BEKERJA PADA DION LAGI?"Siapakah anak lelaki itu? Apakah dia anak Pak Dion? Melihat dari tubuh dan wajahnya dia sepertinya berumur sekitar sepantaran Bima. Kalau anak lelaki itu adalah anak lelaki Dion juga artinya Pak Dion sudah menikah?" batin Aruna dalam hati."Maafkan Papa Dion! Papa terlambat karena Papa tadi terkena macet tadi, sekarang kan Papa sudah datang di hadapanmu dan memenuhi janji," kata Dion sambil duduk berjongkok menyamai tinggi anak lelaki itu."Sekarang kan Papa sudah ada di hadapanmu! Apakah kau menjadi anak baik? Apakah kau menurut dengan semua perkataan Mamamu?" tanya Dion lagi."Iya, Papa Dion! Aku mau! Aku mau memenuhi janjiku kepada Mamaku! Aku akan mulai menjalani operasi, aku sangat berani Papa," jawab anak lelaki itu."Pandai," puji Dion."Kau harus bisa sehat seperti ini lagi setelah menjalankan operasimu, mengerti?" tanya Dion."Baik, Papa Dion!" sahutnya."Baiklah pergilah bersama Mamamu! Jangan takut ya," kata Dion la
MENYONGSONG RENCANA HIDUP BARU BERSAMA BIMA!"Apakah aku siap dengan semua konsekuensinya?" batin Aruna."Bagaimana? Aku tak memiliki banyak waktu!" bentak Dion menyadarkan Aruna dari lamunannya.Aruna menghembuskan nafasnya panjang. Tak ada pilihan lain selain mengiyakannya. Kalau memang dia dan Bima harus pindah ke Surabaya itu adalah jalan yang terbaik untuknya. Dia bisa bekerja di rumah sakit sebagai kepercayaan Dion dan tak terpisahkan dari anaknya. Nilai plusnya Bima bisa mendapatkan fasilitas kesehatan yang terjamin."Baiklah, saya sanggup! Saya akan memenuhi catering itu dengan cara saya sendiri sembari saya akan bekerja pada Pak Dion lagi. Bapak Dion bisa mempercayakan semua pada saya, Bapak Dion tak perlu memikirkan lagi bagaimana saya mengelola keuangan berkaitan dengan kualitas catering dan gaji saya lagi. Saya jamin semua sudah terstruktur dan sempurna di tambah untuk kualitas grade A," ujar Aruna yakin."Bukankah rumah sakit itu adalah rumah sakit u
GELAGAT ANEH DION"Bukankah aku sudah berkata padamu? Kita harus berhati-hati saat di kantor! Kenapa kau ceroboh sekali?" bentak Elbara kepada Sheila. Saat berkata seperti itu langsung saja Sheila memperlihatkan wajah tak sukanya kepada Elbara. Dia memasang tampang memelasnya pada Elbara sehingga membuat Elbara merasa kasihan."Ah, maafkan aku, Sayang! Tapi bagaimana kalau dia melihatmu? Kau tahu kan bagaimana Elizabeth! Dia tak segan- segan akan menghadapimu nanti! Aku takut kau kenapa- kenapa! Jika sesuatu terjadi padamu, bagaimana denganku nanti? Aku pasti akan khawatir dan sedih," jelas Elbara sambil menyentuh lengan sekertarisnya itu."Iya aku akan sangat berhati-hati lain kali! Oh ya, ada berita buruk, CV itu ternyata milik Aruna," ujar Sheila."Sekarang kau sudah percayakan bahwa aku memintamu menyelidiki Aruna dan Dion, bukan? Ini aku lakukan bukan untuk diriku sendiri," jelas Elbara."Tenang saja, aku sudah menyuruh orang menyelidikinya! Namun belum ada kabar sampai sekarang,
AYAH RENDI VS OM BAIK!"Apanya yang menggemaskan?" kata Dion sambil melirik tajam ke arah Hendi. Tanpa banyak bicara Dion segera mengambil hp-nya. Dia nampak sedang menghubungi seseorang sambil terus mendengarkan percakapan Aruna dengan lelaki yang di kira suaminya serta anaknya."Ayok Bima, kita akan kembali ke kamar ya! Kau tidak boleh membuat Profesor Tjahyadi marah, Bima kan anak yang menurut," bujuk Aruna."Tidak mau! Kalian membawa Bima keluar karena kalian ingin main sendiri kan? Ibu hanya minum kopi dan berbicara saja dengan Ayah Rendi," ucap Bima merajuk.Aruna mengelus kepala putranya perlahan. Dia sangat tahu Bima sebenarnya sudah bosan berada di rumah sakit. Wajar saja, sebagai anak kecil seusianya dia akan iri melihat anak lain bebas bermain sesuka hati. Sedangkan dia harus di kursi roda bersahabat dengan infus dan jarum suntik."Ibu janji kau akan segera bisa seperti mereka, Sayang," batin Aruna dalam hati.Dion kembali menghubungi nomer tadi setelah panggilan pertamanya
ARUNA DAN ARUMI!"Pak Dion, Rendi itu adalah dokter yang sangat baik sekali. Bisakah Bapak tidak melibatkan dia karena kebencian Bapak terhadap saya?" tanya Aruna.Dion terdiam sambil menatap tajam ke arah Aruna. "Jujurlah! Apakah kau pernah merasa bersalah atau menderita dan menyesal dalam lima tahun terakhir ini? Hah?" tanya Dion."Mulai dari saat kau meninggalkanku?" sambung Dion lagi."Apa maksud Bapak? Tentu saja saya menderita," jawab Aruna."Hahahaha! Tidak! Kau bohong Aruna! Kau tidak pernah menderita! Nyatanya aku bisa melihatmu tertawa bahagia dengan pria lain dan melahirkan seorang anak lelaki yang sudah sebesar itu!" bentak Dion."Kau bahkan pergi meninggalkan perusahaanku tanpa ada pamitan, mendadak, dan semaumu! Membuatku kalang kabut saat itu! Kau pergi dan tidak bisa di cari lagi kan? Bahkan Hendi mendatangi rumah mu tapi kau tak ada, kau kabur!" lanjut Dion sambil menatap tajam ke arah Aruna.Aruna hanya mampu terdiam tanpa banyak bicara lagi. Dia sebenarnya bingung k
KEGIGIHAN ARUMI!"Sekarang aku percaya kalau Dion itu tidak sedang mengejarmu! Bahkan Dion mungkin tak merasa jika itu adalah anaknya! Mungkin dia juga tak sadar! Apakah aku harus mengatakannya agar dia meloloskan proyek kita?" tanya Arumi memberikan usul. Jujur saja dia sangat berambisi untuk bisa mengalahkan Sheila. Namun dia menyembunyikan kenyataan itu dari Aruna. Dia tak ingin seorang pun tahu siapa sejatinya dirinya."Tidak! Aku tak setuju dengan cara picik dan rendahan semacam itu! Ini bukan masalah yang besar. Aku kan sudah pernah bercerita dan memberitahukan padamu, bahwa memang Pak Dion tak menyadari pernah tidur bersamaku! Jadi saat kau berbicara justru dia akan makin membenci kita saja. Itu akan memperburuk citra CV kita," jelas Aruna menolak usulan Arumi."Aku kan sudah bilang juga, dulu antara kami tidak ada hubungan spesial! Selama sepuluh tahun murni kami hanya atasan dan sekertaris saja tak lebih. Sekarang kau sudah melihat sendiri kan bagaimana sikap Pak Dion! Dia i
RUMAH IMPIAN ARUNA?"Bagaimana? Apa Bapak bersedia mengobrolkan masalah ini lagi?" tanya Arumi."Maaf aku masih ada urusan! Aku pamit dulu," kata Dion sambil berlalu pergi. Hendi terus mengikuti langkah kaki Dion dari belakan."Hati-hati Bapak Dion! Sampai jumpa! Sampai jumpa lagi Pak Dion," kata Arumi berteriak teriak.Aruna mendekati Arumi sambil memukul pundak wanita itu pelan, "Kau memang luar biasa!" puji Aruna melihat kegigihan sahabatnya menaklukkan hati Dion."Tentu saja, kau lupa hanya ada atu hal yang bisa mengalahkan pria sombong seperti itu. Hal itu adalah dengan menyanjungnya setinggi mungkin, agar dia tampak luar biasa," kata Arumi lagi. "Kau harus mempelajari hal ini Aruna! Ingat menjadi penjilat terkadang memang di perlukan untuk situasi mendesak! Kau harus pelajari hal ini lebih serius agar CV mu makin maju," ujar Arumi lagi."Hehe! Baiklah bos, aku mengerti!" ucap Aruna."Aku lapar! Ayo kita makan," ajak Arumi sambil melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan p
DION DAN BIMA!"Hah? Apa Pak? Rumah impian Aruna? Apakah Pak Dion selama ini?" tanya Hendi dengan kalimat menggantung.Menyadari Hendi mulai menanyakan hal itu Dion segera masuk ke dalam rumah untuk lebih melihat lagi bagian dalam. Dia mulai melihat ruang tamu, dapur, dan balkon depan. Semua terasa bagus dan tertata apik. Hendi mengikutinya dari belakang dengan seuta tanda tanya."Baiklah! Aku rasa rumah ini lumayan nyaman kok, kita bisa pindah ke sini," ujar Dion."Siap, saya rasa juga akan nyaman di rumah sendiri dari pada harus tinggal lebih lama dari hotel. Mari kita ke bawah, Pak!" ajak Hendi sambil turun di tangga.Rumah itu terleta di komplek perumahan Marshall. Kompleks perumahan cukup elit di daerah sana. DI lengkapi dengan satu buah kolam renang pribadi di belakangnya. Dion tersenyum cukup puas dengan rumah yang akan di tempatinya beberapa bulan."Oh iya, Pak! Hasil tander lisensi rumah sakit sudah keluar, apa Bapak ingin melihat hasilnya?" tanya He