[Meski Abang jauh, tapi Abang merasakan jika kau sedang gelisah, merindukan Abang kah?][Preeettt]Ara tertawa geli membacanya, Fathur selalu bisa menghidupkan moodnya yang sedang turun. Sikapnya yang ramah dan penuh pengertian, membuat hati Ara selalu ingin di dekatnya. Bagi Ara, Fathur... adalah sosok suami dalam impiannya. [Sudah, tidur lagi sana, Cepat sembuh, kalau kau sudah sehat aku akan ajak kau ke Turki.] Ara tersenyum, sudah satu bulan dia duduk kursi roda, akibat kecelakaan itu membuat kaki Ara lemah, kata dokter tulang, hanya bersifat sementara, dan bisa sembuh dengan rutin terapi, Ara menghela nafas, dia sudah jengah harur bolak balik ke kamar mandi.'Tapi, aku harus sembuh, jika tidak... Bahaya.'Ara memaksa matanya untuk tertutup, lambat laut dia pun tertidur lagi.---Ehan berlari kecil saat tiba di rumah ber cat putih, di Kawasan perumahan elit di Bandung, tadi malam dia mendapatkan kabar jika Dinda hamil, dan Daffa memintanya untuk datang, dengan syarat dia tak mem
Daffa mengangkat bahunya, Om Reno bingung, tak seperti biasanya Daffa cuek begitu."Aku hanya ingin menahan mereka, sampai Elma dan cecunguk yang berkerja pada nya di tangkap, Karena Dinda adalah saksi kunci. Aku yakin jika Om Rudy tak tahu menahu tentang kasus korupsi pengadaan bahan kimia itu."Om Reno manggut-manggut membenarkan ucapan Daffa, Selama ini Rudy adalah lelaki yang loyal, apalagi Ahmad adalah sahabatnya.Daffa memejamkan mata sejenak, dia merindukan kakaknya, sudah satu Minggu tak berjumpa.'Ara... Kau harus bahagia, aku pastikan kau akan pisah dengan Ehan, lelaki sialan ini.' Batin Daffa kesal. Daffa berbalik lalu keluar ruangan itu dan diikuti Om Reno, di ruang tamu masih terlihat Dinda dan Ehan yang sedang ngobrol, keduanya tersenyum kaku saat Daffa menghampiri."Bagaimana, Bang? Kau mau melepaskan Ara bukan? wanita selingkuhanmu ini sedang hamil." Tanya Daffa ketus.Dinda menunduk dalam, dia tak berani memandang Daffa, matanya sangat tajam seakan ingin menelannya m
Rudy mengusap kasar wajahnya."Ya Allah.... Aku gagal mendidik anak-anakku, apa salahku.' Lirih Rudy Frustasi.Dari kaca spion, sang sopir melirik atasannya, ada rasa iba di hatinya, sopir itu selalu memperhatikan keluarga Rudy.'Alhamdulillah, meski aku miskin, tapi kami bahagia. Dibandingkan Pak Rudy yang kaya tapi banyak masalah, tak akur pula sama anak-anak, ujian setiap orang berbeda-beda, semoga saja Pak Rudy kuat, dan dapat membimbing anak-anak kembali.' Batin sang sopir.Rudy menyandarkan tubuh, lalu memejamkan mata, berharap semua informasi yang dia dengar adalah salah.Disisi lain, Ehan masih menemani Dinda menyantap makanannya, bubur dengan telur rebus. Dinda makan dengan sangat pelan, Ehan memperhatikan nya, banyak yang berubah dari wanita itu.Dinda tak lagi berpakaian seksi seperti biasa, wajahnya pun tak ada polesan make up, hanya memakai bedak tipis agar tak terlihat pucat. Diarea mata terlihat bengkak karena sering menangis.Ehan menghela nafas panjang, ada rasa iba j
satu Menit...Lima menit...Tak ada balasan, Fathur semakin gusar, dia pun merasakan rindu yang sama, beberapa hari yang lalu dia harus kembali ke tanah Bugis untuk menyelesaikan masalahnya, apalagi saat ini Fathur seorang komisaris hotel Ar Rayyan yang tersebar di Kota-kota terbesar di Indonesia.Sebelumnya, dia menyembunyikan identitasnya, sebagai pewaris Wings Group Milik ayahnya, tapi entah kenapa Ayahnya memperkenalkan dirinya pada seluruh koleganya.Tentu saja, semua itu membuat Fathur semakin sibuk, dan tak bisa bertemu Ara setiap hari."Lama-lama aku bisa gila tak bertemu Ara. Ah, yang benar saja, cinta membuat otakku Eror." Guman Fathur.Fathur beranjak dari duduknya, kemudian turun ke bawah di lihatnya Ayahnya sedang asik memainkan ponsel, orang tua zaman sekarang tak mau kalah dengan anak muda, Ponsel tak akan pernah lepas dari tangan kecuali saat-saat tertentu."Ehem..." Fathur duduk disamping ayahnya. Tapi lelaki paruh baya masih saja sibuk menekan tombol-tombil di gawain
"Mas sungguh-sungguh menyesal, mas minta maaf. Mas tak akan meninggalkanmu, beri aku kesempatan sekali lagi, Ara. Kita rajut kembali rumah tangga kita yang retak, Mas yakin... kita akan lebih bahagia dari sebelumnya."Sudah Beratus kata maaf terucap dari bibir Ehan, sampai-sampai Ara jengah mendengarnya. Ara diam saja, dia berlalu dari hadapan Ehan yang masih menunduk."Istirahat lah, Mas baru pulang dari Bandung kan? pasti sangat melelahkan. Aku tidur dulu." Ucap Ara dingin.Ara membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan posisi miring dia membelakangi Ehan. Kemudian memejamkan mata, hari ini dia sangat lelah, pikirannya kacau, bukan karena memikirkan Ehan tapi karena rindu pada sepupu suaminya itu.---Sebulan berlalu...Fathur sudah ada di Kota Pekanbaru, kota yang sama dengan Ara, lelaki bertubuh atletis itu semakin sibuk dengan bisnisnya, baginya waktu adalah uang, sedetik saja tak boleh disia-siakan. Sedangkan Ara, sudah bisa berdiri dan berjalan sendiri, meski terkadang masih bu
Haikal dan Haris langsung tertawa, diantara mereka bertiga memang hanya Fathur yang sudah berumur tiga lima, dan masih jomblo. Hanya Daffa yang tahu, jika Fathur mencintai kakaknya."Jangan bilang kau mau cari janda yang gemoy, Fathur..." Celetuk Haikal.Membuat Daffa menutup mulut menahan tawa. Semuanya saling lirik, Dan...."Ha...Ha...Ha..."Keempat bujangan itu tertawa terbahak-bahak. Meski masih bujangan tapi pesona mereka selalu menjadi perhatian wanita.Lihat saja, seorang pembisnis, dengan wajah tampan, hidung mancung, tubuh atletis dan... kulitnya tak terlalu putih, hanya Fathur yang tak tergoda dengan wanita lain selain Ara, dia memang pernah menjalin hubungan dengan wanita hanya sebagai pelampiasan saja.---Ehan tidur disamping Ara, dilihatnya wajah istrinya yang begitu tenang, saat ini dia tak berani menyentuh, Ara akan marah jika Ehan dekat-dekat dengannya.Lelaki itu mendengar setiap helaan nafas Ara, begitu tenang dan damai. Dia pun teringat dengan ponsel Ara, gegas Eh
Daffa mencebik."Gombal banget tuh, preeett tak akan berhenti mencintai, paling-paling juga akan pudar seiring datangnya Wanita cantik lagi." ejek Daffa "Ha...Ha...Ha... cinta itu tubuh tak semudah membalikkan telapak tangan, Daffa. Dia datang dengan sendirinya, bahkan tanpa permisi, jadi kau harus tau jika aku dan Ara sudah ditakdirkan untuk saling mencintai dan melengkapi.""Dengan cara berselingkuh" Tanya Daffa menohok.Fathur memberhentikan langkahnya, kemudian menarik lengan Daffa yang terus berjalan."Selingkuh atau tak selingkuh itu urusan kami bukan urusanmu, Daffa."Daffa mencebik melihat Fathur meninggalkannya begitu saja.'Dasar lelaki bucin.'---Ara terbangun saat tengah malam, malam ini dia merasa hambar, Fathur tak ada mengirim pesan. Ara mendesah lesu, seketika kantuknya hilang. Ara menoleh kesamping, Ehan pun sudah tertidur, dengan pelan, Ara bangun lalu membuka laptopnya. Siang tadi Daffa mengirim email tentang keuangan perusahaan, dan Ara belum sempat membukanya.
Ara tersenyum, entah kenapa dirinya rindu masa-masa kecil dulu, hidup tak ada beban menikmati makanan sepuas hati, dan... bermain seenaknya tanpa lelah, Ara sangat merindukan kebersamaannya dengan Rayyan. Lelaki itu, sukses membuat hatinya porak poranda. [Ok, deal. Silahkan kau panggil Rayyan. Tapi... hanya di depanku saja. Kau harus tau Ara, nama itu membuatku sedih.][Apa... aku tak ada harganya dimatamu, Bang? Aku hanya ingin memanggil Rayyan seperti waktu kecil, tapi malah membuatmu sedih.][Tidak, Ara... Abang tak sedih, abang mengizinkanmu untuk itu, jangan marah lagi ya.]Ara tertawa geli, Fathur selalu mengalah, dan membujuk dengan segala cara agar Ara tak merajuk. Kemudian Ara tak membalasnya, matanya sudah sangat mengantuk, tanpa sadar dia pun tertidur.Di Apartemen simpang lima.Fathur berjalan ke apartemennya dengan gontai, gelisah tentu saja, pesan terakhirnya tak di balas Ara, Fathur merutuki dirinya sendiri yang lupa memberi pesan. Dengan malas Fathur memasuki kamar