgan.
“Pulang sana! Gua enggak butuh pengecut kayak lo!”
Nafas Markus terengah. Kata-kata kakaknya penuh penekanan. Intimidatif. Bodohnya dia meminta Morgan berdamai dengan Jacob yang jelas-jelas telah menjebloskannya ke penjara. Menjadikannya Berandal yang tidak punya masa depan.
“Maafkan aku, Kak.”
“Lo jadi anak jangan terlalu patuh sama Jacob, Markus. Buka mata Lo! Seperti apa kelakukan dia! APA PANTAS DIA DISEBUT PAPA!”
Susah payah Markus menelan ludah. Paham betul karakter kakaknya yang sama keras kepalanya sama Jacob. Hanya Markus yang mewarisi kelembutan sang Ibu. Menjadi penengah di antara mereka. Sebelum masalah menjadi tambah runyam.
Sebuah mobil jeep berhenti, mengalihkan perhatian mereka. Turun lelaki berpakaian rapi. Kemeja batik corak nyentrik tertutup jas hitam. Menepuk pundak kokoh Morgan sambil tersenyum tipis. Kepalanya sedikit menggeleng. Isyarat untuk mengikutinya.
Morgan menatap Markus sekilas sebelum berlalu. Sementara, Markus masih tergugu di tempat. Pandangannya tak lekat dengan kepergian kakaknya. Sampai dia menyadari ada logo kecil yang menempel di mobil itu. Logo dari gangster paling kejam. Black Cobra.
“Ini markas kita, Tuan.”
Morgan baru saja turun dari mobil dan dihadapkan dengan bangunan megah. Bukan mansion, melainkan resort yang cukup luas. Mewah dan nyaman. Sangat jauh dari kesan mengerikan gangster Black Cobra.
Hadyan, orang yang membawanya kemari mempersilakannya untuk masuk. Di sisi kiri dan kanan, terlihat para anggota gangster menundukkan kepala dengan hormat. Menyambut kedatangan Tuan baru mereka.
Morgan dibawa menuju lantai paling atas. Ruang paling private di resort ini.
“Selamat datang Tuan Morgan.” Empat pelayan muda menyapanya. Menggunakan rok mini serta baju belahan rendah tanpa bra.
“Tuan bisa rileks sejenak bersama mereka. Setelah itu, kita bertemu di ruang pertemuan.”
Hadyan meninggalkan ruangan yang menyerupai presidensial suite itu. Di saat bersamaan keempat wanita itu dengan kenesnya mengerumuni Morgan.
“Apa yang bisa kami bantu Tuan?”
Morgan menatap mereka satu persatu. Wajah dinginnya menyeringai. Membayangkan keempatnya melepas baju sambil bergoyang stripsis.
Di ruang pertemuan, beberapa kali Hadyan melihat penunjuk. Sudah dua jam lebih, Morgan belum datang. Entah apa yang dilakukannya bersama keempat wanita seksi pilihannya itu.
Sampai dia melihat ke ambang pintu. Morgan tampil beda dengan pakaian casual berbalut blazer. Lebih bersih dengan tubuh gagahnya. Serta rambut yang dikuncir sporty. Tak menghilangkan kesan garang tapi justru lebih berwibawa.
“Ayam pilihanmu mantap sekali, Hadyan.” Morgan berujar dengan sumringah. Kentara sekali gurat kepuasan di wajahnya.
“Rate mereka paling tinggi di tempat lokalisasi kami, Tuan.”
“Good! Khususkan mereka untuk saya.”
“Baik Tuan.”
Morgan menghempaskan tubuh besarnya di singgasana Black Cobra. Satu kakinya naik. Dengan pergerakan kursi yang agak memutar, Dia menatap tajam Hadyan.
“Agenda apa yang akan kita bahas hari ini.”
“Tidak ada agenda khusus Tuan. Semua bisnis kita yang legal maupun tidak berjalan di bawah kendali. Hanya saja, kita baru saja mendapatkan misi khusus untuk mencari putri tunggal Hartanto internasional.”
“Sarah?” tembak Morgan. Siapa yang tidak kenal dengan pewaris tunggal kekayaan nomer satu di negeri ini. Morgan ingat. Terakhir kali dia dijebloskan ke penjara, berita tentang Sarah yang diterima di Oxford University viral di mana-mana, sampai menjadi headline beberapa media. Khususnya media yang berada di bawah naungan Hartanto internasional.
Lima tahun berlalu, harusnya dia sudah lulus dan siap untuk meneruskan tahta konglomerat, tapi kenapa dia malah melarikan diri?
“Benar Tuan, Sarah kabur semenjak Nyonya Damara, ibu kandungnya meninggal. Sekarang perusahaan tersebut berada di bawah kendali Papa tirinya, Michael. Belilau-lah yang memerintahkan kita menangkap Sarah.”
“Kamu tahu alasan Nyonya Damara meninggal?”
“Tahu Tuan, Beliau meninggal karena menjadi korban tabrak lari. Pelakunya belum ditemukan sampai saat ini.”
“Apa ada sangkut pautnya dengan gang kita?”
“Tidak sama sekali, Tuan. “
Morgan menyatukan kedua tangannya. Menopang dagu. Sepertinya ada hubungannya antara Michael, kematian Nyonya Damara dan kaburnya Sarah.
“Pasti ini perbuatan Michael yang menyuruh orang lain untuk menabrak Nyonya Damara. Supaya dia bisa memonopoli kekayaan itu.”
“Bisa jadi seperti itu, Tuan, tapi, itu bukan urusan kita. Yang terpenting sekarang kita harus bisa menemukan Sarah dan menyerahkannya kepada Michael.”
“Berapa yang ditawarkan.”
“Sebelas digit Tuan.”
“Shit!” Morgan mengusap-usap bawah hidungnya. Jumlah yang tidak sebanding dengan apa yang akan didapatkan perampok elite bernama Michael itu. Tidak ingin gangster ini dibodohi. Kalau bisa mendapatkan lebih besar, kenapa harus terima kecil. Lagipula mereka gangster kejam. Harus lebih bengis dan licik. Kalau bisa merampok apa yang Michael sudah rampas dari keluarga Hartanto.
“Bagaimana Tuan?”
“Tetap cari Sarah. Biar aku yang akan bernegosiasi dengan Michael.” Morgan dengan rencana licik tersimpan di kepalanya.
Di sebuah restorant western, pertemuan besar terjadi antara keluarga Adam dan juga Michael beserta istrinya.“Demi kelancaran bisnis, apa tidak sebaiknya kita melakukan pendekatan secara kekeluargaan? Menjodohkan Andres dengan Sarah mungkin.” Angeline mencetuskan ide. Matanya mengerling penuh arti ke Michael dan istrinya Anggy.“Kenapa Mama bicara seperti itu?” Jacob menyikut pelan pinggang istrinya sambil berbisik pelan. Tatapannya tidak enak hati dengan Tuan besar pemilik Hartanto Internasional itu.“Memangnya ada yang salah, Pa? aku kan hanya menyampaikan ide. Lagian, sudah sering lho perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Tuan Michael. Kebetulan masing-masing dari kita punya anak yang masih single. Kenapa tidak kita jodohkan saja?” Angeline berkata tanpa rasa sungkan. Jacob yang dibuat cemas. Takut kalau Michael murka dan membatalkan semua kerja sama bisnis. Bisa rugi besar perusahaan Adam Persada miliknya.
Morgan diam mengamati sosok yang tak lain adalah Anggy. Samar-samar dia mendengar suara tangis wanita itu di pinggir kolam.Morgan bangkit dari tempatnya duduk. Menghisap sisa rokok dalam-dalam dan membuangnya. Wanita itu sama sekali tidak menyadari adanya tatapan mata buas yang menelanjangi keseksian tubuhnya.“Ngapain mama seksi nangis di situ?” Morgan bergumam. Dia mengusap bawah hidungnya. Alih-alih menghampiri Anggy. Dia justru melangkah ke dalam.Benar saja. Dia melihat Michael yang sedang berkutat di meja kerjanya. Terlalu sibuk sampai mengabaikan Anggy. Mama montok itu ternyata kurang belain, begitu gumam Morgan.Sebelum beranjak dari sana, dia mendengar Michael mengangkat telefon. Telinganya menangkap jelas percakapan Michael dengan orang asing di seberang sana.“Sekarang, di mana posisi kamu?” Michael to the point. Nada bicaranya serius.“Bagus. Lebih baik kamu di sana sampai beberapa waktu ke de
Anggy mengulurkan ponsel itu dengan hati berdebar. Morgan terlihat mengotak-atik ponselnya sebentar dan menunjukan sesuatu kepada Anggy.“Nyonya lihat sendiri kan. Ini kelakukan Tuan Michael yang sering keluar kota, tapi tidak lupa membawa wanita cantik.” Morgan menunjukan foto-foto Michael menggandeng wanita yang berbeda-beda di setiap hotel yang pernah dia kunjungi.“Ini tidak mungkin. Dari mana kamu mendapatkan semua foto ini?” sanggah Anggy.Morgan terkekeh.”Nyonya Anggy lupa, kalau Black Cobra mempunyai usaha hotel. Di mana relasinya sampai tersebar di seluruh pulau. Jadi sebenernya bukan skandal Tuan Michael saja yang kami tahu, tapi hampir semua orang penting, artis, pejabat, dan pengusaha besar lainnya. Mafia seperti kami selalu mempunyai celah untuk memeras orang.”Morgan memaparkan. Hari-hari sebelum dia menjadi bodyguard keluarga ini. Terlebih dahulu, dia meminta anak buahnya untuk memata-matai Michael. Menca
Morgan melangkah dengan santai di lantai dua. Terdengar suaranya bersiul-siul. Di depan pintu kamar Michael, dia berhenti. Melihat sosok pria sepantaran Jacob itu tampak mengenakan baju tidur dengan wajah kuyu. Agaknya, dia baru menyadari kalau istrinya tidak ada di sampingnya. “Selamat pagi, Tuan Michael.” Morgan menyapa sopan. “Ngapain kamu pagi-pagi sampai lantai dua?” “Saya sedang melihat situasi penjuru rumah saja, Tuan. Tugas saya kan memang menjaga situasi tetap aman.” Michael memicingkan mata. Melihat Morgan dari atas sampai bawah. Tak langsung percaya dengn anggota gangster ini apalagi wajahnya yang bengis, seperti perampok yang tidak segan menghabisi korbannya. Seolah bisa membaca pikiran Michael, Morgan menyeringai. Tahu bahwa Michael curiga dengan gerak-geriknya yang seperti mau merampok. Memang itu tujuan Morgan. Merampas habis semua kekayaan Hartanto internasional untuk kemudian mengintervensi perusahaan Jacob, kalau perl
Morgan masuk ke mobil setelah Anggy. Morgan tersenyum saat wanita itu memilih duduk di kursi depan dibandingkan di belakang. Bukankah biasanya majikan lebih memilih menjaga jarak dengan bawahannya? “Kok senyum-senyum? Memangnya ada yang lucu?” Masih dengan sikap judesnya walau berdua. Morgan berdecak. Apa Anggy lupa dengan rasanya semalam. “Enggak, aku kasihan saja melihat Maya yang dibentak sama Nyonya tadi.” Morgan berkata sambil menjalankan mobil. “Oh, kamu suka kalau dekat-dekat dengan wanita gatel itu?” “Memangnya kenapa? Nyonya cemburu?” Anggy bungkam. Wajahnya memerah. Surga semalam menjadikan Anggy begitu ingin memiliki Morgan. Makanya dia sangat keras membentak Maya tadi. “Karena suamiku sudah membayar mahal ke Bos kamu untuk menyewa kamu. Bersamaku sepanjang waktu.” Morgan tersenyum kecil. Wanita konglomerat ini ternyata masih bertahan akan gengsinya. Morgan tidak buru-buru memaksanya menyerah. Pelan-pelan saja. Morga
Sosok itu membalikan badan. Berjalan dengan sangat cepat. Seandainya, Morgan berada di lantai dasar, pasti sosok itu berhasil dikejar. Namun sayang, dia hanya bisa memantau dari atas.Morgan tidak kehilangan akal. Langsung menelfon anak buahnya. Memintanya untuk bergerak di daerah Thamrin. Mencari sosok misterius itu. Dia menduga sosok itu sedang merencanakan sesuatu. Yang pasti sangat membahayakan bagi Anggy. Well, selama rencananya belum berhasil, dia harus memastikan keselamatan Anggy. Jam makan siang, Anggy kembali masuk ke ruangannya. Mendapati Morgan tertidur dengan posisi menyandarkan diri di sofa. Samar-samar terdengar suara dengkuran halus.Anggy mengulum bibir. Melihat posisi kedua paha besar Morgan yang terbuka.Ingin sekali dia menaikinya. Menempelkan susu besarnya ke bongkahan dada bidang Morgan. Menggesek sesuatu yang menjulang dengan perkasanya. Menyatukan kuluman panas bibir tebal Morgan yang berbau rokok. Memikirkannya membuat dara
Morgan membalikan badan. Di hadapannya, ada Liana. Wanita bertubuh pendek dengan body yang cukup sekal. Sangat mantap digendong dari depan. Saling berhadapan.Liana terperangah. Tas yang dibawanya sampai jatuh. Isinya berserakan di luar.Morgan memicingkan mata. Dia merapikan celananya ala kadarnya untuk berjalan mengambil isi dari dompet itu. Liana justru berdebar-debar. Menganggap Morgan akan melakukan itu di toilet ini.“M-morgan,” Liana mendesis sambil mencegah Morgan untuk jongkok. Tapi, dengan kasar Morgan menepis tangan Liana dan mengambil dompet yang menjadi perhatiannya itu.Morgan memegang dompet itu. Melihat foto yang terpampang jelas di sana. Itu foto Gilang sahabat yang mengkhianatinya dulu.“Itu Gilang anakku, kamu kenal dengan dia?”Morgan menoleh cepat. Pantas saja, dia agak familiar dengan wajah Liana yang mirip dengan seseorang. Iya, memang mirip sekali denga
Anggy meminta untuk di antarkan ke butik, karena ada beberapa pejabat penting yang datang melakukan fitting baju pengantin. Kehadirannya di sana akan sangat lama, Morgan memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi ke Markas.“Tuan, saya sudah mendapatkan informasi mengenai sosok asing yang Tuan maksud. Dia tinggal tidak jauh dari daerah Thamrin.” Hadyan melapor saat Morgan duduk di singgasananya. Dia tampak melepas beberapa kancing bajunya karena merasa kegerahan padahal ruangan full Ac.“Kira-kira siapa orang itu? Dan apa motifnya mengintai butik milik Anggy?”“Saya kurang tahu, Tuan. Mungkin saja dia adalah musuh Michael yang berniat mencelakai Anggy.”Morgan tercenung. Mungkin itulah alasan kenapa Michael menyewa bodyguard untuk melindungi Anggy sepanjang waktu.“Apa perlu saya suruh anggota kita untuk menculiknya?”“Tidak perlu. Cukup berikan alamatnya kepada saya. Biar saya yang ak
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn