Carla mendumal sepanjang membersihkan flat pagi ini. Ia kesal karena Savian sudah melanggar salah satu peraturan yang mereka sepakati. Jelas-jelas di surat peraturan yang ia buat tertulis kalau membersihkan flat di hari weekend adalah tugas bersama. Tapi apa yang terjadi saat ini? kamar Savian kosong tak berpenghuni, pria itu bahkan pergi sebelum Carla bangun dari tidurnya. Entah Carla yang kesiangan bangun, atau Savian yang pergi di pagi buta tadi.
Lihat saja, apapun alasan yang Savian berikan nanti, Carla tetap akan mengomelinya!
Usai membersihkan flat, Carla mandi kemudian mendudukan dirinya di sofa ruang tengah, menonton televisi seraya menunggu abang gofood yang akan mengantarkan makanan untuknya, bukan Carla yang memesan, melainkan Alvero. Temen Carla yang amat perhatian itu mengirimkan sebungkus nasi padang lengkap dengan boba kesukaan Carla.
Ting! ~
Ponsel yang Carla letakan di atas meja itu berden
Tidak seperti kemarin, dimana Savian lari dari tugasnya karena lebih memilih untuk jalan dengan sang gebetan. Pagi ini, Savian sudah kerja rodi. Membersihkan tempat tidur, membuang sampah, dan membersihkan pajangan dari debu sembari menunggu Carla selesai mencuci baju, sebab Savian kebagian tugas menjemur bajunya."Pak, tolong jemurin, dong!" teriakan Carla membuat Savian membuang asal kemoceng di tangannya lalu berjalan menghampiri Carla."Jemur dimana?" tanya Savian sambil menatap tumpukan baju yang sudah di giling bersih di mesin cuci."Di depan lah, masa di kamar." jawab Carla asal. Savian menghembuskan napas panjang sebelum memindahkan bak cucian bersih ke depan flat. Jelas Savian tidak bisa membantah karena nyawanya sisa dua, bisa di tendang keluar sama Carla kalau ia melanggar dua peraturan lagi.Savian menjemur pakaian dirinya dan Carla, kecuali pakaian dalam. Karena mereka sepakat mencuci pakaian dalam masing-masing demi kenyama
Carla benci kelas pagi karena ia tidak pernah bisa hadir tepat waktu! Berlari di koridor kampus sudah menjadi aktivitas Carla dan bukan lagi pemandangan asing bagi yang melihatnya. Setelah mengeluarkan seluruh tenaganya untuk berlari, akhirnya Carla sampai di depan pintu kelas yang sudah tertutup rapat. Carla mengatur napas dan menguatkan mentalnya sejenak. Samar-samar suara Savian terdengar sedang menjelaskan materi di dalam kelas, itu tandanya Carla tidak bisa masuk ke dalam kelas dengan begitu saja, makanya Carla harus menguatkan mental dulu untuk mendengar wejangan sadis dari Savian nanti. Tok tok tok~ Carla mengetuk pintu sepelan mungkin agar tidak mengusik rasa emosi Savian karena pembelajaran terganggu karena kehadirannya. "Siapa yang suruh kamu buka pintu?" Belum sempat Carla angkat suara, Savian sudah melempar pertanyaan ketus yang membuat mental Carla runtuh seketika.
Hari ini sebenarnya jatah Carla mandi duluan, tapi gadis itu masih santai di meja pantry sambil memakan roti bakar dan menyeruput kopi. Wajah gadis itu tertekuk kesal karena beberapa menit lalu mendapatkan pesan dari grup kalau kelasnya pagi ini di undur sampai siang nanti. Giliran Carla tidak bangun kesiangan dosennya malah berhalangan. Dunia kadang memang menyebalkan! Kunyahan pada mulut Carla berhenti saat pintu kamar Savian terbuka, tak lama kemudian pria itu muncul dan berjalan melewati Carla begitu saja tanpa sapaan selamat pagi seperti biasa. Carla yang dijutekin Savian pagi ini praktis berdecih, ia tau pria itu masih marah padanya karena perdebatan mereka kemarin malam. Tapi jangan harap Carla akan meminta maaf duluan. Maklum saja karena rasa gengsi adalah sifat alami setiap manusia. Selesai sarapan, Carla langsung mencuci piring serta gelas yang habis ia gunakan. Bersamaan dengan itu pintu kamar mandi terbuka, Savian muncul deng
"Omong-omong, ini pertama kalinya ya kita makan berdua di luar."Mendengar celetukan Savian, Carla menaikan satu alisnya, ia menjelajahi ingatannya lebih dulu lalu mengangguk saat tak menemukan kepingan ingatan makan di luar flat bersama Savian. Benar kata pria itu, ini pertama kalinya mereka makan di luar berdua."Kamu sudah janji lho, Car, kapan-kapan traktir saya balik." imbuh Savian, Carla memutar bola matanya."Astaga, iya, Pak! tenang aja, sih!" sentak Carla kesal. Savian seakan tak mau rugi dan ingin timbal balik dari makan malam yang ia traktir saat ini."Oh iya, kamu kok bisa baru pulang malam begini sih? memangnya kamu ada kelas malam, ya?" Savian buka suara lagi. Sebab pria itu tau, kalau bukan ia yang mencari topik, maka makan malam mereka hanya di selimuti suara garpu dan sendok yang saling bertabrakan."Gak ada." jawab Carla singkat dan tampak malas buka menjawabnya."Terus kenapa kamu pulang malam begini?" Savian bertanya lagi
Carla terbangun dengan lemas, tubuhnya pegal-pegal karena tidur di lantai semalam, tanpa alas pula. Sambil meringis Carla bangkit berdiri, ia berjalan ke depan cermin kemudian terkejut saat melihat penampilannya sendiri. Wajahnya bengkak dan berantakan, belum lagi rambutnya yang kusut dan lepek. Tak ingin jijik lama-lama menatap dirinya sendiri, dengan cepat Carla keluar dari kamar dan berjalan menuju kamar mandi. Selesai mandi Carla langsung bikin kopi dan roti bakar, sudah pasti! dua hal itu wajib di nikmati setiap pagi. Carla akan merasa ada yang kurang jika tidak menikmati roti dan kopi. Meja pantry kali ini sepi, hanya ia yang sibuk di area itu sendiri. Hari sudah lumayan siang, Savian pasti sudah pergi ke kampus. Beruntung hari ini Carla tidak ada kelas, jadi ia bisa santai walaupun bangun siang. Carla duduk di kursi pantry yang menghadap ke depan alias jendela ruang tengah yang pemandangannya mengarah ke jalanan luar flat. Mata sipit gadis itu semakin
Savian mengucek matanya yang terasa berat untuk di buka. Ia mengambil handuk yang menempel di keningnya kemudian di taruh di atas nakas. Sembari meringis pria itu menegakan tubuhnya, demamnya sudah turun, kondisinya sudah membaik setelah minum obat dan tidur siang. Savian menyibak selimutnya, melirik ke arah jam dinding dan ternyata sudah hampir sore, ia tidur cukup lama berarti. "Car!" teriak Savian sambil berdiri dan merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Pria itu tersenyum lebar dan tidak sabar ingin menunjukannya ke Carla kalau ia sudah sembuh berkat cewek itu. "Carla, yuhuuu!" panggil Savian sekali lagi, ia melangkah keluar kamar, mengetuk pintu kamar Carla dan menunggu yang punya kamar. "Car," suara Savian merendah, curiga Carla sedang tak ada di kamarnya. Savian merogoh saku hoodienya, mengambil ponsel dari dalam sana dan menelepon Carla. Kebetulan semalam ia sudah meminta nomor ponsel Carla ke Misel. Meski Savian harus sedikit membujuk
Wajah Carla yang semula panik perlahan berubah datar dan tercengang melihat Savian yang dengan santai duduk angkat kaki di atas sofa. Pria yang tadi melirih di telepon dan berkata akan pingsan ternyata sedang asik menonton televisi sambil mengemili kripik singkong yang tersedia di atas meja. Kemarahan tercetak jelas di wajah mungil Carla, gadis itu melangkah mendekati Savian sambil bertelak pinggang menunjukan kekesalannya. "Pak Savian!" teriak Carla membuat Savian yang asik menguyah langsung terlonjak kaget. "Ini yang namanya mau pingsan, iya?!" imbuh Carla masih dengan rasa emosi yang mendominasi. Matanya tak lepas menatap Savian tajam. Savian berdehem lalu menundukan kepalanya, agak takut melihat tatapan garang Carla. "Jawab aku, pak!" sentak Carla, napasnya terengah karena emosi dan kelelahan habis mengayuh sepeda dengan jarak yang lumayan. Selama menuju pulang Carla benar-benar panik memikirkan Savian, tapi setelah tau cuma di bohongi, jelas Carla langsu
Carla mengucek matanya yang lengket, ia mengerutkan kening saat merasakan bantalnya tidak seempuk biasanya. Tangan mungil Carla menepuk-nepuk undakan yang menahan kepalanya, kerutan di keningnya semakin tercetak jelas, tidak ada bantal miliknya yang sekeras ini. Perlahan Carla membuka matanya, seketika itu juga ia terkejut hingga terjungkal ke lantai. Carla menatapi tubuhnya, ia lantas menghembuskan napas lega saat menyadari kalau tubuhnya masih terbalut pakaian lengkap. Bagaimana gadis itu tidak jantungan jika bangun tidur langsung di suguhi pemandangan pulas Savian di sampingnya? astaga... bahkan ketika tidur saja Savian masih terlihat tampan! Uuu, Carla meneguk ludah melihat pemandangan indah itu. Tak ingin terlena dengan pesona Savian lebih lama, Carla langsung menggelengkan kepalanya, ia meringis sambil mengusap-usap bokongnya yang terasa nyeri. Masih dengan keterkejutan yang melanda, Carla perlahan merangkak masuk
Keina melenguh disela-sela tidurnya, bukan tanpa sebab tidurnya yang nyenyak itu terganggu. Ada sesuatu yang mengguncang pundaknya, dan dengan terpaksa Keina membuka mata."Na, bangun..." Suara halus itu kini sudah langganan ditelinganya, jelas dia tahu siapa pemiliknya. Kahfi."Kenapa sih, Kak? Aku masih ngantuk!" Keina menepis tangan Kahfi dari pundaknya. Demi Tuhan, dia masih ngantuk berat, setelah subuh tadi dia harus terbangun untuk sholat subuh, kini Kahfi kembali mengusik tidurnya lagi."Hei, kamu lupa hari ini kita mau ke Dokter Kandungan?" Meski suaranya masih tetap lembut, tapi nyatanya saat ini Kahfi sedang menahan rasa sabarnya. Baru beberapa minggu menjadi suami, namun rasa sabar Kahfi benar-benar diuji.Mendengar apa yang baru saja suaminya itu katakan, spontan sepasang mata Keina membulat sempurna. Dia segera memunggungi Kahfi dan meringis pelan. Tentu saja sambil mengumpat dalam hati. Benar, dia lupa kalau hari ini mereka sudah janjian untuk periksa kandungan. Bukan me
Keina duduk di depan Kahfi dan Keino dengan wajah tegang. Sejak kemarin kakaknya itu memang ada di rumah, tapi hubungan mereka sedikit canggung karena pemasalahan yang ada. Ya, tentu saja Keino marah saat mendengar kabar bahwa adiknya itu dihamili oleh pria yang tidak bertanggungjawab. Jangankan ngobrol, sejak datang saja Keino tidak mau menatap wajah Keina, baru tadi saat menegurnya di depan teman-temannya.Jadi, tolong jangan ditanyakan seberapa besar rasa marah Keino ke Keina. Sebagai kakak, dia jelas merasa sangat kecewa dan gagal melindungi adiknya dari janji manis laki-laki buaya."Gimana Keina, Kaf? Dia menjalani kewajibannya sebagai istri, kan?" tanya Keino menatap Kahfi dengan serius, walaupun Keina duduk tepat disebelah Kahfi, tapi tak sekilas pun matanya melirik ke arah sang adik yang merengut cemas.Sebelum menjawab pertanyaan kakak iparnya itu, Kahfi menoleh ke arah Keina dan tersenyum lembut. Dia menggerakan tangannya, merangkum punggung tangan Keina yang nganggur lalu m
"Na, mobil siapa tuh?"Keina yang sedang asik berbincang dengan Gibral lantas mengalihkan pandangannya ke arah yang sama dengan apa yang Miska lihat saat ini. Sebuah mobil Range Rover yang melaju memasuki perkarangan rumahnya. Perlahan kening Keina berkerut sebelum bibirnya mengeluarkan sebuah decakan sebal setelah tersadar siapa pemilik mobil mewah itu.Ya, siapa lagi kalau bukan suaminya, Kahfi. "Siapa, Na?" Mario ikut bertanya.Dan ketika pintu mobil itu terbuka, memunculkan Kahfi yang keluar dari dalam sana. Hal itu tentu saja membuat rasa penasaran teman-temannya terbayarkan. Jelas mereka masih ingat wajah pria yang duduk di kursi pelaminan bersama Keina menggantikan posisi Dirga yang notebene teman mereka juga. Mereka spontan bangkit berdiri, kecuali Keina yang ekspresinya langsung mendadak bete."Na, kok diam aja, itu suami lo datang!" Miska menarik tangan Keina cepat tatkala melihat Kahfi yang berjalan mendekati mereka dengan seulas senyum manisnya. Jika boleh jujur, tadi Mis
"Maaaaa, takut!" Keina berlari mundur saat mendengar gemercik minyak panas tatkala ia memasukan potongan ayam ke dalam penggorengan. "Ya ampun, Na! Masak aja kayak mau tawuran!" Komentar Dinne yang berdiri diujung pintu dapur sambil memegang ponsel yang menyorot ke arah sang anak. Ya, dia sedang merecord kegiatan Keina untuk dikirim ke Kahfi sebagai laporan. Meskipun Kahfi tidak meminta, tapi Dinne berinisiatif sendiri. "Ma, bantuin aku dong! Kok malah main hape doang!" Gadis itu menatap sang mama kesal, tangan kanannya memegang spatula sementara tangan lainnya memegang tutup panci yang dia ambil spontan untuk melindungi diri dari cipratan minyak. Dinne berdecak, sebelum mengindahkan perintah sang anak, dia mengatur tata letak ponselnya agar kameranya terus menyorot ke arah Keina. Setelah itu dia berjalan mendekati kompor, "Sini, gitu aja udah marah-marah." Dia mengambil alih spatula dari tangan Keina, lalu menggoreng potongan ayam yang tersisa. "Mama kayaknya salah deh, sebelum be
Kahfi mengelus bibirnya dengan kedua mata tertuju pada ponsel digenggaman. Biasanya di jam-jam segini pria itu sibuk dengan laptop dan pekerjaan, meskipun pekerjaannya sudah selesai tapi dia pasti selalu bertanya ke Sekretarisnya apakah ada pekerjaan yang bisa dia selesaikan saat itu. Namun untuk kali ini Kahfi memilih untuk korupsi waktu, entah kenapa dia lebih memilih untuk berperang dengan isi kepalanya sendiri daripada menandatangi berkas-berkas.Pria dengan kemeja abu-abu itu merenggangkan dasinya. Tangan kanan Kahfi memegang ponsel yang hanya dia tatapi sejak setengah jam lalu, sementara tangan lainnya memutar-mutar bolpoint. Nama sang istri yang asik berlarian di kepalanya menjadi alasan kenapa pria itu asik dengan dunianya sendiri. Kahfi melirik arloji dipergelangan tangannya, jam satu siang. Kalau dia telepon Keina dan bertanya apakah istrinya itu sudah sholat dzuhur dan makan siang, apa Keina akan merasa terganggu? Mengingat bagaimana respon Keina saat ia telepon tadi pagi,
Mas Kahfi: Assamu'alaikum, Na... Selamat pagi.Mas Kahfi: Hari ini kesiangan enggak sholat subuhnya? Oh iya, jangan telat sarapan, ya.Keina yang baru membuka kedua matanya dan tak sengaja mendapati pop-up pesan dari Kahfi lantas berdecih. Entah kenapa pesan manis itu terlihat menjijikan untuknya. Typing Kahfi benar-benar menggambarkan sosok bapak-bapak yang sudah tua, sangat berbeda dengan Keina yang terbiasa menerima pesan dengan typing gaul dari teman-teman sepantarannya.Tanpa berniat membalas pesan dari suaminya itu, Keina lantas meletakan kembali ponselnya ke atas nakas. Sejenak dia merenggangkan otot-otot badannya sebelum menyibak selimut dan turun dari ranjang. Gadis dengan setelan piyama biru muda itu berjalan menuju jendela kamarnya, membuka ventilasi udara dan menghirup banyak-banyak udara yang belum terkontaminasi polusi.Kepala Keina menoleh ke belakang, melirik jam dinding. Ternya masih pukul enam pagi. Sejujurnya, ini momen langka karena Keina bisa bangun disaat matahar
Menepati janjinya, selepas sholat dzuhur Kahfi membawa Keina ke rumah Galih untuk silahturahmi sekaligus mengenalkan istri cantiknya itu. Tentu saja, Galih dan istrinya menyambut dengan baik kedatangan keduanya. Ya, meski gagal menjadikan Kahfi sebagai menantu mereka, tapi hubungan keluarga Galih dengan Kahfi tetap baik. Mereka juga banyak memuji Keina yang katanya cantik. Usai berbincang kecil selama kurang lebih setengah jam, Kahfi dan Keina harus pamit karena mereka harus pergi mengejar jam penerbangan pesawat ke Jakarta yang sudah mereka pesan siang ini. Ya, hari ini Keina akan kembali ke Jakarta, jika gadis itu menepati janjinya, maka dia akan kembali lagi bulan depan untuk menetap selamanya bersama Kahfi di kota ini."Sudah dicek lagi barang-barang kamu? Ada yang ketinggalan enggak?" tanya Kahfi seraya mengambil alih tas besar yang sedang Keina bawa. Lantas dia menaruhnya ke dalam bagasi mobil."Enggak ada, Kak," jawab Keina.Kahfi mengangguk, dia lantas membukakan pintu penump
"Mas Kahfi, tumben sudah dua hari saya enggak lihat mas Kahfi jamaah di sini,"Kahfi yang baru saja melangkah keluar dari pintu masjid langsung menghentikan tungkainya, dia berbalik badan dan mendapati Pak Galih yang melempar pertanyaan kepadanya.Sebelum menjawab, Kahfi lebih dulu menyalami tangan pria paruhbaya itu. Dia cukup dekat dengan Pak Galih selaku ketua RT dikompleknya. Apalagi mereka sama-sama jamaah tetap di masjid, jadi setiap hari pasti bertemu."Iya, Pak, kemarin saya habis dari Jakarta," jawab Kahfi dengan senyuman di wajah teduhnya. "Oh iya, Pak, rencananya pagi ini saya mau ke rumah bapak," imbuh Kahfi sambil melangkah menuju halaman masjid. Tentu saja, tungkai Galih juga mengiringi."Ada apa, mas?" Galih bertanya sambil memakai sandal jepitnya.Kahfi menahan senyum, sebenarnya dia tidak ingin berbicara dengan situasi seperti ini, dijalan menuju arah pulang. Meskipun jalanan sedang sepi dan hanya ada beberapa orang yang juga baru keluar dari masjid selepas sholat sub
"Mau kemana, Na?" Kahfi bertanya saat berbalik badan dan mendapati istrinya itu sudah berdiri dan hendak membuka mukena. Mereka baru saja selesai melaksanakan sholat maghrib."Rebahan. Emang mau ngapain lagi?" Keina balik bertanya dengan wajah kebingungan.Hembusan napas pelan Kahfi keluarkan, dia menggerakan tangannya, memberi sinyal agar istrinya itu duduk kembali, "Kita ngaji dulu. Tolong ambilkan Al-Qur'an," perintahnya seraya menunjuk kitab suci yang terletak di atas nakas.Keina terdiam sejenak dengan kedua alis yang terangkat, dia mengurungkan niatnya untuk melepas mukena yang menutupi tubuhnya. Tungkainya lantas berjalan menuju nakas, mengambil Al-Qur'an dan memberikannya ke Kahfi."Sini duduk," ucap Kahfi sebab Keina masih setia memandangnya sambil berdiri.Keina menggaruk tengkuk, dia mengindahkan perintah sang suaminya dan segera duduk. Gadis itu masih terdiam memandang Kahfi yang membalik selembar demi selembar kitab suci itu."Kamu bisa baca Al-Qur'an, kan?" tanya Kahfi d