Joseph sudah membeli barang-barang kebutuhannya. Pria itu hanya sedikit membeli barang yang diinginkan. Isabel yang ada di samping Joseph malah fokus membeli makanan. Pria itu sempat meminta Isabel untuk membeli barang-barang selain bahan-bahan makanan, tapi malah gadis itu menolak.Selama tinggal di penthouse Joseph, tentu Isabel sudah merasa tercukupi. Gadis itu bahkan memiliki banyak dress, sepatu, tas, jam tangan, dan beberapa perhiasan yang diberikan oleh Joseph. Padahal Isabel tidak pernah meminta untuk diberikan barang mewah, akan tetapi tanpa diminta ternyata Joseph sudah menyediakan.“Isabel, apa kau tidak ingin membeli dress baru ataupun sepatu?” tanya Joseph seraya menatap Isabel. Dia baru saja selesai mengantar Isabel dari tempat khusus makanan yang ada di mall.Isabel menggeleng. “Tidak, Joseph. Dress dan sepatuku masih sangat banyak. Kau kan selalu membelikanku barang-barang bagus. Lemari sudah penuh.”Joseph tersenyum samar menatap Isabel. Sifat Isabel memang sedikit be
Mata Joseph begitu menyalang penuh amarah melihat ada sepuluh pria berbadan besar mengepung dirinya dan Isabel. Pria itu tak gentar ataupun takut. Sekalipun dia berhadapan dengan ribuan orang, tetap tidak akan membuat nyali seorang Joseph Afford menjadi menciut. Aura wajah Joseph menunjukkan kemarahan tertahan. Otaknya langsung mencerna bahwa apa ini semua adalah jebakan. Mobilnya tiba-tiba mogok di tengah jalan. Ini artinya semua adalah rencana jebakan hingga membuatnya dan Isabel berakhir di sini. Napas Joseph memburu. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat.“¡Déjanos a nosotros la chica a tu lado!” Salah satu pengawal berbicara dalam bahasa Spanyol.(Serahkan gadis di sampingmu pada kami!)Joseph tidak bodoh. Pria itu memiliki darah Spanyol dari ibunya. Dia langsung menjawab dengan bahasa spanyol. “Atrévete a llevarte a mi novio, luego me aseguraré de que mueras.”(Berani mengambil wanitaku, aku pastikan kalian akan mati!”Tangan Isabel bergetar ketakutan mendengar pe
“Joseph, tunggu. Biar aku jelaskan.” Isabel menahan lengan Joseph, di kala dirinya dan pria itu sudah tiba di penthouse. Ya, butuh perjuangan tidak mudah untuk Isabel meminta sepuluh pengawal ayahnya, untuk pergi dari hadapannya. Karena gadis itu tidak akan mungkin ikut dengan pengawal—serta meninggalkan Joseph. Hal tersebut tidak akan mungkin terjadi.Joseph menghempaskan kasar tangan Isabel. Sepasang iris mata pria itu terhunus tajam, menatap Isabel dengan penuh kemarahan. “Penjelasan sialan apa yang kau berikan padaku, hah?! Semua sudah jelas! Kau menipuku dengan wajah lugumu!” Nada bicara Joseph meninggi di sini.Joseph tidak akan mungkin menerima begitu saja, di kala dirinya ditipu oleh seseorang yang dia sangat percayai. Selama ini, Joseph sudah percaya dengan Isabel, tapi ternyata dirinya malah dikecewakan dengan luar biasa. Kepercayaan Joseph bisa dikatakan telah sirna pada Isabel. Hal yang paling dibenci oleh Joseph adalah dibohongi. Pria itu membenci kalau sampai ada yang m
“Sayang, kenapa kau melewatkan makan malam?” Inez menghampiri Benicio yang duduk di kursi singgasananya. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu menemui sang suami yang melewati jam makan. Di ruang makan, suaminya itu malah tidak ada. Hal itu yang membuat Inez segera menemui sang suami.Benicio memijat pelipisnya. Pria paruh baya itu pusing memikirkan Isabel. Hal tersebut yang membuatnya tidak bisa makan. Dia tidak bisa tenang kalau putrinya belum ditemukan.“Aku tidak lapar. Kau istirahatlah duluan, Inez. Aku masih ingin di sini.” Benicio meminta Inez untuk segera masuk ke dalam kamar. Pria paruh baya itu meminta istrinya untuk istirahat lebih dulu.Raut wajah Inez nampak kesal dan tak suka mendengar apa yang Benicio katakan. “Aku mana bisa tidur kalau kau masih di sini, Sayang.” Dia menolak keinginan sang suami yang memintanya untuk tidur duluan.Benecio mengembuskan napas kasar. “Aku masih menunggu pengawalku. Tadi aku mendapatkan informasi kalau mereka akan melaporkan tenta
Joseph menenggak vodka di tangannya hingga habis. Sudah tak lagi terhitung berapa banyak botol minuman yang dia minum. Emosi dalam dirinya, membuatnya lepas kendali. Kemarahan yang mengumpul menjadi satu, membuatnya begitu panas akibat api amarah yang membakar. Dalam hidup, belum pernah satu kalipun dia merasakan kekecewaan sedalam ini. Ya, dia tak pernah mengira kalau gadis lugu seperti Isabel ternyata bisa membohongi dirinya.Joseph selama ini menganggap dirinya telah membantu gelandangan. Dia selalu takut Isabel sendirian di luar sana. Apalagi yang dia tahu Isabel sudah tidak lagi memiliki keluarga. Tapi, ternyata apa yang Joseph pikirkan salah besar. Fakta yang ada di depan matanya adalah Isabel seorang putri mahkota dari kerajaan Spanyol.Joseph seolah masuk dalam lelucon yang telah sengaja disiapkan oleh Isabel. Pria itu merasa dipermainkan. Hal tersebut yang membuat Joseph sangat marah. Walaupun Isabel sudah menjelaskan padanya tetap saja dia tidak bisa menerima dengan mudah.
Bibir Donna melumat liar dan penuh nafsu bibir Joseph. Mereka berciuman penuh nafsu tanpa sama sekali adanya rasa cinta. Donna mengusap dada bidang Joseph seolah menunjukkan tanda di mana dia sengaja menggoda pria itu.Joseph meremas kedua payudara Donna liar hingga membuat Donna merintih kesakitan. Tapi ringisan itu tentunya bercampur dengan desahan. Joseph tidak melakukan tindakan pelan. Dia bermain dengan Donna hanya untuk melampiaskan nafsu yang dimilikinya saja. Donna membuka satu demi satu kancing kemeja Joseph, namun tiba-tiba tepat di kancing terakhir ingin dibuka—malah Joseph menahan. Pria itu pun menghentikan cumbuannya di kala otaknya penuh dengan Isabel.Ya, ini memang sudah gila. Joseph biasanya selalu mencumbu banyak wanita, tanpa sama sekali memikirkan perasaan siapa pun. Akan tetapi entah kenapa malah sekarang hatinya seolah berat bahkan pikirannya tak tenang sama sekali.“Joseph, kenapa?” tanya Donna bingung di kala Joseph menghentikan permainan panas mereka. Padah
“Tuan, apa Anda tidak ingin pulang? Ini sudah jam dua belas malam.” Ian mengingatkan Joseph, bahwa sekarang sudah pukul dua belas malam. Tuannya itu masih berada di kantor—seolah enggan ingin pulang.Joseph melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya. Pria itu menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya dan memejamkan mata lelah. Pikirannya kacau tidak bisa berpikir jernih. Amarah dan rasa kecewa masih menyelimutinya. Joseph tetap tidak bisa menerima begitu saja kebohongan yang telah dilakukan oleh Isabel.“Aku belum ingin pulang. Kau pulanglah duluan,” jawab Joseph dingin dan datar.Ian terdiam sebentar. “Tuan, saya tahu Anda pasti marah dan kecewa pada Nona Isabel.”Sejak di mana, Ian sudah tahu tentang fakta mengenai Isabel seorang putri kerajaan, dia sudah sangat yakin bahwa Tuannya pasti marah dan kecewa. Apalagi selama ini Isabel terlihat sangat polos. Itu yang membuat Tuannya merasa ditipu.Joseph mengembuskan napas kasar. “Tidak ada orang yang tidak marah jika ditipu oleh
Napas Isabel terengah-engah di dalam pelukan seorang pria. Matanya sembab akibat tangis yang tak kunjung mereda. Perlahan, mata gadis itu menatap sosok pria yang sudah menyelamatkan dirinya. Tampak matanya melebar terkejut melihat yang menyelamatkannya adalah Joseph.“J-Joseph?” Isabel tak mengira kalau Joseph akan menyusulnya.Joseph bangkit berdiri seraya membantu Isabel berdiri. Manik mata hazel pria itu berkilat tajam penuh amarah yang membakar. “Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, Isabel? Kenapa kau ingin membunuh dirimu!” serunya dengan nada tinggi.Joseph tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Isabel. Bisa-bisanya gadis itu ingin membunuh diri. Beruntung, dia datang lebih cepat. Jika saja terlambat, sudah pasti nyawa Isabel tidak akan bisa tertolong.Ya, tindakan Isabel membuat Joseph sangat marah. Pria itu murka di kala Isabel berusaha melukai diri sendiri. Emosinya kali ini semakin bertambah. Bukan emosi karena membenci, melainkan emosi yang terungkap karena khaw
Beberapa bulan berlalu … Tangis bayi kembar pecah memenuhi ruang bersalin VIP khusus untuk anggota Kerajaan. Tangis bayi itu bersamaan dengan Isabel dan Joseph yang juga meneteskan air mata penuh haru bahagia atas kelahiran bayi kembar mereka. Isabel melahirkan secara normal. Awalnya, Joseph ingin Isabel melahirkan bayi kembar mereka melalui tindakan operasi, tapi Isabel menolak karena dia ingin dirinya melahirkan secara normal.“Selamat, Tuan Putri, Anda melahirkan sepasang bayi laki-laki dan perempuan. Mereka lahir sempurna, tidak ada kekurangan apa pun,” ucap sang dokter—dan Isabel semakin menangis haru.“Joseph, anak kita lahir dengan selamat,” bisik Isabel.Joseph mengecupi pipi Isabel. “Kau adalah ibu yang hebat. Terima kasih, Sayang.”Sang dokter menyerahkan bayi kembar itu pada Isabel, untuk melakukan proses IMD. Dua bayi kembar itu sangat gemuk dan sehat. Mereka sama-sama minum ASI secara langsung. Isabel tidak tahan untuk tak menangis. Wanita itu menangis saat melihat bayi
Pesta pertunangan Gaspar diadakan secara tertutup. Tidak ada media, dikarenakan Gaspar tak ingin kehidupannya disorot oleh media. Bagi pria itu, dia tidak memiliki kehidupan menarik yang harus sampai media liput.Keluarga Kerajaan hadir di pesta pertunangan Gaspar. Pun keluarga Afford diundang oleh Gaspar. Pertunangan yang diadakan di salah satu hotel di Madrid itu diadakan benar-benar sangat tertutup.Kamera yang ada di sana adalah kamera dari fotografer yang dibayar Gaspar. Bukan dari kamera media. Padahal sebenarnya sosok Gaspar sudah lama sekali ditanyakan oleh publik. Hanya saja memang sejak ibu dan adiknya membuat masalah, Gaspar merasa sangat malu. Itu yang membuat pria itu memutuskan menjauh dari media. Malam itu Isabel tampil cantik dengan balutan gaun berwarna maroon. Rambut indahnya digulung ke atas, menunjukkan leher jenjang yang indah. Joshua berada digendongan Joseph. Pesta diadakan jam tujuh malam, membuat Isabel dan Joseph masih bisa membawa Joshua keluar.“Isabel?”
Joseph menjadi orang yang paling tak bisa tenang. Dia mondar-mandir gelisah di depan ruang rawat. Ya, Isabel langsung dibawa ke rumah sakit di kala pingsan. Joseph dan Benicio mengambil keputusan untuk membawa Isabel ke rumah sakit.Joshua tidak ikut. Joseph ataupun Benicio tak ingin Joshua berada di rumah sakit. Pengasuh menjaga Joshua. Di depan ruang rawat ada Joseph yang ditenangkan oleh Hazel. Lalu ada Benicio yang sejak tadi ditenangkan oleh Lena. Semua orang khawatir, terjadi sesuatu hal buruk pada Isabel.“Isabel akan baik-baik saja.” Lena membelai lengan Benicio, berusaha menenangkan calon suaminya itu.“Istrimu akan baik-baik saja, Kak. Dia wanita yang kuat.” Hazel berusaha menenangkan saudara kembarnya. Joseph mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Lalu, di kala dirinya tengah berusaha menenangkan diri—suara pintu terbuka. Refleks, semua orang di sana menatap dokter yang kini berdiri di ambang pintu sambil membuka masker. Tanpa menunda-nunda, semua orang yang ada di sana
“Ah! Joshua, keponakanku tersayang yang tampan!” Hazel berseru seraya mengambil alih Joshua yang ada di gendongan Isabel. Di tengah-tengah percakapan Hazel dan Joseph—Isabel muncul sambil menggendong Joshua. Tentu Hazel tak menyia-nyiakan itu. Dia segera menggendong keponakannya. Sudah lama dia tidak melihat keponakannya tersayang. Joshua tertawa-tawa di kala Hazel menciuminya. Bayi laki-laki tampan itu tampak suka berada di dekat Hazel. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Hazel berada di dekat Joshua. Bayi laki-laki tampan itu sudah beberapa kali digendong Hazel. Jadi wajar jika Joshua sangat nyaman berada di sisi Hazel.“Apa kabar, Hazel?” tanya Isabel seraya memberikan pelukan singkat pada adik iparnya.“Baik, kau sendiri apa kabar?” balas Hazel sambil menimang-nimang Joshua.Isabel tersenyum lembut. “Aku juga baik. Senang sekali melihatmu. Belakangan ini kau sangat sibuk.”“Iya, maafkan aku. Belakangan ini memang aku sangat sibuk.” Hazel kembali duduk di sofa bersama dengan Isab
Joseph tersenyum melihat Joshua yang tengah minum ASI. Bayi laki-lakinya itu tampak sangat lahap. Dia yang gemas langsung menciumi pipi bulat putranya itu. Isabel yang tengah memberikan ASI—sedikit memberikan cubitan pada sang suami yang menciumi Joshua.“Joseph, kau selalu mengganggu Joshua. Kapan dia tidur kalau kau ganggu terus?” protes Isabel dengan bibir yang mencebik kesal.“Joshua pasti hanya ingin minum susu saja, Sayang.” Joseph tak henti menciumi pipi bulat Joshua. “Putra kita mirip sekali sepertiku. Suka minum susumu.”Mata Isabel mendelik mendengar ucapan vulgar dari Joseph. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas bagaimana dia kesal dan jengkel pada suaminya itu, yang bicara sembarangan di depan Joshua—yang sedang menyusu padanya.“Joseph! Kenapa kau bicara seperti itu di depan Joshua!” Mata Isabel mendelik tajam.Joseph menatap sang istri. “Apa yang salah, Sayang? Kan memang benar Joshua mirip aku yang suka minum susumu.”“Joseph, kau ini menyebalkan sekali,” rengek Isab
Isabel masuk ke dalam kamar, membaringkan tubuh di samping sang suami yang berkutat dengan MacBook-nya. Mereka masih berada di Kerajaan. Mereka belum kembali ke mansion, karena Isabel memutuskan tetap tinggal di istana untuk sementara waktu. Pun tentu Joseph menyetujui keinginan sang istri.Isabel adalah anak semata wayang di Kerajaan Spanyol, sejak di mana kakak Isabel meninggal dunia. Joseph sangat mengerti bahwa Isabel sangat dibutuhkan di Kerajaan. Hal tersebut yang membuat Joseph tak mengajak Isabel tinggal di New York. Joseph yang mengalah menjadi pindah ke Madrid.“Joshua sudah tidur?” tanya Joseph pada Isabel yang berbaring di sampingnya. Tatapan pria tampan itu masih berfokus pada MacBook-nya, tak melihat sang istri.“Sudah. Joshua sudah tidur.” Isabel menjawab sambil menyentuh tangan Joseph.Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang tampak tengah memikirkan sesuatu. “Ada apa, Sayang? Masih memikirkan tentang Lena, hm?”“Tadi pagi aku melihat pelayan tidak sengaja
Joseph membaca email masuk dari Ian, yang melaporkan tentang Lena. Sorot matanya menunjukkan jelas keseriusan nyata. Laporan yang diberikan sang asisten sangatlah jelas dan lengkap—membuat Joseph langsung paham.Suara pintu terbuka. Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria tampan itu menatap Isabel yang tampak muram seperti telah memikirkan sesuatu.“Isabel?” panggil Joseph yang seketika itu membuyarkan lamunan Isabel.“Ya, Sayang?” Isabel mengalihkan pandangannya, menatap Joseph.Joseph melangkah mendekat, menghampiri Isabel. “Apa yang kau pikirkan? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya sambil membelai lembut pipi sang istri.Isabel terdiam di kala mendapatkan pertanyaan dari sang suami. Dia merasa bingung harus bercerita dari mana. Sebab, ada rasa tak enak pada Joseph. Meskipun sudah menikah, tapi ada fase di mana Isabel sulit bercerita.Joseph tersenyum samar melihat Isabel yang hanya diam, tak mengatakan apa pun padan
Keheningan membentang ruang makan megah itu, akibat keterkejutan dari ucapan Benicio. Sepasang iris mata Isabel menunjukkan jelas keterkejutannya. Kata-kata sang ayah yang akan menikah lagi membuat emosi Isabel terpancing.“Dad! Kenapa ini mendadak sekali? Aku bahkan tidak mengenal wanita itu! Kau ingat bagaimana jahatnya Inez dulu? Dia ular betina yang menghancurkan kedua anakmu. Sekarang kau masih ingin menikah lagi?” seru Isabel dengan emosi.Isabel menumpahkan amarah dalam dirinya. Entah kenapa emosi dalam diri Isabel benar-benar tidaklah stabil. Dia langsung meledakkan emosinya, di hadapan wanita bernama Lena. Dia tak peduli. Kepingan ingatannya teringat akan kekejaman Inez, sampai membuat dirinya harus kehilangan kakak pertamanya.“Isabel—”“Dad, cukup. Aku tidak ingin mendengar apa pun penjelasan darimu. Aku tidak akan merestui kau menikah lagi. Sudah cukup kekejian Inez. Aku tidak mau hal buruk terulang kedua kalinya.” Isabel menyudahi makannya, dan langsung meninggalkan ruang
Setiap pagi Isabel selalu mual. Joseph sudah memaksanya untuk diperiksa ke dokter, tapi yang diinginkan wanita itu adalah pulang ke Madrid. Entah kenapa Isabel sekarang ingin sekali kembali ke Madrid. Pun kebetulan pekerjaan Joseph bisa dipantau dari jarak jauh. Jadi tidak masalah sama sekali, jika kembali ke Madrid.“Isabel, aku mohon kau harus periksa kondisimu ke dokter.” Joseph memaksa Isabel. “Joseph, aku tidak mau diperiksa dokter. Aku ingin pulang saja. Aku rindu rumah kita. Pekerjaanmu sudah selesai, kan? Ayo kita pulang, Sayang.” Isabel menatap Joseph dengan tatapan penuh permohonan.Joseph mengembuskan napas panjang. “Hazel, kau mual setiap pagi. Mungkin saja—”“Mungkin apa, Joseph?” tanya Isabel sedikit kesal.Joseph ingin menjawab, tapi belakangan ini sang istri sangatlah sensitive. Pun dia takut dugaannya salah, dan berujung membuat istrinya itu kecewa. Joseph memutuskan untuk tidak meneruskan ucapannya.“Baiklah, besok kita akan kembali ke Madrid.” Joseph membelai pipi