TATAPAN MATA SELLY DAN UNGKAPAN CINTA!
"Aku sudah membantumu mengajak Kakak Aruna ke sini. Setelah dia tiba, beritahu semua perasaanmu selama bertahun-tahun ini kepadanya. Sampai kapan kau akan terus begini lalu menyimpan perasaan dan cintamu sendiri tanpa kejelasan? Aku yakin dia akan sangat terharu," ujar Selly."Tunggu Selly tapi aku...""Apa itu? Kenapa? Ada apa lagi?" cerca Selly."Dokter Rendi, dengarkan aku sekarang. Jika kau menyukainya maka kau harus memberitahunya. Apakah kau ingin selalu menemaninya dan melihatnya menyukai orang lain? Sampai kapan?" tanya Selly."Sebentar. Memang benar begitu tapi masalahnya sekarang aku merasa jika....""Stttt! Sudah cukup, aku akan memperlihatkan hadiah pengakuan cinta yang sudah aku persiapkan nanti padamu dokter Rendi. Oh iya ketika Kak Aruna tiba, kau tahu apa yang harus dikatakan kan? Kau tahu kan?" tanya Selly. Rendi menggelengkan kepalanya."Ck! Aku sudah menebaknya, tidak masalah aku akan menjadi orangCINTA DIATAS LUKA!"Kau tahu tidak Arumi, bagaimana tadi aku bertemu dengan Pak Wendy lalu tanpa aku tahu tiba-tiba Pak Dion datang begitu saja. Dia sepertinya sudah bekerja sama dengan Bima dan kau tahu sendiri kan apa yang diperbuat Bima? Bima pasti selalu membela Ayah Baiknya itu. Sungguh aku merasa menyesal sekali, Arumi. Tolong kau katakan padanya permintaan maafku padanya," ucap Aruna."Em, baik," jawab Arumi di seberang sana. Tanpa Aruna tahu Arumi sedang ada di rumahnya bersama Steven karena mereka telah sepakat untuk kembali bersama."Bahkan Pak Wendi berkata padaku dengan tatapan matanya yang tajam, seolah-olah aku itu belum selesai dengan Pak Dion. Menegurku langsung, aku langsung malu. Padahal kami tidak menikah dan tidak punya hubungan apa-apa. Sungguh kali ini Pak Dion merusak masa pengenalanku dan citraku di hadapan Pak Wendy seumur hidup. Aku tidak akan memanfaakan nya! Aku tidak akan memaafkannya!" kata Aruna."Dia tidak boleh dimaafkan!" kata Arumi
PENGAKUAN BUKAN PERNYATAAN!Rendi paham itu adalah hal yang menyakitkan sekali. Ingin rasanya dia memeluk wanita itu tapi dia tapi tubuh tak bergerak."Jadi aku pikir sudah saatnya aku menyerah," kata Selly sambil mengusap air matanya yang jatuh di pipi."Karena aku mencintaimu," tegas Selly."Dokter Rendi, percayalah! Semua orang bilang cinta itu saling melengkapi dan berani, anggap saja ini adalah hadiah terakhir tentang cinta dariku. Karena aku selalu mencintaimu tanpa pernah kau minta, kau harus lebih berani berani menyatakan cintamu kepada wanita yang kau cintai. Dengan begitu kau bisa menjalani hidup lebih baik. Kau harus berhasil," kata Selly sambil menepuk lengan Rendi. Rendi pun menganggukkan kepalanya, dia tak ingin terlihat menangis di hadapan Rendi."Dokter Rendi, percayalah. Asalkan kau bahagia aku baru bisa merasa senang," ucap Selly lagi."Waktunya hampir tiba, Kak Aruna sebentar lagi akan datang, pasti dia sudah berjalan menuju ke sini. A
DRAMA DION DAN BIMA!"Baiklah jika begitu Aruna. Aku akan mengejar kebahagiaan milikku sekarang dan kau juga harus mengejar kebahagiaanmu," kata Rendi."Mas Rendi, aku sangat bahagia untukmu. Semangat ya! Kejarlah dia," perintah Aruna. Rendi pun tersenyum lega, mereka langsung berpisah.Saat Rendi keluar mengejar Selly, sebenarnya Selly masih di luar Resto. Dia tidak benar- benar pergi, dia masih menunggu di luar restoran sambil matanya menatap ke lantai tiga meskipun tidak terlihat apapun dari sana. Selly mengusap air matannya yang mulai berjatuhan di pipi."Kuat Selly, kuat. Kau hebat," gumam Selly mencoba menguatkan dirinya sendiri. Dia sekarang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mungkin bisa saja Aruna menerima Rendi lalu mereka berbahagia atau mungkin Rendi yang mendapat penolakan itu. Rendi pun mengejar dia berpikir mungkin Selly memang masih di luar. Dia memutari lantai dua tak melihat keberadaan Selly, dia pun menyusuri lantai satu dan ke bawah sambil
DRAMA TURUNAN DION DAN BIMA!"Bima lebih baik mati daripada dihina oleh wanita. Kita ini lelaki harus punya harga diri tinggi. Nak, ingatlah pria itu harus berprinsip," pesan Dion. Tanpa Dion sadari tiba-tiba Aruna sudah datang dari belakangnya. DIon dan Bima pun langsung menoleh ke arahnya belakang. Bima menepuk keningnya perlahan pasti Ibu dan Ayah Baiknya akan berdebat lagi."Bima ayo pulang!" ajak Aruna mendatangi Bima."Kenapa kau baru datang, Aruna. Sebenarnya dari mana saja dirimu?" tanya Dion."Apakah kamu menemui pasangan kencanmu lagi? kau bertemu dengan lelakimu yang lain selain tadi sore? Sebenarnya berapa lelaki yang memang di rekomendasikan oleh Arumi? Apakah ada lelaki lain lagi yang akan kau temui besok? Lusa? Selanjutnya, Aruna? Lihat kau sampai menelantarkan Bima," cerca Dion.Aruna hanya menggelengkan kepalanya melihat Dion begitu. Dia sangat tak percaya Dion mengatakannya, benar-benar di depannya bukan lah sosok seperti Dion Presdirnya du
MENYADARI CINTA!"Aruna! Aruna!" teriak Aruna sambil mengetuk pintunya berkali-kali. Dion bahkan memasukkan sandi di smart door pintu rumahnya. Namun kata sandinya sudah diganti."Astaga kata sandinya sudah diganti lagi!" keluh Dion."Bima! Bima! Buka pintunya. Aruna!" teriak Dion dari luar. 'Ceklek' pintu dibuka."Kenapa lagi Ayah Baik?" kata Bima membuka pintunya."Ah! Anak pintar. Pandai!" puji Dion hendak masuk.Refleks Bima kemudian merentangkan tangannya. Dia menutupi pintu, sehingga dia tak bisa masuk ke dalam. Dion kaget melihat tingkah putranya itu."Kenapa? Kenapa kau menghalangi aku masuk?" tanya Dion."Ibu bilang penipu tidak disambut di rumah kami!" cegah Bima dengan polosnya."Penipu? Siapa yang penipu?" tanya Dion."Ayah Baik! Kata Ibu Ayah Baik adalah penipu. Karena berbohong tadi," jawab Bima."Sebenarnya siapa yang kau bantu? Kau ada di pihak siapa? mengapa sekarang membenci Ayah Baik? Apakah kau tak ingin Ibu dan Ay
RENDI OH RENDI!Ya meskipun hatinya sudah berkata dia tak akan mau lagi dengan Rendy tetapi jauh di lubuk hatinya perasaan itu masih ada untuk Rendi. "Bukan begitu," kata Rendi."Lalu?" tanya Selly. Selly menatap wajah Rendi sedangkan Rendi pun tiba-tiba mematung dan meneguk ludahnya dengan kasar berkali-kali. Lalu dengan absurd nya dia mengalihkan pembicaraan saat melihat ayam goreng dalam boks yang dibeli oleh Selly dari salah satu junk food kesukaannya."Apakah kau tidak takut gemuk, Selly? Aku sedang patah hati! Jadi wajar saja aku makan banyak," kata Selly."Kau kan seorang Dokter! Aku punya penyakit emotional eating!" protes Selly.Emotional eating atau makan emosional adalah ketika seseorang menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi emosi, bukan makan karena lapar. Saat sedang marah, sedih, stres, dan lainnya, beberapa orang mungkin mencari makanan untuk menenangkan emosi. Makanan biasanya dijadikan sebagai pengalih perhatian. Pada saat in
PEGI KE TIONGKOK!"Baiklah Aruna jika tidak ada perubahan aku akan pergi ke Tiongkok dua hari lagi. Aku harus ke Tiongkok untuk menyelesaikannya, aku juga lebih akrab dengan beberapa rumah sakit di sana. Sebelumnya mereka pernah membahas rumah sakit lisensi jantung kita, setelah melakukan konferensi kesehatan kemarin di bali. Dan Puji Tuhan nya, mereka sangat tertarik dengan tipe catering kita. Hak itu yang membuat kita harus berkolaborasi dengan makanan dari Tiongkok karena tidak bisa dimunafikan juga mereka lebih mempertimbangkan makanan yang dikonsumsi mereka lebih sehat daripada kita. Mereka menggunakan konsumsi sedikit garam dan lain-lain tanpa mengurangi cita rasa makanannya," kata Arumi.Sebagai konsekuensi dari permasalahan kesehatan dan tren global, masyarakat dari segala usia di Tiongkok mulai menjadi lebih sadar akan kesehatan mereka dan manfaat dari pola makan yang lebih sehat, yang mengakibatkan pertumbuhan pesat pasar makanan kesehatan dalam beberapa tahun tera
JALAN MANA YANG HARUS AKU PILIH? CINTA ATAU PERUSAHAANNYA?"Berikan suntikan dana ke sana saja. Buat Arumi pergi dari sisi Aruna, maka kau bisa mendapatkan Aruna kembali, Pak Dion," saran Hendi."Apa maksudmu?" tanya Dion penuh selidik."Kau kan sungguh merindukan Kak Aruna kan, Pak Dion. Aku memberikanmu solusi paling simpel. Belilah barang dan cari dia di perusahaannya, berikan dia kejutan dengan ini semua. Gampang kan?" tanya Hendi."Kejutan ya?" gumam Dion."Ya aku rasa itu adalah ide yang baik," sahut Hendi."Apakah kau mendapatkan ini dari cerita dari novel mu yang baru? Novel mana lagi yang sedang kau baca?" tanya Dion."Tidak. Aku mencarinya dari hasil pemikiranku sendiri, Pak Dion. Apakah kau meragukan kemampuanku? Bukankah dengan begitu kau tidak akan terlihat seperti pria sejati dan memanfaatkan kekuasaan serta uangmu saja. Tidak seperti itu juga kan?" tanya Hendi."Ck! Apa yang kau bicarakan? Aku tak paham. Serti hal konyol saja," keluh Dion."Di dalam novel tertulis wanit
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu