"Aku tak akan lemah karena ulahmu itu, Mas. Aku berjanji, hidupku lebih bahagia dari sekarag..." Guman Ara dalam tangisnya.---Sudah sepekan setelah Ara tau perselingkuhan suaminya, dia tetap melayani Ehan dengan senang hati seperti tak ada masalah apapun, baginya saat ini adalah suaminya, yang harus dilayani secara lahir dan batin, Ara hanya menginginkan pahala dari pernikahannya.Setelah menyelesaikan bacaan Alquran, Ara meilirk jam dinding, tapi Ehan belum juga tiba di rumah, semakin hari suaminya selalu telat pulang dengan alasan pekerjaan. Ara menarik nafas berat, dia bangkit dan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.Di dapur fikiran Ara masih berkecamuk memikirkan Ehan, begitu perihnya ia menahan tawa yang harus terjaga agar keluarganya tak curiga, dia tau akibanta jika mertuanya tau perihal Ehan yang selingkuh. Bisa dipastikan Ehan akan diusir dari rumah itu.Ara kembali melihat ke arah pintu, tetap saja Ehan belum pulang. Sampai makanan tersaji tak ada tanda-tanda suamin
Sekuat-kuatnya wanita, maka akan luruh juga jika orang yang dicintai berkhianat. Ara memanglah wanita yang tangguh, tapi sisi lain, sebagai wanita hatinya lembut, kelebihannya adalah pandai menutup kesedihan dengan tawa. Sampai mertuanya saja tak curiga."Ya, semoaga saja, Mas." lirih Ara pedih.Malam itu semuanya tertawa, seakan tak ada permasalaan. Elma merasakan atmosfir yang berbeda jika Fathur ada ditengah-tengah mereka. ---Tengah malam, Ara kembali terbangun. Dia mengambil wudhu dan shalat tahajud. Diliriknya, Ehan yang tertidur pulas, sampai dengkurannya terdengar. Ara berusaha untuk khusyuk agar hatinya tenang, raka'at pertama dia masih bisa menahan bening mata yang seakan ingin jatuh, sampai pada rakaat terakhir bulir bening itu menetes.Dalam sujudnya, Ara menangis tanpa suara. Mengadu pada sang pemilik cinta, memohon rumah tangganya diberkahi dan kembali utuh.Setelah shalat, Ara melirik kembali suaminya, ada rasa ingin membangunkan seperti hari-hari yang lalu, mengaji
Sudah satu Minggu Fathur menginap di rumah keluarga Rudy, pamannya. Sesuai rencana Elma, dia akan selalu ada disana, hari-hari Fathur lalui dengan hati, tentunya karena ada Ara disana.Begitu juga dengan Ara, dia tak lagi merasa kesepian, selalu ada teman ngobrol di saat waktu lengang. Keduanya semakin hari semakin akrab, apalagi Ehan kembali jarang pulang, dengan alasan lembur kerja.Sebenarnya, Ara sudah merasa curiga, jika dia pulang ke rumah, Dinda. Tapi, dia tak ingin mengambil pusing, baginya saat ini adalah kebahagiaan diri sendiri, meski harus menyembunyikan kesedihan.Beruntung ada Fathur dan kedua mertuanya yang selalu memberi support."Kau belum mau balik ke Sulawesi, Bang?" Tanya Ara.Fathur tersenyum, lalu dia berbalik sambil meletakkan skop tanah yang dia pakai untuk menyemai tanaman. Ara sengaja membuat mini garden di samping rumah, agar fikirannya tak larut dalam kesedihan."Sepertinya akan lama disini, kenapa? Kau mulai bosan denganku?" Jawab Fathur datar.Ara memici
"Sekarang semuanya tergantung masyarakat, Nak. Harus jeli memilih pemimpin negara, cobalah kalian cari tau basic agamanya seperti apa, sepak terjang di luar dunia politik itu bagaimana, agar tak menyesal nantinya."Fathur manggut-manggut. Rudy melirik jam tangannya sudah tengah malam, Ehan belum juga kembali.'Kemana anak itu?' Batin Rudy bermonolog.Lelaki paruh baya itu masih mendengarkan ocehan Fathur yang ngelantur, tapi membuatnya seikit tenang tak memikirkan anaknya.Beberapa hari yang lalu, asistennya memberi tahu Rudy jika dia bertemu Ehan sedang bergandengan tangan dengan wanita lain, tentu membuat Rudy murka, hanya saja dia tak ingin gegabah. Rudy ingin melihat respon istri Ehan. Dan selama beberapa hari ini pula, Ara biasa saja, seperti tak ada masalah dalam rumah tangganya.Rudy menarik nafas berat, umurnya tidak lagi muda, tapi harus mengurusi anak laki-lakinya itu. Fathur melirik pamannya yang berkali-kali menoleh arah pintu."Om menunggu seseorang?" Suara Fathur memeca
"Ini baru permulaan, Ehan. Selanjutnya... akan aku buat Ara menjauh darimu."Dengan langkah cepat, Elma kembali ke taman, tadi dia hanya ingin minum, tapi mendengar suara mobil Ela langsung berbalik ke kamar. Elma merai ponselnya di atas nakas."Hallo, Boy... Esok kita lanjutkan misi selanjutnya!" Ucap elma dengan senyum devil.Selanjutnya, dia kembali bergabung di mini garden Ara dengan membawa kudapan dan jus orange. Hati Elma begitu senang melihat perhatian Fatur pada Ara, dengan begitu dia tak terlalu sulit untuk menjebak Ara agar jatuh dalam pelukan Fathur, sepupunya.---Dinda terlihat gusar di kamar ukuran dua kali tiga itu, sudah dua hari Ehan tak datang ke rumahya, di kantor pun mereka berjumpa hanya sebatas teman. Dia membuka ponsel, ada pesan masuk dari nomor yang tak dia kenal.[Bagaimana, cantik? apa kau berhasil mendapatkan, Ehan?]Wanita itu mendengus kesal, lagi-lagi pria misterius itu menghubunginya, awalnya Dinda mengganggu Ehan memang karena uang. Orang itu menjanji
Ara kembali merona, ada gurat merah di wajahnya. Dia tersenyum geli, saat kembali membaca pesan-pesan itu dari awal. Entah bermulai dari mana, Ara menikmati dan menyukai pesan-pesan itu. 'Ah, andai saja mas Ehan seperti dia. Tentu saja hidupku akan sempurna.' batin Ara, senyumannya kali ini pudar seiring manik matanya menatap wajah suaminya yang teduh. [Bukti apa yang kau inginkan duhai hati?] Balas Ara lagi. Tak butuh waktu lama, pesan Ara langsung dibalas, [Aku ingin bukti...] Ara sampai menahan nafas membaca pesan di ponselnya. Detik berikutnya, dia menahan tawa yang hapir saja meledak. Begitulah setiap malam, saat belum tidur Ara akan terhibur dengan pesan-pesan manis dari sepupunya, Fathur Ar Rayyanda. Setidaknya dia melupakan sikap Ehan yang mulai cuek. --- Elma berjalan bersisihan disamping ayahnya. Netranya memandang gurat wajah ayahnya yang tidak biasanya, Elma sedikit berhati-hati ingin mengatakan perihal Ehan yang mulai sering tak masuk kerja,tapi saat kembali melih
Rudy berjalan dengan cepat diikuti Sebastian, dia ingin segera pulang dan memeluk istrinya, rasanya dunia hancur melihat anak sendiri keluar dari kamar bersama wanita lain. Disisi lain Ehan masih terpaku memandang Tab yang sengaja ditinggalkan oleh Sebastian."Maafkan aku, Ara. Maaf..." Lirih Ehan menyesal. "Bodohnya aku, selama ini Ara telah melayaniku dengan baik, maafkan aku, Ara." Gumannya lagi. Ehan menggusar rambutnya dengan kasar. 'Apa yang arus aku lakukan?' Batin Ehan lagi.Sedangkan Dinda masi terdiam, dia mendekat dan mengusap punggung lelaki itu, tapi ditepis ole Ehan."Kembalilah ke ruanganmu." Pinta Ehan"Tapi, Mas...""Aku ingin sendiri, Dinda." Ucap Ehan tajam.Dinda mencebik, dan meninggalkan Ehan sendiri.---Ara masih memperhatikan tanaman bunga mawarnya, tiba-tiba ponsel berdering."Assalamulaikum, Adikku tersayang." "Waalaikumsalam..." Jawab lelaki diseberang telepon."Tumben pagi-pagi nelpon.""Ini sudah siang, Mbak. Coba kau tengok jam dinding di kamarmu itu,
Ara menyelami manik Fathur yang menyejukkan."Sudah aku pikirkan, Bang. Dan... Aku akan mencari cinta yang lain. Agar Ehan tau rasanya dikhianati.""Hanya sebagai balas dendam?""Maybe Yes, Maybe No. Kita tak tahu takdir akan membawaku kemana, Bang. Bisa saja aku akan benar-benar jatuh cinta pada orang lain." Ucap Ara memandang Fathur.Jantung Fatur berdetak cepat, ada nyeri di hatinya. Dia tak ingin Ara jatuh pada pria lain."Siapa targetmu?""Aku tak tahu, Bang. Mungkin lelaki kaya." Jawab Ara tertawa."Aku ada ide,?" Ucap Fathur dengan senyum devil nya."Apa?""....."Ara tertawa geli mendengar ide sepupunya itu, dia mengangguk tanda setuju.---Ehan masih duduk terpekur di ruangannya, hari semakin sore, senja pun menyapa, berkali-kali Dinda datang untuk membujuk Ehan pulang, tapi lelaki itu tetap bergeming memandang ke luar jendela.Ehan menarik nafa panjang, lalu dihembuskannya perlahan. Sekarang semuanya menjadi kacau, dia baru menyadari bahwa istrinya sangat pandai menyimpan ra
Ehan sadar, jika dia telah membuat keluarganya malu, Ehan menatap ke luar jendela, menikmati siang hari dari tempat duduknya, cafe kenangan yang membuatnya lebih rileks. Dulu, setiap kunjungan ke Bandung, Ehan selalu mampir ke Cafe kenangan, dan bayangan Ara tentu saja selalu hadir. Ehan membuka gawai dan melihat status sosial media kakak kandungnya, dia tersenyum. Gambar di ponsel itu memperlihatkan semuanya jika mantan istrinya saat ini lebih bahagia dengan keluarga barunya. 'Aku senang melihatmu bahagia, Ra...' Batin Ehan.Ehan menyimpan ponselnya dan tersenyum pada Dinda, keduanya makan dalam keheningan.---Tak terasa sudah hampir empat bulan Ghazy terlahir di dunia, hari-hari Ara lebih berwarna, apalagi bayi laki-laki itu sudah pandai tengkurap dengan sendiri, membuat Ara semakin gemas. Begitu juga dengan Rayyan, dia sekarang pulang lebih cepat hanya ingin mencium anak semata wayangnya itu.Pagi ini Ara sengaja mengajak keluarga kecilnya berlibur, sudah lama Ara ingin menikm
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
Plaaak... Ara memukul pundak Rayyan pelan, "Ada-ada saja, aku baru seminggu melahirkan lo, Bang. Kau harus puasa empat puluh hari." Kata Ara tertawa. Rayyan mendesah lesu, memikirkannya saja dia sudah kesal, tapi demi Ara dia tak akan berpaling meski hasrat menggebu ingin dituntaskan. "Aku akan sabar menunggumu, cinta." Bisik Rayyan Keduanya pun tertawa, bayi kecil mengeliat seakan meminta perhatian juga, tak lama suara tangis bayi terdengar, membuat Rayyan terkekeh. "Apa kau cemburu, boy? Ayah hanya merindukan ibunda mu saja, cinta ayah padamu lebih besar." Kata Rayyan. Ara hanya geleng-geleng kepala, ajaibnya Ghazy terdiam, dia memandang manik ayahnya, Rayyan pun tersenyum, pandangan si kecil membuat hati Rayyan terenyuh. "Semoga dia tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan Sholeh. Cepat besar ya, nak... Ayah akan mengajakmu keliling dunia." ---Acara aqiqah sudah dipersiapkan Reno, di rumah Ara dan Rayyan, tepatnya di Anggara Residence, setelah pindah dari Pekanbaru kini mereka
"Anakku..." Lirih Ara."Selamat datang ke dunia Ghazy al Fatih..." Ucap Rayyan semangat.Ara hanya tertawa, tawa yang selama ini dia tunggu, melihat suaminya dengan wajah yang begitu bahagia karena kehadiran seorang anak.'Terimakasih Ya Allah... Engkau titipkan ia pada kami.' Rayya mencium kening Ara bergantian mencium anaknya, Ara pun menyusui anaknya, dengan di bantu seorang suster, dia pun merasakan betapa sempurnanya menjadi seorang wanita.---Berita kelahiran Rayyan junior membuat semua karyawan Anggara Group bersuka cita, dengan cepat Manager Famili karaouke membuat persiapan dalam menyambut sang bayi ke rumah tuannya.Tak kalah heboh, Pras sang kakek langsung terbang dari Suawesi ke Jakarta untuk melihat cucu pertamanya, Pras membawa banyak hadiah, apalagi cucu pertamanya seorang lelaki, berkali-kali Pras meneteskan air matanya karena haru.Sesampainya di rumah sakit, dia langsung masuk dan memeluk Rayyan."Selamat, Boy. Kau sudah menjadi Ayah sekarang." Ucap Pras menepuk-ne
Ara lega, jika Daffa sudah bisa mengendalikan kontrol emosinya terhadap keluarga Elma. Dilihatnya Elma dan Adam yang tersenyum bahagia, Ara pun dapat merasakannya. Dia tak ingin merasakan dendam yang berlebihan, bagi Ara semua itu akan sia-sia hanya karena dendam. Toh, Allah sudah membalas apa yang mereka lakukan.Daffa menghempaskan tubuhnya di atas shofa, lalu memijat pelipis yang terasa berat. AKhir-akhir ini pikirannya terkuras dengan banyaknya pekerjaan yang tertunda. Beruntung dia memiliki asisten yang selalu setia mendampinginya.'Apa aku butuh sekretaris satu lagi ya? ah... rasanya kepalaku mau pecah.' Batin Daffa.Lelaki muda itu pun terlelap di shofa kantornya, hari ini tubuhnya memang sangat lelah.---Ara terbangun saat alarm ponselnya berbunyi, dia menelisik wajah suami disampingnya, tidurnya sangat nyaman dan nafasnya teratur. Tadi malam, Rayyan seakan-akan melampiaskan segala kerinduannya karena sudah beberapa minggu tak mendapat jatah.Ara membelai wajah Rayyan, kemudi
"Aw, sakit cinta... Abang kan ingin memenuhi keinginan anak kita, dia ingin ayahnya menjenguknya, sayang." Kata Rayyan tersenyum jahil.Ara pu tertawa, Rayyan memang sudah merindukan Ara, setelah rentetan kejadian mereka belum pernah melakukan ritual suami istri lagi, dan malam ini Rayyan menginginkannya. Dengan pasrah Ara melayani suaminya, apalagi dia juga merindukan sentuhan sang suami.Ara memandang wajah suaminya yang terlelap, dia mengusap lembut wajah Rayyan dan menyunggingkan senyum, berlahan mendekat dan memeluk suaminya dengan erat. Malam ini, dia seperti kehilangan kendali, bukan hanya Rayyan yang merindukannya, tapi Ara lebih merindukan belaian suaminya itu.---Satu bulan berlalu...Kandungan Ara sudah semakin membesar, hari ini dia sengaja mendatangi Daffa di kantornya, sekaligus memantau perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya itu. Di lobi, tanpa sengaja dia melihat Elma bersama Adam dan juga seorang asisten, Ara pun mendekat."Mbak El..." Sapa Ara ramah.Elma menol
Ara hanya menunggu dari mobil, dia memperhatikan sekitar, dengan senyuman joker Ara turun dari mobil dan duduk disisi penjual sekoteng. Ara memesan satu gelas dan menikmati minuman hangat tersebut. Sedangkan suaminya masih menunggu pesanan mi goreng.Saat Rayyan hendak kembali, dia melihat Ara sedang asik minum sambil tersenyum.'Hmmm... Memang aneh nih bumil, tadi katanya minta mi goreng, tapi dia nongkrong di tempat mamang sekoteng," Lirih Rayyan.Rayyan pun mendekati istrinya, melihat Ara menimati minuman hangat sambil terpejam membuat Rayyan bahagia, wajah Ara yang tenang seperti yang sangat dirindukan Rayyan. Beberapa minggu kemarin suasana hatinya memang tak baik. "Apa sekotengnya begitu nikmat? sampai-sampai tak sadar dengan kehadiran abang." Ara membuka mata dan memandang Rayyan, "Hmm... Sudah lama aku tak menikmati suasana malam seperti ini, Bang. Dulu... saat kuliah aku sering nongkrong bersama teman-temanku, menikmati angin malam sambil berbagi cerita. Semua itu sirna set
"Semoga saja, Aldo dan Albert sadar setelah kejadian ini." Kata Sebastian, Sebagai asisten Daffa dia juga merasakan lelah, karena selalu merombak jadwal kerja Daffa yang harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru."Ya... Semoga saja." Ucap Daffa.Namun, Pras masih ragu, jika Aldo diam saja setelah ini, apalagi Albert adiknya juga sudah diserakan ke polisi. Dalam diam, lelaki paruh baya itu sudah meletakkan bodyguard untuk Ara dan Rayyan. Mereka akan mengawasi Ara dari jarak jauh, Pras tau Ara sangat tak nyaman jika ada orang yang mengawasinya. --- Di Penjara Aldo mendengus kesal, saat tahu jika Albert juga berada di sel tahanan yang sama. Setelah putusan dibacakan, Aldo hanya bisa pasrah dengan hukuman yang harus dia jalani. Namun, hatinya masih belum menerima kekalahan. Berbeda dengan Albert yang hanya terduduk lesu.Selama ini hidupnya mewah, bekerja sebagai ahli IT tentu membuatnya memiliki banyak uang, dia terbiasa hidup bebas, tapi semua itu hilang karena mengikuti keinginan kakaknya.