DRAMA TINGGAL SEATAP PART 3
LAPTOP YANG TERTUKAR SAAT MEETING!"Bagaimana sekarang kita harus ke kantor masing- masing?" tanya Dion setelah mengantar Bima ke sekolah, Aruna dan Dion akan mengadakan rapat pagi."Kau mau ku antar?" tanya Dion."Ini tak lucu, Pak Dion! Jangan mengada- ngada. Tak mungkin itu di lakukan. Aku tak mau semua orang salah paham tentang hubungan ini! Apalagi kalau Elbara tahu hubungan kita dan kita tinggal seatap. Tentu aku akan di tuduh macam- macam," tolak Aruna sambil mendengus kesal.Dion hanya tsenyum tipis. Itu yang dia suka dari Aruna, dia tak mau bergantung pada orang apalagi memanfaatkan kedekatan mereka. Tentu saja, Aruna sebnarnya bisa memanfaatkan momentum ini untuk meminta Dion menikahinya, atau merusak citra dan reputasinya. Namun nyatanya Aruna tak melakukannya.Akhirnya tentu saja Aruna pergi sendiri ke kantor tempat mereka meeting bersama pagi ini. Dion berpura- pura tak kenal. Bahkan Aruna memilih untuk berangkatIDE CEMERLANG DARI HENDI!"Hey! Apa ada masalah?" tanya Arumi."Ada masalah apa dengan laptopnya?" sambung Arumi."Sini biar aku bantu ya," sahut Arumi lagi berusaha untuk membuka laptop di depan Aruna. Secepat kilat Aruna mencegahnya."Oh, tidak! Tidak! Jangan- jangan, terimakasih Arumi! Namun, aku bisa sendiri kok," kata Aruna panik."Kalau begitu langsung saja kau sampaikan, Aruna. Jangan sampai membuat mereka menunggu," tegur Arumi."Baiklah, di sini saya akan bicara langsung saja dan tak ada data yang bisa saya tampilkan. Mengenai data uji pertama dari itu menunjukkan bahwa rencana catering sehat kami sudah berjalan dengan baik. Memang benar ada sedikit masalah yang muncul ini di salah satu bidang mengenai perbedaan cita rasa dan selera antara Ahli Gizi satu dengan Ahli Gizi lainnya. Hal ini wajar dan lumrah terjadi karena lidah antara satu dengan orang yang berbeda. Kami semua sudah memperbaikinya dan menyesuaikannya," ujar Aruna memulai meeting lagi.
KEBAHAGIAAN BIMA ADALAH SEGALANYA!"Di sana tidak ada air panas, mesin kopi yang otomatis," keluh Dion tiba-tiba mengatakan semuanya pada Hendi tanpa sadar."Ada di kantor kok, Pak! Aku akan segera aku akan menyiapkannya unjukmu," ucap hendi segera keluar ruangan."Mesin kopi dan ranjang juga," gumam Dion lirih."Aha! Itu ide bagus," kata Dion senang. Secara tiba-tiba dia menemukan ide bagus untuk membahagiakan Bima dan Aruna.Kebetulan hari ini Aruna tidak ada kerja lembur. Namun, sesampainya dia di rumah justru mendadak terkejut dengan perubahan di rumahnya. Mulai perubahan di kamar Bima, ruang makan, semuanya. Aruna mendengus kesal. Dia melempar tas kerjanya di kursi dan langsung berteriak."Pak Dion! Benar- benar kau ya!" teriak Aruna."Sungguh Pak Dion sangat keterlaluan dna bertindak di luar batas," bentak Aruna.Dengan santai dan wajah polosnya Dion mendekati Aruna. Memang Dion sengaja masuk kerja setengah hari setelah rapat tadi dan mendapatkan ide dari Hendi, dia bergegas pul
SOP SARANG BURUNG WALET!"Lihatlah Bima! Kami sekarang bergandengan tangan kan? Sama seperti orang tua teman- temanmu, jadi kau jangan sedih lagi ya," kata Aruna."Benar itu, Bima! Kau lihat sendiri kan kami bergandengan tangan," Sahut Dion dan Aruna sambil tersenyum terpaksa."Tapi Ayah, kedua orang tua temanku juga akan saling memeluk ibu temanku juga," perintah Bima lagi.Aruna langsung menghela nafasnya panjang. Dia memang ingin membahagiakan Bima namun bukan berarti melakukan semua yang di minta oleh anak lelakinya itu. Dia mulai menjelaskan perlahan agar Bima menyadari bahwa tidak semua keinginannya harus di dapatkan."Bima dengarkan Ibu! Bima tidak semua orang bisa mengobrol dan berbicara sambil berpeluka. Kau tak bisa menyamakan orang tua temanmu dengan kami," ujar Aruna mencoba memberikan pengertian. Namun di luar dugaan justru langsung memeluknya. Aruna cukup terkejut dengan perbuatan Dion itu yang tiba- tiba merangkulnya. Namun dia tak bisa menolaknya juga."Jangan dengark
MEMBUAT JATUH CINTA!Malam ini Bima sangat senang sekali karena dia bisa bermain iron Man bersama Ayah baiknya. Dion melirik jam di dingding tembok ruang tamu, jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Dia ingin mengajak putranya itu tidur,."Terlalu kuat, Ayah Baik!" ujar Bima yang mengelu sakit saat Dion memeluknya."Hahaha! Baiklah, Ayah Baik akan melepaskanmu namun kau harus janji akan tidur! Sebelum Ibu Raja Singa mengamuk melihat kau jam segini belum bersiap tidur! Janji?" tanya Dion sambil melepaskan pelukannya."Baik!" sahut Bima.Dion pun melepaskan putranya itu. Dia sekarang membalik badan Bima, sehingga mereka saling bertatapan. Dion pun berjongkok di depan putranya itu."Papa! Apakah aku tampan?" tanya Bima."Tentu! Kau sangat tampan sekali, bahkan kau adalah anak paling tampan yang aku tahu," ujar Dion."Sudah! Sekarang kau harus tidur, kalau tidak Ibu akan marah. Sudah, besok kita main lagi ya," sambung Dion. "Baiklah! Se
APAKAH SEMUA MALL INI MILIK AYAH BAIK?"Bagaimana kalau kau melakukan CT scan otak?" tanya Rendi."Hah?" sahut Selly bingung."Apakah kau yakin tidak kena kepalamu saat kau jatuh di lantai tadi?" tanya Rendi lagi.Mendengar ucapan Rendi itu pun, Selly langsung memegang kepalanya. Dia merasa baik- baik saja. "Kepalaku baik- baik saja kok, Dok! Kenapa harus CT scan?" tanya Selly."Kau ini aneh sekali! Mana ada orang yang begitu senang saat terluka?" tanya Rendi."Itu karena aku memang istimewa! Jadi aku berbeda dengan yang lainnya. Apakah tidak boleh?" tanya Selly."Kau yakin?" tanya Rendi khawatir justru naka profesor Tjahyadi ini mengalami gangguan mental."Yakin, Dok! Saya tahu betul apa yang terjadi dalam diri saya sendiri. Namun saya tidak mau mengatakan alasan jujur!" kata Selly yang kesenangan karena bisa di rawat oleh Rendi untuk kedua kalinya."Ya sudah! Kau boleh melakukan apapaun yang kau mau, asalkan kau baik- baik saja," ujar Rendi
PENTINGNYA SEKUFU!"Bagaimana Bima, menurutmu? Bagaimana tempat ini? Apaah kau suka?" tanya Dion."Apakah semua toko ini milik Ayah Baik?" tanya Bima.Dion mengernyitkan keningnya heran. Bagaimana mungkin pertanyaan seperti itu muncul dari mulut bocah kecil ini. Apakah sebenarnya Aruna tak sepolos yang di bayangkan Dion?"Kau tahu dari mana, Bima? Apakah Ibumu mengatakan itu padamu?" tanya Dion. "Bukan! Karena Ibu selalu menggil Ayah Baik dengan sebutan nama Bapak serta Ayah di hormati! Berarti Ayah kaya, bukankah begitu?" sahut Bima."Hahahah! Tidak, Bima! Ini semua bukan begitu," ujar Dion mengusap lembut kepala anaknya."Sudahlah tak usah di bahas lagi! Meskipun semua barang di toko ini bukanlah milik Ayah, namun hari ini kau boleh makan apapun yang kau inginkan, kau boleh main apapun yang kau sukai di time zone, dan kau bisa beli apapun yang kau inginkan," ucap Bima yang langsung di balas wajah gembira oleh Bima."Benarkah Ayah? Semuanya boleh?"
APAKAH AKU HARUS MENGIZINKANNYA TINGGAL DI RUMAHKU?"Selain itu Pak Dion sudah mengatur semuanya semau, Bapak! Apa yang Bapak inginkan? Bagaimana kalau Bapak Dion pergi tak tinggal di sini lagi?" tanya Aruna."Hah? Pergi? Tidak mungkin! Hahaha, aku tidak akan meninggalkan Bima," ucap Aruna."Aku sudah memiliki perjanjian khusus kepada Bima untuk selalu menemaninya!" sahut Dion."Apa maksud Pak Dion?" tanya Aruna."Apakah Pak Dion ingin tinggal di rumah ini selamanya?" tanya Aruna."Tidak! Ini bukan begitu Aruna! Kalau kau bersedia membiarkan Bima untuk pindah ke rumahku, maka aku bisa membawanya pergi sekarang juga," sahut Dion."Hahaha! Pak Dion ini mimpi ya? Saya beri tahu pada Pak Dion ya, semiskin- miskin nya saya, sesusah- susah nya saya hidup, itu tidak mungkin terjadi! Bima akan bersama saya sampai mati," bentak Aruna."Ibu," panggil Bima dengan wajah memelas."Kau tidak perlu ikut campur, Bima! Tidak ada gunanya kau berpura- pura bersedih
PRESIDEN DIREKTUR HADINATA WIJAYA GROUP!"Arumi!" panggil Aruna tiba -tiba."Astaga! Kau mengagetkanku saja! Kenapa? Aku tak budek, aku di sebelahmu," keluh Arumi sambil mengelus dadanya karena kaget."Aku tanya padamu sekarang, jika kau harus menelan penghinaan dan menjadi menderita selama bertahun- tahun, serta kau menghadapi orang yang sangat kau benci setiap hari di rumahmu sendiri. Apakah kau bersedia?" tanya Aruna."Hahaha! Apa kau sudah gila menanyakan pertanyaan konyol begitu?" tanya Arumi."Aku serius," ujar Aruna."Em! Baiklah, aku rasanya akan bersedia kalau itu adalah realita dengan dana seratus miliar menungguku atau jika aku bisa memikat hati para pria tampan manapun yang aku mau sebagai kompensasinya. Maka aku bisa mempertimbangkannya lagi," jawab Arumi."Tidak ada pria tampan sebagai hadiahnya," keluh Aruna."Kalau begitu jika ada seorang yang mendadak bersikap baik padamu dan memberikan apa yang kau inginkan, tapi kau harus menin
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu