Jarum jam dinding bergerak detik demi detik. Isabel menatap ke jam dinding—waktu menunjukkan hampir pukul dua pagi. Gadis itu duduk di ranjang empuk Joseph. Ya, saat ini, gadis itu berada di kamar Joseph. Dia menunggu sampai Joseph pulang, tapi sampai detik ini Joseph belum juga pulang.Isabel menghela napas dalam. Dia sama sekali tidak mengira kalau Joseph dijam seperti ini, sampai belum pulang ke rumah. Jika saja, Isabel tahu ke mana Joseph pergi, pasti dia akan menyusul Joseph. Dia tidak tahan kalau terus berdiam-diaman dengan pria itu.“Apa Joseph tidak pulang?” gumam Isabel pelan menduga bahwa Joseph tidaklah pulang. Mungkin, karena terlalu marah padanya, membuat pria itu memilih untuk tidaklah pulang.Isabel mulai sedikit mengantuk. Tapi, dia memutuskan untuk menahan rasa kantuknya. Gadis itu tidak mau tidur sebelum Joseph pulang! Dia ingin menunggu Joseph. Akan tetapi, bagaimana kalau ternyata benar pria itu malam ini tidak pulang?Raut wajah Isabel menjadi muram membayangkan J
“Kak Joseph!” Suara seruan Hazel memasuki penthouse mewah milik Joseph. Sontak, Isabel yang tengah duduk di ruang tengah bersama Joseph, sedikit terkejut mendengar suara seruan Hazel yang begitu keras. “Ck! Hazel, kau datang seperti orang utan! Kenapa kau berteriak-teriak seperti itu?” Mata Joseph menyalang tajam, menatap Hazel yang baru saja tiba. Pria itu sama sekali tidak mengira kalau saudara kembarnya datang ke penthouse-nya.Hazel mendengkus tak suka di kala Joseph tak menyambutnya dengan ramah dan baik. “Kau ini harusnya memelukku atau senang melihat kedatanganku! Kau sangat berbeda dengan Kak Justin dan Kak Nathan. Mereka saja selalu bahagia melihatku. Tapi malah tidak menunjukkan aura wajah bahagia. Menyebalkan sekali.”Hazel jengkel luar biasa pada saudara kembarnya yang tak menyambutnya dengan hangat. Saudara kembarnya itu sangat berbeda jauh dari kakak pertamanya dan kakak keduanya. Sungguh, Hazel sangat kesal. Jika saja Joseph bukan saudara kembarnya, sudah pasti Hazel
Ketegangan menyelimuti. Mobil Hazel melesat dengan kecepatan penuh—hingga membuat Isabel memekik terkejut. Bahu Isabel sampai bergetar ketakutan. Gadis itu tak mengira kalau Hazel mengemudikan mobil dengan sangat di luar akal sehat.“Ck! Siapa mereka?!” gerutu Hazel kesal. Dia sudah berusaha menghindar, tapi nyatanya dia sulit. Nampaknya yang mengejarnya ini bukanlah sopir biasa. Karena jika hanya sopir biasa, tidak akan mungkin bisa mengejarnya sampai seperti ini.Isabel menelan salivanya susah payah. “H-Hazel, s-sepertinya kita harus menghubungi Joseph.” Otak Isabel tidak mampu berpikir jernih. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Yang ada di dalam pikirannya adalah meminta pertolongan pada Joseph.Hazel mendesah kasar. “Kalau kita menghubungi kakakku yang ada kita mati duluan. Sudahlah, aku akan mengurus mereka.” Lalu, Hazel menepikan mobilnya—dan turun dari mobil menghadapi para penguntit.Mata Isabel melebar terkejut akan tindakan gila Hazel. Dia sama sekali tidak menyangka
Isabel tidur pulas bagaikan gadis kecil yang kelelahan karena baru pulang bermain. Sepulang gadis itu pergi dengan Hazel—dia langsung terlelap. Joseph tidak ingin mengganggu Isabel.Joseph tidak banyak bertanya. Dia membiarkan Isabel yang tertidur pulas. Pria itu merasa bahwa seharian pergi dengan Hazel, membuat Isabel kelelahan. Yang dia lakukan sekarang adalah menyelimuti tubuh Isabel dengan selimut tebal—dan memberikan kecupan di kening gadis itu. Joseph tersenyum melihat Isabel tidur seperti bayi. Pria itu yang menggendong Isabel yang tertidur di mobil Hazel. Ya, di kala mobil Hazel tiba di halaman parkir—dia mendapatkan telepon dari saudara kembarnya—kalau Isabel tertidur di mobil.Hazel tidak membangunkan Isabel, karena tak ingin mengganggu Isabel yang terlelap. Hal tersebut yang membuatnya menghubungi Joseph untuk membopong tubuh Isabel masuk ke kamar.Tentu, Joseph siaga di kala mendengar bahwa Isabel tertidur di mobil saudara kembarnya. Pria itu sejak tadi memang hanya di
Sejak kejadian penyerangan, Isabel menjadi tidak tenang. Gadis itu memang sudah terbebas dan selamat. Namun, kondisinya berubah total. Pasalnya pengawal istana sudah berhasil menemukan keberadaannya. Pun pengawal sudah melihat dirinya pergi bersama dengan Hazel. Hal tersebut yang membuat Isabel menjadi tidaklah tenang.Para pengawal istana sudah tahu keberadaannya. Dia yakin cepat atau lambat mereka akan tahu sosok Hazel. Otak Isabel terus berpikir, mencari jalan solusi terbaik. Sialnya, hasilnya semua buntu! Pernah ada satu jalan, bisa dikatakan menjadi jalan satu-satunya. Tapi jalan tersebut adalah melarikan diri dari Joseph agar dirinya tidak ditemukan pihak istana. Itu memang sangat gila!Tentu ide gila itu tidak akan mungkin Isabel sanggup lakukan. Gadis itu tidak bisa jauh dari Joseph. Ya, itu yang membuat Isabel sekarang menjadi dilema. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Cepat atau lambat, pasti identitasnya akan segera terbongkar. Entah bagaimana dia harus menjelaskan
Isak tangis Isabel terdengar sedikit keras dalam pelukan Joseph. Gadis itu meringkuk dalam pelukan Joseph—seperti kucing kecil yang meminta pertolongan. Tapi tentu rasa takutnya sedikit terobati, karena Joseph begitu memeluknya erat.Joseph tidak sama sekali melepas Isabel dari pelukannua. Pria itu malah semakin memeluk erat Isabel. Dia melindungi gadis itu. Dia tahu Isabel ketakutan mendengar suara tembakan.Ya, suasana restoran di mana Joseph berada menjadi riuh. Semua orang bersembunyi di bawah meja makan. Tidak ada yang berani berdiri karena takut terkena tembakan. Kaca yang pecah melukai beberapa orang yang kebetulan dekat dengan kaca. Semua orang panik dan ketakutan. Mereka semua pun tidak berani berlari keluar restoran, karena khawatir hal buruk menimpa mereka jika keluar restoran. Lalu, tak selang lama pihak kepolisian muncul.Semua orang tenang di kala polisi sudah datang, bersama dengan FBI. Lima FBI mengejar ke atap gedung—di mana ada penembak jarak jauh. Semua orang di s
Suara dering ponsel mengganggu Joseph tengah berlatih boxing di pagi hari. Awalnya, pria itu ingin mengabaikan panggilan tersebut, tapi akhirnya dia memutuskan untuk menghentikan latihannya—melepas sarung tinju—dan segera mengambil ponselnya yang ada di atas meja.Joseph menatap ke layar terlihat terpampang nomor ayahnya menghubunginya. Decakan kesa lolos di bibir Joseph. Pria itu enggan untuk menjawab telepon ayahnya, tapi jika tak menjawab malah bisa jadi akan memiliki masalah besar.Kepala Joseph sudah pusing memikirkan masalah kemarin. Dia masih menunggu tentang informasi dari asistennya tentang penembak itu. Jika sekarang dia memiliki masalah lagi, kepalanya bisa pecah. Dia malas berdebat dengan sang ayah yang kerap mempeributkan hal-hal kecil.Joseph memutuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.“Ada apa, Dad?” jawab Joseph dingin dan datar kala panggilan terhubung.“Kau di mana?” tanya Arthur tegas dari seberang sana. “Di penthouse-ku. Ada apa, Dad?”“Apa kau sudah bertemu
Sejak di mana Joseph mendengar laporan dari Ian, tentang penembakan waktu itu—banyak hal yang sekarang muncul dalam pikiran Joseph. Banyak terkaan-terkaan muncul di dalam benaknya. Hanya saja, Joseph tidak bisa mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya pada Isabel.Joseph ingin sekali mendapatkan jawaban dari banyak hal yang dia ingin tanyakan pada Isabel, tapi nyatanya tetaplah sangat sulit. Dia yakin seribu persen, pertanyaannya nanti tak akan dijawab oleh Isabel.Otak Joseph berusaha mencerna dengan baik, dan berusaha berpikir positive, tetapi apa sayangnya hatinya berkata bahwa ada yang telah disembunyikan Joseph. Pria itu yakin bahkan sangat yakin kalau selama ini Isabel menyembunyikan sesuatu.Suara ketukan pintu terdengar. Membuat Joseph yang tengah melamun langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Pun pria itu mememinta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Tuan…” Seorang pelayan menghampiri Joseph yang duduk di kursi kebesarannya.“Ada apa?” Joseph menat
Beberapa bulan berlalu … Tangis bayi kembar pecah memenuhi ruang bersalin VIP khusus untuk anggota Kerajaan. Tangis bayi itu bersamaan dengan Isabel dan Joseph yang juga meneteskan air mata penuh haru bahagia atas kelahiran bayi kembar mereka. Isabel melahirkan secara normal. Awalnya, Joseph ingin Isabel melahirkan bayi kembar mereka melalui tindakan operasi, tapi Isabel menolak karena dia ingin dirinya melahirkan secara normal.“Selamat, Tuan Putri, Anda melahirkan sepasang bayi laki-laki dan perempuan. Mereka lahir sempurna, tidak ada kekurangan apa pun,” ucap sang dokter—dan Isabel semakin menangis haru.“Joseph, anak kita lahir dengan selamat,” bisik Isabel.Joseph mengecupi pipi Isabel. “Kau adalah ibu yang hebat. Terima kasih, Sayang.”Sang dokter menyerahkan bayi kembar itu pada Isabel, untuk melakukan proses IMD. Dua bayi kembar itu sangat gemuk dan sehat. Mereka sama-sama minum ASI secara langsung. Isabel tidak tahan untuk tak menangis. Wanita itu menangis saat melihat bayi
Pesta pertunangan Gaspar diadakan secara tertutup. Tidak ada media, dikarenakan Gaspar tak ingin kehidupannya disorot oleh media. Bagi pria itu, dia tidak memiliki kehidupan menarik yang harus sampai media liput.Keluarga Kerajaan hadir di pesta pertunangan Gaspar. Pun keluarga Afford diundang oleh Gaspar. Pertunangan yang diadakan di salah satu hotel di Madrid itu diadakan benar-benar sangat tertutup.Kamera yang ada di sana adalah kamera dari fotografer yang dibayar Gaspar. Bukan dari kamera media. Padahal sebenarnya sosok Gaspar sudah lama sekali ditanyakan oleh publik. Hanya saja memang sejak ibu dan adiknya membuat masalah, Gaspar merasa sangat malu. Itu yang membuat pria itu memutuskan menjauh dari media. Malam itu Isabel tampil cantik dengan balutan gaun berwarna maroon. Rambut indahnya digulung ke atas, menunjukkan leher jenjang yang indah. Joshua berada digendongan Joseph. Pesta diadakan jam tujuh malam, membuat Isabel dan Joseph masih bisa membawa Joshua keluar.“Isabel?”
Joseph menjadi orang yang paling tak bisa tenang. Dia mondar-mandir gelisah di depan ruang rawat. Ya, Isabel langsung dibawa ke rumah sakit di kala pingsan. Joseph dan Benicio mengambil keputusan untuk membawa Isabel ke rumah sakit.Joshua tidak ikut. Joseph ataupun Benicio tak ingin Joshua berada di rumah sakit. Pengasuh menjaga Joshua. Di depan ruang rawat ada Joseph yang ditenangkan oleh Hazel. Lalu ada Benicio yang sejak tadi ditenangkan oleh Lena. Semua orang khawatir, terjadi sesuatu hal buruk pada Isabel.“Isabel akan baik-baik saja.” Lena membelai lengan Benicio, berusaha menenangkan calon suaminya itu.“Istrimu akan baik-baik saja, Kak. Dia wanita yang kuat.” Hazel berusaha menenangkan saudara kembarnya. Joseph mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Lalu, di kala dirinya tengah berusaha menenangkan diri—suara pintu terbuka. Refleks, semua orang di sana menatap dokter yang kini berdiri di ambang pintu sambil membuka masker. Tanpa menunda-nunda, semua orang yang ada di sana
“Ah! Joshua, keponakanku tersayang yang tampan!” Hazel berseru seraya mengambil alih Joshua yang ada di gendongan Isabel. Di tengah-tengah percakapan Hazel dan Joseph—Isabel muncul sambil menggendong Joshua. Tentu Hazel tak menyia-nyiakan itu. Dia segera menggendong keponakannya. Sudah lama dia tidak melihat keponakannya tersayang. Joshua tertawa-tawa di kala Hazel menciuminya. Bayi laki-laki tampan itu tampak suka berada di dekat Hazel. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Hazel berada di dekat Joshua. Bayi laki-laki tampan itu sudah beberapa kali digendong Hazel. Jadi wajar jika Joshua sangat nyaman berada di sisi Hazel.“Apa kabar, Hazel?” tanya Isabel seraya memberikan pelukan singkat pada adik iparnya.“Baik, kau sendiri apa kabar?” balas Hazel sambil menimang-nimang Joshua.Isabel tersenyum lembut. “Aku juga baik. Senang sekali melihatmu. Belakangan ini kau sangat sibuk.”“Iya, maafkan aku. Belakangan ini memang aku sangat sibuk.” Hazel kembali duduk di sofa bersama dengan Isab
Joseph tersenyum melihat Joshua yang tengah minum ASI. Bayi laki-lakinya itu tampak sangat lahap. Dia yang gemas langsung menciumi pipi bulat putranya itu. Isabel yang tengah memberikan ASI—sedikit memberikan cubitan pada sang suami yang menciumi Joshua.“Joseph, kau selalu mengganggu Joshua. Kapan dia tidur kalau kau ganggu terus?” protes Isabel dengan bibir yang mencebik kesal.“Joshua pasti hanya ingin minum susu saja, Sayang.” Joseph tak henti menciumi pipi bulat Joshua. “Putra kita mirip sekali sepertiku. Suka minum susumu.”Mata Isabel mendelik mendengar ucapan vulgar dari Joseph. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas bagaimana dia kesal dan jengkel pada suaminya itu, yang bicara sembarangan di depan Joshua—yang sedang menyusu padanya.“Joseph! Kenapa kau bicara seperti itu di depan Joshua!” Mata Isabel mendelik tajam.Joseph menatap sang istri. “Apa yang salah, Sayang? Kan memang benar Joshua mirip aku yang suka minum susumu.”“Joseph, kau ini menyebalkan sekali,” rengek Isab
Isabel masuk ke dalam kamar, membaringkan tubuh di samping sang suami yang berkutat dengan MacBook-nya. Mereka masih berada di Kerajaan. Mereka belum kembali ke mansion, karena Isabel memutuskan tetap tinggal di istana untuk sementara waktu. Pun tentu Joseph menyetujui keinginan sang istri.Isabel adalah anak semata wayang di Kerajaan Spanyol, sejak di mana kakak Isabel meninggal dunia. Joseph sangat mengerti bahwa Isabel sangat dibutuhkan di Kerajaan. Hal tersebut yang membuat Joseph tak mengajak Isabel tinggal di New York. Joseph yang mengalah menjadi pindah ke Madrid.“Joshua sudah tidur?” tanya Joseph pada Isabel yang berbaring di sampingnya. Tatapan pria tampan itu masih berfokus pada MacBook-nya, tak melihat sang istri.“Sudah. Joshua sudah tidur.” Isabel menjawab sambil menyentuh tangan Joseph.Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang tampak tengah memikirkan sesuatu. “Ada apa, Sayang? Masih memikirkan tentang Lena, hm?”“Tadi pagi aku melihat pelayan tidak sengaja
Joseph membaca email masuk dari Ian, yang melaporkan tentang Lena. Sorot matanya menunjukkan jelas keseriusan nyata. Laporan yang diberikan sang asisten sangatlah jelas dan lengkap—membuat Joseph langsung paham.Suara pintu terbuka. Joseph mengalihkan pandangannya, menatap Isabel yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria tampan itu menatap Isabel yang tampak muram seperti telah memikirkan sesuatu.“Isabel?” panggil Joseph yang seketika itu membuyarkan lamunan Isabel.“Ya, Sayang?” Isabel mengalihkan pandangannya, menatap Joseph.Joseph melangkah mendekat, menghampiri Isabel. “Apa yang kau pikirkan? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya sambil membelai lembut pipi sang istri.Isabel terdiam di kala mendapatkan pertanyaan dari sang suami. Dia merasa bingung harus bercerita dari mana. Sebab, ada rasa tak enak pada Joseph. Meskipun sudah menikah, tapi ada fase di mana Isabel sulit bercerita.Joseph tersenyum samar melihat Isabel yang hanya diam, tak mengatakan apa pun padan
Keheningan membentang ruang makan megah itu, akibat keterkejutan dari ucapan Benicio. Sepasang iris mata Isabel menunjukkan jelas keterkejutannya. Kata-kata sang ayah yang akan menikah lagi membuat emosi Isabel terpancing.“Dad! Kenapa ini mendadak sekali? Aku bahkan tidak mengenal wanita itu! Kau ingat bagaimana jahatnya Inez dulu? Dia ular betina yang menghancurkan kedua anakmu. Sekarang kau masih ingin menikah lagi?” seru Isabel dengan emosi.Isabel menumpahkan amarah dalam dirinya. Entah kenapa emosi dalam diri Isabel benar-benar tidaklah stabil. Dia langsung meledakkan emosinya, di hadapan wanita bernama Lena. Dia tak peduli. Kepingan ingatannya teringat akan kekejaman Inez, sampai membuat dirinya harus kehilangan kakak pertamanya.“Isabel—”“Dad, cukup. Aku tidak ingin mendengar apa pun penjelasan darimu. Aku tidak akan merestui kau menikah lagi. Sudah cukup kekejian Inez. Aku tidak mau hal buruk terulang kedua kalinya.” Isabel menyudahi makannya, dan langsung meninggalkan ruang
Setiap pagi Isabel selalu mual. Joseph sudah memaksanya untuk diperiksa ke dokter, tapi yang diinginkan wanita itu adalah pulang ke Madrid. Entah kenapa Isabel sekarang ingin sekali kembali ke Madrid. Pun kebetulan pekerjaan Joseph bisa dipantau dari jarak jauh. Jadi tidak masalah sama sekali, jika kembali ke Madrid.“Isabel, aku mohon kau harus periksa kondisimu ke dokter.” Joseph memaksa Isabel. “Joseph, aku tidak mau diperiksa dokter. Aku ingin pulang saja. Aku rindu rumah kita. Pekerjaanmu sudah selesai, kan? Ayo kita pulang, Sayang.” Isabel menatap Joseph dengan tatapan penuh permohonan.Joseph mengembuskan napas panjang. “Hazel, kau mual setiap pagi. Mungkin saja—”“Mungkin apa, Joseph?” tanya Isabel sedikit kesal.Joseph ingin menjawab, tapi belakangan ini sang istri sangatlah sensitive. Pun dia takut dugaannya salah, dan berujung membuat istrinya itu kecewa. Joseph memutuskan untuk tidak meneruskan ucapannya.“Baiklah, besok kita akan kembali ke Madrid.” Joseph membelai pipi