Napas Isabel terengah-engah di dalam pelukan seorang pria. Matanya sembab akibat tangis yang tak kunjung mereda. Perlahan, mata gadis itu menatap sosok pria yang sudah menyelamatkan dirinya. Tampak matanya melebar terkejut melihat yang menyelamatkannya adalah Joseph.“J-Joseph?” Isabel tak mengira kalau Joseph akan menyusulnya.Joseph bangkit berdiri seraya membantu Isabel berdiri. Manik mata hazel pria itu berkilat tajam penuh amarah yang membakar. “Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, Isabel? Kenapa kau ingin membunuh dirimu!” serunya dengan nada tinggi.Joseph tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Isabel. Bisa-bisanya gadis itu ingin membunuh diri. Beruntung, dia datang lebih cepat. Jika saja terlambat, sudah pasti nyawa Isabel tidak akan bisa tertolong.Ya, tindakan Isabel membuat Joseph sangat marah. Pria itu murka di kala Isabel berusaha melukai diri sendiri. Emosinya kali ini semakin bertambah. Bukan emosi karena membenci, melainkan emosi yang terungkap karena khaw
“Arthur, minumlah kopi susu ini selagi hangat.” Bianca memberikan secangkir kopi susu yang dia buat khusus untuk sang suami tercinta. Dia sengaja membuatkan khusus kopi susu untuk suaminya. Siang hari seperti ini memang sang suami kerap meminum kopi susu.“Terima kasih, Sayang.” Arthur mengecup bibir Bianca, dan menyesap kopi susu yang diberikan oleh istri tercintanya itu. “Arthur, kapan kita kembali ke New York? Aku ingin bertemu dengan temanku dalam waktu dekat ini.” Bianca menangkup kedua rahang Arthur, menatap lembut sang suami.Sampai detik ini Bianca dan Arthur berada di kota Murcia. Mereka masih belum kembali ke New York padahal acara jamuan makan malam tempo hari yang diadakan sudah lewat jauh.Arthur membelai pipi Bianca. “Tunggulah sebentar. Aku ingin kita kembali ke New York bersama Joseph. Aku kurang suka Joseph bersama Isabel.”Kening Bianca mengerut dalam, menatap Arthur. “Kenapa kau tidak suka dengan Isabel, Arthur? Jangan bilang karena dia pergi meninggalkan kita di p
Bibir Isabel menaut ke bibir Joseph dengan penuh kelembutan. Lidah mereka membelit satu sama lain. Suara decapan menyelimuti ciuman bergairah di pagi hari itu. Ciuman yang tersirat hasrat menggebu-gebu. “Ah, Joseph…” Isabel mengerang di sela-sela desahannya di kala tangan nakal Joseph, menyelinap masuk ke dalam gaun tidur Isabel, dan mengusap-usap lembut puting gadis itu.Tubuh Isabel menggelinjang merasakan geli bercampur nikmat di kala jemari Joseph, memilin puting payudaranya. Sentuhan itu memberikan sengatan di sekujur tubuh gadis itu—memberikan sensasi yang tidak bisa dilupakan. Joseph melepaskan tautan bibir itu, dan menatap penuh kelembutan Isabel tanpa melepaskan jemarinya yang masih memilih puting payudara Isabel. “Apa hukuman seorang pria yang berani meniduri seorang putri raja, sebelum tanpa ikatan pernikahan?” bisiknya tepat di depan bibir Isabel.Persetan dengan hukuman. Joseph sama sekali tidak peduli. Tapi, dia tetap berusaha menahan dirinya, karena tak ingin melukai
Ginny tersenyum puas melihat foto-foto di tangannya. Sebelumnya, dia meminta anak buahnya untuk mencari tahu tentang kehidupan lama Joseph. Rupanya sangat mudah mencari informasi tentang kehidupan Joseph. “Tuan Putri, apa ada lagi yang Anda butuhkan?” tanya sang asisten sopan pada Ginny.Ginny menggerak-gerakkan foto di tangannya. “Kau sudah melakukan kerja bagus. Kau boleh pergi sekarang.”“Baik, Tuan Putri. Saya permisi.” Sang asisten menundukkan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Ginny.Ginny nampak sangat puas dan senang melihat foto yang dia inginkan sudah berada di tangannya. Rencananya tahap awal, sudah berada di fase sempurna. Tinggal dia merencanakan tahap berikutnya. Ginny melangkah meninggalkan tempat itu, menuju ke tempat di mana ibunya berada. Dia langsung mencari keberadaan ibunya, ketika dia sudah berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan.“Mom…” Ginny melangkah menghampiri ibunya.Inez mengalihkan pandangannya, menatap Ginny. “Ada apa?” Ginny mendekat, dan du
Mimpi yang datang membuat Isabel memutuskan untuk menunda sejenak ke istana. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak. Itu yang membuat Isabel sejenak menunda kepulangannya ke istana. “Isabel, gantilah pakaianmu. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.” Joseph melangkah menghampiri Isabel.Isabel mengalihkan pandangannya, menatap Joseph. “Kau ingin membawaku ke mana, Joseph?”Joseph memeluk pinggang Isabel. “Aku ingin mengajakmu berburu.”“Berburu?” Mata Isabel melebar.Joseph menganggukkan kepalanya. “Ya, aku ingin mengajakmu berburu.” Isabel menggigit bibir bawahnya. “Joseph, aku takut kalau berburu. Nanti kalau ada singa atau harimau bagaimana?” Benak Isabel hanya dipenuhi bagaimana kalau nantinya di hutan, ada hewan-hewan buas. Mmebayangkan itu membuat bulu kuduk Isabel merinding akibat rasa takut yang menyergap dirinya. Josep melumat bibir Isabel. “Hewan pun tidak ada yang berani menyerang calon ratu,” bisiknya sengaja menggoda Isabel.Isabel memukul pelan lengan kekar J
Isabel mengerjapkan mata beberapa kali, merasakan tubuhnya begitu remuk. Bahkan kewanitaannya terasa nyeri. Perlahan, gadis itu membuka mata dan melihat ke sekeliling di mana dirinya berada. Isabel terdiam sebentar ketika melihat dirinya berada di sebuah kamar asing di rumah kayu yang cukup kuat. Hujan di luar masih terdengar di telinga Isabel. Detik itu juga ingatannya teringat akan sesuatu hal. Seketika pipi Isabel bersemu merah mengingat malam panasnya dengan Joseph. Tatapan gadis itu menunduk ke tubuhnya—melihat tubuh telanjangnya dipenuhi dengan bercak kemerahan.Isabel tahu pelaku utama yang membuat tubuhnya penuh dengan bercak merah seperti ini. Tentu siapa lagi kalau bukan Joseph—pria yang sangat dia cintai. Percintaan panasnya dengan Joseph selalu muncul di dalam benaknya.Dia mengingat jelas bagaimana Joseph menyentuh seluruh tubuhnya tanpa henti. Sentuhan maut, yang melumpuhkan seluruh organ tubuh Isabel. Joseph menyentuhnya dengan sentuhan memuja penuh damba.Walaupun a
Hujan telah berhenti, namun awan masih menunjukkan mendung. Bulan dan bintang yang biasanya menghiasi langit megah malah tak ada, karena telah tertutupi oleh awan gelap. Langit megah tak lagi terang, karena matahari telah tenggelam.Saat ini. Joseph melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota. Pria itu melaju dengan pelan. Tak ingin mengganggu Isabel yang bersandar di kursi mobil. Gadis itu nampak sangat kelelahan.Lihat saja, selama Joseph mengemudikan mobil—Isabel menyandarkan kepalanya di kursi mobil. Gadis itu terlihat tak memiliki banyak tenaga. Wajar saja, dia kelelahan terus menerus diserang Joseph.“Isabel, kapan kau ke istana?” tanya Joseph seraya melirik Joseph dan mengusap lembut pipi gadis itu.Isabel menghela napas dalam. “Nanti saja. Hatiku sedang cemas. Aku merasa seperti akan terjadi sesuatu.”Entah kenapa, perasaan Isabel menjadi tidak enak. Gadis itu merasakan terjadi sesuatu yang dia sendiri tak tahu. Itu kenapa dia memutuskan untuk menunda kembali ke i
“Misi gagal. Joseph Afford melindungi Tuan Putri Isabel.”Laporan pengawal, membuat Inez mendidih murka. Sorot matanya tajam, membendung kemarahan. Lagi dan lagi rencananya mencelakai Isabel gagal. Sudah berkali-kali Inez berniat melenyapkan anak tirinya itu, tapi terus saja rencananya gagal. Selalu ada halangan yang membuat Isabel terlindungi.Inez meloloskan umpatan kasar. Berbagai makian, tak henti-hentinya dia loloskan. Emosi di dalam dirinya sudah meledak-ledak. Bisa-bisanya anak tirinya itu seperti kucing yang sulit dilenyapkan. Seolah selalu memiliki nyawa cadangan.“Kalian bodoh sekali! Membunuh satu orang gadis saja kalian tidak becus!” bentak Inez semakin emosi.Para pengawal menundukkan kepala, tidak berani menatap Inez. “Maafkan kami, Yang Mulia. Tuan Joseph Afford ternyata sangat tangguh. Beliau tahu bagaimana cara melindungi Tuan Putri Isabel.”Inez memejamkan mata singkat. “Sebelum Isabel dilindungi Joseph, kalian saja selalu gagal mencelakai Isabel!” geramnya penuh emo
Beberapa bulan berlalu … Tangis bayi kembar pecah memenuhi ruang bersalin VIP khusus untuk anggota Kerajaan. Tangis bayi itu bersamaan dengan Isabel dan Joseph yang juga meneteskan air mata penuh haru bahagia atas kelahiran bayi kembar mereka. Isabel melahirkan secara normal. Awalnya, Joseph ingin Isabel melahirkan bayi kembar mereka melalui tindakan operasi, tapi Isabel menolak karena dia ingin dirinya melahirkan secara normal.“Selamat, Tuan Putri, Anda melahirkan sepasang bayi laki-laki dan perempuan. Mereka lahir sempurna, tidak ada kekurangan apa pun,” ucap sang dokter—dan Isabel semakin menangis haru.“Joseph, anak kita lahir dengan selamat,” bisik Isabel.Joseph mengecupi pipi Isabel. “Kau adalah ibu yang hebat. Terima kasih, Sayang.”Sang dokter menyerahkan bayi kembar itu pada Isabel, untuk melakukan proses IMD. Dua bayi kembar itu sangat gemuk dan sehat. Mereka sama-sama minum ASI secara langsung. Isabel tidak tahan untuk tak menangis. Wanita itu menangis saat melihat bayi
Pesta pertunangan Gaspar diadakan secara tertutup. Tidak ada media, dikarenakan Gaspar tak ingin kehidupannya disorot oleh media. Bagi pria itu, dia tidak memiliki kehidupan menarik yang harus sampai media liput.Keluarga Kerajaan hadir di pesta pertunangan Gaspar. Pun keluarga Afford diundang oleh Gaspar. Pertunangan yang diadakan di salah satu hotel di Madrid itu diadakan benar-benar sangat tertutup.Kamera yang ada di sana adalah kamera dari fotografer yang dibayar Gaspar. Bukan dari kamera media. Padahal sebenarnya sosok Gaspar sudah lama sekali ditanyakan oleh publik. Hanya saja memang sejak ibu dan adiknya membuat masalah, Gaspar merasa sangat malu. Itu yang membuat pria itu memutuskan menjauh dari media. Malam itu Isabel tampil cantik dengan balutan gaun berwarna maroon. Rambut indahnya digulung ke atas, menunjukkan leher jenjang yang indah. Joshua berada digendongan Joseph. Pesta diadakan jam tujuh malam, membuat Isabel dan Joseph masih bisa membawa Joshua keluar.“Isabel?”
Joseph menjadi orang yang paling tak bisa tenang. Dia mondar-mandir gelisah di depan ruang rawat. Ya, Isabel langsung dibawa ke rumah sakit di kala pingsan. Joseph dan Benicio mengambil keputusan untuk membawa Isabel ke rumah sakit.Joshua tidak ikut. Joseph ataupun Benicio tak ingin Joshua berada di rumah sakit. Pengasuh menjaga Joshua. Di depan ruang rawat ada Joseph yang ditenangkan oleh Hazel. Lalu ada Benicio yang sejak tadi ditenangkan oleh Lena. Semua orang khawatir, terjadi sesuatu hal buruk pada Isabel.“Isabel akan baik-baik saja.” Lena membelai lengan Benicio, berusaha menenangkan calon suaminya itu.“Istrimu akan baik-baik saja, Kak. Dia wanita yang kuat.” Hazel berusaha menenangkan saudara kembarnya. Joseph mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Lalu, di kala dirinya tengah berusaha menenangkan diri—suara pintu terbuka. Refleks, semua orang di sana menatap dokter yang kini berdiri di ambang pintu sambil membuka masker. Tanpa menunda-nunda, semua orang yang ada di sana
“Ah! Joshua, keponakanku tersayang yang tampan!” Hazel berseru seraya mengambil alih Joshua yang ada di gendongan Isabel. Di tengah-tengah percakapan Hazel dan Joseph—Isabel muncul sambil menggendong Joshua. Tentu Hazel tak menyia-nyiakan itu. Dia segera menggendong keponakannya. Sudah lama dia tidak melihat keponakannya tersayang. Joshua tertawa-tawa di kala Hazel menciuminya. Bayi laki-laki tampan itu tampak suka berada di dekat Hazel. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Hazel berada di dekat Joshua. Bayi laki-laki tampan itu sudah beberapa kali digendong Hazel. Jadi wajar jika Joshua sangat nyaman berada di sisi Hazel.“Apa kabar, Hazel?” tanya Isabel seraya memberikan pelukan singkat pada adik iparnya.“Baik, kau sendiri apa kabar?” balas Hazel sambil menimang-nimang Joshua.Isabel tersenyum lembut. “Aku juga baik. Senang sekali melihatmu. Belakangan ini kau sangat sibuk.”“Iya, maafkan aku. Belakangan ini memang aku sangat sibuk.” Hazel kembali duduk di sofa bersama dengan Isab
Joseph tersenyum melihat Joshua yang tengah minum ASI. Bayi laki-lakinya itu tampak sangat lahap. Dia yang gemas langsung menciumi pipi bulat putranya itu. Isabel yang tengah memberikan ASI—sedikit memberikan cubitan pada sang suami yang menciumi Joshua.“Joseph, kau selalu mengganggu Joshua. Kapan dia tidur kalau kau ganggu terus?” protes Isabel dengan bibir yang mencebik kesal.“Joshua pasti hanya ingin minum susu saja, Sayang.” Joseph tak henti menciumi pipi bulat Joshua. “Putra kita mirip sekali sepertiku. Suka minum susumu.”Mata Isabel mendelik mendengar ucapan vulgar dari Joseph. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas bagaimana dia kesal dan jengkel pada suaminya itu, yang bicara sembarangan di depan Joshua—yang sedang menyusu padanya.“Joseph! Kenapa kau bicara seperti itu di depan Joshua!” Mata Isabel mendelik tajam.Joseph menatap sang istri. “Apa yang salah, Sayang? Kan memang benar Joshua mirip aku yang suka minum susumu.”“Joseph, kau ini menyebalkan sekali,” rengek Isab
Isabel masuk ke dalam kamar, membaringkan tubuh di samping sang suami yang berkutat dengan MacBook-nya. Mereka masih berada di Kerajaan. Mereka belum kembali ke mansion, karena Isabel memutuskan tetap tinggal di istana untuk sementara waktu. Pun tentu Joseph menyetujui keinginan sang istri.Isabel adalah anak semata wayang di Kerajaan Spanyol, sejak di mana kakak Isabel meninggal dunia. Joseph sangat mengerti bahwa Isabel sangat dibutuhkan di Kerajaan. Hal tersebut yang membuat Joseph tak mengajak Isabel tinggal di New York. Joseph yang mengalah menjadi pindah ke Madrid.“Joshua sudah tidur?” tanya Joseph pada Isabel yang berbaring di sampingnya. Tatapan pria tampan itu masih berfokus pada MacBook-nya, tak melihat sang istri.“Sudah. Joshua sudah tidur.” Isabel menjawab sambil menyentuh tangan Joseph.Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang tampak tengah memikirkan sesuatu. “Ada apa, Sayang? Masih memikirkan tentang Lena, hm?”“Tadi pagi aku melihat pelayan tidak sengaja
Joseph membaca email masuk dari Ian, yang melaporkan tentang Lena. Sorot matanya menunjukkan jelas keseriusan nyata. Laporan yang diberikan sang asisten sangatlah jelas dan lengkap—membuat Joseph langsung paham.Suara pintu terbuka. Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria tampan itu menatap Isabel yang tampak muram seperti telah memikirkan sesuatu.“Isabel?” panggil Joseph yang seketika itu membuyarkan lamunan Isabel.“Ya, Sayang?” Isabel mengalihkan pandangannya, menatap Joseph.Joseph melangkah mendekat, menghampiri Isabel. “Apa yang kau pikirkan? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya sambil membelai lembut pipi sang istri.Isabel terdiam di kala mendapatkan pertanyaan dari sang suami. Dia merasa bingung harus bercerita dari mana. Sebab, ada rasa tak enak pada Joseph. Meskipun sudah menikah, tapi ada fase di mana Isabel sulit bercerita.Joseph tersenyum samar melihat Isabel yang hanya diam, tak mengatakan apa pun padan
Keheningan membentang ruang makan megah itu, akibat keterkejutan dari ucapan Benicio. Sepasang iris mata Isabel menunjukkan jelas keterkejutannya. Kata-kata sang ayah yang akan menikah lagi membuat emosi Isabel terpancing.“Dad! Kenapa ini mendadak sekali? Aku bahkan tidak mengenal wanita itu! Kau ingat bagaimana jahatnya Inez dulu? Dia ular betina yang menghancurkan kedua anakmu. Sekarang kau masih ingin menikah lagi?” seru Isabel dengan emosi.Isabel menumpahkan amarah dalam dirinya. Entah kenapa emosi dalam diri Isabel benar-benar tidaklah stabil. Dia langsung meledakkan emosinya, di hadapan wanita bernama Lena. Dia tak peduli. Kepingan ingatannya teringat akan kekejaman Inez, sampai membuat dirinya harus kehilangan kakak pertamanya.“Isabel—”“Dad, cukup. Aku tidak ingin mendengar apa pun penjelasan darimu. Aku tidak akan merestui kau menikah lagi. Sudah cukup kekejian Inez. Aku tidak mau hal buruk terulang kedua kalinya.” Isabel menyudahi makannya, dan langsung meninggalkan ruang
Setiap pagi Isabel selalu mual. Joseph sudah memaksanya untuk diperiksa ke dokter, tapi yang diinginkan wanita itu adalah pulang ke Madrid. Entah kenapa Isabel sekarang ingin sekali kembali ke Madrid. Pun kebetulan pekerjaan Joseph bisa dipantau dari jarak jauh. Jadi tidak masalah sama sekali, jika kembali ke Madrid.“Isabel, aku mohon kau harus periksa kondisimu ke dokter.” Joseph memaksa Isabel. “Joseph, aku tidak mau diperiksa dokter. Aku ingin pulang saja. Aku rindu rumah kita. Pekerjaanmu sudah selesai, kan? Ayo kita pulang, Sayang.” Isabel menatap Joseph dengan tatapan penuh permohonan.Joseph mengembuskan napas panjang. “Hazel, kau mual setiap pagi. Mungkin saja—”“Mungkin apa, Joseph?” tanya Isabel sedikit kesal.Joseph ingin menjawab, tapi belakangan ini sang istri sangatlah sensitive. Pun dia takut dugaannya salah, dan berujung membuat istrinya itu kecewa. Joseph memutuskan untuk tidak meneruskan ucapannya.“Baiklah, besok kita akan kembali ke Madrid.” Joseph membelai pipi