"Tolong kamu percaya sama aku. Aku takut kehilangan Mas Reyza."Aku menatap Delia, tidak ada kebohongan di mata nya."Sekali ini saja aku minta tolong banget ke kamu, Din."Baik lah. Aku akhir nya menganggukkan kepala. "Mas Reyza sangat menyayangi kamu, Din. Dia berbeda ketika bersama dengan aku. Aku minta tolong banget ke kamu buat datang ke Reyza, ya." Dia kembali memohon padaku. Sebenar nya balik lagi, aku tidak ingin kembali untuk mencintai orang yang sudah menyakiti hati aku, tetapi ya mau bagaimana lagi, aku hanya akan datang sekedar datang saja. Tidak ada lagi rasa cinta itu. Aku tidak ingin lagi memberikan nya pada Mas Reyza meksipun dia memohon-mohon padaku. "Mbak, bangun!"Eh?! Astaga! Aku langsung terduduk, menatap Rumi dan juga Bang Fino yang duduk di sebelahku. Mereka tampak khawatir sekali. Ada apa denganku? Apa yang terjadi?"Mbak kenapa?" tanyaku sambil berusaha mengingat mimpiku tadi, ternyata aku hanya bermimpi. Kukira betulan, ah kalau begitu tadi tidak perlu ak
"Kamu bicara apa sih, Mas." Aku langsung tertawa mendengar perkataan Mas Reyza.Oke lah sejak tadi aku mendengarkan apa yang dia katakan, tetapi ini semakin ngaco. "Aku serius. Aku bisa minta tolong ke kamu kan, Din? Aku percaya banget kamu bisa nolongin aku."Ya tapi gak dia bilang untuk yang terakhir kali nya seperti itu lah, dasar menyebalkan. Memang nya dia pikir dia mau ke mana? Aduh, aku malas sekali deh kalau sudah membahas begini. "Kamu mau kan, Din?"Selama beberapa saat, aku diam sejenak. Aku sedang berusaha untuk berpikir. "Aku janji Din, ini untuk yang terakhir kali nya, untuk ketemu kamu dan juga untuk kebahagiaan di hidup—""Oke. Boleh, memang nya kamu diperbolehkan dokter untuk keluar dari rumah sakit?" tanyaku menantang nya, pasti dia tidak akan diperbolehkan. Bahkan dia bilang dia minta ditemani keluar kan, tadi? Udah gila memang orang ini, mana bisa lah. Dia saja sedang sakit keras begitu. Gila saja, nanti aku juga yang kena lagi. "Bisa. Aku yang akan minta tolo
"Hah?! Apa? Gimana-gimana? Maksud Mama apa ya?" Aku tertawa pelan sambil menggelengkan kepala. Mana mungkin kan? Mama bercanda sekali loh. Enggak, tidak mungkin kalau Mama bukan lah Mama kandungku. "Iya, Mama bukan orang tua kandung kamu, Sayang.""Hah?! Ya gak mungkin, Ma. Terus apa yang Mama dan Papa bilang sejak awal kalau aku adalah anak kandung kalian?"Mama justru langsung memelukku. Mama sangat menyayangi aku. Kenapa dia sekarang bilang begini sih? Aku tidak percaya hal ini. "Mama serius, Sayang. Mama bukan lah Mama kandung kamu, tetapi Papa adalah orang tua kandung kamu. Maka nya kamu mengakui kamu sebagai anak kami."Astaga! Apa yang baru saja aku dengar? Aku tidak salah dengar kan?"Enggak, Mama pasti bercanda." Aku tertawa pelan, tidak percaya dengan apa yang Mama katakan. Pasti semua ini bohong. Aku tidak mau lagi dibohongi oleh orang lain. Aku tidak percaya. "Iya, Sayang. Kamu adalah anak dari selingkuhan nya Papa kamu. Bukan anak Mama."Ini serius? Aku langsung teris
"Hah?! Suka? Kamu—""Aku tau dari mana gak penting, Bang." Aku tersenyum pada Bang Fino yang menatap kami berdua bergantian. Wajah Bang Fino tampak kaget sekali. Dia kemudian menoleh ke Rumi yang diam saja. Rumi mengangkat bahu nya, pura-pura tidak peduli. "Kan sudah Abang bilang, jangan kasih tau dulu ke Mbak kamu. Astaga, kamu itu paham dengan bahasa Indonesia gak sih, Rum?" tanya Bang Fino membuatku mengernyitkan dahi. Kenapa jadi menyalahkan Rumi sih? Memang nya Rumi punya salah apa? Ah, Bang Fino menyebalkan sekali, dia aneh-aneh saja sampai menyalahkan Rumi. "Loh, memang nya salah ya kalau Rumi memberitahukan ke aku? Lagi pula apa salah nya? Memang benar kan kalau Abang suka dengan aku?" tanyaku sambil menatap Bang Fino yang tampak merasa bersalah. Bang Fino langsung menundukkan kepala nya. Wajah nya tadi tampak merah sekali. Dia malu seperti nya. "Kenapa Abang gak ada hujan, gak ada angin, tiba-tiba malah suka ke aku? Ini lucu banget loh, Bang." Aku menggelengkan kepala m
"Apa sih mau Abang? Menghancurkan persaudaraan kita?" tanyaku pelan. "Gak ada, Abang gak mau melihat kamu lagi. Abang ingin melupakan semua nya kalau pun kamu memang gak mau dengan Abang."Dasar benar-benar orang gila. Dia bahkan memaksa agar aku mau menyukai dia, dia pikir aku ini bisa memaksakan hatiku untuk dia? Gentus aja tidak akan bisa lah. Aneh. "Sudah lah Bang, jangan kayak anak kecil. Aku udah capek banget bahas ini semua nya sama Abang. Kalau Abang gak mau memikirkan hal yang baik hati ini, jangan menambah masalah, aku tidak mau bertambah pusing." "Abang tidak menambah masalah, semua nya tergantung kamu. Kalau kamu bicara seperti itu, Abang bakalan pergi dari kehidupan keluarga kita selama nya."Entah lah, aku bingung dengan apa yang dipikirkan oleh Bang Fino. Dia lebih menyebalkan dari apa pun juga sekarang, bahkan dia tidak peduli dengan keluarga kami sama sekali. Lihat lah, Bang Fino justru mementingkan diri nya sendiri tanpa mementingkan kami. Aku mengembuskan napas
"Enggak, enggak. Pasti ini semua gak mungkin terjadi."Bang Fino tidak akan pernah meninggalkan rumah ini. Ada di mana Bang Fino?"Bang?! Gak lucu deh, jangan sembunyi gitu."Aku membuka pintu kamar mandi, Bang Fino tidak ada di mana-mana. Astaga, aku menggigit bibir dalam-dalam, ada di mana Bang Fino sampai tidak ada begini di sini?Sungguh aku khawatir pada Bang Fino, kenapa dia malah pergi dari rumah ini. Apa yang dia pikirkan, hah?!Astaga, bisa-bisa nya dia malah kabur dari rumahku. Kenapa sih dia? Kenapa dia malah meninggalkan rumah aku? Harus nya kan enggak, aduh aku tidak paham dengan jalan pikiran Bang Fino. "Mama! Rumi!" Aku memanggil mereka, aku khawatir sekali. Aku berharap ini hanya lah candaan atau apa lah gitu. "Ada apa, sayang? Kenapa kamu teriak-teriak kayak gitu?" tanya Mama yang juga ikutan terdiam ketika melihat wajah panik ku. Aku mengusap wajah yang sudah berkeringat tidak jelas. "Kamu kenapa, Nak? Apa yang terjadi?" Mama langsung melangkah mendekati aku. Mam
"Hah?!"Jujur saja, aku kaget sekali dengan perkataan Rumi. Apa yang baru saja dia katakan? Kenapa malah bicara begitu sih?"Maksud kamu apa, Rum? Mbak? Cinta sama Bang Fino?"Sudah gila memang. Apa lagi yang dipikirkan oleh Rumi. Aneh-aneh saja dia. Sudah ketularan Mama seperti nya. "Mbak khawatir karena dia udah banyak banget bantuin kita, Rum. Mbak gak ada rasa cinta sama sekali sama Bang Fino sedikit pun enggak, tapi kalau rasa sayang, pasti ada.""Nah, dari rasa sayang itu muncul rasa cinta, Mbak. Mbak tadi beda banget loh rasa sayang nya. Itu bukan lah rasa sayang Mbak yang dulu."Lalu apa? Ah aku tidak paham sama sekali dengan jalan pikiran Rumi.Beda dari mana nya sih? Aku menatap Rumi aneh, jangan-jangan dia lagi yang suka dengan Bang Fino? Bisa saja kan? Ah, tapi gak mungkin sih. Buru-buru aku menggelengkan kepala, kenapa aku malah jadi menuduh Rumi yang melakukan nya? Tidak mungkin lah kalau dia. Aneh-aneh saja pikiran aku ini. Ponsel Rumi berdering, dia tampak tersenyu
"Oh ya? Kamu tau dari mana?" tanyaku membuat Rumi langsung memalingkan wajah nya. Apa yang sebenar nya terjadi? Kenapa seolah-olah Rumi sedang menyembunyikan sesuatu dari aku?"Tapi Bang Fino gak mau Mbak tau dia ada di mana. Jadi maaf banget kalau aku gak bisa kasih tau Mbak."Hah?! Ini apa sih? Aku menatap Rumi tidak mengerti. Sebenar nya, apa yang mereka berdua sembunyikan dari aku? Kenapa juga jadi seribet ini sih?"Tolong kasih tau Bang Fino ada di mana, Rum. Mbak mau bicara juga sama dia.""Mbak mau kalau Bang Fino pulang dan melupakan semua nya kan, Mbak? Sudah lah, Rumi sudah paham sekali dengan semua nya, Mbak."Eh?! Aku langsung terdiam mendengar perkataan Rumi barusan. Dia bahkan seperti bisa menebak apa yang sedang aku pikir kan. "Mbak, melupakan semua nya itu gak semudah yang sedang kita bicara kan. Cinta gak bakalan semudah itu. Kalau Mbak gak mau ngasih Bang Fino feedback, jangan buat dia kembali lagi mengingat tentang cinta dia ke Mbak. Kasih dia waktu untuk melupaka
"Hah?! Menghancurkan bagaimana, Wen? Apa yang hendak dia lakukan?""Aku gak tau, dia gak bicara dengan detail tadi. Dia lagi mabok."Oh ya?! Guntur mabok? Tumben sekali, dia mana pernah mabok dulu. Kenapa tiba-tiba dia malah mabok ya? Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sejujur nya aku cukup bingung dengan semua ini. "Terus gimana? Kamu kapan mau pulang? Seperti nya kamu harus ngasih tau semua yang kamu dapatkan di sana padaku deh." Aku berkata pelan. "Emm, boleh deh. Kita ketemuan aja di tempat lain. Nanti kalau di rumah kamu, bisa ketahuan sama Nada. Bisa-bisa malah kacau semua nya."Baik lah kalau begitu. Aku menganggukkan kepala mendnegar perkataan nya barusan. "Ya udah, kita langsung ketemuan aja. Aku butuh banyak banget informasi dari kamu juga soal nya. Kita ketemuan langsung ya."Aku langsung mematikan telepon dari Weni untuk bersiap-siap karena kami juga harus bertemu dan aku ingin bicara banyak hal pada Weni Karena menurut aku hal ini harus segera diselesaikan dan juga
"Astaga."Aku langsung terdiam ketika mendengar pesan suara itu. Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya. Apa maksud dari pesan ini ya? Pesan yang aku temukan di ponsel milik Mas Reyza. "Emm, apakah benar yang dikatakan oleh Tri sebelumnya Kalau memang delia benar memakai pelet?" Namun aku tidak percaya sama sekali karena ini sangat sulit untuk dijelaskan oleh akal sehat dan juga memang cukup aneh. Mungkin aku juga perlu mengecek ke rumahnya Mas Reza di kamarnya untuk mencari tahu lebih lanjut juga. Atau aku perlu bekerja sama dengan Tri untuk mengungkapkan ini semua apalagi apa yang dikatakan oleh Tri tadi memang benar dan sepertinya dia tidak berbohong kah atas apa yang dia katakan tadi. Awalnya aku tidak percaya pada diri karena memang agak sangat sulit untuk diterima oleh akal sehat ketika mendengar perkataannya yang bilang kalau Mas Reza ternyata kena pelet oleh si Delia tetapi ketika mendengar dia bicara tentang adiknya yang meninggal gara-gara kena pelet ya mungkin aku m
"Kamu sejak tadi bilang kayak gitu. Apa maksud dari perkataan kamu?" tanyaku sambil menatap dia yang tampak kesal sendiri. Dia saja tidak mau menjelaskan kenapa dia bilang kalau Delia itu adalah wanita iblis. Dia kenapa sih? Apa kah dia sebelum nya ada masalah dengan si Delia itu? "Dia itu bisa membuat orang lain luluh sama dia, termasuk suami kamu. Aku hampir saja masuk perangkap dia."Eh?! Membuat orang lain luluh? Bagaimana maksud nya? Jujur saja aku bingung sekali dengan perkataannya pria ini dia bahkan mau menjelaskan Siapa dirinya Tetapi dia sudah bilang kalau Delia itu adalah iblis Ya aku juga tidak tahu sih dengan apa yang sebenarnya terjadi ini juga bilang kalau dia pernah luluh pada si Delia itu. "Si Reyza itu terkena pengaruh nya si Delia, harus nya kamu bantuin dia buat lepas dari itu semua, bukan nya malah membiarkan Reyza terkena pengaruh wanita menyebalkan itu.""Tapi Tri, Mas Reyza terlihat mencintai si Delia banget, maka nya kan memang dia itu mencintai si Delia,
Delia adalah penyebab nya? Apa maksud perkataan pria ini?"Apa maksud kamu?" tanyaku pelan. "Sudah lah, nanti kamu akan tau sendiri. Aku langsung ke rumah kamu sekarang."Dia mematikan telepon. Aku mengembuskan napas pelan, sejujur nya ini sangat membingungkan. Lalu aku harus apa sekarang? Tidak jadi tidur kalau begini aku mah. Hmm, lebih baik aku mengobrol dengan Hani di luar, meskipun ada Nada juga di sana, tetapi ya sudah lah aku sedang butuh teman untuk mengobrol sekarang. "Akhir nya kamu datang juga Din, lama banget. Kayak nya kamu itu sibuk banget ya? Jelas sih, karena kan Putri juga baru sampai di sini."Mendengar perkataan nya Hani, aku langsung tersenyum. Antara nada hanya mendengarkan perkataan aku dan juga Hani dia tidak menimbrung sama sekali karena mungkin masih tidak enak padaku. "Kalian sudah ngobrolin apa aja sejak tadi? Kayak nya dari aku pergi, sampai aku balik lagi ke sini, kalian belum pindah posisi juga." Aku mengangkat bahu, menatap mereka bergantian. "Yang
"Hah?!"Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya, bahkan aku langsung menutup mulutku sendiri. Astaga, apa yang baru saja Putri katakan? Dia bilang kalau dia ingin Papa nya kembali ke sini? Ya memang nya bagaimana cara membuat Papa nya bisa ada di sini lagi? "Aku gak mau tinggal di sini kalau Papa gak ada di sini! Aku gak mau bicara sama siapa pun kalau Papa belum ada di rumah ini!" Dia kembali berteriak, membuatku menggelengkan kepala. Sulit sekali untuk memberikan pengertian pada Putri kalau Papanya Itu sudah meninggal ya memang masih kecil dan belum paham sama sekali dengan apa yang terjadi di rumah ini makanya akan lebih sulit dibandingkan untuk memberitahukan Putra dan juga Aurel. "Papa itu sudah meninggal, Putri. Kamu itu malah buat Mama tambah pusing, masalah Mama itu udah banyak banget." Putra yang lebih dulu bicara. Putra sudah besar sekali anak sulungkung benar-benar mengerti dan paham dengan apa yang terjadi di rumah ini dan dia juga membantu aku banyak sekali. Aku t
"Hah?! Kamu serius, Rum?"Jujur saja, aku kaget sekali dengan perkataan Rumi, sekaligus senang. "Iya, Mbak langsung ke sini saja ya. Putri sudah pulang ke rumah."Alhamdulillah kalau begitu. Aku tersenyum senang. Kemudian langsung mematikan telepon dari Rumi, menoleh ke Bang Fino yang juga tampak ikutan senang. "Kabar yang benar-benar bagus, dek."Benar apa yang dikatakan oleh Bang Fino, ini memang kabar yang sangat bagus. Namun, sejujurnya hal ini adalah sesuatu yang aneh juga karena tidak mungkin tiba-tiba Putri pulang tanpa ada sesuatu aku merasa ada yang berbeda dan ada yang aneh juga.Entah kenapa perasaanku juga tidak enak karena ini sangat berbeda dari pada biasanya."Kamu mikirin apa lagi, Dek? Kan Putri juga sudah pulang ke rumah, harus nya kamu senang, bukan malah kelihatan sedih kayak gitu. Ada apa dengan kamu?" tanya Bang Fino sambil menatapku. Jika tidak tahu dengan apa yang terjadi padaku intinya justru aku merasa sangat aneh dan merasa ini sangat berbeda daripada bia
"Apa lagi mau kamu di sini?! Jangan-jangan kamu mengikuti aku ya?"Dia adalah saudaranya Mas Reza yang memang tidak setuju dulu ketika Mas Reza menikah dengan aku. Emang rata-rata keluarganya Mas Reza itu setuju dengan pernikahan aku tetapi mereka juga sebagian ada yang tidak setuju karena mereka melihat aku sebagai janda dan juga tidak punya masa depan ketika menikah dengan Mas Reza padahal Mas Reza sendiri pun tidak masalah dengan itu semua. Terserah mereka sajalah mereka yang punya hak untuk mereka sendiri aku tidak ikut campur Tetapi kalau sudah sampai seperti ini aku juga tidak akan terima dengan Apa perkataan mereka. "Kamu ini lucu Dina, aku ini ingin kamu mati dan aku ingin kamu merasakan yang kamu rasa kan."Hah?! Tunggu sebentar, benar-benar kaget ketika mendengar perkataannya apa yang baru saja dia katakan dan seperti itu emangnya aku melakukan hal yang di luar nalar atau Aku melakukan hal yang benar-benar buruk sampai dia mengatakan hal tersebut begitu? "Ada apa sih?! S
"Memang kurang ajar banget mereka itu!" Bang Fino tampak kesal sekali. Wajah nya memerah menahan marah. "Guntur memang begitu sejak dulu, Bang. Dia itu gak akan berhenti kalau dia gak masuk ke penjara. Jadi, memang aku harus menjebloskan dia ke penjara dulu baru dia bisa berhenti untuk tidak mengganggu hidup kita."Aku berusaha untuk menenangkan diri aku sendiri, jangan sampai terpancing oleh si Guntur itu. Dia memang sengaja agar aku dan juga Bang Fino marah dengan semua nya. "Gak bisa dibiarin ini semua, Dek. Kita pokok nya harus segera menyusun semua rencana, jangan sampai tiba-tiba kita yang kehilangan semua nya. Abang marah banget loh sama dia. Abang kesal sama dia."Sungguh sejujur nya aku paham sekali dengan apa yang Bang Fino katakan. Aku juga merasa kan hal tersebut, karena kami satu pemikiran. Baik lah, aku juga tidak aka. Membiarkan semua nya terjadi, aku juga akan mulai memikir kan semua nya, bagaimana cara nya si Guntur itu menyesal dengan semua yang dia lakukan sekara
"Tapi kenapa bisa Mas Reyza sampai diculik?"Lagi pula, siapa yang menculik Mas Reyza, ah aku tidak percaya sih sebenar nya, tetapi apa ini? Aku bingung sekali deh. Ah iya aku lupa kalau Bang Fino ada di luar, jadi nya aku juga tidak bisa terlalu lama. Memang Bang Fino tidka mau ikutan karena takut nanti malah membuat saudara Mas Reza berpikir yang aneh-aneh tentang aku. Kami juga senang menghindari dari perbuatan itu karena juga maka masuk Islam masih basah dan aku juga belum bisa melupakannya sama sekali. "Ini pasti gak mungkin foto nya Mas Reyza. Nanti aku tanya saja deh pada Mama nya Mas Reyza." Aku bergumam pelan, memasukkan foto tersebut ke dalam saku celanaku. Pandanganku terhenti ketika melihat buku yang diletakkan begitu saja di atas pakaiannya Mas Reza. Ini buku apaan apakah ini adalah buku harian nya Mas Reyza?Hmm, bisa sih ini. Aku juga langsung memasukkan buku nya ke dalam tasku. Setelah puas berkeliling dan juga menatap fotonya Mas Reza lumayan lama Aku akhirnya me