Sosok itu membalikan badan. Berjalan dengan sangat cepat. Seandainya, Morgan berada di lantai dasar, pasti sosok itu berhasil dikejar. Namun sayang, dia hanya bisa memantau dari atas.
Morgan tidak kehilangan akal. Langsung menelfon anak buahnya. Memintanya untuk bergerak di daerah Thamrin. Mencari sosok misterius itu. Dia menduga sosok itu sedang merencanakan sesuatu. Yang pasti sangat membahayakan bagi Anggy. Well, selama rencananya belum berhasil, dia harus memastikan keselamatan Anggy.
Jam makan siang, Anggy kembali masuk ke ruangannya. Mendapati Morgan tertidur dengan posisi menyandarkan diri di sofa. Samar-samar terdengar suara dengkuran halus.
Anggy mengulum bibir. Melihat posisi kedua paha besar Morgan yang terbuka.
Ingin sekali dia menaikinya. Menempelkan susu besarnya ke bongkahan dada bidang Morgan. Menggesek sesuatu yang menjulang dengan perkasanya. Menyatukan kuluman panas bibir tebal Morgan yang berbau rokok. Memikirkannya membuat dara
Morgan membalikan badan. Di hadapannya, ada Liana. Wanita bertubuh pendek dengan body yang cukup sekal. Sangat mantap digendong dari depan. Saling berhadapan.Liana terperangah. Tas yang dibawanya sampai jatuh. Isinya berserakan di luar.Morgan memicingkan mata. Dia merapikan celananya ala kadarnya untuk berjalan mengambil isi dari dompet itu. Liana justru berdebar-debar. Menganggap Morgan akan melakukan itu di toilet ini.“M-morgan,” Liana mendesis sambil mencegah Morgan untuk jongkok. Tapi, dengan kasar Morgan menepis tangan Liana dan mengambil dompet yang menjadi perhatiannya itu.Morgan memegang dompet itu. Melihat foto yang terpampang jelas di sana. Itu foto Gilang sahabat yang mengkhianatinya dulu.“Itu Gilang anakku, kamu kenal dengan dia?”Morgan menoleh cepat. Pantas saja, dia agak familiar dengan wajah Liana yang mirip dengan seseorang. Iya, memang mirip sekali denga
Anggy meminta untuk di antarkan ke butik, karena ada beberapa pejabat penting yang datang melakukan fitting baju pengantin. Kehadirannya di sana akan sangat lama, Morgan memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi ke Markas.“Tuan, saya sudah mendapatkan informasi mengenai sosok asing yang Tuan maksud. Dia tinggal tidak jauh dari daerah Thamrin.” Hadyan melapor saat Morgan duduk di singgasananya. Dia tampak melepas beberapa kancing bajunya karena merasa kegerahan padahal ruangan full Ac.“Kira-kira siapa orang itu? Dan apa motifnya mengintai butik milik Anggy?”“Saya kurang tahu, Tuan. Mungkin saja dia adalah musuh Michael yang berniat mencelakai Anggy.”Morgan tercenung. Mungkin itulah alasan kenapa Michael menyewa bodyguard untuk melindungi Anggy sepanjang waktu.“Apa perlu saya suruh anggota kita untuk menculiknya?”“Tidak perlu. Cukup berikan alamatnya kepada saya. Biar saya yang ak
Morgan tersenyum. Suka sekali dengan kinerja anggota gangsternya. Bergerak tanpa diperintah terlebih dahulu.Morgan mematikan ponselnya. Dengan tidak enak hati berpamitan dengan Anto.“Pak, saya izin pergi duu ya.”“Lho, memangnya mau kemana lagi. Bang?”“Saudara saya yang di condet masuk rumah sakit, Pak. Saya mau menjenguknya.” Morgan beralibi.Anto diam sejenak, “Tuan Michael pasti marah kalau Bang Morgan pergi.”“Habis bagaimana lagi, Pak. Lagian saya enggak masalah kalau seandainya dipecat. Karena saudara saya memang benar-benar kritis di rumah sakit.”“Ya udah Bang Morgan pergi saja. Biar nanti saya yang bicara dengan Tuan Michael.”“Makasih Pak.”*Morgan melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Sudah tidak sabar ingin melihat siapa orang yang membakar butik itu. Orang yang mungkin mempunyai dendam yang begitu besar k
Morgan salah sangka. Ternyata tujuan Sarah tidak hanya sekedar membakar butik. Memberikan efek jera, tetapi lebih dari itu, di mana Sarah mengincar nyawa dari Anggy. Separah itukah dampak dari perbuatan Michael dan Anggy sampai-sampai anak konglomerat itu begitu benci sama mereka?“Terus kamu puas melakukan semua itu? Bagaimana kalau polisi sampai menangkapmu.”“I’m totally don’t care. Bagi saya, dua bedebah itu tidak layak hidup, setelah apa yang mereka lakukan terhadap keluargaku.”Morgan tidak sanggup berkata lagi. Getar dendam itu bisa Morgan rasakan. Sama seperti dendamnya kepada Jacob, Angeline, Andres dan teman-teman gangnya yang belum terbalaskan. Hanya saja Morgan masih punya nurani untuk tidak melenyapkan nyawa mereka, meski sangat bisa dia melakukan itu mengingat dia adalah pemimpin gangster besar. Berapapun nyawa bisa hilang dalam semalam saja.Namun yang dia tidak habis pikir adalah wanita di hadapannya ini
“Saya datang ke sini untuk menagih janji anda, Tuan Michael.” “Kenapa kamu datang ke sini? Bukannya aku sudah bilang sebaiknya kamu keluar negeri dulu?” Morgan menyalakan ponselnya dan menangkap percakapan antara Michael bersama dengan orang asing sesampainya di kantor. Posisi pria asing itu membelakangi kamera sehingga Morgan tidak bisa melihat jelas siapa orangnya. Morgan harus menunggu perbincangan mereka selesai baru bisa menemui Michael, tapi justru keuntungan buat Morgan. Dari pembicaraannya, Morgan menduga bahwa pria itu adalah orang yang ditelfon Michael malam itu. Orang suruhan untuk menghabisi nyawa Nyonya Damara. Morgan menyeringai. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tak perlu susah-susah mencari sosok itu sekarang dia menampakkan diri. “Saya tidak bisa terus-terusan di luar negeri, Tuan. Papa Jacob pasti marah besar karena membiarkan Adam Persada terbengkalai, padahal alasan saya hanya berlibur.” ‘Papa Jacob? Adam Persada?’
“Saya tidak akan menghukummu. Saya juga tidak akan menjebloskan kamu ke penjara. Tapi sebagai gantinya, kamu harus mau menuruti apapun yang menjadi keinginan saya.” “Apa yang bisa saya lakukan, Tuan?” “Saya minta kamu membuat surat pengalihan kepemilikan perusahaan dan seluruh aset Hartanto Internsional atas nama saya. Batalkan pengangkatan Andres sebagai Presdir, karena kamu yang saya suruh untuk memimpin perusahaan ini.” Michael terkesiap. Sorot matanya hendak protes kepada Morgan. Sedangkan, Berandalan itu tersenyum lebar melihat reaksi Michael. “Kalau tidak mau, terpaksa aku….” “Iya, B-baik Tuan, saya mau. Saya akan segera membuat surat itu dan memanggil notaris.” “Good. Anjing memang harus menurut sama Tuannya.” Morgan menepuk-nepuk pundak Michael yang resah. Untuk pertama kalinya dalam hidup, dia dibuat tidak berkutik. Seperti yang dulu pernah dia lakukan terhadap keluarga Hartanto. Sekarang karma itu berbalik kepadanya. Lebih pa
Morgan menuruni tangga saat Renata, Liana, dan Nia sedang asik berbincang dengan Anggy. Semua mata mama-mama cantik itu langsung terarah ke Morgan yang hanya menggunakan celana pendek.“Bagaimana kabarnya Nyonya-nyonya semuanya?” sapa Morgan ramah. Ketiga wanita itu tampak terkesiap dari lamunan mereka atas tubuh besar Morgan. Entah apa yang sedang mereka pikirkan.“Kabar baik, Morgan,” sahut mereka serempak.Morgan tersenyum. Melangkah dengan tenang menuju belakang. Dia berhenti sejenak karena pandangan ketiga wanita itu yang sepertinya selalu mengarah kepadanya.“Morgan.”Morgan membalikan tubuh besarnya tatkala suara Liana memanggil. Nada suaranya sangat Morgan hafal, begitu juga desahannya.“Iya, Nyonya Liana.”“Duduk sini, ada yang mau kami bicarakan.”Morgan mendekat. Menghempaskan tubuh besarnya tepat di samping Liana. Sekilas, dia memandang Anggy yang kurang su
“Bukan apa-apa Morgan.” Renata berbicara tenang, walaupun sebenernya dia ingin berkata ‘rudal besar’ . Dia lebih memilih untuk menahannya.Sesuatu yang tersembunyi di balik boxer tipis itu besar. Sangat-sangat besar sekalipun dalam keadaan tidur. Itulah yang membuat perhatian ketiga wanita itu tidak lekat dari sana. Hanya saja di antara ketiga temannya, Renata-lah terlihat lebih mampu menjaga sikap. Dia pula yang meredam yang lain supaya tidak melampaui batas.Morgan berdeham untuk menyamarkan tawanya. Tanpa kata yang terlontar, bahasa tubuh mereka sudah menunjukn semuanya. Kini, dia memahami alasan kenapa Anggy marah besar. Marah yang tidak biasa. Marah yang sama yang ditunjukan Anggy sewaktu mengetahui Morgan menjamah Liana di kamar mandi. Marah karena tidak rela Morgan bersama wanita lain selain dirinya.Di sisi lain, dia merasa ini adalah sebuah ide yang menarik, di mana ketika berlibur di pulau Dewata itu, dia bebas menci
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn