Seperti biasa setiap pulang dari tempat Gendis Dexter membawa kue dari sana. Kue-kue itu tidak pernah diberikannya pada Catherine. Selain untuk dirinya Dexter juga memberi pada Risa dan Leni. Andai saja Bobby bisa memakannya sudah pasti Dexter juga menyuapinya.Sikap Dexter membuat Catherine bertanya-tanya. Kenapa hanya pembantu dan pengasuh di rumah itu yang selalu Dexter belikan makanan? Kenapa dirinya tidak pernah dibelikan? Bukan apa-apa. Kalau Catherine mau ia juga bisa mendapatkannya. Ia bisa membeli sendiri. Hanya saja Catherine juga ingin diperhatikan. Catherine rindu perhatian suaminya yang sudah sangat lama tidak ia dapatkan.Satu hal lagi. Dexter selalu membawa pulang kue yang dibeli dari toko yang sama. One Slice. Itu Catherine ketahui dari kantong kue tersebut. Kebiasaan Dexter membuat Catherine heran. Apa mungkin kue-kue di toko tersebut seenak itu sampai-sampai membuat Dexter ketagihan? Dan yang lebih mengherankan kenapa juga Dexter rajin membawakannya untuk Leni dan Ri
Gendis tersenyum mengamati foto-foto aneka kuenya serta toko yang diliput oleh seorang food blogger yang datang menemuinya tempo hari. Dan dampaknya tidak sedikit. Tokonya menjadi ramai berkat review sang food blogger di blog dan sosial media miliknya. Gendis harus berterima kasih banyak-banyak pada Reni, nama food blogger itu. Gendis bahkan sudah menyiapkan hampers untuknya.Dalam sekejap toko Gendis menjadi viral. Selain rasanya yang memang enak, strategi promosi yang tidak disengaja itu begitu berperan menaikkan usahanya.Otomatis Gendis harus menambah dua orang lagi karyawan toko dan meningkatkan proses produksi lebih banyak dari hari-hari sebelumnya. Hari ini tepat dua bulan toko kue One Slice setelah viral. Gendis meraih kesuksesan dalam waktu yang singkat. Benar yang Dexter katakan. Yang penting kita harus berusaha dulu. Sisanya biarkan menjadi urusan yang kuasa.Sementara itu Catherine yang mengetahui kesuksesan toko Gendis menjadi panas sendiri. Terlebih setelah mengetahui
Semua berjalan begitu cepat. Catherine benar-benar melaporkan toko kue milik Gendis. Pihak-pihak terkait pun memeriksa semua produk yang dijual di toko itu. Dan hasilnya tidak terbukti kalau produk-produk One Slice menggunakan pewarna makanan yang berbahaya bagi kesehatan. Hanya saja pada kue yang dilaporkan Catherine memang terbukti mengandung zat berbahaya. Gendis tidak bisa membantah bahwa kue tersebut bukanlah buatannya lantaran umur kue tersebut serta bukti pembelian yang dipegang Catherine.Meski tidak terbukti pada produk-produk yang lain namun dampaknya tidak sedikit. Banyak orang-orang terpengaruh oleh berita itu. Lama kelamaan toko kue Gendis menjadi sepi. Padahal Gendis baru beberapa bulan merasakan kesuksesan. Gendis kembali ke titik nol. Dua orang Karyawan tambahan yang direkrut belakangan terpaksa dirumahkannya demi menekan biaya operasional."Sepi, Dex. Nggak ada yang datang dari tadi," ujar Gendis lesu. Saat itu Dexter baru saja tiba.Dexter mengembuskan napas dalam d
Alat-alat medis mengelilingi tubuh Rexa. Keadaan pria itu begitu menyedihkan. Setelah pingsan mendadak, ia dilarikan ke rumah sakit secepatnya. Lalu di sinilah lelaki itu berada sekarang. Di ruang IGD rumah sakit. Satu-satunya yang menandakan bahwa dia masih bernyawa adalah alat pendeteksi jantung yang terletak di sisi kepalanya."Ini semua gara-gara kamu. Kalau sesuatu yang buruk menimpa Papi, Mami nggak akan memaafkan kamu, Dex. Kamu harus tanggung jawab!" kecam Martha tidak mau tahu."Tenang dulu, Mi, kita kan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kita nggak tahu apa akar masalahnya. Kita tunggu biar Dexter menjelaskannya ya, Mi." Rosa yang juga sudah berada di sana berusaha untuk menenangkan Martha sambil memegang pundak perempuan itu."Apa lagi yang ditunggu?!" sentak Martha. "Dexter selingkuh dengan mantan pembantunya. Pantas saja waktu acara syukuran Bobby dia mengacaukan suasana!"Di sudut yang lain Catherine tampak menangis sesenggukan. Karena sudah terlatih perempuan itu b
Usia manusia memang tidak ada yang tahu meski sehebat apa pun dia dan begitu banyak harta yang dimilikinya. Ajal tidak bisa ditawar. Begitu pun yang terjadi pada Rexa.Suasana pemakaman pria itu diwarnai oleh duka dan air mata. Martha berkali-kali pingsan lantaran terlalu shock. Ia tidak menyangka akan secepat itu ditinggalkan suaminya. Kematian sang kepala keluarga yang begitu mendadak menimbulkan berbagai kesan bagi orang yang ditinggalkan. Jika Martha dan Dexter merasa sedih bukan kepalang, lain halnya dengan Josh dan Rosa. Selain shock Josh juga kesal atas wasiat yang menguntungkan Dexter. Andai saja Rexa bukan orang tuanya ia tidak akan sudi menghadiri acara pemakaman sialan itu.Satu-satunya yang berbahagia atas kematian lelaki itu adalah Catherine. Namun ia terlalu lihai bersandiwara. Perempuan itu menyembunyikan perasaannya di balik air mata palsu.Ketika jenazah Rexa dikuburkan Dexter tidak sanggup menahan air matanya. Bulir-bulir bening menitik di pipinya, menyatu dengan ge
Gendis menatap bangunan ruko bertingkat tiga yang selama ini ditempatinya dengan perasaan sedih. Setelah Martha mengusirnya ia memutuskan untuk pergi dari sana. Beruntung masih ada yang berbaik hati padanya. Untuk sementara Maya mengajak Gendis tinggal di rumah kostnya. "Kenapa Mbak Gendis bohong selama ini? Kenapa nggak bilang kalau Pak Dexter adalah suami Mbak?" tuntut Maya setelah tahu kebenarannya. Gendis meneguk ludahnya yang terasa pahit. Ia menggelengkan kepalanya. "Aku hanya istri kedua yang dinikahi secara siri." "Tapi Bobby adalah anakmu, Mbak. Kamu boleh lepasin Pak Dexter tapi kamu berhak atas Bobby." "Aku nggak berhak apa-apa, May. Kayak yang kubilang tadi aku hanya istri siri. Kamu pasti tahu sendiri bahwa istri yang dinikahi secara siri tidak berhak menuntut apa pun. Bahkan perjanjianku dan Dexter semestinya sudah berakhir sejak aku melahirkan Bobby," terang Gendis dengan ekspresi sedih. "Kasihan kamu, Mbak." Maya menatap Gendis prihatin. Gendis tersenyum ham
Gendis termangu menggenggam ponselnya dengan tangan gemetar. Semua rangkaian kata yang baru saja didengarnya membuat tubuhnya menggigil hebat.Bukan. Ini bukanlah berita buruk yang mengejutkan. Akan tetapi sebaliknya. Kabar yang baru saja diterimanya membuat Gendis luar biasa bahagia. Saking bahagianya Gendis sampai kesulitan untuk memercayai berita itu.Sebelah tangan Gendis menutup mulut, menahan agar tidak berteriak. Sedangkan sebelahnya lagi menahan ponsel dalam genggaman. Gendis baru saja menerima kabar bahwa ia menjadi pemenang utama lomba memasak di samping dua pemenang lainnya. Maka Gendis berhak menerima hadiah kemenangan mengikuti pendidikan gratis selama sembilan bulan di Le Cordon Bleu, Paris, melalui program Grand Diploma. “Astaga … ini semua nggak mungkin. Kenapa aku yang menang?” Gendis menggumam pelan. Bukan ingin meragukan kemampuan dirinya sendiri, tapi hasil kreasi para kompetitor lainnya jauh lebih menarik daripada Gendis.“Menang apa, Mbak?” tanya Maya yang me
Setelah menempuh penerbangan panjang yang memakan waktu lebih dari enam belas jam, akhirnya pesawat yang membawa Gendis mendarat dengan selamat di Paris Charles de Gaulle Airport.Sudah ada orang yang menjemputnya di sana.Gendis mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Udara saat itu merujuk pada suhu 30° Celcius. Saat ini sedang summer di Paris.Gendis tersenyum sekaligus melambaikan tangan pada gadis yang membawa kertas dengan tulisan, 'Waiting for Gendis Tsabina Putri from Indonesia'."Gendis?" tanya gadis itu agar lebih meyakinkan.Gendis mengiyakan dengan anggukan kepala dan balas memberi pertanyaan. "Laura?""Ya, saya Laura. Saya perwakilan dari Modeta. Selama di sini saya yang akan memandu kamu."Gendis merasa lega mendengarnya. Ia sudah bertemu dengan orang yang tepat. Selanjutnya Laura membawa Gendis ke Rue de La Convention. Di salah satu apartemen yang berada di sanalah Gendis akan menetap selama berada di Paris.Pohon-pohon yang tumbuh dengan jarak sekitar seratus meter menyamar