"Gitu dong, namanya juga hidup. Tak melulu soal uang dan kebahagiaan. Pasti ada rasa sedih, kecewa dan juga amarah. Kan usaha sudah, doa juga sudah, dan saat ini kita hanya bisa pasrahkan dengan yang di atas. Semoga Allah mengabulkan doa-doa kita yang terus kita langitkan," Pesan Rayyan."Terimakasih karena sudah Ada di samping ku, Mas."Rayyan memeluk istrinya dengan erat, mengusap kepalanya agar wanita itu kuat. Rayyan tahu tak mudah menjadi seorang wanita yang sudah berumur sepertinya tapi belum di karunia anak.Banyak dari masyarakat yang kurang mengerti akan perasaan seorang istri, jika belum memiliki anak pasti saja ada pertanyaan atau perkataan yang menyakitkan. 'Kapan punya anak? kok belum isi sih?' semua itu bisa membuat mental sang wanita down. Wanita yang memiliki anak banyak juga selalu jadi sasaran cemoohan masyarakat, 'Duh, kok anaknya banyak sekali? Nggak di jarak ya? jadi perempuan kok maunya begituan terus sampai anaknya seperti tangga,' Serba salah memang, oleh kare
"Baiklah, Pak. Kami akan terus mengawasinya."Kedua lelaki saling pandang dan tersenyum, meskipun jenuh karena mereka hanya duduk-duduk saja tapi mereka tetap siaga mengawasi Albert. "Aku tak tahu apa yang di inginkan pak Pras? lelaki ini hanya dibiarkan hidup tanpa penyiksaan yang berarti."Garin hanya terkekeh, dia sudah terbiasa mendapatkan bos seperti Pras, hanya ingin menyiksa dan melihat penderitaan seseorang, sampai orang tersebut benar-benar menyerah, tapi berbeda dengan Albert lelaki muda yang masih berumur dua puluh empat tahun itu masih saja kuat menghadapi kehidupan yang membosankan. Albert menatap kosong ke arah jendela, pikirannya berkecamuk antara ingin menyerah, namun sisi lain dia ingin melawan, dia ingin mencari kebenaran. Apa benar ayahnya benar-benar meninggal karena ulah manager. Jika di tilik kembali, cukup masuk akal karena Anggara Group memberikan kompensasi yang besar, selain itu, Albert masih ingat betapa baiknya Ahmad sang CEO padanya, selalu membawanya b
"Karena kau telah membuat kesalahan, maka kau harus menebus kesalahan itu, cinta." Ara tertawa, dia mengecup pipi Rayyan, Ara faham bahwa Rayyan selalu tergoda jika Ara mengeluarkan suara manja, resikonya Rayyan pasti akan mengurungnya di kamar. sudah menjadi kebiasaan, Ara pun meladeni suaminya dengan senang hati. Keduanya menyatukan nafas dengan diiringi tawa. Lagi, Ara merasakan jatuh cinta berkali-kali pada kelembutan dan perlakuan Rayyan padanya.Rayyan mengusap pucuk kepala Ara dengan lembut dan mempererat pelukannya, dia merasa dunia hanya milik mereka berdua, Ara pun merasakan kehangat berada di sisi Rayyan."Aku akan membahagiakanmu, Sayang." Lirih Rayyan.Sudah beberapa hari ini, Rayyan mengawasi perkembangan D'Rayyan Hotel dan hasilnya, mereka menemukan seorang penguntit yang mengikuti istrinya itu, Rafli sang intel yang diperintahkan Daffa terus memantau dan mengikuti Ara kemana pergi dari jauh. Tentu saja Rayyan semakin khawatir, lelaki itu merasa kesal karena istrinya
'Ayah... ibu... Ara merindukanmu.' Batin Ara. Tiba-tiba saja perasaanya tak enak, dia menoleh ke samping, suaminya sedang tertidur dengan pulas, sejenak Ara melihat lelaki di samping Rayyan dan dia merasa mengenalinya. Rafli yang terus dipandang pun pura-pura sibuk dengan majalah, dia sengaja menutup wajahnya. Ara kembali memandang ke luar jendela, dia menepis pikiran yang menghantui. 'Semoga ini hanya perasaan dari setan.' Batin Ara. Setelah dua jam mengudara, Ara dan Rayyan Tiba di bandara Sukarno-Hatta, disana Daffa sudah menunggu bersama Om Reno begitu juga asistennya Sebastian. Ara terlihat letih tak seperti biasanya. Hak tersebut tak luput dari pandangan Daffa sang adik. "Apa kau sakit, kak?" Tanya Daffa khawatir. Ara menggeleng, "Mungkin hanya kelelahan, Daf."Rayyan ikut memperhatikan istrinya, sedari tadi Ara memang lebih banyak diam, Rayyan pikir hanya kelelahan tapi saat melihatnya dengan seksama wajah Ara memang sangat pucat, Rayyan pun cemas, masih ada waktu satu j
"Apa kami ini hanya figura, dari tadi kau tak memberi kesempatan berbicara pada kakakku," Kata Daffa sedikit kesal. Rayyan terkekeh, lelaki itu memang tak sadar, dia ingin selalu di dekat Ara setelah tau istrinya sedang hamil, dia bersyukur jika sang janin selamat dan tak terpengaruh dengan obat tidur itu. Karena khawatir pada Ara, Rayyan tak memperdulikan Daffa dan yang lainnya. Rayyan pun berdiri menepuk pundak Daffa, "Sorry, brother. Aku sangat menghawatirkan kakakmu, jangan masam gitu." Kekeh Rayyan. Daffa abai, dia duduk disisi Ara, tatapannya menunjukkan kekhawatiran, setiap Ara sakit maka Daffa akan merasa bersalah karena gagal menjaga keluarga satu-satunya yang ia punya. Daffa menggenggam tangan Ara. Entah apa yang membuatnya meneteskan air mata. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja, Daf." Ara mengusap kepala Daffa yang menunduk. Meski Daffa seorang CEO tetap saja dia bisa sedih jika menyangkut keselamatan kakaknya. "Aku berjanji akan menuntaskan dendam mereka semua, Ka
"Mereka memiliki banyak anak buah, dan hasil penyelidikan kami, yang menguntit kemarin tidak hanya satu orang."Semuanya terdiam. "Aku akan menambah personil, kalian lakukan apa yang sudah kita rencanakan, timku akan membantu, dan untuk urusan Bondan di Medan biar aku yang urus, aku harus menghadap ke Kapolda Medan untuk menangkap nya, semua bukti yang sudah kita dapat bisa menjadi senjata untuk meringkus Bondan, karena dia juga sudah termasuk dalam DPO."Mereka pun setuju, Rayyan lega bahwa polisi pun akan membantu rencana mereka. Pras pun akan menurunkan beberapa pengawalnya untuk menjaga Ara.Sehari setelah Ara di rawat dia diperbolehkan pulang dengan catatan tidak boleh lelah karena kondisi janin yang lemah, dokter merepkan obat penguat, obat anti mual dan juga vitamin ibu hamil.---Seperti biasa Daffa menjalani tugas hari-hari nya dengan bekerja di kantor, hari ini pikirannya terbagi antara pekerjaan dan keselamatan Ara. Rafli datang dengan dua orang anak buahnya, Sebastian pun
"Aku harap setelah ini, Aldo benar-benar di hukum dengan berat, aku sudah lelah menghadapi mereka, Om. Kasihan Ara apalagi saat ini tengah hamil.""Kau tenang saja, Om pastikan pengadilan akan menambah hukuman yang berat untuk Aldo dan Albert." Kata Pras menepuk-nepuk pundak Daffa.'Semoga saja, ini adalah akhir...' Batin Daffa.Dia pun kembalil ke mobil, dilihatnya Ara yang masih gemetaran. Rayyan mengusap-ngusap kepala Ara agar tenang."Apa semuanya sudah di tangkap?" Tanya Rayyan."Alhamdulillah, semuanya sudah beres. Aku harap tidak ada orang lagi yang mengganggu hidup kita, kak."Ara mengangguk."Berapa orang mereka, Daf. Kenapa seperti di kejar-kejar komplotan penjahat, berasa main film." Kekeh Rayyan mencairkan suasana yang tegang tadi."Sepuluh orang,""Waw... Banyak juga.""Maafkan aku, Bang. Karena aku hidupmu pun jadi berbahaya." Liri Ara."Hei, kenapa bicara seperti itu, aku yang selalu merasa bersalah, karena tak dapat melindungimu.""Sudah sudah, sebaiknya kita pulang. K
Rafli menyeringai, "Aku ingin mendengar langsung jawaban darimu.""He he he... Aku tak akan menjawab," Kekeh Bondan."Baiklah, jika kau tak ingin bekerjasama dengan kami, maka jangan salahkan kami jika anak dan istrimu dalam bahaya." Bondan terdiam, sorot matanya memancarkan kemarahan. tangannya mengepal erat."Aku hanya memberi solusi padamu, Bondan. Katakan siapa yang menyuruhmu, atau... Anak dan istrimu akan celaka." Kata Rafli lagi.Di balik wajahnya yang tenang, Rafli sedikit kesal karena Bondan masih juga diam. Rafli pun menggunakan cara terakhir, ia mencambuk tumbuh Bondan hingga tersungkur, dara keluar dari sudut bibirnya yang terluka, saat hendak memukulnya sekali lagi akhirnya Bondan menyerah kemudian menceritakan semua rencanya yang Aldo susun dan juga menyebut orang-orang yang terlibat dalam penyerangan malam itu. Aldo bekerja sama dengan salah satu sipir yang bertugas memberi perintah padanya, lalu Bondan menggerakkan anak buahnya, Dua orang mengintai Ara, Tiga orang me