Hazel naik ke atap gedung bermaksud ingin membantu Isabel, dan seketika dia terkejut di kala baku tembak terjadi. Hazel bermaksud ingin mendekat ke arah Joseph—namun detik itu juga tangan kokoh menarik tangan Hazel—bersembunyi di balik dinding sebelah kanan.“Kau!” Hazel terkejut melihat Sergio datang menyelamatkannya.Sergio menatap tajam Hazel. “Di hadapanmu ada baku tembak, dan kau ingin mendekat, apa kau mengantarkan nyawamu!”“Bukan urusanmu! Pergi dari sini! Joseph membutuhkanku!” sembur Hazel berontak sambil mendorong tubuh gagah Sergio.Sergio tidak hanya diam saja. Dia memeluk erat tubuh Hazel, mengunci pergerakan wanita itu. “Saudara kembarmu membutuhkan bantuanmu? Hebat sekali cara berpikirmu! Jika kau mati tertembak, itu bukan memberikan bantuan! Kau hanya menyusahkannya saja!” sentaknya penuh ancaman.Hazel langsung diam mendapatkan bentakan dari Sergio. Tatapannya menunjukkan jelas bahwa dia setuju dengan apa yang Sergio katakan. Dia tak mungkin menolong Joseph dalam kon
Isabel yang berada di dalam pelukan Joseph bergetar terkejut, melihat Inez terbujur kaku di bawah gedung—dengan bersimbah darah. Tangis Ginny mengiringi tempat di mana mereka berada. Tangan gadis itu meremas kemeja Joseph—akibat rasa takut yang melebur menjadi satu di dalam dirinya.Isabel menatap Gaspar yang membeku diam di tempatnya. Pandangan Gaspar kosong—dengan raut wajah yang menunjukkan kehancurannya. Isabel bisa melihat itu dari tatapan kosong Gaspar.Perkelahian semua terhenti. Pengawal pribadi Inez langsung diam tak lagi menyerang di kala Inez tewas di tempat. Hazel dan Sergio terdiam melihat semua yang telah terjadi di depan mereka.Suara tangis Ginny begitu kencang yang menyelimuti ketegangan nyata itu. Tangis yang terdengar sangat pilu dan menyakitkan. Ginny meraung, menjerit, dan memanggil ibunya. Ginny menunjukkan jelas betapa dia terluka dan menderita. Tatapan Ginny mulai teralih pada Isabel yang berada di pelukan Joseph. Kemarahan dan dendam melebur menjadi satu. Dia
Tidak ada upacara sama sekali atas kematian Inez. Tidak ada penghargaan ataupun penghormatan yang seharusnya didapatkan permaisuri Raja Spanyol itu. Semua karena tindak kejahatan Inez yang membuat Benicio tak sudi mengadakan upacara apa pun untuk istrinya itu. Media sudah mencium kabar tentang kematian Inez. Bahkan berita tentang Ginny berada di penjara juga sudah tercium oleh media. Ya, Raja Benicio tidak sama sekali menutupi kasus yang ada. Benicio membiarkan nama Inez dan nama Ginny menjadi buruk di hadapan publik.Selama ini Inez dan Ginny selalu berpura-pura baik di hadapan publik. Mereka mengikuti kegiatan sosial, dan acara-acara amal demi membuat nama mereka baik. Akan tetapi, semua itu hanyalah kebohongan semata. Mereka melakukan itu, demi membohongi publik.Benicio tak memedulikan nama baiknya. Dia membiarkan semua terungkap di hadapan publik. Bisa saja dia menutup rapat, tapi orang akan merasa kehilangan Inez dan Ginny. Karena publik selama ini sudah menganggap Inez dan Gin
Satu minggu setelah kejadian menimpa Isabel, gadis cantik itu menyendiri di istananya. Tentu Joseph selalu ada di sisi kekasihnya itu. Apa yang terjadi, membuat Isabel merasa terguncang dan mengalami trauma berat. Sampai detik ini, Isabel enggan keluar dari istana. Yang Isabel lakukan hanyalah tetap berdiam diri di dalam istana. Hazel sering datang menemani Isabel mengajak Isabel berbincang.Hazel tak mengungkit-ungkit tentang apa yang terjadi. Setiap kali Hazel datang, hanya untuk menghibur Isabel, agar tidak lagi merasakan sedih ataupun kesepian. Beruntung kehadiran Hazel sangat membantu memulihkan mental Isabel yang tidak baik-baik saja.“Isabel, kau belum makan.” Joseph membawakan piring yang berisikan makanan untuk Isabel.“Aku belum lapar, Joseph,” jawab Isabel pelan.Joseph duduk di samping Isabel. “Lapar atau tidak, kau harus tetap makan. Aku tidak mau sampai kau sakit.”“Joseph—”“Buka mulutmu.” Joseph menyuapi makanan ke bibir Isabel.Isabel sedikit menekuk bibirnya, karena
Isabel memberikan pelukan pada Hazel yang sudah menunggunya di ruang tengah. Mereka duduk di sofa terdekat di sana sambil menikmati cake yang dihidangkan oleh sang pelayan. Isabel yang tadi cemas, berusaha tersenyum ketika melihat Hazel.“Bagaimana kabarmu, Isabel?” Hazel bertanya lembut.“Aku baik, Hazel. Kau sendiri bagaimana?” Isabel balik bertanya, penuh kehangatan.“Aku juga baik.” Hazel mengambil paper bag yang ada di samping, dan menyerahkan pada Isabel. “Tadi sebelum aku ke sini, aku mampir butik. Aku membelikan sepatu untukmu. Cobalah sepatu ini. Aku harap ukurannya pas di kakimu.”Isabel menerima pemberian Hazel, dengan tatapan penuh rasa terima kasih. “Terima kasih, Hazel. Harusnya, kau tidak usah repot membelikanku. Aku tidak ingin merepotkanmu.”Hazel menyentuh lengan Isabel. “Sama sekali tidak merepotkan. Cepat coba sepatumu. Aku ingin lihat sepatu itu di kakimu.”Isabel tersenyum dan menuruti perkataan Hazel. Dia mulai mencoba sepatu yang dibelikan oleh Hazel. Tampak ma
Benicio duduk di singgasana, dengan tatapan melihat foto pernikahannya dengan mendiang istrinya yang sudah tiada. Di sampingnya ada foto kedua putrinya. Tampak jelas matanya memancarkan jelas kerinduan yang mendalam. Rindu yang tak bisa tertahankan. Sayangnya, rindu itu hanya bisa dipendam.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Benicio mengalihkan pandangannya, menatap ke arah pintu. “Masuk!” titahnya meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.Tak selang lama, tatapan Benicio teralih pada Gaspar yang muncul di hadapannya. Pria paruh baya itu langsung bangkit berdiri di kala melihat Gaspar. Dia sudah mendapatkan laporan dari pengawalnya, tentang kejadian yang ada di atap gedung waktu itu. Kebetulan di atap gedung itu terpasang CCTV. Itu kenapa Benicio bisa mendapatkan laporan dari pengawalnya—mengenai kejadian di atap gedung—tempat di mana Inez menculik Isabel.“Aku senang melihatmu lagi. Kau dari mana?” Benicio mendekat ke arah Gaspar yang berdiri di hadapannya.“Mencar
Pertemuan kedua keluarga besar, membuat Isabel sejak tadi dilanda rasa gugup dan cemas yang hebat. Ya, malam itu adalah makan malam antara keluarganya dan Joseph. Tentu saja, hal tersebut membuat Isabel menjadi dilanda rasa gelisah. Makan malam diadakan di kediaman mewah keluarga Joseph yang ada di Madrid. Acara pertemuan keluarga diadakan secara tertutup, agar tidak tercium oleh media. Bukan bermaksud menutupi hubungan, tapi Joseph enggan media mempertanyakan tentang Inez dan Ginny. Isabel baru saja dilingkupi rasa bahagia. Joseph tidak ingin merusak moment itu. Yang paling Joseph pikirkan adalah kebahagiaan dari sang kekasih. Pria itu ingin Isabel tak lagi mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari media mengenai Inez dan Ginny.“Tuan Lucero, aku ingin berterima kasih padamu. Terima kasih sudah mendatangiku waktu itu, memberi tahu tentang kondisi buruk yang menimpa putriku. Jika saja kau tidak datang menemuiku, maka aku tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi,” tutur Benici
Isabel menguap sambil merentangkan kedua tangannya, di kala baru saja membuka mata. Beberapa kali mata wanita itu mengerjap, sambil menyeka matanya. Sinar matahari pagi menembus sela-sela jendela—menyentuh wajah mulus Isabel.“Morning.” Joseph menghampiri Isabel, sambil memberikan kecupan di bibir sang kekasih.Pipi Isabel merona melihat Joseph memakai celana pendek, bertelanjang dada dengan keringat yang membanjiri tubuh kekasihnya itu. “Joseph, kau baru selesai olahraga, ya?” ujarnya bertanya dengan nada tersipu.Joseph tersenyum melihat Isabel yang malu-malu. Padahal gadis itu sudah sangat sering melihat tubuhnya bertelanjang dada. Tapi tetap saja menggemaskan, jika melihat dirinya bertelanjang dada.“Ya, aku baru saja selesai olaharaga. Tadi aku ingin mengajakmu olahraga bersama, tapi kau masih tidur pulas. Aku tidak ingin mengganggumu.” Joseph mencubit pelan hidung mancung Isabel. “Harusnya kau membangunkanku, jika aku tidur terlalu pulas.” Isabel berkata, dengan nada pelan dan
Beberapa bulan berlalu … Tangis bayi kembar pecah memenuhi ruang bersalin VIP khusus untuk anggota Kerajaan. Tangis bayi itu bersamaan dengan Isabel dan Joseph yang juga meneteskan air mata penuh haru bahagia atas kelahiran bayi kembar mereka. Isabel melahirkan secara normal. Awalnya, Joseph ingin Isabel melahirkan bayi kembar mereka melalui tindakan operasi, tapi Isabel menolak karena dia ingin dirinya melahirkan secara normal.“Selamat, Tuan Putri, Anda melahirkan sepasang bayi laki-laki dan perempuan. Mereka lahir sempurna, tidak ada kekurangan apa pun,” ucap sang dokter—dan Isabel semakin menangis haru.“Joseph, anak kita lahir dengan selamat,” bisik Isabel.Joseph mengecupi pipi Isabel. “Kau adalah ibu yang hebat. Terima kasih, Sayang.”Sang dokter menyerahkan bayi kembar itu pada Isabel, untuk melakukan proses IMD. Dua bayi kembar itu sangat gemuk dan sehat. Mereka sama-sama minum ASI secara langsung. Isabel tidak tahan untuk tak menangis. Wanita itu menangis saat melihat bayi
Pesta pertunangan Gaspar diadakan secara tertutup. Tidak ada media, dikarenakan Gaspar tak ingin kehidupannya disorot oleh media. Bagi pria itu, dia tidak memiliki kehidupan menarik yang harus sampai media liput.Keluarga Kerajaan hadir di pesta pertunangan Gaspar. Pun keluarga Afford diundang oleh Gaspar. Pertunangan yang diadakan di salah satu hotel di Madrid itu diadakan benar-benar sangat tertutup.Kamera yang ada di sana adalah kamera dari fotografer yang dibayar Gaspar. Bukan dari kamera media. Padahal sebenarnya sosok Gaspar sudah lama sekali ditanyakan oleh publik. Hanya saja memang sejak ibu dan adiknya membuat masalah, Gaspar merasa sangat malu. Itu yang membuat pria itu memutuskan menjauh dari media. Malam itu Isabel tampil cantik dengan balutan gaun berwarna maroon. Rambut indahnya digulung ke atas, menunjukkan leher jenjang yang indah. Joshua berada digendongan Joseph. Pesta diadakan jam tujuh malam, membuat Isabel dan Joseph masih bisa membawa Joshua keluar.“Isabel?”
Joseph menjadi orang yang paling tak bisa tenang. Dia mondar-mandir gelisah di depan ruang rawat. Ya, Isabel langsung dibawa ke rumah sakit di kala pingsan. Joseph dan Benicio mengambil keputusan untuk membawa Isabel ke rumah sakit.Joshua tidak ikut. Joseph ataupun Benicio tak ingin Joshua berada di rumah sakit. Pengasuh menjaga Joshua. Di depan ruang rawat ada Joseph yang ditenangkan oleh Hazel. Lalu ada Benicio yang sejak tadi ditenangkan oleh Lena. Semua orang khawatir, terjadi sesuatu hal buruk pada Isabel.“Isabel akan baik-baik saja.” Lena membelai lengan Benicio, berusaha menenangkan calon suaminya itu.“Istrimu akan baik-baik saja, Kak. Dia wanita yang kuat.” Hazel berusaha menenangkan saudara kembarnya. Joseph mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Lalu, di kala dirinya tengah berusaha menenangkan diri—suara pintu terbuka. Refleks, semua orang di sana menatap dokter yang kini berdiri di ambang pintu sambil membuka masker. Tanpa menunda-nunda, semua orang yang ada di sana
“Ah! Joshua, keponakanku tersayang yang tampan!” Hazel berseru seraya mengambil alih Joshua yang ada di gendongan Isabel. Di tengah-tengah percakapan Hazel dan Joseph—Isabel muncul sambil menggendong Joshua. Tentu Hazel tak menyia-nyiakan itu. Dia segera menggendong keponakannya. Sudah lama dia tidak melihat keponakannya tersayang. Joshua tertawa-tawa di kala Hazel menciuminya. Bayi laki-laki tampan itu tampak suka berada di dekat Hazel. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Hazel berada di dekat Joshua. Bayi laki-laki tampan itu sudah beberapa kali digendong Hazel. Jadi wajar jika Joshua sangat nyaman berada di sisi Hazel.“Apa kabar, Hazel?” tanya Isabel seraya memberikan pelukan singkat pada adik iparnya.“Baik, kau sendiri apa kabar?” balas Hazel sambil menimang-nimang Joshua.Isabel tersenyum lembut. “Aku juga baik. Senang sekali melihatmu. Belakangan ini kau sangat sibuk.”“Iya, maafkan aku. Belakangan ini memang aku sangat sibuk.” Hazel kembali duduk di sofa bersama dengan Isab
Joseph tersenyum melihat Joshua yang tengah minum ASI. Bayi laki-lakinya itu tampak sangat lahap. Dia yang gemas langsung menciumi pipi bulat putranya itu. Isabel yang tengah memberikan ASI—sedikit memberikan cubitan pada sang suami yang menciumi Joshua.“Joseph, kau selalu mengganggu Joshua. Kapan dia tidur kalau kau ganggu terus?” protes Isabel dengan bibir yang mencebik kesal.“Joshua pasti hanya ingin minum susu saja, Sayang.” Joseph tak henti menciumi pipi bulat Joshua. “Putra kita mirip sekali sepertiku. Suka minum susumu.”Mata Isabel mendelik mendengar ucapan vulgar dari Joseph. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas bagaimana dia kesal dan jengkel pada suaminya itu, yang bicara sembarangan di depan Joshua—yang sedang menyusu padanya.“Joseph! Kenapa kau bicara seperti itu di depan Joshua!” Mata Isabel mendelik tajam.Joseph menatap sang istri. “Apa yang salah, Sayang? Kan memang benar Joshua mirip aku yang suka minum susumu.”“Joseph, kau ini menyebalkan sekali,” rengek Isab
Isabel masuk ke dalam kamar, membaringkan tubuh di samping sang suami yang berkutat dengan MacBook-nya. Mereka masih berada di Kerajaan. Mereka belum kembali ke mansion, karena Isabel memutuskan tetap tinggal di istana untuk sementara waktu. Pun tentu Joseph menyetujui keinginan sang istri.Isabel adalah anak semata wayang di Kerajaan Spanyol, sejak di mana kakak Isabel meninggal dunia. Joseph sangat mengerti bahwa Isabel sangat dibutuhkan di Kerajaan. Hal tersebut yang membuat Joseph tak mengajak Isabel tinggal di New York. Joseph yang mengalah menjadi pindah ke Madrid.“Joshua sudah tidur?” tanya Joseph pada Isabel yang berbaring di sampingnya. Tatapan pria tampan itu masih berfokus pada MacBook-nya, tak melihat sang istri.“Sudah. Joshua sudah tidur.” Isabel menjawab sambil menyentuh tangan Joseph.Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang tampak tengah memikirkan sesuatu. “Ada apa, Sayang? Masih memikirkan tentang Lena, hm?”“Tadi pagi aku melihat pelayan tidak sengaja
Joseph membaca email masuk dari Ian, yang melaporkan tentang Lena. Sorot matanya menunjukkan jelas keseriusan nyata. Laporan yang diberikan sang asisten sangatlah jelas dan lengkap—membuat Joseph langsung paham.Suara pintu terbuka. Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria tampan itu menatap Isabel yang tampak muram seperti telah memikirkan sesuatu.“Isabel?” panggil Joseph yang seketika itu membuyarkan lamunan Isabel.“Ya, Sayang?” Isabel mengalihkan pandangannya, menatap Joseph.Joseph melangkah mendekat, menghampiri Isabel. “Apa yang kau pikirkan? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya sambil membelai lembut pipi sang istri.Isabel terdiam di kala mendapatkan pertanyaan dari sang suami. Dia merasa bingung harus bercerita dari mana. Sebab, ada rasa tak enak pada Joseph. Meskipun sudah menikah, tapi ada fase di mana Isabel sulit bercerita.Joseph tersenyum samar melihat Isabel yang hanya diam, tak mengatakan apa pun padan
Keheningan membentang ruang makan megah itu, akibat keterkejutan dari ucapan Benicio. Sepasang iris mata Isabel menunjukkan jelas keterkejutannya. Kata-kata sang ayah yang akan menikah lagi membuat emosi Isabel terpancing.“Dad! Kenapa ini mendadak sekali? Aku bahkan tidak mengenal wanita itu! Kau ingat bagaimana jahatnya Inez dulu? Dia ular betina yang menghancurkan kedua anakmu. Sekarang kau masih ingin menikah lagi?” seru Isabel dengan emosi.Isabel menumpahkan amarah dalam dirinya. Entah kenapa emosi dalam diri Isabel benar-benar tidaklah stabil. Dia langsung meledakkan emosinya, di hadapan wanita bernama Lena. Dia tak peduli. Kepingan ingatannya teringat akan kekejaman Inez, sampai membuat dirinya harus kehilangan kakak pertamanya.“Isabel—”“Dad, cukup. Aku tidak ingin mendengar apa pun penjelasan darimu. Aku tidak akan merestui kau menikah lagi. Sudah cukup kekejian Inez. Aku tidak mau hal buruk terulang kedua kalinya.” Isabel menyudahi makannya, dan langsung meninggalkan ruang
Setiap pagi Isabel selalu mual. Joseph sudah memaksanya untuk diperiksa ke dokter, tapi yang diinginkan wanita itu adalah pulang ke Madrid. Entah kenapa Isabel sekarang ingin sekali kembali ke Madrid. Pun kebetulan pekerjaan Joseph bisa dipantau dari jarak jauh. Jadi tidak masalah sama sekali, jika kembali ke Madrid.“Isabel, aku mohon kau harus periksa kondisimu ke dokter.” Joseph memaksa Isabel. “Joseph, aku tidak mau diperiksa dokter. Aku ingin pulang saja. Aku rindu rumah kita. Pekerjaanmu sudah selesai, kan? Ayo kita pulang, Sayang.” Isabel menatap Joseph dengan tatapan penuh permohonan.Joseph mengembuskan napas panjang. “Hazel, kau mual setiap pagi. Mungkin saja—”“Mungkin apa, Joseph?” tanya Isabel sedikit kesal.Joseph ingin menjawab, tapi belakangan ini sang istri sangatlah sensitive. Pun dia takut dugaannya salah, dan berujung membuat istrinya itu kecewa. Joseph memutuskan untuk tidak meneruskan ucapannya.“Baiklah, besok kita akan kembali ke Madrid.” Joseph membelai pipi