Dalvin menatap Kiara dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Sikap istrinya berubah begitu drastis—dorongan hasrat yang menguasai Kiara tak seperti biasanya. Ia tahu ada yang tidak beres, tapi rasa kasih sayangnya pada Kiara membuatnya ragu untuk menolak. Dalam hatinya, Dalvin hanya ingin menyembuhkan istrinya dari rasa gelisah yang tampak menguasai tubuh dan pikirannya."Mas Dalvin... kumohon," desis Kiara, suaranya serak penuh hasrat yang tak terkendali. "Main yuk Mas?"Kiara mendekatkan diri ke Dalvin, menarik tubuh suaminya lebih erat dalam pelukannya, matanya penuh dengan gairah yang membara.Dalvin menarik napas dalam. Mungkin, pikirnya, memenuhi keinginan Kiara adalah satu-satunya cara untuk membuatnya merasa lebih baik. Meskipun tubuhnya sudah mulai lelah, ia tak bisa menolak Kiara yang begitu memohon. Dalvin akhirnya menyerah, menuntaskan keinginan istrinya yang menggelora, berpikir mungkin dengan cara itu, Kiara akan merasa lebih tenang.Namun, seiring berjalannya waktu,
Kiara Parvati berdiri di sudut ruang tamu yang sempit dan gelap. Cahaya matahari hanya mampu menembus jendela kecil yang kotor, membuat ruangan ini terlihat semakin suram. Setiap sudutnya terasa berat dengan bau debu dan kerusakan yang semakin merayap ke seluruh bagian rumah.Kiara menghela napas, menatap ayahnya yang terbaring di ranjang dengan mata yang lelah dan wajah yang pucat. Sudah hampir satu tahun sang Ayah berjuang melawan sakit ginjal hingga tidak mampu berbuat apa-apa."Kiara, kamu sudah pulang?" tanya ayahnya dengan suara yang hampir tak terdengar.Kiara menatap wajah tua itu dengan penuh rasa sakit dan kekhawatiran. Ada sesuatu yang membuatnya sakit, akan tetapi tidak dapat diungkapkannya."Iya, Pa. Aku baru saja pulang dari kantor," jawabnya, meski hati Kiara tertekan dengan kenyataan bahwa hari itu adalah hari terakhirnya di tempat kerja.Sebagai seorang wanita muda berusia dua puluh dua tahun, Kiara merasa hidupnya seperti sebuah lingkaran setan. Ekonomi keluarga mere
### Chapter 2: Pilihan Berat dan Langkah BaruKiara berdiri di ambang pintu kamar ibunya, sebuah ruangan kecil yang tampak semakin suram dengan setiap hari yang berlalu. Ibunya, Rina, duduk di tepi ranjang, wajahnya tampak lelah dan penuh beban. Kiara merasakan jantungnya berdegup kencang saat dia mengumpulkan keberanian untuk menyampaikan berita yang sulit ini."Ma," Kiara memulai dengan suara lembut. "Aku harus berbicara denganmu tentang sesuatu yang sangat penting."Rina menoleh. Matanya yang letih menatap putrinya dengan penuh rasa ingin tahu, Kiara hanya bisa menelan saliva dan mengumpulkan segenap kekuatannya untuk berbicara."Ada apa, Kiara? Kamu terlihat sangat serius."Kiara menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. Ia menggigit bibir hingga akhirnya siap mengutarakan maksud dan tujuannya."Aku baru saja bertemu dengan seorang penguasa bernama Dalvin Pramoedya. Dia menawarkan sesuatu yang bisa membantu kita keluar dari masalah keuangan yang sangat mendesak ini."Rina men
Kiara Parvati merasa jantungnya berdegup kencang saat Dalvin Pramoedya mengajaknya ke ruang yang lebih pribadi di dalam villa mewahnya. Ruangan itu didekorasi dengan gaya yang sangat elegan, penuh dengan perabotan mahal dan nuansa yang tenang. Namun, suasana hati Kiara terasa berat, mengingat pertemuan penting yang akan datang.Dalvin mengantarnya menuju sebuah ruangan di sisi lain villa, di mana ia memperkenalkan Kiara pada seorang wanita cantik dengan rambut pendek. Wanita itu terlihat sangat lemah dan duduk di kursi roda, didampingi oleh beberapa perawat yang berdiri di sekelilingnya. Meski wajahnya cantik, tatapannya tampak penuh kesedihan dan kesakitan."Kiara, ini adalah Irene, istri pertamaku," Dalvin memperkenalkan dengan suara lembut. "Irene, ini adalah Kiara, yang akan menjadi istri keduaku."Irene menatap Kiara dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Ada campuran antara keputusasaan dan ketenangan di matanya. Dengan suara yang hampir tidak terdengar, Irene berkata, "Selam
Kiara Parvati merasa campur aduk antara rasa cemas dan keheranan saat dia mulai menjalani kehidupan barunya di kediaman Dalvin Pramoedya. Setelah pertemuan singkat dengan Irene dan percakapan dengan Dalvin, dia diperkenalkan pada banyak hal baru yang akan menjadi bagian dari hidupnya.Pagi hari yang tenang dimulai dengan perkenalan kepada seluruh ajudan dan staf rumah tangga Dalvin. Kiara diperkenalkan kepada setiap orang dengan nama dan posisi mereka, mulai dari para pelayan hingga para asisten yang akan membantunya dalam berbagai hal sehari-hari. Semua orang di rumah tersebut tampak sangat profesional dan menyambut Kiara dengan sikap sopan dan penuh hormat."Selamat datang di rumah, nona Kiara," kata seorang wanita paruh baya yang tampaknya bertanggung jawab atas dapur dan kebutuhan sehari-hari. "Kami akan memastikan bahwa kamu merasa nyaman di sini."Kiara mengangguk dengan senyum yang penuh terima kasih. "Terima kasih banyak. Aku sangat menghargai bantuan kalian semua."Setelah pe
Siang itu, Kiara dan Dimas baru saja selesai berbelanja untuk kebutuhan Pernikahan. Mereka berjalan berdampingan keluar dari pusat perbelanjaan, membawa beberapa tas berisi barang-barang yang sudah dipilih dengan teliti oleh Kiara. Matahari bersinar terang, memberikan suasana hangat yang nyaman, dan mereka berdua memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran kecil di sudut jalan.“Aku lapar, bagaimana kalau kita makan di sini?” Kiara menunjuk sebuah restoran dengan dekorasi yang hangat dan sederhana.Dimas mengangguk setuju, meskipun dia tahu bahwa sebagai asisten Dalvin, seharusnya dia menjaga jarak profesional dengan Kiara. Namun, entah kenapa, kebersamaan dengan Kiara hari itu membuatnya merasa lebih rileks dan santai. Dimas memang tidak memiliki teman, sejak kecil ia sudah ikut Dalvin dan ia sendiri sudah menganggap pria tersebut sebagai pengganti ayahnya sendiri.Mereka memesan makanan dan duduk di meja yang menghadap ke jendela, bisa melihat jalanan yang sibuk di luar. Sambil
Hari pernikahan Kiara dan Dalvin akhirnya tiba, sebuah perayaan yang intim namun mewah, dipenuhi dengan kemegahan dan keanggunan yang tidak pernah Kiara bayangkan sebelumnya. Acara tersebut digelar di sebuah resor terpencil yang dikelilingi oleh hamparan pepohonan dan pantai putih. Sejak pagi, Kiara sudah disibukkan dengan persiapan. Gaun pengantin putihnya berkilauan di bawah cahaya matahari pagi, dengan detail renda yang rumit dan hiasan kristal yang menjuntai di sepanjang ekornya.Kiara tidak pernah membayangkan dirinya menjadi pengantin seperti ini. Segala sesuatu terasa seperti mimpi—mimpi yang menjadi kenyataan hanya dalam waktu semalam. Dalvin, pria dewasa yang kaya raya, telah memilihnya, seseorang yang biasa saja, untuk menjadi pendamping hidupnya. Di matanya, hari ini ia benar-benar merasa seperti seorang putri dalam kisah dongeng. Ketika cermin memantulkan bayangan dirinya yang mempesona, Kiara merasa seolah tidak mengenali siapa yang ada di balik wajah cantik yang berhias
Kiara duduk di tepi ranjang, menggenggam gaun tidur sutra yang melekat di tubuhnya. Malam pertama yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan malah berakhir dengan rasa sakit fisik dan emosi yang menggelegak. Air matanya telah habis, tetapi luka di hatinya tetap terasa dalam. Dalvin, pria yang baru saja menikahinya, tidak lagi berada di sisinya. Sejak pagi, pria itu pergi ke Amerika untuk sebuah pertemuan penting dengan koleganya, seperti yang sudah sering ia lakukan sebelumnya. Ternyata, ini semua bayaran mahal bagi keinginan Kiara mengubah hidupnya.Kiara mencoba menghibur dirinya sendiri. Dia mengingat bahwa Dalvin selalu mengatakan bahwa pekerjaan adalah segalanya, tetapi tetap saja, ada perasaan yang tak bisa diabaikan. Rasa diabaikan. Lebih lagi, malam pertama mereka terasa berlalu cepat, tak ada kehangatan yang tersisa kecuali rasa sakit yang membakar tubuhnya. Kiara belum tahu pasti, apakah hanya sebatas itu perasaan setelah berhubungan badan?Tak lama kemudian, pintu kamar terbu