"A ... Bangun," ucapku sembari menggoncangkan tubuhnya hingga dia membuka kedua matanya dengan susah payah."Ada apa, A? Kenapa Aa mengigau?" tanyaku ketika ia sudah membuka matanya.Zaki masih terlihat bingung, ia mengusap wajahnya dan menatapku datar. "Nana, ada apa?"Dahiku mengernyit, bahkan dia justru berbalik bertanya kepadaku. Seharusnya aku yang bertanya, jam berapa ia pulang dan kenapa ia sampai mengigau seperti itu? Apa ada masalah?"Em, tadi Aa mengigau. Sepertinya terlihat sangat cemas. Memangnya ada apa, A? Semalam datang jam berapa? Kok aku nggak tahu," tuturku panjang lebar, tapi Zaki masih terlihat mengumpulkan nyawanya usai bangun tidur.Sejenak ia terdiam seperti tengah memikirkan sesuatu. "Mengigau?" Aku mengangguk, lalu duduk di sebelahnya. Kali ini dia sudah bangkit dan duduk dengan tenang di sofa. "Mengigau apa, Sayang?" tanya Zaki lagi dengan menatapku dalam, sepertinya ia sangat serius dengan pertanyaannya.Kuceritakan semua yang kualami beberapa saat yang la
Aku melihat Alika yang menyenggol lengan Erina, sepertinya ia menyuruh sahabatnya itu untuk diam. Benar saja, memang seharusnya Erina diam. Tidak mengatakan hal seperti itu, karena menurutku tidak sopan jika dikatakan pada lelaki yang sudah beristri."Em, ya memang begitu, kan? Kita berjodoh bisa bertemu dengan Zaki dan istrinya lagi," sambung Erina yang terlihat memperbaiki perkataannya.Zaki hanya terdiam dan menundukkan kepalanya seperti biasanya. Dia memang baik, selalu menjaga pandangannya dari wanita lain, terlebih yang berpakaian terbuka seperti Erina ini.Aku hanya tersenyum tipis ke arah mereka tanpa berniat menimpali perkataannya. Lagipula aku bingung harus berkomentar apa, karena bahasan mereka saja sudah membuatku tidak nyaman."Zaki, sekarang kamu pendiam, ya? Tidak seperti dulu, padahal dulu kita sangat dekat, bahkan ....""Em ... Maaf, sepertinya kita harus jalan duluan. Permisi," ucap Zaki memotong pembicaraan Erina dan lantas menggandeng tanganku.Sedikit banyaknya ak
Aku tahu Zaki orang yang baik, dia bisa dipercaya. Namun sekarang rasa cemburu begitu menguasai hatiku. Ya, aku cemburu ... Pada sesuatu yang bahkan belum jelas kebenarannya."Kenapa tidak? Kamu memang harus percaya padaku, Sayang."Dia memegang kedua bahuku, lalu menatapku dalam. Detak jantungku memukul-mukul, jika dalam posisi seperti memang perasaanku tak bisa kukendalikan.Selain aku baru merasakan indahnya cinta, aku juga begitu canggung ketika dia memperlakukanku seperti itu. Wajar saja, sebelum bersamanya aku memang tidak pernah menjalin hubungan spesial dengan lelaki manapun.Hidupku penuh dengan kesibukan hingga tak sempat memikirkan perihal cinta. Ya, sebelum ini aku terlalu sibuk mengejar prestasi, lalu setelah itu aku sibuk mencari pundi-pundi uang agar bisa membantu kedua orangtuaku.Dengan segala kerja kerasaku pun, rupanya masih saja ada banyak orang yang merendahkan kami. Tak sedikit orang yang memandang kami dengan sebelah mata, termasuk saudara-saudara ayahku.Bahkan
Kami masih sama-sama terpaku setelah Zaki membalikkan badannya. Dia terkejut melihatku tiba-tiba ada di dekatnya, sedangkan aku terkejut dengan apa yang baru saja kudengarkan."Na-nana ...." ucapnya pelan setelah beberapa saat.Aku lantas mengalihkan pandangan, lalu mendekat ke arahnya. Tak lain, aku ingin melihat siapa wanita yang baru saja berbincang dengannya. Suaranya begitu tak asing di telingaku, dan hal itu membuatku sangat penasaran."Maaf, kamu nunggunya kelamaan, ya? Aku tadi habis dari toilet terus ....""Kenapa, A? Bertemu dengannya?" kataku sembari berjalan lebih mendekat ke arahnya.Dan betapa terkejutnya ketika aku melihat sosok Alika berdiri di belakang suamiku. Wanita cantik dengan hijab merah maroon itu berdiri tepat di balik badan suamiku."A-alika ...." tuturku setengah tak percaya.Namun apa yang kulihat tak membuatku begitu terkejut, karena sebelum ini pun aku sudah beranggapan bahwa Zaki memiliki suatu hubungan dengan kedua orang perempuan yang dia bilang adalah
"Bagaimana Budhe Risma? Sudah bisa di hubungi?" tanyaku pada Arum ketika aku bertandang ke rumah orangtuaku.Ayah belum pulang kerja, sedangkan Ibu masih berkutat di dapur. Sepertinya ia sedang menyiapkan makanan untukku karena memang aku selalu rindu dengan masalah ibuku itu.Arum menggeleng, "belum, tapi sepertinya mereka jadi berpisah," jawabnya membuatku tercengang."Ckck ... Aku tak habis pikir dengan pola pikir Budhe Risma. Sebenarnya apa yang ia cari? Jika hanya harta yang ada di kepalanya, bukankah hal itu bisa ia cari lagi bersama Pakde Irwan. Umur sudah semakin tua, anak-anak sudah beranjak dewasa, apa lagi yang ia harapakan. Seharusnya ia hanya perlu menikmati masa tua bersama Pakde Irwan."Miris memang, ketika seorang perempuan meminta perpisahan dari suaminya hanya perkara ekonomi. Memang, tak kupungkiri jika di dunia ini segalanya butuh uang. Namun jika kita mau berusaha dan berdiri bersama-sama bukankah semuanya akan terasa ringan?Sedari dulu prinsip itulah yang kupega
Sampai detik ini aku masih belum tahu bagaimana caranya bisa bertemu Alika. Selain aku tak memiliki nomornya yang bisa dihubungi, aku juga tak memiliki siapapun yang bisa menghubungkanku dengannya.Rencana demi rencana sebenarnya sudah terkumpul di otakku, tapi sedikitpun aku belum bisa merealisasikan. Zaki pun juga tak terlihat lagi sejak meminta foto itu. Entah, dia benar-benar membuang foto itu atau justru menyimpannya lagi tanpa sepengetahuanku.Ini merupakan bulan kedua pernikahan kami, dan masalah demi masalah mulai muncul kepermukaan. Hubungan yang kukira akan semulus harapanku, nyatanya tak benar-benar terjadi.Wajar saja, pernikahan ini terjadi secara mendadak dalam posisi aku belum begitu mengenal Zaki. Kami hanya dipertemukan dalam majelis yang sering kami datangi bersama, dan juga sama-sama menjadi guru pengajian di salah satu masjid di lingkungan kami.Kegiatan mengajar sudah kami serahkan kepada para santri yang kebetulan datang ke desa kami, sehingga setelah menikah aku
Bagaimana aku tak tertegun, ketika mendengar penuturan halus tapi menyakitkan yang dilontarkan oleh Alika. Dia adalah wanita berhijab, parasnya cantik dan terlihat sangat lemah lembut. Namun nyatanya, dia justru lebih berbahaya dari yang kupikirkan.Dengan terang-terangan dia menyuruhku untuk melepaskan Zaki agar dia bisa kembali dengan suamiku itu. Bagaimana mungkin? Sedang benih cintaku saja baru saja muncul. Dan juga seluruh hidupku baru kuserahkan kepadanya. Apakah aku mungkin memberikan lelakiku pada Alika?"Kenapa diam? Lakukan apa yang aku katakan, karena bersamanya pun kamu hanya akan lebih sakit hati karena Zaki masih mencintaiku," tandasnya lagi."Tidak mungkin, jika memang dia lebih memilihmu, saat kami akan kembali ke sini pasti Zaki lebih membelamu," terangku percaya diri, karena memang seperti itulah keadaannya, kan?Alika justru tertawa saat aku mengatakan demikian. Ternyata benar, tak selamanya yang luarnya mulus itu akan baik."Kamu tidak tahu saja, Nana. Dua malam se
"Seharusnya jika kisah masalalumu belum selesai, jangan berkomitmen dengan orang lain. Jika sudah seperti ini, aku harus apa!" gumamku seraya memukuli kepalaku sendiri karena merasa jengkel dengan Zaki.Bagaimana bisa, Zaki bersikap demikian? Padahal sebelum ini dia bagaikan malaikat untukku. Tak hanya untukku, tapi juga untuk keluargaku.Dengan bangganya aku menerima pinangannya yang kukira adalah sebuah keindahan. Namun nyatanya, semua itu hanya semu. Belum genap satu tahun pernikahan kami, fakta demi fakta terbongkar begitu saja."Kamu bodoh, Nana! Bisa-bisanya terperangkap dengan permainan lelaki itu!" Aku terus meracau dengan lelehan air mata di kedua pipiku. Bohong jika aku mengatakan tidak sakit hati atas apa yang baru saja kudengar itu. Rasanya aku begitu hancur dan kembali terpuruk ketika tahu jika suami yang kubanggakan selama ini nyatanya belum bisa menghapus masalalunya.Selama ini aku begitu gelap mata dengan tidak mencari tahu mengenai seluk beluk Zaki dan tujuannya men
Aku mundur begitu Alex berkata demikian. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Kemarin dia memintaku untuk kembali dan rujuk dengannya. Aku kira, itu artinya dia juga akan mau menerima bayi ini dengan senang hati."Alika. Kamu bohong, kan?" Lagi, pertanyaan itu diajukan oleh Alex.Namun kali ini aku sudah tidak kuasa menjawabnya. Kulangkahkan kakiku mundur dari hadapannya dan berjalan ke teras.Satu persatu ingatanku soal Gibran terulang. Ia memakiku karena aku bisa secepat ini percaya lagi pada Alex. Bukan perkara mudah, aku melakukan semua ini karena ada janin di dalam rahimku. Aku pikir, dengan adanya bayi ini maka Alex akan semakin baik. Dan juga, aku tidak mungkin egois dengan tetap mengajukan perceraian karena di dalam rahimku ada darah dagingnya.Lantas sekarang, saat semua sudah berubah seperti ini aku bisa apa?"Alika. Jawab! Kenapa kamu justru pergi?"Aku menghela nafas panjang, lalu menatapnya. "Aku? Bohong? Lalu kamu pikir ini anak siapa?"Kali ini dia mengalihkan pand
"Dia itu jahat, Alika. Jahat." Entah sudah kata keberapa yang diucapkan Gibran kali ini.Hari ini tiba-tiba saja dia mengajakku bertemu dan tanpa kuduga dia justru berkata demikian. Ini masih soal orang yang sama, Alex.Kali ini bukan aku yang mengatakan jika Alex jahat, tapi justru Gibran. Awalnya aku tak percaya dengan apa yang dia katakan, tapi ketika dia menyodorkan sebuah foto dihadapanku anggapanku sedikit berubah."Tapi, dia sangat baik di depanku, Gibran. Aku yakin dia sudah berubah. Siapa tahu ini hanya temannya, atau kebetulan bertemu saja dan kamu beranggapan lain," ujarku masih berusaha membela Alex.Gibran mengacak rambutnya kasar, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. "Terserah jika kamu tidak percaya. Yang terpenting aku sudah mengatakan yang sebenarnya padamu, bahwa Alex itu masih sama jahatnya." Dia seperti sudah menyerah, tapi aku memang sudah percaya lagi dengan Alex. Aku yakin dia sudah berubah."Tidak. Buktinya dia sekarang tidak pernah main tangan kepadaku. Bahkan
Rasa penasaranku masih tinggi saat Alex tak kunjung menyahut panggilanku. Entah karena dia tak mendengar atau sengaja tak menjawab."Alex ...." ucapku lagi dengan setengah berteriak agar dia mendengar panggilanku.Aku masih menunggu di luar kamar, karena jujur saja aku takut jika dia marah ketika aku bertanya banyak soal yang dia lakukan di dalam. Terlebih aku sangat takut jika dia kembali memukuliku ketika aku berusaha masuk tanpa seijinnya.Namun sepertinya dugaanku salah, beberapa saat setelah aku meneriakinya, Alex menyembulkan kepalanya di pintu dengan senyuman lebar. Hal itu benar-benar di luar dugaanku."Ya, ada apa? Kamu tadi memanggilku?" ucapnya dengan lantas membuk pintu kamar lebar-lebar."Em, iy-iya. Kamu sedang apa?" tanyaku dengan hati-hati."Oh, aku sedang memasang foto pernikahan kita kembali. Maaf, seingatku dulu aku melepasnya dari dinding."Ya, saat itulah yang membuatku sekarang sangat trauma. Saat itu aku memaksa masuk dan bertanya perihal ia yang melepas beberap
Kedua mata kami bertemu, rasanya di dalam relung hati sana masih ada getaran untuknya. Meski yang bagaimanapun dia tetap ayah dari janin yang kukandung dan kami pernah saling mencintai dengan sangat dalam."Aku sudah pernah mencintaimu dengan sangat, begitu juga sudah pernah kecewa dengan sikapmu. Rasanya aku hampir tak bisa mengenali kata-katamu lagi. Apakah itu serius, atau tidak," jawabku dengan mengatur nafasku, karena sejujurnya saja aku takut jika dia akan melayangkan pukulan atau tamparan kepadaku.Bukan karena apa, aku hanya takut jika bayi dalam kandunganku kenapa-kenapa. Meskipun dia belum tahu, tapi aku wajib melindunginya sampai dia lahir di dunia.Beberapa detik kemudian dia mengalihkan pandangannya dan menjambaki rambutnya. "aarrghh! Sudah cukup Alika. Aku memang pernah bersalah, dan kedatanganku sekarang ingin menebusnya. Tolong, percaya lah."Dia berjalan menjauh dariku dengan memakai baju yang ia ambil dengan kasar. Aku tak tahu harus percaya dengan kata-katanya atau
Kehamilanku sudah masuk usia ke empat, jika diperhatikan perutku sudah mulai menyembul. Namun semenjak hamil aku selalu menggunakan baju yang lebih longgar dari biasanya.Bukan karena apa, aku hanya takut orang-orang mengejekku karena hamil dan ditinggalkan oleh suamiku. Namun, tak kusangka jika Alex akan kembali ke rumah ini malam ini.Entah untuk tujuan apa, padahal dia sudah pernah mengirimiku pesan bahwa ia akan meninggalkanku. Dan malam ini dia seakan lupa dengan semua yang sudah ia perbuat selama ini.Bahkan aku sudah sempat akan mengejar cinta lamaku setelah kepergiannya. Bagiku Alex sudah benar-benar meninggalkanku, dan tak menginginkanku lagi. Namun ternyata dia justru datang lagi ke dalam hidupku.Apapun itu aku akan tetap mengajukan perpisahan dengannya. Sikapnya selama menjadi suamiku benar-benar membuatku tak nyaman, terlebih sikap tempramentalnya. Aku bahkan sudah pernah menginap di IGD rumah sakit karena kekerasan yang ia perbuat.Malam sudah larut, aku memutuskan untuk
Kisah AlikaBagian 2Perkataan Dea masih mengganggu pikiranku meski sudah sampai di rumah. Dea mengatakan jika tempo hari ia bertemu Alex dan Alex pun berniat mengajakku keluar negeri. Apa itu benar? Namun, bahkan kita sudah tak saling berhubungan lagi. Jadi bagaimana bisa Alex berkata jika ia akan membawaku keluar negeri. Lagipula untuk apa?Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku. Sampai pukul setengah sebelas aku belum berhasil memejamkan mata meski segala cara telah kulakukan. Pertemuanku dengan Dea siang tadi benar-benar membuatku berfikir keras.Saat ini aku tinggal disebuah rumah yang memang sudah kutinggali dengan Alex dari awal menikah. Ini merupakan rumah yang kami beli hasil dari uang tabungan kami sewaktu masih bujang. Namun entah kenapa selang beberapa saat setelah menikah Alex justru berubah, suka memukuliku, dan sekarang dia pergi dari rumah ini tanpa kabar.Tokk tokk tokkSayup kudengar suara pintu depan di ketuk oleh seseorang. Seketika jantungku berdebar, karen
MENJADI BUDAK SUAMIKUBagian 1"Kamu serius mau nyusulin mereka ke Bali?"Kata-kata itu yang kuingat keluar dari mulut Erina ketika aku mengutarakan niatku untuk mengikuti Zaki dan istrinya ke Bali. Ya, Zaki mantan pacarku dulu yang sampai saat ini aku belum bisa move-on dibuatnya.Kisah cintaku dengan Zaki benar-benar membuatku mabuk kepayang. Namun sayang, semua harus berakhir karena kebodohanku sendiri.Aku bodoh dengan meninggalkan Zaki demi lelaki lain. Dan sekarang aku menyesal, benar-benar menyesal. Rasanya aku ingin sekali memutar waktu dan tak akan kulakukan kebodohan itu lagi.Namun sayang, semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, dan aku hanya perlu menikmatinya saja. Saat seperti ini aku merasa tak pantas menyalahkan Tuhan, karena rupanya aku sendiri yang bodoh.Awalnya aku berfikir bahwa menikah dengan Alex akan membuat hidupku jauh lebih bahagia ketimbang bersama Zaki. Dia adalah pria penguasaha, hidupnya sama-sama mapan seperti Zaki. Namun ada satu nilai plus ya
Detak jantungku bertalu-talu ketika sampai di kediaman Tuan Muh, orang yang dulu sama sekali tak kusangka akan menjadi mertuaku. Mereka sangat baik kepadaku, bahkan jika kurasakan mereka sudah menganggapku seperti anak kandungnya sendiri.Meskipun beliau adalah orang kaya tapi sikap rendah hati dan penyayangnya jelas terlihat. Buktinya mereka tak segan mengangkatku menjadi menantunya meski aku datang dari keluarga yang tak sepadan dengan mereka.Namun, semakin jauh aku melangkah dan mengarungi bahtera rumah tangga dengan Zaki. Aku merasakan ada begitu banyak kepribadian Zaki yang tak kuketahui. Orangtuanya boleh baik kepadaku, tapi jika sikap Zaki saja berulang kali menyakitiku, maka kebahagiaan yang kudapatkan kemarin seakan sirna begitu saja.Kulihat Zaki tengah menunggu seseorang karena ia tak langsung masuk ke dalam rumah. Sudah kupastikan ia sedang menunggu Alika. Ada rasa panas di dalam hatiku sana, tapi aku tak bisa berbuat banyak karena rasa-rasanya semua sudah percuma.Sekuat
Hatiku berbunga setelah bertemu dengan Adit. Bukan karena Adit, tapi karena ia bersedia untuk bertemu dengan Zaki dan keluarganya untuk memberikan saksi bahwa apa yang dikatakan Alika adalah suatu kebohongan. Jika memang Alika masih mencintai Zaki, seharusnya ia tak menerima pernikahannya dengan Adit, karena jika sudah seperti ini semua juga pasti terluka.Kuparkirkan mobilku dengan manis, lalu masuk ke dalam rumah dengan perasaan bahagia. Semoga saja, orangtua Zaki pun bersedia bertemu dengan Adit sehingga masalah ini akan cepat selesai."Lho, kok kamu udah di rumah, A?" tanyaku ketika melihat Zaki sudah membaca koran di ruang tamu.Dia mengalihkan pandangannya ke arahku, lalu tersenyum. "Sudah, urusanku tidak banyak jadi cepat pulang. Sini, duduk," jawabnya dengan menepukkan sebelah tangannya ke sofa kosong di sampingnya.Meskipun hatiku sedikit retak akibat masalah yang datang pada kami, tapi aku selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik. Terlebih jika aku belum mengetahui kebe